Anda di halaman 1dari 8

CURRENT UPDATE IN STROKE MANAGEMENT: THE NEW GUIDELINES OF

ISCHEMIC AND INTRACEREBRAL HEMORRHAGE STROKE

Stroke masih merupakan penyebab utama terjadinya kecacatan yang membuatorang


yang mengalaminya memiliki ketergantungan pada orang lain dengan angka kematian yang
cukup tinggi pada kelompok usia 45 tahun ke atas.

[1]

Perdarahan intra serebral terhitung

sekitar 10 15% dari seluruh stroke dan memiliki tingkat mortalitas lebih tinggi dari infark
cerebral. Literatur lain menyatakan 8 18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik.
Namun, pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan presentase
mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti ketersediaan CT scan,
ataupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet dan warfarin yang dapat
menyebabkan perdarahan. [2]
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara
cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskular. Stroke sendiri dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu, stroke iskemik
dan stroke hemoragik. Stroke iskemik yaitu keadaan yang terjadi pada penderita dengan
gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh
darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Stroke hemoragik
adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak [3]
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. [2] sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya dengan sepertiga dari jumlah tersebut
meninggal pada tahun berikutnya dan sepertiga dari jumlah tersebut bertahan hidup dengan
kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata
angka kematian akibat stroke yaitu sekitar 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian
pertahunnya.[4]
Insidensi kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu sekitar 500.000 pertahunnya,
dimana 10-15% disebabkan oleh stroke hemoragik khususnya perdaraha intraserebral.
Tingkat morbititas dan mortalitas stroke hemoragik lebih tinggi jika dibandingkan dengan

stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% pasien saja yang dapat kembali mendapatkan
kemandirian fungsionalnya. Selain itu sekitar 40-80% akhirnya meninggal pada 30 hari
pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% laki-laki dengan rata-rata
usia 69 tahun didapatkan data bahwa pasien dengan usia lebih dari 75 tahun dan berjenis
kelamin laki-laki menunjukkan otcme yang lebih buruk.[2] Sedangkan di Indonesia sendiri
pada 1053 kasus stroke di 5 rumah sakit di Yogyakarta angka kematian tercatat sebesar
28.3%; sedangkan pada 780 kasus stroke iskemik adalah 20,4%, lebih banyak pada laki-laki.
Mortalitas pasien stroke di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta menduduki peringkat ketiga setelah
penyakit jantung koroner dan kanker, 51,58% akibat stroke hemoragik, 47,37% akibat stroke
iskemik, dan 1,05% akibat perdarahan subaraknoid.[8]
Terdapat dua patogenesis yang dapat menyebabkan terjadinya stroke hemoragik. Yang
pertama yaitu adanya perdarahan intraserebral. Perdarahan intraserebral paling sering terjadi
ketika tekanan darah tinggi kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek.
Penggunakan kokain atau amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan
sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut
amiloid terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan
arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[4]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.

Pendarahan gangguan dan penggunaan

antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral. [4] Dan yang kedua,
penyebab terjadinya stroke hemoragik yaitu karena adanya perdarahan subaraknoid.
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena cedera
kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.[4]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu,
ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.[4]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.[5]

Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.[4]
Penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah dari arteri pada otak sehingga pada
akhirnya menunjukkan gambaran infark yang terjadi pada stroke iskemik salah satunya dapat
disebabkan oleh terhentinya aliran darah ke otak karena adanya aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat
salah satu pembuluh darah pada otak dengan hamper 83% kasus pada pasien disebabkan oleh
hal ini.
Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak.

[1]

Dengan diagnosis yang baik itu pula yang nantinya akan membantu

dalam penentuan manajemen dan terapi yang akan diberikan kepada pasien. Tujuan dari
manajemen stroke secara komprehensif yaitu; (1) untuk meminimalkan jumlah sel yang
mengalami kerusakan melalui perbaikan jaringan dan pencegahan terjadinya perdarahan lebih
lanjut pada keadaan perdarahan intraserebral., (2) untuk mencegah secara dini terjadinya
komplikasi neurologik lanjut, (3) untuk memercepat perbaikan fungsi neurologis secara
keseluruhan, dan jika secara keseluruhan manajemen stroke secara keseluruhan dapat berhasil
maka prognosis pada pasien diharapkan akan lebih baik.[6]
Jika pada anamnesia sudah ditetapkan alasan pasien datang ke rumah sakit karena
stroke, maka pada pemeriksaan selanjutnya penting untuk menetapkan stroke yang terjadi
pada pasien termasuk pada jenis stroke yang mana. Terdapat beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk membantu dalam penentuan jenis stroke, yaitu (1) penetapan jenis stroke
berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

(2) Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Tabel 1. Djoenaedi Stroke Score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke nonhemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke
hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik
seluruhnya 87.5%
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut
dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien
memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan
darah apapun dapat digunakan.[7]
(3) Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Tabel 2. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

Selain dari hasil anamnesis, membedakan jenis stroke juga dapat dilakukan dengan
melaukan beberapa pemeriksaan penunjang yaitu dengan Computerized tomography (CT
Scan), MRI, Conventional tomography dengan angiografi, dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Dari pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan tersebut dapat
memperlihatkan perbedaan gambaran pada kedua jenis stroke, seperti pada CT Scan dapat
didapatkan gambaran sebagai berikut :

Sedangkan pada MRI didapatkan gambaran :

Terapi stroke sendiri dipedakan menjadi terapi fase akut dan terapi pasca fase akut.
Terapi pada fase akut (hari ke 0-14 sesudah onset penyakit) memiliki tujuan pengobatan yaitu
menyelamatkan neuron yang terkena agar jangan sampai mati, dan agar proses patologik lain
yang menyertai tidak mengganggu atau mengancam fungsi otak, sehingga pengobatanpengobatan yang diberikan harus mempertimbangkan kemampuannya dalam menjamin
perfusi ke otak agar tetap cukup.[7]
Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Sehingga pengelolaan pasien stroke dasarnya dapat dibagi menjadi
dua, yaitu pengelolaan umum yang meliputi pedoman 5B (breathing, blood, brain, bladder,
dan bowel) dan pengelolaan berdasarkan penyebab stroke baik untuk stroke iskemik ataupun
stroke hemoragik.[9] Setelah pengobatan fase akut dilakukan hingga selesai, barulah sasaran
pengobatan dititik beratkan pada tindakan rehabilitasi penderita serta pencegahan
pengulangan terjadinya stroke yaitu dengan melakukan tindakan preventif dan rehabilitatif.
Salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mengurangi factor
risiko seminimal mungking seperti menghindari merokok, berat badan yang berlebihan
ataupun stress.[9] Sedangkan tindakan rehabilitasi yang dapat dilakukan yaitu melakukan
terapi bicara, terapi okupasi, terapi fisik, dan tidak lupa edukasi kepada keluarga mengenai
cara merawat dan menghadapi pasien pasca stroke.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kelompok

Studi

Stroke

Perhimpunan

Dokter

Spesialis

Saraf

Indonesia.Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis


Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on : September 29,
2012.
3. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6.EGC,
Jakarta. 2006
4. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York.
Thieme Stuttgart. 2000.
5. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta,
2007.
6. Setyopranoto I. Stroke Acute Management.
7. http://stroke.ahajournals.org/content/41/9/2108.full
8. Lamsudin R. Stroke profile in Yogyakarta: morbidity, mortality, and risk factor of
stroke. In: Lamsudin R, Wibowo S, Nuradyo D, Sutarni S. (eds). Recent Management
of Stroke. BKM 1998; Suppl XIV: 53-69.
9. Anonimus. Referat Stroke Hemoragik.2011.

https://www.scribd.com/doc/111666301/Referat-Stroke-Hemoragik

Anda mungkin juga menyukai