Anda di halaman 1dari 11

Fosfat

1. PENDAHULUAN
Fosfat merupakan salah satu bahan galian untuk pembuatan pupuk. Sekitar
90 % konsumsi fosfat dunia dipakai untuk pembuatan pupuk, dan sisanya
dipakai oleh industri detergen dan pakan ternak. Di Indonesia dalam 10
tahun terakhir ini, konsumsi fosfat untuk pupuk, antara 94-97 %.
Indonesia sebagai negara agraris perlu pasokan fosfat cukup banyak, namun
selama ini hampir seluruhnya di impor dan sampai tahun terakhir telah
mencapai di atas 2 juta ton.
Kendala utama pemasokan fosfat di dalam negeri terutama cadangan yang
sedikit dan tersebar. Dengan demikian impor fosfat masih akan tetap tinggi
apabila penyelidikan
cadangan fosfat yang baru belum menampakkan hasil.
2. GEOLOGI
2.1

Mula Jadi

Fosfat adalah suatu batuan beku (apatit) atau sedimen dengan kandungan
fosfor ekonomis. Biasanya, kandungan fosfor dinyatakan sebagai bone
phosphate of lime (BPL) atau triphosphate of lime (TPL), atau berdasarkan
kandungan P2O5.
Mula jadi batuan fosfat dapat dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu fosfat
batuan beku-apatit (igneous phosphate), sedimen (fosfat marin), dan guano.
Endapan Fosfat Batuan Beku apatit (Primer)
Fosfat apatit termasuk fosfat primer karena gugusan oksida fosfatnya
terdapat dalam mineral apatit (Ca10(PO4)6.F2) yang terbentuk selama proses
pembekuan magma. Kadang kadang, endapan fosfat berasosiasi dengan
batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit. Fosfat
karbonit kompleks banyak terdapat di Afrika Selatan sedangkan fosfat
dengan kandungan nefelin sienit terdapat di Kola Peninsula, Rusia;
Jacupiranga dan Araxa, Brazil; Sukulu Hill, Uganda; dan Glenover, Afrika
Selatan. Endapan fosfat primer terbatas sehingga produksi dunia dari
endapan tersebut hanya sekitar 15-20 %.
Endapan Fosfat Sedimen
Produksi fosfat dunia sebagian besar dari endapan sedimen, seperti gamping
fosfatan dan pasir fosfatan yang terdapat di pesisir kontinen bagian timur.
Misal, endapan Miosen di bagian timur Amerika Serikat mulai dari selatan

Virginia, California Utara, Georgia sampai ke selatan Florida.


Endapan tersebut termasuk endapan primer material fosfatan akibat suhu air
naik atau pertemuan arus air bersuhu hangat dan dingin, terutama di
struktur cekungan dan sepanjang paparan berbentuk kubah (dome).
Kandungan fosfat akan meningkat di suatu muara (estuaria) atau dekat
muara sungai di tempat sejumlah organik dan nutrisi tumbuh terendapkan
dan terkayakan oleh adanya daur ulang di dasar laut, karena pelapukan dan
pelindihan. Endapan Florida yang terkenal tersusun dari pebel berbagai
ukuran mulai dari pasir hingga gravel yang terbentuk dan terendapkan dalam
arus purba atau lapisan estuaria.
Tipe endapan fosfat marin berasal dari himpunan endapan sedimen, seperti
serpih, dolomit, rijang, diatome, garam, dan pasir karbon-atan. Sebarannya
sangat luas dan biasanya disusun oleh mineral fran-kolit dengan kandungan
fosfat berupa nodule, kerangka fosfatan (material tulang), dan pasir fosfatan.
Contoh, endapan Kambrium di Australia, enda-pan Perm di bagian barat
Amerika Serikat, endapan Kapur di Colombia, endapan Eosin di bagian Barat
dan Utara Afrika dan Timur Tengah, endapan Miosen di Peru, California, dan
di Kara Tau, Uni Soviet.
Endapan lain terbentuk pada kontinen stabil atau bagian dalam kontinen.
Biasanya berasosiasi dengan gamping, dolomit, serpih, batupasir galukonit,
seperti endapan pasir fosfatan yang terdapat di Tennesse dan serpih fosfatan
di Arkansas.
Endapan Guano.
Produksi fosfat dunia dari endapan guano diperkirakan hanya sekitar 2%.
Endapan fosfat guano terbentuk dari himpunan sisa kotoran burung laut atau
kelelawar dalam jumlah banyak. Fosfat guano dapat terubah menjadi lapisan
batuan di bawah koral setelah mengalami pelindihan, terdapat di Kepulauan
Island dan Nauru; batuan gamping di Pulau Christmas, dan batuan volkanik
di Senegal.
Batuan fosfat Guano sebarannya sangat terbatas, tidak memiliki pelapisan,
berwarna gelap, kenampakan fisik hampir sama dengan fosfat daratan.
Jenis fosfat lainnya adalah koprolit, yaitu kumpulan fosfat yang berasal dari
kerangka tulang, gigi, dll. Endapan jenis ini mengandung sedikit fosfat,
bahkan apabila suatu produksi dimurnikan cadangannya dapat menjadi lebih
kecil lagi (susut). Jenis ini sangat baik untuk pakan ternak.

2.2 Mineralogi
Sebagian besar fosfat komersil yang berasal dari mineral apatit adalah
kalsium fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan sebagian kecil wavellite, (fosfat
aluminium hidros). Sumber lainnya tetapi dalam jumlah sedikit berasal dari
jenis slag, guano, crandallite [CaAl 3(PO4)2(OH)5.H2O], dan millisite
(Na,K).CaAl6(PO4)4(OH)9.3H2O. Sifat yang dimiliki adalah warna putih atau
putih kehijauan, hijau, berat jenis 2,81-3,23, dan kekerasan 5 H.

2.3 Potensi dan Cadangan


Di Indonesia, jumlah cadangan yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton
endapan guano (kadar P2O5= 0,17-43 %). Keterdapatannya di Propinsi Aceh,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan
NTT. Tempat lainnya adalah Sumatera Utara, Kalimantan, dan Irian Jaya [3].
Sementara itu, Cadangan fosfat dunia adalah 12 milyar ton dari cadangan
dasar sebesar 34 milyar ton yang kebanyakan berasal dari endapan fosfat
marin. Jumlah tersebut diperkirakan akan bertambah dengan ditemukannya
endapan fosfat di Afrika Utara, Barat, dan Timur Tengah. Maroko & Sahara
Barat, kemudian Rusia, Afrika Selatan, Amerika Serikat, China, dan Jordania
dan lain-lain (Tabel 1).
Tabel 1. Cadangan fosfat Dunia per Januari 1993 (ribu ton)
Negara
Amerika Serikat Cina Israel
Jordania Maroko Senegal Afrika
Selatan Kongo Tunisia Rusia
Lainnya

Cadangan
1.230.000
210.000 10.000
90.000
5.900.000 2.530.000 - 1.330.000
690.000

Total

12.000.000

Dasar
4.440.000
210.000 10.000
480.000
21.440.000
160.000
2.530.000
60.000 270.000
1.330.000
2.86.000
34.000.000

Sumber : Buku Bahan Galian Industri, P3TM, 1997.


3. PERTAMBANGAN
3.1 Eksplorasi
Di Indonesia, eksplorasi fosfat dimulai sejak tahun 1919. Umumnya, kondisi
endapan fosfat guano yang ada ber-bentuk lensa-lensa, sehingga untuk
penentuan jumlah cadangan, dibuat sumur uji pada kedalaman 2 -5 meter.
Selanjutnya, pengambilan conto untuk analisis kandungan fosfat. Eksplorasi
rinci juga dapat dilakukan dengan pemboran apabila kondisi struktur geologi
total diketahui.
3.2 Penambangan
Secara umum, sistem penambangan batuan fosfat adalah tambang terbuka.
Di beberapa negara tidak jarang diterapkan sistem tambang dalam, seperti
Uni Soviet, Maroko, Tunisia, Mesir, dan Amerika Serikat.
Pada penambangan skala besar, drag-line menjadi pilihan Apabila lapisan
penutup endapan terdiri dari dari material padat, pengupasan dapat
dilakukan dengan peledakan.
Peralatan yang digunakan selain dragline adalah shovel, scraper, pipa (slurry
pipe lines), ban berjalan (belt conveyor), bucket wheel excavator, grabbing
cranes, truk, dan alat bantu lainnya. Pada penambangan fosfat skala kecil

seperti yang dilakukan di Indonesia dipakai alat sederhana seperti linggis,


cangkul, belincong, dan semacamnya.
3.3 Pengolahan
Pengolahan fosfat meliputi peng-hancuran, penghalusan, pencucian,
pengayakan, klasifikasi, flotasi, dan pengeringan, dan alat bantu penampung
(bin), pompa hisap, cyclone, ban berjalan, grizzly, thickener, dan sejenisnya
(Gambar 1).
Proses pengolahannya adalah sebagai berikut :
Fosfat hasil tambang dimasukkan ke dalam alat penggerus dan penghalus.
Dengan proses basah, fosfat ukuran tertentu dialirkan untuk dikumpulkan
menjadi konsentrat solid (60-70%) dan sejumlah pengotor.
Konsentrat diolah dengan proses flotasi. Dengan penambahan reagen bahan
bakar (fuel acid) dan asam gemuk (fatty acid), sisa mineral pengotor akan
menempel pada reagen, sementara fosfatnya mengendap dan diproses pada
klasifikasi tahap kedua.
Konsentrat hasil klasifikasi tahap dua dimasukkan ke dalam alat pengering
dan siap dipasarkan, sedangkan mineral pengotornya diolah kembali.
Dalam hal khusus, pengolahan fosfat memiliki cukup banyak bervariasi,
seperti di bawah ini.

a. Pengeringan dan penggilingan;


Endapan fosfat dengan kemurnian sangat tinggi cukup diolah dengan
pengeringan sampai tingkat kelem-baban tertentu, lalu digiling sesuai ukuran
butir diinginkan konsumen.

b. Kalsinasi;
Proses kalsinasi dilakukan untuk memperoleh fosfat dengan kandungan Al 2O3
+ Fe2O3 < 4 %. yang bebas dari zat-zat organik, flour, dan karbon, pada
suhu 900-950 oC.

c. Pencucian dengan air;


Pencucian dilakukan terhadap batuan fosfat berkadar tinggi dan mengandung
lumpur yang dapat mengakibatkan kadar Al 2O3 dan Fe2O3 tinggi. Alat yang
digunakan adalah log washer, thickener, ayakan (screen), cyclone, pompa,
dan alat pengering.
d. Flotasi;
Cara flotasi digunakan terhadap batuan fosfat apatit atau collophanite untuk
memperoleh mineral ikutannya. Alat yang dipakai adalah an-ionic, carboxylic
acid atau olieic acid.

e. Volatilisasi;
Volatilisasi dilakukan untuk membersihkan mineral fosfat dari senyawa
aluminium dan besi dengan proses reaksi kimia. Aluminium dan besi diubah

menjadi AlCl3 dan FeCl3 yang bersifat volatile dengan cara penggerusan,
pemanasan, dan pemasukan gas HCl.

f. Reduksi;
Dipakai untuk pengambilan fosfor.

g. Pencampuran (blending);
Fosfat kadar rendah dapat dimanfaatkan setelah penambahan fosfat kadar
tinggi pada rasio tertentu, sehingga dicapai kadar yang diinginkan.

h. Pelarutan/pelindihan (leaching);
Pelindihan adalah untuk mengurangi kadar MgO dalam batuan fosfat tanpa
mengurangi kadar fosfatnya. Apabila kadar MgO > 0,3 % akan timbul
kesulitan dalam pembuatan asam fosfat. Pelindihan dilakukan dengan
penambahan asam belerang, ammonium, dan SO2.

4. KEGUNAAN DAN

SPESIFIKASI

4.1 Kegunaan
Fosfat adalah sumber utama unsur kalium dan nitrogen yang tidak larut
dalam air, tetapi dapat diolah untuk memperoleh produk fosfat dengan
menambahkan asam (Gambar 2).

Penambahan asam belerang menghasilkan super fosfat normal (0-18-0


sampai 0-20-0).

Proses kering asam fosforik, H3PO4 (0-52-0 sampai 0-54-0) diperoleh


asam superfosforik (0-68-0 sampai 0-72-0); pupuk cair; superfosfat
kadar tinggi (P2O5 = 54 %).

Penambahan asam fosforik akan menghasilkan triple superfosfat [TSP (044-0 sampai 0-46-0)]. TSP ditambah ammonia menghasilkan monoammonium fosfat [pupuk MAP (11-48-0)], dan diammonium fosfat [DAP
(18-46- 0)].

Penambahan fosfat dengan asam nitrat akan menghasilkan pupuk nitrofosfat.

Semua produk di atas mengandung water soluble P dan dapat digunakan


tersendiri atau kombinasi dengan sejumlah potas untuk membentuk pupuk
campuran (Gambar 3).
Batuan fosfat yang dilebur dengan kokas dan silika akan menghasilkan :
Asam fosforik murni untuk imbuh makanan dan industri pasta gigi,

Sodium tripolyfosfat (STPP) untuk ditergen dan imbuh makanan,


Asam fosfor untuk water treatment,
Fosfor triklorid pestisida, penghambat api, plastizer untuk plastik dan
rethanes.

Fosfat dipasarkan dengan berbagai kandungan P 2O5, antara 4-42 %.


Sementara itu, tingkat uji pupuk fosfat ditentukan oleh jumlah kandungan N

(nitrogen), P (fosfat atau P2O5), dan K (potas cair atau K2O).


Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak
larut dalam air sehingga sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat
untuk pupuk tanaman pangan perlu diolah menjadi pupuk buatan.
4.2 Spesifikasi
Persyaratan pupuk fosfat alam berdasarkan Standar Industri Indonesia (SII)
nomor 0826 tahun 1983 adalah sebagai berikut :

P2O5 total
min 26% a.b.d.k (asal berat dasar kering)
P2O5 larut dalam air min 3%
CaO
min 40%
H2O
min 20 %
Al2O3 + Fe2O3
min 3%
Kehalusan (-80 mesh) min 60%
Untuk pupuk fosfat buatan berlaku SII nomor 0029 tahun 1973, yaitu :

SSPA (single super phosphate): Fosfat larut dalam air (P2O5 min. 13 %).
DSPA (double super phosphate): Fosfat larut dalam air (P2O5 min. 38 %).
TSP (triple super phosphate) : Fosfat larut dalam asam sitrat 2 % (P 2O5
min. 43 %).

Fosfat Bakar
Berdasarkan mutu, fosfat terbagi dari 2, yaitu
Mutu I
Fosfat larut dalam asam belerang (P2O5 min. 19%);
Fosfat larut dalam asam sitrat 2 % (min. 80 % P 2O5 larut dalam asam
mineral;
Kehalusan 80 mesh min. 90 %.
Mutu II

Fosfat larut dalam asam belerang (P2O5 min. 11 %);


Fosfat larut dalam asam sitrat 2 % (dihitung sebagai P 2O5 ) min. 30 %
dari P2O5 yang larut dalam asam mineral.;
Kehalusan 80 mesh min. 90 %.

Di pasaran internasional, penilaian kadar P2O5 ditentukan atas dasar BPL


(Bone Phosphate Lime), yang identik dengan persen Ca3(PO4)2. Persen BPL =
2,1853 x persen P2O5.
Untuk Sifat fisik dan komposisi kimia fosfat yang diperdagangkan di pasar
internasional dapat dilihat pada Tabel 3 s.d. Tabel 5.

Berikut ini merupakan persyaratan fosfat untuk pupuk yang dipakai oleh PT.
Petro Kimia Gresik, yaitu:
Fisik

Warna : Coklat
Bentuk: Butiran
Ukuran: +4 mesh maks. 0,75 %

+ 200 mesh min. 96 %.

Kimia

P2O5
CaO

: 29 - 34 %
: 48 - 54 %

H2O maks. : 3 %
F
MgO

maks.: 4 %
: 0,4 %

Na2O maks. : 0,75 %


K2O maks. : 0,25 %
Cl
CO2

maks. : 0,03 %
: 4,5 - 6,0 %

SiO2
: 4,0 - 5,5 %
Al2O3 +Fe2O3 : 0,3 - 3,0 %
Konversi untuk mineral fosfat
Potas Muriate of potash = KCl
KCl = K2O x 0,61
K2O = KCl x 1,64 atau K x 1,2051
K = K2O x 1,2046
Kalsium fosfat
BPL = Bone phosphate of lime
TCP = Tricalsium phosphate
TPL = Triphosphate of lime
P

= P2O5 x 2,2914 atau BPL x 5,0072

P2O5 = P x 0,4346 atau BPL x 2,1852; BPL; TCP;


TPL

= P x 0,1997 atau P2O5 x 0,4576

Tabel 5. Bahan untuk Pupuk

(Fetilizer)

Nutrisi Nutrisi Sekundair,


Utama
Nitrogen Kalsium
Boron
Fosforus Magnesiu Klorin
m
Potasium Belerang Kobalt
Tembaga
Besi
Mangan
Molibdenu
m Sodium
Seng

5. PERKEMBANGAN DAN PROSPEK


5.1 Perkembangan Pemasokan dan Permintaan
Kegiatan pertambangan fosfat di Indonesia masih terbatas di Pulau Jawa
dalam skala kecil. Hal ini ada hubungan dengan sumberdaya yang kecil dan
tersebar. Data tahun terakhir mencatat 35 perusahaan surat izin
pertambangan daerah, yaitu di Propinsi Jawa Barat (7), Jawa Tengah (6), dan
Jawa Timur (22).
Jumlah produksi tahunan yang didapat sangat kecil dibandingkan konsumsi
tahunan yang mencapai jutaan ton (dengan laju pertumbuhan 9,25%).
Tahun 1996, pernah ada rencana dari salah satu perusahaan tambang fosfat
di Jawa Barat akan memproduksi dengan kapasitas sampai 700 ribu ton per
tahun. Tetapi, sampai saat ini belum terlaksana kemungkinan dari studi
lanjutan ternyata cadangan yang dimilikinya tidak ekonomis.
Produksi fosfat Indonesia dalam Kurun waktu 1985 - 2000 menunjukkan
penurunan. Pada tahun 1985, produksi fosfat mencapai 54,7 ribu ton, dan
pada tahun 2000 produksi hanya mencapai 860 ton. Produksi terbesar
tercatat hanya sebesar 78,3 ribu ton.
Mengingat produksi fosfat domestik berada jauh di bawah kebutuhan, maka
praktis Indonesia harus melakukan impor untuk memasok konsumsi dalam
jumlah yang cukup besar. Selama kurun waktu 1985 - 2000, Indonesia telah
mengimpor hampir mencapai 20 juta ton fosfat dengan nilai lebih dari ($AS
700 juta). Dalam kaitan tersebut tingkat impor fosfat berfluktuasi antara
0,85 - 1,2 juta ton dengan laju pertumbuhan tahunan masing-masing
sebesar 7,8%.

Tabel 6 Perkembangan Fosfat Indonesia*)


(Ton)
Th
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000

Ekspor
2.200
1.850
2.254
11.789
13.192
3.563
5.249
1.237
859
6.169
12.875
10.167
1.566
1.175
4.280

Konsumsi
1.034.382
1.332.981
1.278.135
1.331.594
1.074.946
1.188.511
1.191.828
1.066.266
1.250.220
1.215.141
1.085.782
1.015.298
990.812
831.180
977.373
902,890

Produksi
54.037
64.448
78.391
64.965
73.034
9.724
6.384
800
1.191
445
375
505
533
752
875
860

Impor
817.571
717.571
1.195.639
1.035.831
853.611
1.181.821
1.084.468
1.047.898
1.202.471
1.125.924
985.058
843.365
940.457
809.144
967.111
738,543

Sumber : Badan Pusat statistik , ekspor-Impor; Statistik


Industri BPS,
1985- 2000 dan Bahan Baku Industri, Puslitbang Teknologi Mineral,
1997.
*) Data dikoreksi .
Tingginya tingkat kebutuhan fosfat impor berkaitan dengan pemakaian untuk
pupuk di perkebunan dan pertanian tanaman pangan, perluasan lahan
persawahan, intensifikasi khusus, PIR, PIR Bun, dan pembukaan lahan-lahan
baru untuk transmigarasi yang cukup menampakan hasil nyata. Industri
pupuk ini yang merupakan pemakai terbesar, industri yang merupakan
pemakai mineral fosfat sebesar 96 % dari jumlah konsumsi per tahun.
Sektor pertanian dan perkebunan selalu mendapat prioritas utama
Pemerintah untuk dikembangkan. Penekanan ditujukan untuk perluasan
tanaman pangan, lahan pertanian serta pemanfaatan lahan yang didukung
oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyediaan sarana
dan prasarana. Hasil nyata dari tujuan tersebut adalah ekspor komoditi hasil
pertanian.
Negara-negara penghasil utama fosfat dunia adalah Amerika Serikat, CIS,
Maroko, dan Cina. Keempat negara itu mencapai sekitar 76 % dari total
produksi fosfat dunia. Sementara itu, negara eksportir fosfat terbesar dunia
adalah Maroko dan Amerika serikat. Negara eksportir lainnya adalah Uni
Soviet, Yordania, Syria, Tunisia, Israel, Afrika Barat, dan Afrika Selatan.

Di negara-negara Eropa, sejak tahun 1989, konsumsi fosfat dunia telah


mengalami penurunan yang cukup drastis. Untuk negara berkembang,
pertumbuhan pemakaian pupuk fosfat cukup, seperti di Cina, India, Pakistan,
termasuk Indonesia. Seiring dengan dilarangnya pemakaian fosfat di negara
- negara maju berakibat juga terhadap negara - negara berkembang.
Padahal pada tahun 1992 Bank Dunia memperkirakan pada thaun 2002
Indonesia saja membutuhkan fosfat untuk pupuk akan mencapai sekitar 2
juta ton. Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya permintaan fosfat
dunia, yaitu :

Ditutupnya beberapa pabrik asam fosforik di kawasan Eropa Barat,


perluasan ke arah pabrik pengolahan dari produsen fosfat dan
bertambahnya penjualan produk pupuk daripada bahan baku fosfat di
pasaran,
diperolehnya keuntungan hasil sampingan, yaitu produk-produk industri
hilir (fosfo-gipsum dari produksi asam fosforik),
munculnya isu lingkungan sehubungan dengan kandungan impuritis yang
tinggi dari fosfat sedimen, misalnya cadmium dan arsenik.

5.2

Prospek Perkembangan

Untuk kawasan Asean, Untuk kawasan ASEAN, sama halnya dengan


Indonesia, Filipina dan Thaliand merupakan importir fosfat karena potensi
mineral fosfat yang relatif kecil. Sementara itu, Indonesia, Filipina dan
Malaysia masih tetap sebagai negara konsumen fosfat yang cukup Tinggi.
Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan fosfat di masa mendatang
masih tetap dipasok dari impor.
Indonesia, sebagai negara agraris yang sedang mengarah ke agrobisnis,
keberadaan industri pupuk akan sangat menunjang sektor pertanian sebagai
konsumen pupuk agrobisnis. Dengan demikian, pemakaian fosfat di
Indonesia masih akan terus meningkat. Bahkan, Bank dunia memperkirakan
bahwa permintaaan fosfat Indonesia tahun 2000-an akan mencapai sekitar 3
juta ton.
Namun demikian, kondisi ekonomi yang belum dan harga pupuk fosfat yang
mahal prospek konsumsi pupuk fosfat kenaikannya cenderung lambat.
Dengan demikian, program pemerintah untuk meningkatkan ekspor dari
sektor pertanian dan perkebunan agaknya akan terhambat dan akan
memacu mahalnya produk agribisnis di dalam nergeri.
Dari segi potensi, penelitian oleh pihak suasta tahun 1989 untuk mineral ini
belum ada informasi nyata.
Isu lingkungan dari pemakaian pupuk fosfat di dunia yang mengakibatkan
adanya larangan pemakaian fosfat untuk pupuk di Eropa cukup berpengaruh
terhadap negara-negara pemakai fosfat. Disamping itu, muncul subtitusi
fosfat untuk penggunaan deterjen. Oleh karena itu, masa depan kebutuhan
fosfat di dunia akan mengalami penurunan atau paling tidak stabil, selama
belum terjawabnya isu lingkungan. Namun demikian, beberapa kalangan

berpendapat bahwa bertambahnya pemakaian fosfat untuk pakan ternak


membuat permintaan fosfat dunia masih akan meningkat dan harga
fosfatpun akan mengalami sedikit kenaikan.
6. PENUTUP
Fosfat (P) merupakan suatu bahan utama nutrisi (Kalium dan Nitrogen),
yangdalam pemakaiannya harus diolah dengan menambahkan asam, yang
akan menghasilkan berbagai produk pupuk, berdasarkan persentasi
campuran nitrogen, fosfat dan potas cair. Produk tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau dikombinasikan dengan sejumlah potas untuk
membuat pupuk campuran atau pupuk kompon.
Dalam dunia perdagangan, fosfat dipasarkan dengan kandungan P2O5,
antara 4 - 42 %, dan nilai batuan fosfat lebih dari 20 % P2O5. Penilaian
kadar P2O5 ditentukan atas dasar BPL (Bone Phosphate of Lime) yang
identik dengan prosentase Ca3(PO4)2, sekitar 2,1853 x persent P2O5.
Sampai saat ini, kegiatan eksploitasi fosfat Indonesia masih terbatas di P.
Jawa, walaupun indikasi keberadaan sumberdaya fosfat terdapat pula di
Kalimantan Tengah, Sulawesi Teng-gara, dan Irian Jaya. Sementara itu,
produksi fosfat masih sangat kecil. Rendahnya produksi fosfat dikarenakan
sumberdaya yang sedikit dan produksi yang tidak berkelanjutan, sedangkan
permintaan di atas satu juta ton. Dengan demikian, pabrik-pabrik pupuk
fosfat masih tetap akan mengandalkan impor sebagai pasokan kebutuhannya
terhadap fosfat.
Di kawasan Asean, selain Indonesia, juga Filipina, Malaysia dan Thailand,
konsumsi fosfatnya mencapai antara 500 - 700 ribu ton per tahun, kecuali
Thailand (di bawah 20.000 ton).

Anda mungkin juga menyukai