Anda di halaman 1dari 152
ANALISIS RESPON AREAL DAN PRODUKSI KAKAO PADA PERKEBUNAN RAKYAT DAN PERKEBUNAN BESAR DI PROPINSI IRIAN JAYA Oleh LA SAHARUN RINGKASAN LA SAHARUN. Analisis Respon Areal dan Produksi Kakao pada Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar di Propinsi Irian Jaya (Di bawah bimbingan ANNY RATNAWATI sebagai Kefua, dan Y. BAYU KRINAMURTHI sebagai Anggota). Di Irian Jaya, yang sekarang di kenal dengan Papua, komoditi kakao merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan, karena disamping secara agroklimat sangat cocok, juga berdasarkan ketersediaan Jahan sangat memungkinkan untuk di kembangkan. Di propinsi ini perkebunan kakao umumaya diusahakan menurut pola Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Besar Negara, Pada umumnya di daerah ini pengusabaan kakao didominasi oleh Perkebunan Rakyat (76.12%), sementara Perkebunan Besar Swasta (13.94 %), dan Perkebunan Besar Negara (9.94 %). Permasalahan utama yong dihadapi oleh Perkebunan Rakyat adalah produktivitas yang relatif rendah, perluasan areal selalu tergantung pada bantuan pemerintah, dan cenderung memiliki bargaining position yang sangat lemah dalam penentuan harga (price taker), Sedangkan permasalahan pada Perkebunan Besar berupa keterbatasan modal usaha, dan sistim perizinan yang berbelit-belit. Tujuan vtama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faltor yang berpengaruh terhadap respon petani dalam menentukan perluasan areal tanaman kakso pada Perkebunan Rakyat, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap respon perusahaan dalam menentukan perluasan areal tenaman kako pada Perkebunan Besar, dan menganalisis pengaruh kepek#an perubaban areal ddan produksi terhadap perubahan variabel ekonomi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model ckonometrika, dan dievaluasi berdasarkan kriteria ekonomi dan statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yang diperoleh dari kepustakaan berupa laporan, publikasi-publikasi dari instansi_terkai Pengamatan data secara urut waktu selama jangka waktu 23 tahun, terhitung sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 2000, Penelitian ini berlokasi di Propinsi Irian Jaya, dengan pengambilan data diambil seluruh Kabupaten penghasil kakao yaitu Jayapura, Manokwari, Sorong, Nabire, Yapen Waropen, dan Fakfak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku petani Perkebunan Rakyat, dalam menentukan areal tanamnya dipengaruhi oleh peubah harga kakao, bantuan proyek, upah tenaga kerja, variabel dummy penyuluhan dan lag areal satu tahun, Sementara itu perilaku perusahaan Perkebunan Besar, dalam menentukan areal tanamnya dipengaruhi oleh peubah harga kakso, harga komoditi kompetitifnya, tingkat suku bunga Kredit, variabel dummy regulasi perizinan, dan lag areal satu tahun. Perilaku Pekebunan Rakyat dalam menentukan areal tanamnya berbeda dengan perilaku perusahaan Perkebunan Besar. Perbedaan yang signifikans adalah pada Perkebunan Rakyat tidak responsif terhadap tingkat suku bunga kredit, tetapi cukup responsif terhadap peubah upah tenaga kerja, sementara pada Perkebunan Besar sangat responsif terhadap tingkat suku bunga Kredit, ‘tetapi tidak responsif terhadap upah tenaga kerja, Hal ini disebabkan karena pada umumaya Perkebunan Rakyat dalam pembiayaan usahatani awal mendapat bantuan dari pemerintah, serta upah tenaga kerja merupakan pertimbangan penting, sedangkan Perkebunan Besar mengandalkan modal sendiri, Kredit dari perbankan, dan khusus peubah tenaga kerja buken merupakan pertimbangan ekonomi yang utama kerena mungkin saja biaya tenaga kerja yang dikefuarkannya masih dalam batas yang wajar. ‘Sementara itu perilaku Perkebunan Rakyat dalam produksinya, sangat dlipengaruhi oleh peubah harge kakao, lag harga satu tahun, harga pupuk, variabel dummy penyuluhan, upah tenaga Kerja, dan lag areal 3. tahun. ‘Sedangkan perilaku Perkebunan Besar dalam menentukan produksinya, sangat dipengaruhi oleh peubah harga kakao, harga komoditi kompetitifaya, silai tukar, harga pupuk, lag areal 3 tahun, dan upah tenaga kerja. Perilaku produksi dari kedua jenis perusahaan perkebunan ini cenderung sama. Implikasi kebijakan yang dapat dikemukakan dalam hasil penelitian ini adalah mengingat peubah harga kakao berpengaruh nayata terhadap respon areal dan penawaran pada Perkebunan Rakyat, maka perlu ditingkatkan mutu produk yang dihasilkan oleh petani melalui penyuluhan, pelatihan, dan bantuan UPH, serta. memberdayakan KUD sebagai wadah ekonomi pedesaan. Schingga dengan mute produksi yang baik, diharapkan petani memiliki daya saing dan posisi tawar yang baik pula, dan tidak lagi sebagai price taker. Sementara dalam usaha menarik para investor, kebijakan regulasi perizinan perlu dirancang Kembali oleh pemerintah daerah, dengan melihatkan segala unsur dan potensi di daerah sehingga Perkebunan Besar dapat berkonsentrasi tanpa ragu dalam mengembangkan usahanya. ANALISIS RESPON AREAL DAN PRODUKSI KAKAO PADA PERKEBUNAN RAKYAT DAN PERKEBUNAN BESAR DI PROPINSI IRIAN JAYA Oleh LA SAHARUN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana, institut Pertanian Bogor. PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2001 Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Kokok Program Studi L Anggota 2, Ketua Program Studi mu Ekonomi Pertanian (Dr. Ir, Bos Tanggal Lulus : 12 April 2001 / Bayu Krisnamurthi, MS.) ANALISIS RESPON AREAL DAN PRODUKSI KAKAO PADA PERKEBUNAN RAKYAT DAN PERKEBUNAN BESAR DI PROPINSI IRIAN JAYA, LA SAHARUN 9848508 Tmu Ekonomi Pertanian Menyetujui Komisi Pembin{bing he (Dr, Ir. Anny Ratnawati, MS.) Ketua Mengetabui RIWAYAT HIDUP Penulis dilahitkan pada tanggal 15 Juli 1962 di Waitii, sebuah desa di Kecamatan Tomia, Kabupaten Buton. Merupakan putra pertama dari La Rafia dan Wa Sinta Unga. Tiga bulan dalam kandungan ayah tercinta meninggal dunia. Selah penulis lahir dalam usia 11 bulan disusu! kemudian oleh ibunda tercinta kembali mengahadap ke haribaan Iahi, Sejak itu penulis dibesarkan oleh nenek Wa Sariya serta paman La Abu dan bibi Wa Dae yang sekarang menjadi pengganti kedua orang ‘tua tercinta, Pendidikan tingkat dasar diselesaikan di Maluku Utara, tepatnya di SD Al Hilaal Lede, Taliabu Barat, Kabupaten Maluku Utara. Kemudian melanjutkan SLTP dan SLTA di Tomia dan Bau-Bau, Kabupaten Buton. Penulis memperoleh gelar insinyur pertanian pada tahun 1986, di Fakultas Pertanian, jurusan SOSEK, Universitas Islam Malang. Pada bulan Agustus 1987, penulis bekerja di Dinas Perkebunan Propinsi Dati ! Irian Jaya sebagai pegawai proyek. Pada tahun 1990 diangkat menjadi CPNS yang kemudian pada tahun 1991 diangkat menjadi PNS. Setelah bekerja kurang lebih 11 tahun, penulis mengikuti pendidikan program pascasarjana (S2) Program Studi Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor sejak akhir tahun 1998. vi KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, berkat kerunia dan hidayah-Nya sehingga penulisan Tesis dengan judul “Analisis Respon Areal dan Produksi Kakao Pada Perkebuoan Rakyat dan Perkebunan Besar di Propinsi Irian Jaya” dapat tersusun sesuai rencana Dalam tulisan ini penulis mencoba membahas tentang perlaku Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar kaitannya dengan perubshan variabel ekonomi dan non ekonomi. Selain itu penulis mencoba membahas peubah kebijakan pemerintah yang selama ini cenderung berorientasi pada usaba ekstenfikasi dengan konsekwensi biaya tinggi, schingga sangat diperiukan alternatif kebijakan ain dalam rangka pembangunan perkebunan Kakao yang akan datang di Irian Jaya. ‘Tulisan sederhana ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pengambil kebijakan, sebagai infoarmasi awat bagi peneliti lebih lanjut, serta dapat berguna sebagai bahan kajian dalam rangka evaluasi, dan perencanaan pembagunan perkebunan di Irian Jaya, ‘Tulisan ini dapat terwujud karena keterlibatan banyak pihak yang tidak dapat penulis sebut satu per satu, oleh karena itu pada kesempatan yang bahagia ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada 1. Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS, serta Dr. Ir. Y. Bayu Krisnamurthi, MS, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang telah banyak ‘memberikan arahan, saran dan petunjuk sehingga tesis ini dapat terwujud 2. Dr. Ir. Bonar M, Sinaga, MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, dan seluruh staf pengajar Pascasarjana Intitut Pertanian Bogor. 3. Kepala Dinas Perkebunan Proponsi Dati I Irian Jaya, yang telah merekomendasikan untuk mengikuti pendidikakan serta rekan-rekan seangkatan yang telah banyak memberikan masukan, dan wawasan berpikir dalam proses penulisan rencana proposal ini, Penulis menyadari sepenuhnya bahva tulisan ini masih jauh dari sempurna, penulis sangat mengharapkan Kritik, saran yang Konstruktif dari seman pihak, atas partisipasinya penulis haturkan terima kesih. “Akhisnya hanya kepada-Mu yang Allah kami berserah diri, amin. April, 2001 Penulis viii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah .. 1.3. Tujuan dan Kegunaan 1.4, Ruang Lingkup dan Keterbatsan penelitian .. KERANGKA TEORITIS. B 2.1. Teori Produksi 2.2. Fungsi Produksi 2.2.1, Pengertian Dasar 7 2.2.2. Fungsi Respon Areal dan Produksi 19 2.2.3. Elastisitas Produksi a 2.3, Model Distributed Lag 2.3.1. Model Geometric Lag .. 24 2.3.2, Model Penyesuaian Parsial.. 25 2.3.3. Model Penyesuaian Harapan. 28 2.3.4. Model Kombinasi Penyesuaian Parsial dan Harapan .. 2.4, Budidaya Kakao .. 31 2.5. Hasil Penelitan Terdabulu . 32 2.5.1. Respon Areal. 32 2.5.2. Respon Produksi .. 35 2.6. Alur Pikir Penelitan ix AKI, METODE PENELITIAN .. 3.1. Penentuan Lokasi, Jenis Data dan Sumber Data 3.2, Perumusan Model dan Prosedur Analisi 4.2.1, Fungsi Areal 4.2.2. Funesi Produk 4.2.3. Analisis Data dan Pengujian Model IV. KINERJA PERKEBUNAN KAKAO 37 4.1. Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Nasional 37 4.2, Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao [rian Jay: 61 43. Perkembangan Ekspor dan Impor .. 64 4.4, Pangsa Pasar ... 6 4.5. Perkembangan Harga .. 66 V. ANALISIS RESPON AREAL DAN PRODUKS! .. 5.1. Pendugaan Model 5.2. Analisis Respon Areal 5.2.1. Respon Areal Perkebunan Rakyat. $.2.2, Respon Areal Perkebunan Besar. 5.3, Analisis Respon Produksi. 5.3.1. Respon Produksi Perkebunan Rakyat 5.3.2. Respon Produksi Perkebunan Besar 5.4. Rekomendasi Altematif Kebijakan VI. SIMPULAN DAN SARAN. 6.1. Kesimpulan .. 100 62. Saran.. 103 . 100 DAFTAR PUSTAKA ... 105 LAMPIRAN -. 109 DAFTAR TABEL Halaman Perbandingan produktivitas kakao rakyat Indonesia dan Irian Jaya .. Perkembangan areal tanaman kakao di Indonesia menurut pengusahaannya.... Perkembangan produksi tanaman kakao di Indonesia menurut 58 Pengusahaan . 60 Perkembangan Areal dan Produksi Kakao Irian Jaya Menurut_ Pengusahaannya . 62 Perkembangan harga bulanan komoditi kakao di pasar dalam Hi . 67 negeri Hasil Pendugaan Model Respon Areal Perkebunan Kakao Rakyat Gi Irian Jaya... Pendugean Elastisitas Peubah Areal Perkebunan Rakyat Irian Jaya... Hasil Pendugaan Model Respon Areal Perkebunan Kakao Perkebunan Besar di rian Jaya. Pendugaan Elastisitas Peubah Areal Perkebunan Besar di Irian Jaya. . Hasil Pendugaan Model Respon Produksi Perkebunan Kakao Rakyat i frian Jaya.. son 89 Pendugaan Elastisitas Peubah Produksi Perkebunan Rakyat di 16 80. . 83 Irian Jaya... . 90 Hasil Pendugaan Model Respon Produksi Kakao Perkebunan Besar di Irian Jay: 95 ‘Pendugaan Elastisitas Peubah Produksi Perkebunan Besar di Irian Jaya.. ” DAFTAR GAMBAR 2. Skema Koyck, Distribusi Geometris yang Menurun 3. Alur Pikir Penelitian ... Nomor 1. 2 10. DAFTAR LAMPIRAN Data Aktual Penelitian Program Komputer Statis Time Series Pendugaan Model Single Equation dengan Metode Ordinary Least Square (OLS) ... Hasil Pendugaan Persamaan Linear Additive Areal Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS Hasil Pendugaan Persamaan Transfornasi Ln Areal Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS ns Hasil Pendugaan Persamaan Linear Addit Perkebunan Besar dengan Metode OLS Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Areal Perkebunan Besar dengan Metode OLS... Hasi! Pendugaan Persamaan Linear Additive Produksi Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS. Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Produksi Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS... Hasi! Pendugaan Persamaan Lincar Additive Produksi Perkebunan Besar dengan Metode OLS... Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Produksi Perkebunan Besar dengan Metode OLS. 13 17 19 122 126 130 . 134 1, PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dalam pembangunan ekonomi Indonesia, sub sektor perkebunan merupakan salah satu Komponen sektor pertanian yang dibarapkan dapat berperan aktif dalam menggerakkan pereknomian nasional. Hal tersebut karena perkebunan mempunyai Kemampuan untuk mendorong industri hulu maupun fiir, Oleh karena itu pengembangan komoditi perkebunan diarahkan pada peningkatan produksi dan kualitas, penggunaan input optimal dan pemanfaatan limbah sehingga tercapai efisiensi produksi yang maksimal, yang pada gilirannya akan diharapkan mempunyai daya saing di pasar internasional (Limbong, 1998). Salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai arti sangat penting bagi Indonesia adalah kakao. Pentingnya tanaman ini dapat dilihat dari devisa yang dihasitkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaita pada awal tahun 1990 volume ekspor mencapai sekitar 104.47 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar 99.20 juta dollar AS. Pada 1996, volume ekspor bahkan mencapai 274.12 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar 262.85 juta dollar US, dan pada 1998 ekspr biji kakao tercatat 334.807 ribu ton dengan nilai ekspor sebesar 503 juta dollar US (Cocoa Outlook, 1999). Komoditi perkebunan khususnya komoditi kakao, krisis ekonomi yang terjadi ‘mempunyai dampak baik positif mapun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain adalah meningkatnya harga komoditas dan pendapatan petani, kegiatan investasi Perkebunan Rakyat meningket, dan daya saing di pasaran dunia juga meningkat Sejek terdepresiasinya nilai rapiah terhadap mata uang asing mulai Juli 1997, penadapatan produsen (petani) dan pedagang komoditas primer perkebunan (biji kakao) meningkat pesat. Hal ini sebagai hikmah dari meningkat pesatnya harga kakao di pasaran dalam negeri, Selain itu tanaman kakao sebagai komoditi ekspor yang ‘meriliki masa depan cerah, Terbukti pada era krisis ekonomi sejak pertengahan tabun 1997 hingga sekarang, banyak sektor riiljasa yang bangkrut, namun demikian para petani kakao semakin berjaya dan kokoh, akibat dari meningkatnya pendapatan petani yang pada gilirannya daya belanja petani akan semakin meningkat. Hal ini terjadi sebagai imbas dari kurs dollar Amerika yang semakin menguat sehingga mengakibatkan harga komoditi kakao sebagai komoditi ekspor semakin tinggi, jika dikonversi ke rupiah. Harga kakao kering sebelum era krisis hanya berkisar antara Rp. 2 000 - 2 500/kg, sementara pada era krisis sempat mencapai Rp. 22 000/kg dan saat ini harga kakao ering berkisar Rp. 7 500/kg sampai Rp. 9 000/kg. Selain dampak positif, krisis ekonomi yang berkepanjangan juga menyebabkan dampak negatif tethadap perkebunan besar yang berorientasi pada capital intesive. Salah satunya adalah diberlakukannya suku bunga kredit yang tinggi, schingga perkebunan besar tidak dapat melakukan ekspansi usaha karena kendala modal yang menjadi berat untuk dilaksanakan. Usaha pengembangan kakao di Indonesia mempunyai arti penting ditinjou secara sosial ekonomi, sebab selain sebagai penghasil devisa negara yang sangat potensial, pengembangan komoditi ini sangat berperan terhadap penyerapan tenaga kerja serta peningkatan dan pemerataan pendapatan masyarakat. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah yaitu sejak pelita IV telah berusaha dalam pengalokasian anggaran pembangunan sebagian besar di arahkan ke kawasan Timur Indonesia. Salah satu wujud nyata dari kepedulian pemerintah tersebut, pada tahun 1993 telah diterbitkan keputusan Presiden RI (Keppres) nomor 12 tentang Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KT1), kemudian disusul dengan Keppres nomor 27 tahun 1994, keppres nomor $4 tahun 1995, yang jntinya untuk memperkuat keanggotaan DP-KTI, Peraturan pemeriniah Iainnya yang mendukung Kawasan Timur Indonesia adalah Keppres nomor 89 tahun 1996 tentang kawasan pengembangan ekonomi terpadu (Kapet). Di Irian Jaya yang sekarang di kenal dengan Papua, sebagai salah satu propinsi dalam wilayah KTI tersebut, komoditi kakao adalah merupakan salah satu komoditi unggulan perkebunan, Karena disamping secara agroklimat sangat cocok, juga perdasarkan ketersediaan Iahan sangat memungkinkan untuk di kembangkan. Di propinsi ini tanaman kakao menurut pengusahsannya terditi dari pola Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Besar Negara, Pada umumnya di daerab ini pengusahaan kakao didominasi oleh Perkebunan Rakyat, sementrara Perkebunan Besar Swasta relatif sedikit. Tuas lahan perkebunan kakao yang telah dikembangkan di Irian Jaya sampai dengan 2000 adalah seluas 31 577 Ha, terdiri dari perkebunan rakyat 23 915 Ha (75.74 %), sementara sisanya sebesar 24.26 % atau 7 662 Ha merupakan Perkebunan Besar (Statistik Perkebunan Indonesia 2000). Usaha pengembangan kakao di Irian Jaya mempunyai arti penting ditinjau dari aspek sosial ekonomi. Selain itu secara agroklimat dacrah-daerah yang cocok dan merupakan sentra-sentra pengembangan kakao di Irian Jaya (Papua) adalah di Kabupaten Jayapura, Manokwari, Sorong, Nabire, Yapen Waropen dan Fakfak. Meskipun demikian dalam pengembangannya secara swadaya masih sangat terbatas, karena disamping kakao sebagai tanaman tahunan, juga memerluken biaya dan keterampilan yang memadai dalam pengelolaan usahataninya, Untuk mendukung keberbasilan pembangunan kakao di Irian Jaya (Papua) berbagai kebijakan telah dilaksanakan (kebijakan makro sektoral dan kebijakan mikro spasial), yang secara operasional Direktoral Jendral Perkebunan merealisasikannya dengan pola PBS/N (Perkebunan Besar Swasta/Negara), pola UPP (Unit Pelayanan dan Pengembangan), pola Partial, dan pola PIR. Kebijakan ini mengalami penyempumaan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan yang diraskan oleh daera, sehingga pada Pelita VI dimana sub scktor perkebunan masih berada di bawah Departemen Pertanian mempunyai 3 program utama pembangunan yakni = 1. Program Pertanian Rakyat Terpadu (PRT) 2, Program Diversivikasi Pangan dan Gizi (DPG) 3, Program Pengembangan Sumber Daya Sarana dan Prasarana (PSSP) 4. Program pembangunan Usaha Pertanian (PUP); Sejak dua tahun terakhir ini tepatnya 1998 telah disiapkan suatu konsep pembangunan perkebunan “Kawasan Industri, Masyarakat Perkebunan” (kim- Bun). Konsep ini merupakan upaya pemantapan pembangunan perkebunan yang bertujuan untuk “mengembangkan sistim kebersamaan ekonomi berdasarkan kemitraan antara investor dengan para petani kebun dalam wadah koperasi” Pendekatan yang ditempuh dalam konsep KIM-Bun ini adalah agribisnis yang utuh berbasis pedesaan. Ini dimaksudkan agar anggota masyarakat pedesaan mampu ‘menggunakan potensi kepital yang ada di wilayshnya sendiri, serta memanfaatkan peluang bisnis yang berada dalam lingkungan wilayah pedesaan. Untuk itu petani/pekebun sebagai anggota masyarakat perkebunan, melalui koperasi mempunyai peluang untuk memanfaatkan potensi ekonomi tidak hanya pada kegiatan on farm tetapi juga pada kegiatan off farm, seperti pada usaha pengolahan hasil, jasa maupun pemasaran. ‘Secara operasional dari kebijakan-kebijakan tersebut dilaksanakan melalui berbagai ragam cara (proyek-proyek) dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional serta meningkatkan devisa non migas. Meskipun demikian konsep KIM-Bun sampai saat ini belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan khususnya di propinsi Irian Jaya. Hal ini terutama disebabkan oleh kebijakan pengembangan selama ini cenderung beorientasi pada target fisik saja schingga tidak jarang sering timbul berbegai kendala di tingkat lapangan. Disamping itu ditinjau dari segi produktivitas perkebunan kakao rakyat di Propinsi Irian Jaya, sampai saat ini dapat dikatakan relatif rendah jike dibandingkan dengan kakao rakyat_ di Sulawesi Tenggara dan Maluku yaitu rata-rata pruduktivias kakao rakyat Irian Jaya sebesar 0.6961 ton/ha, sementara rata-rata produktivitas kakao rakyat secara nasional sebesar 0.6463 ton/ha. Mengingat Iuas areal perkebunan kakao demikian besar serta masih akan terus dikembangkangkan di masa yang akan datang, maka perlu dipikirkan berbagai alternatif pengembangan yang berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan dari setiap lokasi baik dari sisi petani sebagai operator sekaligus pemilik kebun, kondist fisik lokasi, daya dukung fisik infrastruktur (physical infrasturcture), sosial budaya, dan kelembagaan. Dengan mempertimbangan berbagai hal tersebut keadaan ini menarik dilakukan penelitian untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi respon areal dan respon penawaran kakao di Irian Jaya. 1.2, Perumusan Masalah ‘Tujuan utama dari pembangunan perkebunan kakao, adalah untuk meningkatkan produksi, perbaikan mutu hasil, yang pada gilirannya akan memiliki daya saing di pasar internasional dan akhimya akan meningkatkan pendapatan petani dan devise, Untuk mencapai keadaan tersebut berbagai hal telah ditempuh antara Iain program pembangunan dengan ekstensifikasi, intensifikasi dan rehabilitasi. Secara teknis pertanian, usaha pengembangan tanaman kakao mencerminkan adanya usaha memperiuas areal tanaman, meningkatkan produldivitas tanaman seria uusaha meningkatkan muta hasil. Output yang dicapai dari usaha perkebunan pada ‘umumnya dan khususnya kakao sering berfluktuasi. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang pada umumnya berada di luar jangkauan dan kekuasaan petani sebagai pengelola. Faktor-faktor berpengaruh di luar kekuasaan petani tersebut adalah perubahan musim, hama, penyakit tanaman dan kekurangan air, dimana faktor-faktor alam tersebut_mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman kakao. Namun demnikian ada juga faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman kakao yang berada dalam Kekuasann manusia/petani yaita keterbatasan Kemampuan dan pengetahuan petani dalam mengelola usahatani kakeo tersebut, mulai dari pemilihan bibit, jarak tanam dan pemeliharaan tanaman (Siregar at, al, 1988). Pada umumnya tanamen kakso mulai menghasilkan pada umur 4 tahun untuk bibit yang bukan hibrida dan 3 tahun untuk tanaman yang berasal dari bibit jenis hibrida (Siregar at al., 1988). Adanya jangka waktu yang cukup panjang ini skan rengakibatkan perlaku petani/perusshaan di dalam mengarbil Keputusan wntuk rmempetiuas areal tanaman Kakao dipengerubi oleh harga harapan kako tersebut. Meskipun petluasan areal Komoditi kakao rakyat di Irian Jaya selama ini pada umumnya sangat ditentukan oleh kebijakan pemerintah, tetapi bukan berart kemampuan swadaya petani dalam perluasan areal tidak ada. Pengembangan Kakao sebagai komoditi ekspor yang diusahakan oleh Perkebunan Rakyat dan Perkebunan Besar dalam suata wilayah termasuk di Irian Jaya hharus mempertimbangkan banyak faktor, baik faktor ekonomi dan non ekonomi. Faisor ekonomi dimasud berupa barga kakao, harga input (pupuk, pestisida, upah tenaga kerja), Sementara faktor non ekonomi lainnya seperti iklim, hama, penyakit dan kebijakan pemerintah, misalnya dengan adanya kebijakan subsidi bantuan kepada petoni, penyuluhan teknik pengelolaan usahatani Khususnya pada perkebunan rakyat Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, muncul berbagai permasalahan penting seperti produktivitasrate-ratn kakao perkebunan rakyat di Irian Jaya rela rmasih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas rata-rata perkebunan rakyat ‘Sulawesi Tenggara dan Maluku. Dengan memperhatikan keadaan Tabel 1, dapat dijelaskan bahwa produltivitas kakao rakyat 4i Irian Jaya (Papua) relatif masih rendah dibandingkan dengan poduktivitas kakao rakyat di Sulawesi Tenggara dan Maluku. Timbulnya masalah ini, menggambarkan bahwa teknik budidaya yang ada hubungannya dengan tingkat pengetahuan/pengalaman para petani setempat. Secara rinci tabel perbandingan produktivitas kakao Rakyat Irian Jaya dengan Kakao Rakyat di Sultra dan Maluku disajikan pada Tabel 1 ‘Tabel 1, Perbandingan Produktivitas Kakao Rakyat Irian Jaya dengan Kakao Rakyat di Sultra dan Maluku Tahun ‘Sultra & Maluku Iman Jaya Perbedaan (on) (ton) « 1990 0.5862 0.5298 9.621 1991 0.5976 0.5298 11.345 1992 0.6136 0.6109 0.440 1993 0.6979 0.5343 (23.442 1994 0.6765 0.6690 | 1.109 1995 0.6409 0.6339 1,092 L 1996 7 0.7516 0.6070 19.239 1997 _| 0.7357 0.6944 5.614 1998 0.7763 0.7575, 2422 1999 0.7795 0.7667 41.642 Cr 2000 0.8012* 4 0.7763* 3.108 Rerata 0.6961 0.6463 7.189 ‘Sumber data : Disbun Tk. I Irja dan Data Statistik Ditjenbun. * Angka semetara. Permasalahan Iain adalah dari segi perluasan areal, dimana perluasan areal kakao rakyat di Irian Jaya (Papua), masih tergantung pada kebijakan/bantuan pemerintah. Artinya kecenderungan perfuasan areal sangat tergantung pada dana pembangunan. Hal ini diakibetkan konsep kebijakan pemerintah selama ini dapat dikatakan kurang berhasil, Karena tujuan utama kebijakan adalah untuk pembangunan perkebunan di Irian Jaya menumbuhkan kemandirian untuk merangsang kemampuan swadaya masyarakat dalam mengembangkan usahataninyatanpa harus bergantung pada bantuan pemerintah, mengingat dana pembangunan dari tahun ke tahun yang semakin terbatas dan semakin menipis. Keputusan petani/perssahaan dalam memilih tanaman yang aken diusahakan dan memperluas areal serta peningkstan produktivitas pada tanaman kakao merupakan respon terhadap perubshan faktor ekonomi dan faktor non ekonomi. Respon petani/perusahaan tersebut sangat penting untuk dipelajari dalam upaya untuk peningkatan produksi karena pada akhimya petani sendiri yang akan mengambil Keputusan terbadap _usahatani dan jenis tanaman apa yang akan diusahakan (Suharto, 1990). Semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia yang mengkonsumsi coklat dari tahun ke tabun yang meningkat rata-rata 13.04 % ( 1991-1996) akan menuntut periunya peningkatan produksi komoditi kakao yang bermutu baik. Selain itu meningkatnya jumieh penduduk dan pendapatan masyarakat membawa konsekwensi pada perubahan penggunaan jumlah faktor produksi usabatani kakao, seperti terjadinya peningkatan penggunaan Iahan, modal dan tenage kerja, juga merupakan permasalahan utama yang harus diselidiki dalam respon penawaran kakao rakyat di Irian Jaya (papua). Untuk memberikan kerangka pemahaman yang utuh terhadap permasalahan ‘sabatanai kakao di Irian Jaya (Papua), maka perlu dilakukan analisis keadaan produksi, faktorfaktor yang mempengaruhi respon areal dan respon penawaran kakao Berdasarkan uraian di atas, maka secara spesifik permasalahan-permasalahan yang ingin dianalisis dalam penelitian ini adalah = 1. Faktorfaktor apa yang berpengaruh terhadap respon perubahan areal kakao Perkebunan Rakyat di Irian Jaya ? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi respon perubahan areal kakao Perkebunan Besar di Irian Jaya? 3, Tingkat Kepekaan perubahan areal dan produksi tethadap peubah-peubah ekonomi di Irian Jaya. 4. Alternatif rekomendasi Kebijakan apa yang harus dilakukan dalam pembangunan Perkebunan kakeo di Irian Jaya. 1.3. Tujuan dan Kegunaan Dengan memperhatikan berbagai uraian dan permasalahan serta daya dukung data yang kami peroleh, maka tujuan utamanya adalah untuk menganalisis : 1. Faktor-faktor yang berpeagaruh terhadap respon petani dalam menentukan perluasan areal tanaman kak&eo pada Perkebunan Rakyat, 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap respon perusahaan dalam menentukan perluasan areal tanaman kakao pada Perkebunan Besar. 3. Kepekaan perubahan areal dan produksi terhadap perubahan-perubahan peubah ekonomi di rian Jaya. 4, Menyusun alternatif rekomendasi kebijakan untuk pembangunan perkebunan kakao di Irian Jaya. Hasit penelitian ini kelak diharapkan dapat berguna antara lain : 1. Sebagai masukan bagi aparat pemerintah atau yang membutubkannya dalam rangka usaha untuk meningkatkan produksi kakao rakyat. 2. Sebagai bahan masukan bagi lembaga/instansi penentu kebijakan dalam pengembangan usahatani kakao rakyat di Irian Jaya. 3. Sebagai sumber keterangan bagi para pengamat peneliti kakao lebih lanjut. 4, Sebagai rekomendasi altemnatif kebijakan pembangunan perkebunan kakao di Irian Jaya. 1.4, Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ‘Sesuai dengan tujuan yang dicapai, maka penelitian ini terbatas pada analisis produksi, respon areal dan penawaran kakso rakyat dan Perkebunan Besar yang meliputi kajian produktivitas usahatani. Penelitian ini mempunyai keterbatasan (limitation), yaitu tidak melihat produk sampingan (by product) berupa alokasi penggunaan input apabila petani mengusahakan tanaman lain selain kakao. Hl. KERANGKA TEORITIS 2.4. Teori Produksi Di dalam banyak “textbook”, lazim dijumpai definisi tentang produksi adalah “penciptann guna (utility)”, artinya “kemampuan suatu barang atau jasa untuk memuaskan kebutuan manuasi”. Teori produksi terdiri dari sebuah analisis tentang bagaimana perusahaan (usahawan) mengkombinasikan berbagai input untuk memproduksi sejumlah output dengan cara ekonomis dan efisien serta ‘mempertimbangkan tingkat seni atau teknologi yang ada (Winardi, 1984). Kegiatan produksi dalam arti sempit adalah mengasilkan suatu barang sebagai akibat dari suatu kegiatan dengan menggunakan faktor-faktor yang tersedia. Artinya produksi merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi. Yanag dimaksud dengan faktorfaktor produksi adalah Keseluruhan input faktor yang digunakan kedalam proses produksi yang menghasilkan output akhir berupa barang dan jasa. Faktor-faktor produksi dapat dibedakan atas faktor produksi tetap dan faktor produksi tidak tetap. Faktor produksi tetap adalah berapepun output yang dihasilkan faktor produksi tidak tetap adalah suatu faktor produksi yang besar kecil dari penggunzannya akan berpengeruh pada besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Pembedaan faktor produksi tetap dan faktor produksi tidak tetap hanya berlaku pada jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang semua input faktor adalah merupakan peubah tidak tetap dan tidak terjadi perubahan teknologi. Secara grafis fungsi produksi dapat digambarkan sebagai berikut : Q Gambar : 1. Gratiic Fungsi Produiksi Keterangan : 1. Titik F, PM max, karena mempunyai nilai sudut tentang yang terbesar. 2. Titik S, PR maksinwm dimana PR=PM 3. a. Daerah irrasional 1, daerah dimana produksi harus tetap dilaksanakan / Giteruskan sampai dengan Tl (rasional) b. Daerah irrasional 11, daerah yang tidak perlu diteruskan itu, daerah yang merugikan . 4, Elastisitas Produksi a WG] ae del x PR 5. Nilai Elastisitas Produksi (W): a, Penggunaan input antara 0— Xs —> PM > PR» W>1 b. Tepat pada PM = PR-> W=1 c. Tepat pada PM W<1 4. PadaXm—>PM=0 > W=0 ‘Suatu fungsi produksi menggamabarkan hubungan antara input dengan output, serta menjelaskan laju sumber daya yang digunkan menjadi produksi. Sebuah fungst produksi dapat berupa “schedule” (atau tabel atau persamaan matematis), yang menunjukkan suatu jumlah oputput maksimum yang dapat dibasilkan berdasarkan kombinasi penggunaan input yang dispesifikasi, dengan mengingt teknologi yang berlaku. Singkatnya fungsi produksi merupakan sebuah katalogus tentang ‘kemungkinan-kemungkinan tereapinya suatu output. Menurut Henderson dan Quandt (1980) merumuskannya bahwa fungsi produksi dengan keuntungan maksimum adalah merupakan fungsi dari demand penawaran produk atau komoditi yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, Keadaan ini juga berlaku pada fungsi produksi biji kakao, pada tingkat teknologi tertentu produksi biji kakao dapat dirumuskan sebagai berikut : Qe FINK) dimana : Q=jumlah produksi biji kakao (unit) X = variable input N= fixed input Secara perusahaan fungsi penawaran yang memaksimumken keuntungan dapat diturunican dari fungsi keuntungan (n) yang dapat dicapai melalui dua syarat yaitu: syarat orde satu (first order condition) dan syarat orde dua (second order condition). Berdasarken syarat pertama, fungsi keuntungan akan maksimum jika turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol, yang berarti nilai produk margina (NPM) dari masing-masing faktor harus sama dengan harga dari masing- masing faktor yang digunakan, Syarat kedua dari fungsi tersebut adalah lebih kecil dati nol. Jadi fungsi keuntungan dari produksi biji kakao tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : n= PQ*£(N,X)— (PN *N+PX*X) «. (2.2) Jika syarat pertama dan kedua di atas dipenuhi, maka fungsi keuncungan dapat dimaksimumkan sebagai berikut : dn/dN =0 = PQ* N’-PN=0-> PN=PQ*N’... dn/dX =0=PQ* X’-PX=0 > PX=PQ*X’ .. dimana NN’ dan X? merupakan produk marginal dari faktor-faktor produksi N dan X. Dari persamaan (2.3) dan (2.4) diketahui bahwa peubsh eksogennya adalah PN, PX dan PQ, sedangkan peubah endogen adalah N dan X. Dengan demikian fangsi permintaan faktor produksi N dan X, dengan asumsi bahwa jika N berubah naka X adalah tetap, demikian pula sebaliknya schingga dapat dirumuskan sebagai berikeut : N=n (PQ, PN, PX) -. (2.5) X=x (PQPN, PX) (2.6) Dengan mensubtitusikan persamaan (2.5) dan (2.6) ke persamaan (2.1) maka fangsi penawaran buji kakao dapat dirumuskan senagai berikut : Qs=s (PQ, PN; PX) - (2.7) Persamaan (2.7) ini menunjukkan bahwa jumlah penawaran biji kakso merupekan fangsi dari harga bifi kakao (PQ) dan fungsi dari haga factor produksi (PN dan PX). Karena tanamen kakao merupaken tamanan tahunan yang memerlukan jangka waktu yang lebih lama untuk menghasitkan dari pada tanaman semusim, maka dipertukan jangka waktu yang disebut beda kala (lag) yang dipeslukan unmk tetjadinya suatu respon terhadap berbagai perubahan faktor ekonomi dan non ekonomi, maka sebagai landasan yang akan digunakan sebagai Kerangka dalam ‘perumusan model maka dapat digunaka model “distributed lag”. 2.2, Fungsi Produksi 2.2. Pengertian Dasar Peusthaan pada umumnya berusaha atau memproduksi suatu barang adalah untuk memaksimumkan labs, yaitu selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Biaya yang dimaksud adalah termasuk biaya aktual yang dikeluarkan untuk rmembayar tenaga kerja, membeli bahan, dan pembayaran kepada pemilik perusahaan sebesar gaji yang seharusnya diperoleh apabila dia bekerja pada perusahaan orang lain (Sugyanto, 1995). Sama halnya dengan perusahaan kakao, dimana sumber penawaran kakao Indonesia seperti halnya Komoditi pertanian lainnya, adalah berhmbungan dengan Jaba. Jumlah produksi yang dihasilkan atau ditawarkan berhubungan pula dengan jumfah tanaman kaka yang telsh menghasilkan pada periode sebelumays, dan jumiah tanaman kakno yang sedang menghasilkan pada saat ini. Mengingst naman cakao memeriukan jangka waktu yang lebih fama untuk menghasilkan dari pada tanaman semusim, hal ini akan mempengaruhi petani/perusahaan dalam mengambil Kcepumsan untuk menentukan huas areal yong diinginkannya. Adanya perbedsan jangka pendek dan respon jangka panjang. Jangka pendek adalah suatu jangka waktu dimana sebagain faktor produksi deri suatu perusabaan tidak dapat dirubah. Selama periode tersebut respon dapat tecjadi hanya Karena adanya perubshan penggunsan satu atau lebih input faktor, sedangkan kapasitas produksi tetap. Apa bila hal ini diterapkan pada pengusahsan tanamen kakso, maka yang dimaksud dengan kapasitas produksi adalah jumlah tanaman kakao menghasilkan dalam areal tertentu. Jangka pendek pada tanaman kakso, adalah suatu jangka waktu dimana tidak ada perubshan pada jumlah tanaman yang menghasilken, sedangkan jangka panjang adalah suatu jangka waktu yang memungkinkan adanya perubahan pada jumlah tanaman yang menghasilkan, misalnya dengan adanya tanaman bani yang menghasilkan, Adanya jangka waktu yang dibutuhkan oleh petani/perusahaan kakeo di dalam menyesuaikan proses produksinya merupakan fungsi dari waktu dan perubshan-perubahan lainnya. Olch sebab itu di dalam menganalisa penawaran kakao digunakan data deret wakta (time series). Menurut Gujarati (1979), apabila di dalam model regressi yang menggunakan deret waktu, bukan hanya mencakup peubah eksogen waktu t, tetapi juga mencakup peubah eksogen bedakala waktu ((-1), maka disebut “a distributed lng model”. Selanjutnya Gujarati menjelaskan bahwa apabila di antara peubah eksogen ada satu atau lebih peubah endogen beda berkala, maka model tersebut disebut “Autogressif”. Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam mengenalisis penawaran kakao di Indonesia adalah kebijakan pemerintah antara lain dalam bentuk pajak cekspor dan impor, pembetasan kuota, penetapan pajak penjualan, tingkat suku bunga dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 2.2.2. Fungsi Respon Areal dan Produksi Fungsi produksi untuk setiap komoditi adalah suatu persamaan, tabel, atau grafik yang meaunjukkan jumlah maksimum komoditi yang dapat diproduksi atau ditawarkan per unit waktu setiap kombinasi input altenatif, bila menggunakan teknik produksi terbaik yang tersedia (Salfatore, 1992). Pemilihan kombinasi input dengan biaya terrendah memerlukan pengetahuan tentang kemungkinan-kemungkinan subtitusi dan biaya input relatif. Bagi produsen individual, kita mengasumsikan bahwa harga-harga input ditentukan oleh kekuatan- ‘kelcuatan di pasar berupa penawaran dan permintaan. Subtitusi input merupaken Pusat pethatian untuk mencapai suatu Keterangan, maka diperlukan sebuah alat yang dapat menerangkan preferensi seorang konsumen. Secara umum fungsi areal dalam sudut pandang usaha pertanian, dapat dirumuskan sebagai berikut : (28) A.=£(M, Lr, Pq, Pa, S, Ari) -- dimana : ‘At = — areal yang diusahakan, M = modal usaha Lr = sewalahan, Pq = harga sendiri, Pa = harga barang alternatif, Pi = harga input faktor, S = musim,dan Aci = lag areal satu tahun. Secara umum fungsi produksi siau penawaran suatu produk/jasa dapat dirumuskan sebagai berikut : a Qe=f (Lr, Pq, Pa, T.L Pi, SP, Qe) ~ (9) dimana : Q = barang yang diproduksi, T = selera 1 = income/pendapatan konsumen, P= populasi. Qui = lag produksi satu tabun, Suatu fungsi produksi pertanian yang sederhana diperoleh dengan ‘menggunakan berbagai alternatif julah tenaga kerja per unit waktu untuk menggarap sebidang tanah tertentu yang tetap dan mencatat alternatif output yang dibasilkannya per unit walau. 2.2.3, Elastisitas Produksi Suatu hal yang penting dalam mempelajari respon penawaran (produksi) adalah konsep elastisitas panawaran yang diartikan sebagai ukuran perubahan proporsional outputnya yang disebabkan oleh perubshan proporsional pada input faktornya dengan esumsi input faktor lainnya konstan (Beattie dan Taylor, 1996). Dalam jangka waktu yang sangat pendek jumlah barang yang ditawarkan adalah dianggap tidak berubah akibat perubahan harga, berarti elastisitias = 0, artinya clastisitas penawaran adalah inelastis sempuma, dimana kiseran penawaran inelastis berada antara 0 dan 1. Elastisitas penawaran jangka panjang yang diikuti olch perubshan output lebih besar dibandingkan dengan elastisitas jangka pendek, maka 22 petani/perusahaan sebagai produsen dapat merubah produksinya dengan merubab penggunaan input faktornya. Berdasarkan persamaan respon areal (2.8) dan _persamaan respon produksi/penawaran (2.9), dapat diperoleh hubungan antara peubah tak bebes dengan peubsh eksogen secara kuantitatif yang dinyatakan dalam elastisitas. Sama halnya dengan model ekonometrikaaa fainays, dalam persamaan kedua respon tersebut diasumsikan teknologi adalah Konstan, sehingga elastisitas yang dibasilkan adalah lastisitas jangka peadek. Namun dalam persamaan respon yang menggunakan dats time series (deret waktu) dengan memasukken peubsh beda kala endogennya (lagged vaisble) menjadi peubsh eksogen, maka nila slastistas jangka panjang dapat diulur (Ginitang).. Dari kedua persamaan respon tersebut dengan memanfaatkan koefisien “lagged variable” Ags, dan Qu elastisitas jangka panjang masing-masing untuk respon areal ddan respon penawaran dapat dihitung (Koutsoyiannis, 1977). Berdasarkan persamaan (2.8) dan (2.9), elastistas jangka pendek (Bex) dan clastistas jangka panjang (Exx) untuk respon areal dan respon penawaran dapat dihitung dengan rumus : LoAt = Log + aLaM +a;LaLs +aLoPq +aLoPa + asia + ag La Atert Us ooses cee (2.10) LaQt = Lab) +biLaL + bln Pq +bsLa Pa + byLa T+ bs Lal + bela S @uy +brLaP + beLaQut U .. 23 Berdasarkan persemaan (2.10) dan (2.11), dapat diketahui elastisitas jangka pendek dan elastisitas jangka panjang dengan rumus sebagai berikut: (2.12) dimana + Esq = elastisitas jangka pendek, ai = parameter dugaan = elastisitas jangka pendek, Eqn = elastisitas jangka panjang 8 = 1—a5 =keefisien penyesuaian (2.13) Ey ©: = 2 ums 1-h dimana: Esa ~ clastisitas jangka pendek, bi = parameter dugaan = elastisitas jangka pendek, Ejx = ¢lastisitas jangka panjang 3 = 1—by =kocfisien penyesuaian 2.3, Model Dirtibuted Lag Adapun model-model distributed lag yang dikemukakan oleh Koutsoyiannis adalah sebagai berilcut : 2.3.1, Model Geometric Lag. Model ini mula-mula dikembangkan oleh Koyck untuk model lag yang didistibusikan, dimana diasumsikan bahwa koefisien f semuanya mempunyai tanda yang soma dan rilai koefisien tersebut memurun secara geometrik, yaitu pemberian robot yang semakin kecil pada ® yang lebih lama dari fy yang lebih baru. Lebih jelasnya disajikan pada skema Koyck pada Gambar 1. Persamaan awalnya dapat dirumuskan sebagai berikut : Yq = 00+ BOX c+ BiAXes + Ba A? Meat... HO» Dengan asumsi bahwa koefisien peubah lag menurun secara geometrik maka dapat dinyatakan sebagai berkut = Bee Bod, k= 0,1, 2.15) Nilai A adalah <2. <1, dimana 2 dikenal sebagai tingkat pequrunan dari lag yang didistribusiken dan diketahui bahwa 1-4 merupakan kecepatan penyesuaian (“speed of adjusment”). = 1 al, Lag (waktu) ‘Gambar : 1. Skema Koyck, Distribusi Geometris yang menurun 25 Dari bentuk persamaan (2.14) masih sult untuk ditaksir secara regresi linear, sehingga Koyck menyarankan jalan keluar yang terbaik yaita dengan ‘mengambil bentuk lag dari persamaan (2.14) dengan satu periode schinaga diperoleh persamaan ‘baru sebagai berikut : Yer =a BoXei + BiAKi2 + B22? Xia wee tM dengan mengalikan persamaan (2.10) dengan A, maka diperoleh persamean : RY; = a+ ABOX e+ BIN Ker + BoA? Xrat ove + Atle we 247) jika persamaan (2.8) dikurangi persamaan (2.11) maka diperoleh persamaan : . (2.18) Ye- AV p= 0: (1A) + BoX 1 He At nt) ve atau dapat disederhanakan menjadi : Yqe A¥uy = 08 (1-4) + BoX + 2¥ ta + M1 dimana vy =(te- AU) Persamaan (2.19) disebut tansformasi Koyck. 2.32. Model Penyesuaian Parsial. Model harapan adaptif adalah suatu cara untuk merasionalkan model Koyck. Model ini dikembangkan oleh Nerlove dalam model penyesualan stok atau penyesuaian parsial. ‘Untuk menggambarkan model ini dengan memperhatikan model percepatan fleksibel (flexible accelerator model) dari teori ekonomi, yang smengasumsikan bahwa ada jumlsh kescimbangan, optimal, yang diinginkan atau 26 eseimbangan jangka panjang yang diperlukan untuk memproduksi basil (ouput) pada keadaan teknologi tertentu, tingkat bunga tertentu dan seterusnya, Tika iasumsikan bahwa tingkat modal yang diinginkan Y*, merupakan fungsi Linear dari output X, maka persamaannya dapat dirumuskan sebagai berikut : Y= Bot BiXt tur . (2.20) Karena tingkat modal yang diinginkan tidak bisa diamati secara langsung, Nerlove membuat hipotesa penyesuaian parsial yang dinyatakan sebagai berikut : ¥, - Wa 8(% Ye) .- (2.21) 0<8<1, dimana : Y,-Yu © perubahan yang sebenamya dalam stock model pada suatu peroide waktu t Y'.-Ye. = perubshan yang diinginkan untuk periode tersebut 8 = koefisien penyesuaian Jika 6 = 1 ini berarti bohwa stock capital yang sebenarya sama dengan stock yang diinginkan yaitu stock capital yang sebenarnya menyesuaikan dirt dengan stock ‘yang diinginkan dalam periode waktu yang sama. ‘Akan tetapi kalau 8 = ), berarti tak terjadi perubahan apa - apa sebab ¥, = Yur = 0, jadi Y= Yen stock capital waktu t sama dengan sebelumnys; diharapkan terletak antara 0 dan 1 sebab penyesuaian terhadap stock capital yang 20 diinginkan kelihatannya tak dapat terpengarubi seluruhnya. Hal ini disebabkan adanya segi-segi teknis, Kekaluan atau ketidak-luwesan kelembagaan, perubahan harga dan sebageinya. Itulah sebabnya diberi nama model penyesuaian partial. Jika persamaan (2.20) disubstitusikan pada persamaan (2.21) maka diperoleh persamaan + Yi— Yer = 8 { (Bo + B oXi # w) - Ver pth see (2.22) Model ini dapat ditulis sebagai berikct : Y¥.=(8 Bo) +(5 Br)x+ C= 8) Yur HOU +5) . 2.23) Persamaan di atas menunjukkan bahwa stock model pada suatu periode ¢ tergantung sebagian lagi pada stock model dari periode yang sama sebelumnya. 2.3.3, Model Penyesuaian Harapan. Model umum dari “adaptive Fxpectation” (Koutoyiannis, 1977) dapat inyatakan sebagai berikut : Ye= bot BX + tk -. (2.23) ‘Model tersebut mununjukkan bahwa nilai peubah Y, merupakan fungsi linier dari nilai peubah X,". Dimana x, merupakan nilai harapan dari x; yang tidak dapat diamati pada waktu t. ‘Maka Cagan dan Friedman (1956) dalam Koutsoyiannis (1977) membuat ‘suatw hipo-tesa yang dikenal dengan nama Adaptive Expectation Model yaitu sebagai berikut : 28 (224) xq er = BO = Xe) 0 0; bs, be, bs, <0 49 3.2.2, Fungsi Produksi Respon produksi secara langsung kakao Perkebunan Rakyat di Irian Jaya dipengaruhi oleh peubah-peubah sebagai berikut : QKR = ce + APRA PK t OPS OUP + osln + + e6D1+ oUP, + ca Wr + co QKRa+ Us cere GAD Mengingat hasil analsis dari persamaan (34) memberkan hast yang tidak sesuai dengan prinsip ekonomi dan statistik sebagaimana Lampiran 6, berarti perilaku data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwe persamaan yang ibangun tidak tepatitidal sesua, Oleh karena itu pada persamaan (3.4) dilskokan transformasi La, dengan harapan untuk menpecaus variasi data yang diperoleh, ternyeta Bas analisisnya lebih boik sebagimana Lampiran 7. Kondisi ini berlaku pula pada persamaan produksi pada Perkebunan Besar, sehingga persamann menjadi sebagai berikut : Ln QKR, = Lnco + Ln PK: + opLnPKin + o LaPS: +c LaPh. * cs DI + ce LaUR + cr La + c%@ LoAKRs + ep LaQkRat + Ut see 49) dimana : QR = Produksi kakao Perkebunan Rakyat pada tahun t (ton/thn), PK = Hasga kakao pada tahun t (Rp/kg), PK = -Harga kakao beda kala 1 tahun t (Rp/g), 50 PS, = Harga TBS kelapa sawit tahun t Rp/ke), PR = Harga pupuk pada tahun t (Rp/kg), Di = Dummy kebijakan penyuluhan pertanian, jika pada tahun tertentu terdapat program penyuluhan D = 1, lainnya D= 0, UP, = Upah tenaga kerja (Rp/HOK), Ww = Curah hujan pada tahun t (ram/thn), |AKR,3 = Lag areal kakao rakyat beda kala 3 tahun (Ha/thn), QKRu = Lag produksi kakao rakyat beda kala 1 tahun (ton/thn), dan Ur = Peubah galat/pengganggu tahun t. Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah ; 61, €2, €5, €7, 8, 69705 C3, C4, C6 <0 Sementara respon produksi kakao Perkebunan Besar di Irian Jaya menurut hasil penelitian dipengaruhi oleh peubeh-peubah sebagai berikut EnQKB, = Lado +d, LaPK+ dpLaPKe1 + ds Ln PS: + dy Ln EXR& +dsLn UP, + dpLn Phy + dria W; + dg Ln AKBus + dyLn QKBa + Ur G6) dimana : OKB, = Produksi kakao pada tahun t (ton/thn), PK, = Hanga kakao pada tahun t (Rp/kg), PK = Harga kakao beda kala | tahun t (Rp/kg), PS, = Harga TBS kelaa sawit tahun t (Rp/kg), EXR, uP, PF, Ww AKB,3, QKB.1 U sl Nilai tukar rupiah pada tahun t (Rp/SUS), Upah tenaga keja (Rp/HOK), Harga pupuk pada tahun t (Rp/kg), Curah hujan pada tahun t (mm/thn), Lag areal kakao beda kala 3 tahun (ha/thn), Lag produksi kakao beda kala 1 tahun (ton/ha), Peubah galavpengganggu tahun t, ‘Tanda parameter dugaan yang diharapkan adalah = i, da, da dr, da, do> 0; da, ds, doy <0 3.3. Analisis Data dan Pengujian Model. Setelah data diperoleh dari lapangan (daerah penelitian), selanjutnya dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut : 1 Difekukan proses tabulasi data yang diurut berdasarkan tahun terkecil sampai tahun terakhir, (1978 sampai dengan 2000) sesuai datn yang diperoleh dari penelitian. Setelah tabulasi selesai, diteruskan dengan proses penganalisaan dengan ‘menggunakan perangkat lunak SAS. |. Pendugaan respon Areal dan respon produksi/penawaran kakao dengan menggunakan metode model ekonometrika yang ditransformasikan dengan Lan, yang memiliki maksud ganda yaitu + ‘a. hasil analisis OLS, menunjukkan bahwa nilai parameter dugean merupakan_ lastisitas jangka pendek, dan 52 b. Ln merupakan salah satu cara untuk mentransformasikan deta, yang bertujuan untuk memperhalus data yang dianalisis. 4, Berdasarkan basil pendugaan dengan menggunakan transformast Lx, maka clastsitas jangka pendek langsung diketahui yaitu = nilai parameter dugaannya. Setelah itu diteruskan dengan perhitungan elastisitas jangka panjang dengan care rmembagi nilainilai parameter dugaan dengan angka satu. dikurangi nilai parameter peubsh eksogen lag endogennya. 5. Perhitungan tersebut hanya dilakukan terhadap peubah-peubah yang berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 %, 95 %, 90 %, dan 80%. lastisitas rata-rata secara umum dapat dirurmuskan + 89" %APIP diketahui untuk persamaan linear adalah : Ag SL 26 AP dimana > = parameter dugaan (Koefisien regresi) schingga dapat diformulaiskan sebagai berikut : Bs=bek Q dimana_ Es = elastisitas penawaran P = harga rata-rata Q = Jumlah penawaran rata-rata, Karena dalam penelitian ini fongsi persamaan OLS yang digunakan adalah 53 transfomasi La dengan memasulkkan peubah lag endogen sebagai peubah eksogen, aka rila-nilai parameter dugaan dari hasil analisis OLS adalah merupakan ails dari clastisitas jangka pendeknya, Sementara untuk menghitung elastisitas jangka panjang dapat dihitung dengan rumus : bi Eom l-a dimana : clastisitas jangka pendek (nilai parameter dugaan) co. = nilai parameter dugaan lag endogen Untuk menguji ketepatan model atau menguji pengaruh peubab-peubah cendogen tethadap peubsh penjcleas (explanatory variable) maka analisis statistik yang iguoakan adalah jit, dan uit F (Uji fisher) tergantung dari daya dukung data yang diperoleh dalam penelitian nanti dengan hipoesis statistik : HO: bo=bl=b2=...= bk =0 HI: salah satu bi +0. Untuk mengetahui thitungnya digunakan runmus sebagai berkut bi thit = ns = T5bi dengan kaidah uji sebagai berikut : sik t hirung < ttabel,terima Ho, berarti peubah eksogen secara partial tidak ada hubungan. Uji Fisher (Uji F) Rel) F bitung = ———— (-R?)/ (N-K) Kaidah wii, Sika F hitung : F tubel, terima Hi berarti model dapat digunakan sebagai penduga atas hubungan pengaruh antara peubah eksogen dengan peubah endogen. Karena dalam pengenalisaan ini menggunakan dain time series maka Kemungkinan adanya pelanggaran asumsi (autokorelasi) dapat terjadi sehingga perl dindakan pengujian ada tidaknya autokorelai baik positif etaupun negaif dimans pada prinsipnya jika hasilnya mendekati sam maka patut didvge terjadi autokorelasi. Adapun ui yang skan digunakan adalah Durbin Watson test, dengan hipotesis statistik sebagai berikut : HO : d = 0, berarti tidak terdapat korelasi diri; Hi : d ¥ 0, berorti terdapat korelasi diti, Kaidah uji, ska + d hhitung < l, disimpulkan bahwa terdapat korelai iri yang bemilat positif, > (4 ~ dl) disimpulkan terdapat korelasi dici yang bernilal negatif. du < dhitung < (4 ~ du), terima HO, dl < dhitung < du atau (4— du) 1.971582 Dz Dummy R. Perizinan 0.178170 0383929 LaUPt Upah TK Perkebunan = 0.464070 = 0.414926 Berdasarkan Tabel 9, maka dapat diinterpretasikan bahwa dalam jangka pendek terdapat 3 peubah eksogen yaitu harga komoditi kompetitifnya, peubah tingkat suku bunga kredit, dan harga kakao yang dapat merespon terhadap peubah endogen areal (LnAKB!). Apabila harga komoditi kompetitif naik sebesar 10 %, maka akan diikuti oleh perubahan (penurunan) areal sebesar 10.89 %, Kondisi ini ‘memberikan isyarat bahwa komoditi kelapa sawit memiliki peluang besar untuk menggeser komoditi kakao. ‘Demikian halnya dengan peubah suku bunga kredit dengan nilai clastisitas jangka pendek 0.914952, yaitu jika dalara jangka pendek tingkat suku bunga naik sebesar 10 %, maka akon diikuti oleh perubshan (penurunan) areal sebesar 9.14952 %, Keadaan ini masih dapat dikatakan kurang elastis, tetapi dalam jangka panjang sesuai dengan perilaku tanaman perkebunen (tanaman tahunan), temnyata sangat elastis. Demikian halnya dengan peubah harga kakao lag satu tahun dengan nilai clastisitas jangka pendek 0.801555, jika harga kakao naik sebesar 10 %, maka akan dike oleh perubahanvkenaikan areal sesbesar 8.01595 %. Kondisi ini memberikan makna bahwa dalam jangka pendek peubah harga kakao menjadi pertimbangan yang cukup penting dalam perluasan areal. Dalam jangka panjang, peubah-peubah eksogen yang dapat merespon terhadap peubah endogen, adalah harga Kompetitif, peubah tingkat suku bunga kredit, dan peubah harga Kekao. Peubah endogen areal dalam jangka panjang sangat respon techadap harga kompetitif, hal 7622 7964 xketerangan ¢ ows. = data 23 tahun dari 1978 s/d 2000 Star 5 Areal kakao raleyat Pee, harga kakao tahun = PEE = Carga candan buah separ kelapa sawit ber = harge pupuk tahun € Ker = bantusn proyek. er = Suku bunge Kreste Ger = upah tenaga Korda Mer = area} menghast i wr [ curah hujan Bar 7 Aibat coker ep. Terhadap $ US Gert = produxst kakao”rakyat So > Say bec taan eee tant =” = Pegviast perizinan Bitar = Stea\ Kekac perkebunan besar KEE = produks! kakao perkebunan besar Mm Lampiran 2. Program Komputer Statistical Analysis SystervEconometrics Time Series Pendugaan Model Single Equation dengan Metode Ordinary Least Square (ous) Data Data 1; Input, AKRUPKT PST PFT KGTIRT UPT WT EXRT QKRT 01 02 AKBT QKBT Cards! 1361... 50 7964 Set data 1; AKRT-1 = fag 4 (AKRT); 1g 3 (AKRT): fag 1 (QKRT), AKBT-1 = lag WAKBT), ‘AKBT-3 = fag 3 (AKBT); tag (QKBT) MODEL AKR’ RUN: Proc’ Reg Data = data2; MODEL AKBT = PKT PKT-1 PST IRT PST UPT D2 AKBT-1; RUN; Proc’ Reg Data = data2; MODEL AKBT = PKT PKT-1 PST IRT PST UPT D2 AKBT-1; RUN; Proc’ Reg Data = data2; MODEL OKRT = PKT ‘PKT-4 PST PSTUPT D1 WT QKRT-+1; UN: Proc Reg Data = data2, MODEL OKBT = PKT PKT-4 PST EXRT PST UPT D1 WT QKRT-1, IN; DATA datas; Set data Ln AKRT = fog (AKRT): Ln AKRT-1 = log (AKRT-1); Ln AKRT-3 = log (AKRT-3), Ln AKBT = log (AKBT): Ln AKBT-1 = log (AKBT-1), Ln AKBT-3 = log (ABT-3); {QKRT): Lampiran 2, Lanjutan Ln PKT-1 = bog (PKT-1); Ln PST =log (PSD; Ln PFT = log (PFT). LnKGT = fog (KGT), Un UPT = log (UPTY: Ln EXRT = log (EXRT): RUN; Proc Reg Data = data3; MODEL INAKRT = InPKT InPKT-1 {nPST IniRT InkGT InUPT D1 InAKRT-1; RUN Proc Reg Data = data; MODEL InaKe IRPKT InPKT-1 InPST inlRT InUPT D2 InAKBT-1; UN: Proc’ Reg Data = data’, MODEL InQkRT SinPKT InPKT-1 InPST InPFTNUPT O1 InWTInQKRT-1; RUN: Proc Reg Data datas; MODEL INQKBT = IMPKT InPKT-1 InPST InIRT IEXRt INUPT D2 InWT InQkBT-+; RUN; iz, i3, Lampiran 3. Hasil Pendugaan Persamaan Linear Additive Areal Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS model: MODELL. Dependent Variable: AKRT Analysis of variance sun of wean source oF squares, square F value ProboF Wedel 9 1671878741.6 185764304.62 208.563 0.0001 error 2B ines79ei.2i8 89060.10152 Cretal 21 16a2sesee2.8 Root MSE 943.7470 -Resquare 0.9936 Dep mean 11596:31818 Ad} R-5q) 0.3885 ew. 8.13834 Parameter Estima parameter Standard for HO: Varjable oF “Estimate Error parameter=0 awrercee 1 +2602,0657027 Pet i ‘0. 31961189 prt 1 g59652 9.9886 esr T -:733535 Per Z _70,763139 int 1 431409950 ker L 7 0:792353 OL 1 6331388206 ver, 1 7144563 ake. = -1——(0.670161 Lampiran 3. Lanjutan Model: MODELL, Dependent variable: AKRT source ode! error Total Root, MSE Dep Mean cw. analysis of variance sun of ean 44 oF = squares square F Value Prob>F § 1671779162, 208972395,26 251.832 0.0001 5 16787300,661 828807. 74314 24 ieazseceée.8 10.9374 Resquare 0.9936 2896/3118 Ad} R-Sq 0:3896 788841, parameter Estimates. parameter Standard 7 for 40: estimate error Parameter=O 5839.928082 2072,4178514 2.818 70:258281 9. 30477975 “Oa Prob > ITI us Lampiran 4. Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Areal Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS Model: MODELL Dependent variable: LNAKRT analysis of Variance sum of mean source oF square value Probor model 9 2.81399 320.484 0.0001 error v 0100878 € Total a Root, MSE 9.09379 Resquare 9.9959 Dep Mean Bigsgte Adj Rosa 018827 ew. 105296 parameter estimates Paranecer + for HO: Variable of Estimate parameters Prob > ITI aerencer 1 4.084838 2.27 9.0187 Geer 1 166292 Teg ortz72 tweer-1 ¢ —_0.033211 9:8350 test d-0.244843 0.2951 tweet «1 0-063815 Or6i66 tyrer = T-0-208404 0.4342 ter t0-14200 0.1136 BL 1 giorise 9.2323, Cauer 2 ~0.212452 0:4882 tiacer_a 1 "0.695976 1070005 urbin-watson D_ 2.078 (ror sumer of 22 A§order autocorrelation -0.103 116 Lampiran 4. Lanjutan model; MoDeLt Dependent Variable: LNAKRT analysis of variance sun of mean source oF squares square Mode? 8 3.16545 error B aroce28 Cretal a Root MSE 9.09101 -Resquare 0.9958 Dep mean Bigge14 Adj Rosa 018932 ew. 102272 parameter Estimates 1 for Or variable OF Paranets anTeRcer 1 2 twee 1 i tweet I o west I Se uuer 1 0. wer 7 1, on i L ther as twacera 1 7 urbin-watson 2.079 (ror Number of Obs. 23 ist Order autocorrelation 0.208 a7 Lampiran 5. Hasil Pendugaan Persamaan Linear Additive Areal Perkebunan Besar dengan Metode OLS Model: MODELL. Dependent variable: AKBT analysis of variance aa tl a ee ee rrr me Pt oe Bin HRURES mecase teas Se QO wh BEB Ge aaa ee Ae reenter tite racer seni verse oe TERE SHERGE tlle oop» seen ENE seg. cin 903 germcer 1 mgaae as 29 Be te 3 an ee ef e Ee of Boi a fd ie hi 3 co oesigaaaon 1g apa 6 St order Autocorrelation -0.150 Lampiran 5. Lanjutan Mode): MODELL Dependent variable: AKBT 118, ‘The SAS System analysis of Variance sum of ean pr squares square 7 264083002,34 37726143.192 ab $bug7 42000 44054. 76417 F value Probor 841.073 0.0001 15 26a62i25 2it.7gg4s — Resquare 0.9980 4395,75000 Adj RS 0.5368 s:04771 paraneter Estimates parameter Standard 7 for MO: Estimate error Paramert 2861110677 451.13585967 ‘b:408087 9.06942198 0.019874 910338526 2g:Fa8s98 ,0.95726913 43849387 24'26803308 0959 pe. Sig793 122.45643553, 0.3931 0.819133 0.06466318 0:0001 0.257235 0105928357 0:0010 19 Lampiran: 6. Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Areal Perkebunan Besar dengan Metode OLS ‘The SAS System ode); MODELL Sependent Variable: LWAKBT analysis of variance sun of ean source or squares «Square =F Value rotor wodel @ — 26.54898 3.31862 96.009 0.0001 error al “0:38022 0.03487 Total 3325132826 Root MSE —-«Q.18582—Rosmuare 0.9859 Bep'wean 8369 Adj Resa (8.9756 en. ase Parameter Estinates Parameter Standard _¥ for HO: variable of "Estimate Error Parameters0 Prob > ITI anrencep 1 10370319 3.04ggo110 0.0058 ea” 1 “o:ferize oO: S7szs8is 8.0033 Uw 1 -0'358036 9:28354200 0.2336 esr 1 70:985376 80620 Ope =k “0'333800 9:3880 waar L-BRe3828 80083 t 8.0928 t o:a565 i Soot urbin-watson D ‘of Lampiran 6, Lanjutan Model: MODELL Dependent Variable: LNAKBT 120 “The SAS system analysis of variance sun of ean source or squares, square F Value Prob>F Model s as.szggo 7.98288 83.819 0.0001 error 10 or03s23 eC Tetat B 28:9380 Root, MSE 9.38770 Resquare 0.9869 ep Mean $:83696 Aaj Rs 01975. ey. 2139804 parameter Estimates parameter Standard for NOs variable oF Estimate ‘rror Paraneter=0 ruvencer 1 11. 288426 mer treet 1 33s tes 1 ther ~9:888e85 (exert 0.292224 tamer 1 ~9.808874 32 LT “Or19s979 Chuer t -0.64142 thacer. 1 0.626587 purbin-watson D 1.554 For Number of OBS. 20 order autocorrelation 0.200 121 Lampiran 6. Lanjutan ‘The SAS system ode) + MODELL. Dependent variabl analysis of variance sum of Mean source or Squares square -F value ProboF model 7 25.46966 3.78138 98.742 0.0001 Error 13 79r4895¢ 0.03830 Teta 13 26.92920 Root HSE 0.29569 Resauare 9.9829 Bep wean Sie3e96 Ad} Rs 818730 en. 2rag7o4 parameter estimates Parameter 7 for HO: variable pF Estimate parameters Prob > ITI anrencer 1 0.0119 Geer 1 20011 tweets 1 076309 Gest oT 9:0640 turer oT 0.0068 52 i Oc 4549 thurs 0/5198 Gwent t 00004 Durbia-watson > 1.610 Cror Number of abs. 20 {St order autocorrelation 0.137 122 Lampiran 7. Hasil Pendugaan Persamaan Linear Additive Produksi Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS The SAS system Model; wove... Dependent variable: QxT analysis of Variance sum of Mean source or squares square F value Probor model 10 232654313.83 23266431.383 476.741 0,001, error ‘9 439227.50329 | 48803.05592 Total 39 23320354133, Root MSE 220.9144 Resquare 9.9981 Dep Mean 3804:89850 Ad} Rs 8:8360 ev. 0355 Paranever Estimates farameter Standard Variable oF “Estimate error mieencee 4 -3296.767542 5561953 Per’ 1 "91399389 57963 PRIt © 11.2188 0: 26310646 Pst 151790386 2:22237324 Prt 1 -i7ora08 —0:$9385037 wr 2 20;066578 __0:22024775 OL T 398:868i25 134:03093164 ter. 1 "70:68i403 ““0.09498777 ser 1 “B!325290 13676776 ders «(9.197138 0.06336794 Gerri = «1 (0035026 019124273 Durbin-Katson 0 2.948 (Cror umber of obs. 2 0 3st order autocorrelation -0.480 123 Lampiran 7. Lanjutan ‘The SAS system ode}: MODELL Dependent variable: OxRT analysis of variance sun of ean Source oF squares. square F Value Probor Node 119 232664313.83 23266431.383 476.741 0.0001 error ‘9 439227.80329 48803.03592 Crotal 33 233103862.33 Root MSE 220.9414 Resquare 0.9981 Dep Mean 350459650 Adj Resa 3360 ew. 6.30885 Parameter Estimtes Parameter Standard _T for WO: variable of “Estimate Error parameters Prob > ITl mevencer 1 -3296.767542 1113,5561953 oer 1 ''or3se3a9 “0.67067061 pert L Pst i Per i wr i OL i ter, 1 aa i Bera 1 neti ourbin-watson 0 2.945, ror number of Obs. 20 order autocorrelation -0.480 Lampiran 7. Lanjutan Model; MODELL Dependeny variable: qKRT The sas systen 124 analysis of variance sum of Mean source oF squares square F Value Prob woded 9 253603566.99 28178174.11 358.074 0.0001 error 42 344324,43691 78693. 70358 "total BL 25asa7a9i.42 Root MSE _280.52398Resquare 9.9963, Dep wean 3192.38773 Ad} R-sq 0.9935, ee. 8.78728 Paraneter estimates Parameter Standard for HOt Variable oF "Estimate ‘Error Parameter=0 Prob > ITI awrencep 1 -4791,705242 1284.3979157 “3.731 9.0029 er’ 1 “0158782 ““0.6a7ag013 4.087 9.0016 pert 7 9132113731 9:0073 sr 2 2:06060819 9.0004 Per i or7ieaaase oc1iaa “er z 0:21830118 9.2770 OL 1 116869431006 0.0263, ter z ‘Ociz0san17 0.5489 aoe z O:10547419 90008 eet oT 0,22566492 0.3140 Durbin-warson 0. 2.840 (ror Munber of Obs. 22 [St order autocorrelation -0.432 Lampiran 7. Lanjutan Model: MODELL Dependent Variable: QKeT aytence 1 pao esr" 1 a 1 w i OL i i 1 1 ‘The Sas system analysis of vartance sum of Mean oF squares square F value ProbeF 9 252875593,98 | 28097288,22 201.619 0.0001 a2 °1672387.435 39358-11958 2h 25454769i.42 323-30700 osquare 0.993¢ 319 aaj esa, 073885 theese Parameter Estimates, Parameter Standard 7 for estimate error Parameters -2765.145126 1462,0894730 0.421989 10. 42147444 053008: 0:26012358 durbin-watson D 2 ‘of Obs. 125 126 Lampiran 8. Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Produksi Perkebunan Rakyat dengan Metode OLS Model: MoDELt, Dependent variable: LNOKRT purbtn-watson 0 ror Number of Obs. Ist order source Model ‘error C"retat Root, MSE "autocort rameter + for 40: eotimace farameter=0 1 -7.654807 -2.093 T — “o:z10703 o:738 1 1747539 T3 1 -b‘00a002 0:08 1 70:768843 245603 1 “oL3e0118 1.005 1 0:369e47 na T 9.553405, 2394 T _o:4aasse 173 i -0:643634 2589 1 “02658033, 0.465 2.691 20, 0.347 ‘The SAS system analysis of variance sum of wean or seule. «square F value Probst 10 61.39703 6.13970 448.779, 0.0001 § HENS ocotaee 3B 6157016 0.31697 ygauare 99980 te a Paraneter Estimates Lampiran 8. Lanjutan Model: MODELL Dependent variabli nage source Model error Cretal oot variable oF wrence Near (NPT? iNest net ter tater oh Chuer ENQERT 1. (Gror Nunber of obs. {St order autocorrelation ‘The sas system 127 Analysis of variance sun of mean pr squares square F value Probe 9 76.83716 «8.53748 «338.093 0.0001 a “0750302 0:02525 2a 77514018 use 15891 Assquare 9.9961, ergi73e Adj Re 079931 2.29724 Parameter estimates, Parameter Standard 7 for HO: estimate ‘error Parametera0 Prob > IT 1 -3.086 9.0100 1 “0.344 9.7366 i $1396 8:0002 i ibs ol 1zs2 i 2578 o:0116 i or783 914740 i 37 0:0030 L ia 9:2033 i 768 2288 i 0.776 4527 2.396 23 0.223 Lampiran 8. Lanjutan Model: moveLt Dependent variabl engear 128 The SAS System analysis of Variance Sun of wean source oF squares square F Value ProbeF Model 9 76.93156 8.54795 491.671 0.0001 error we 9: 20863, 01733 CTetal a rian Root SE 9.43185 Resquare 0.9973 Dep wean er91734 Adj Resa 019953 i 30614 Parameter estimates paramerer Standard 7 for HO: variable oF “Estimate Error paraneter=0 ENTERCEP 1 49 3. 72032668 aad tweens 2 o:Ta2saeis tweet. 2 0:2a772100, test T uerr oT Gar 3 tiarer 1 1 1 twupr od teaeer_a 1 burbin-watson D. 2.546 For humber oF obs 3 22 ft order Autocorrelation 0.295 Lampiran 8. Lanjutan 129 ‘The SAS System Model; MODEL Dependent Variable; LAQKRT analysis of variance sun of ean source or squares Square Probe model 9 61373636. 81927 0.9001 Error 1B O:gr3Lonas7 cTotat 33 6ls2616 foot use QR Remare wean % e cam esezo “ parameter estinates parameter standard variable oF “Estimate error rrencer 1 -4.412811 279552345 Ghee” 2 “OrBSoATL Bango theca i test A ter uwr ob or 1 tert trace thawed 3 urbin-watson 2 2.73% (For number of Obs. 23 $Sforder aueocorrevacion -0.404 130 Lampiran 9. Hasil Pendugaan Persamaan Linear Additive Produks! Perkebunan Besar dangan Metode OLS ‘The sas system Mode: WODELL Dependent Variable: Qk8T analysis of Variance sum of Mean source pr Squares square F Value Prob>F ode Aa _135744051,6 12340368.327 138.367 0.0001 error 713467.35225 89185. 91903 "tora 19 159457538.95 oot MSE _298.64012 square 0.9948 Dep Mean 2830-58000 Adj Rosa 019876 ey. 1035060 Parameter Estimates parameter standard variable oF — “Estinate ‘error Prob > ITT awrencee 1 ~505.124335 959.06007265 0.6127 Par 1 or157888 ~0:23411458 0.4699 pert -—_0:847100 0. 34709586 90.0383 Bot i ocani77iaa 079420 pr. i ‘186236070 o:7a4s a 1 27213 0.0255 wr i 959156 o:4a74 32 i 228:973474 0.1629 ter i 10273. 0:85: aust 1 11367925 0.047: wet oT 0: 34363674 o:i7az ‘ener i 122609264 0:0482 burbin-watson >. 3.099 Gror nuaber of Obs.) 20 [St’order Autocorrelation -0.566 131 Lampiran 9, Lanjutan the SAS System Model: MODELL Dependent variable: QkaT analysis of variance sun of wear Source oF squares square F value Probor Wodet 11 _135744052.6 12340368327 138.367 0.0001 error ‘8 713487,38295 | 89185.91903, "rota 19 136457538.95 Root MSE 7298-64012 Resquare: 9.9048 Dep Mean 2830-53000 Adj Rosa. 0.3878 ew. 1055060 Parameter estimates . parameter Standard variable DF “estimate error IuTeRcee 1 ~S05.124335 959.06007265 Prt s80.23411458 Pert ‘847100 0-34209986 Bat 00987 Ocali77i4s esr. 26730 1.86236070 a BO a 25262 | 0.29350154 be 98671 229.97347430 Ger 70118273” 0:19102731 wer 965277 O:4i 367925 acet_3 -D1513488 0, 34363674 oer 0:826546 0.22608284 urbin-watson 9 3 Eero fonder Autocorrelation -0. Lampiran 9. Lanjutan Mode? MODELL Dependent variable: oxt source Model ereor Creat Root MSE Dep Mean ey. the sas system Analysis of variance sun of Mean oF squares square 10 142836540,03 14283654,003, 1p 9$1aza- 92698 93142-49270 20 143767964.95, F value Probe 153.383 0.0001, 305.19255 -square 0.9935 2698-61908 Adj Rosa 0:8870 1130921, Parameter estimates Parameter Standard 7 for HO: ‘estimate ‘error parameter0 Prob > 171 885, 19754349 0.9196 460651 0:5803 3296265 0.0664 9:28942509 9.2067 1781420529 9:7163, 0:78935948 0.0487 9:24269393, 9.5379 23486823395 9.1566 0:17072318 0.1938 9:24572095 0:0849 17297783 oraz ror hyper oF obs. 2 15t'onder autocorrelation -0.483, 132 Lampiran 9. Lanjutan ode); MoDEL1 Sependent Variabl durbin-watson © For Marber of obs 158 order autocorrelation ‘The Sas systen analysis of variance 133 sun of Mean source oF squares square F Value ProboF Model 9 141400275,97 15711141, 74 72.992 0.0001 error 1h Pe7e86. 9872 218244.45338 Crotal 20 143767964.95 Root MSE 463.94445 Resquare 9.9835 Dep Mean 2698-61905 Ad} R-8q 0:5701 ey. ‘1738182 Paraneter Estimates Parameter standard for ¥0: variable DF Estimate ‘Error parameter=0 Prob > ITI erence 1465.7313874 0. 3606 Per 10.13092821, 9.000, Pert O:i2s9914 pitty Pr 6:04600340 9.3600 err 1510432436 0.0266 wr 946302230 0.6622 52 334. 86280771 0.3450 Orr. 0182825989 0.749 Aer 0:85826297 9.3869 aera (0:22580062 013555, 134 Lampiran 10. Hasil Pendugaan Persamaan Transformasi Ln Produksi Perkebunan Besar dengan Metode OLs Model: MoDeLL Dependent Variable: source model error Cretal Root se ep mean ey variable oF urbin-watson 0 ot Nunber of Obs. The SAS System Analysis of variance sum of Mean br squares square F Value ProboF 3258-47300 §.04300- 320.215 0.0001 3 °0:13003 0.01626 1355160305, 9.12750 Acsquare 9.9977 7.10332 Adj Resa 073844 Lo 79a8s Parameter estimate Parameter Standard estimace Error Paraneters0 Prob > ITI 9.565778 3.17291427 9.8629 0.429728 0.22551075, 910877 : 0.229685) 9:0803 a2 0.1381 9:2885 9:0494 9.0077 014292 0:0367 012249 0:30 Lampiran 10. Lanjutan Model: MODEL. Dependent variable: LwgKeT The SAS system analysis of variance Sum of mean Source oF squares square F Value ProboF Model 10 64.08450 «6.40845 «453.405 0.0001 Error 1 “ort4i3e = Oc01413 Total 20 64:22584 Root MSE 9.11889 Resquare 0.9978 Dep Mean 8196003 Ad} Res 013956 ew. 7084 Paranever Estinates Parameter + for WO: variable pf Estimate Paraneter=0 prob > Iv1 qerencep 2 1.911013 type 2 01457647 thee 101433332 tweet 1 836: tnest 920158 tnper «10204925 Cer T — “or817068 tumer (0.717575 32 1 o-2sn6s2 Chuer 1 -0.699794 treara 0.163775 burbin-watson 9 2.936 For timber oF obs. a order autocorrelation -0.468 135 136 Lampiran 10. Lanjutan The SAS system Mode? MODELL Dependent variable: LNgKeT analysis of Variance sum of ean ee era game 20s Cams wel ORNS BB EE ee eee saat sels rapeseed fr vara or TERRE FAURE TASES oro + ieee satan on ime ssa gag ies se i ite eee ie eer ed ae at eee ade me i ed age ie | ee 3 ee i see eae Ber, i eee 538 Bhs eae 388 ating 9 nay (For number of Obs 21 ASt order Autocorrelation -0.137 Lampiran 10. Lanjutan. Model Dependent variabl Source toad Total Root MSE Dep Mean ey. variable oF ENTERCEP ther Durbin-watson 9 2.366 (eer hunber of Obs. ye order Autocorrelation -0,194 ‘The SAS system analysis of variance 137 sun of Mean or sqlares, Square. F value Probe 9 ss.ay3sl §.13038 142.506 0.0001 3B Sora 204288 335888308 0.20735 Resquare 0.9923 332 Aaj‘hesg © 0.8053 1306 Parameter estiaates Paraneter Standard for 0: taetmate error Paraneters0 prob > ITI 444965445 1.497 1465 rie 1326 9:3ag04sia 21 9:25562305 ait 0: 55586552 2.987 0:33382860 T38 0: 39653752 Ei 0:20925838 0:590

Anda mungkin juga menyukai