OBAT TRADISIONAL
Fx R Amomangan T
Khilmi Abdul Rahman
Adelinno Siska A
Zainah Rajab
Ichlasul Amalia A
Robiana Prihandini
Dewi Citrasari
Fitriana Yunus A
(152211101066)
(152211101069)
(152211101082)
(152211101090)
(152211101098)
(152211101106)
(152211101114)
(152211101123)
jamu, dan sebagaian besar juga melakukan cara pengobatan tradisional lainnya
terutama akupunktur.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam Strategi Pengembangan
Pelayanan Kesehatan Tradisional 2002-2005 (WHO Traditional Medicine Strategy
2002-2005), telah memberikan pedoman umum yang dapat dipakai oleh negara
anggota dalam mengembangkan pelayanan kesehatan tradisional (traditional
medicine) dan komplementer/alternatif. WHO merekomendasikan 4 (empat) strategi
dalam mengembangkan pengobatan tradisional, yakni (a) mengembangkan kerangka
regulasi dan kebijakan nasional tentang pengobatan tradisional, (b) mengembangkan
pelayanan kesehatan tradisional menjadi bermutu, aman, dan berkhasiat, (c)
menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tradisional yang bermutu,
aman, dan berkhasiat, dan (d) menjamin penggunaan rasional terhadap pengobatan
tradisional.
Hasil inventarisasi penelitian tanaman obat dan obat tradisional di perguruan
tinggi di seluruh Indonesia, sebagian besar merupakan hasil uji pre-klinik. Sementara
uji klinik memiliki porsi yang sangat kecil. Bukti ilmiah mengenai mutu, keamanan
dan kemanfaatan jamu masih sangat diperlukan, karena hal ini merupakan salah satu
persyaratan agar jamu dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal.
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan telah menetapkan
bahwa pengobatan tradisional adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan dari 17
intervensi kesehatan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tersebut.
Penggunaan obat tradisional tidak hanya dilakukan melalui pengobatan
sendiri/pengobatan rumah tangga dan pengobat tradisional (Battra), tetapi juga
melalui pengobatan medis oleh tenaga kesehatan (dokter, perawat) di praktik pribadi,
Puskesmas, atau rumah sakit.
Penyelenggaraan pengobatan tradisional oleh Battra diatur dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1076/MENKES/SK/VII/2003 sedangkan penyelenggaraan
pengobatan komplementer-alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1109/MENKES/Per/IX/2007. Tenaga
pengobatan komplementer alternatif terdiri dari dokter, dokter gigi, dan tenaga
sediaan berorientasi produk (product oriented) dengan mengikuti kaidah yang telah
ditentukan.
Karena pentingnya bukti ilmiah terkait keamanan dan kemanfaaan jamu
dalam rangka integrasi jamu ke dalam pelayanan kesehatan formal, maka penelitian
dan pengembangan (jamu) adalah sangat penting. Harus disadari bahwa jamu selalu
terkait dengan budaya dan kepercayaan masyarakat. Pengobatan jamu bersifat
holistik (lebih kepada healing dari pada curing), terapi biasanya bersifat simultan
(body, mind, and spirit), hubungan pengobat dan pasien sangat inten dan bersifat
individual.
Berangkat dari hal-hal yang spesifik pada pengobatan jamu tersebut, maka
diperlukan pedoman penelitian yang spesifik untuk jamu, khususnya terkait
keamanan dan kemanfaatan jamu. Pedoman ini dapat digunakan oleh semua pihak
untuk evaluasi keamanan dan kemanfaatan jamu. Hasil penelitian Saintifikasi Jamu
merupakan jamu saintifik yang dapat digunakan di fasilitas pelayanan kesehatan
formal (Puskesmas, klinik dan rumah sakit), serta dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk menangani masalah kesehatan di tingkat komunitas (self-care dan pertolongan
pertama). Pada dasarnya, produk akhir dari kegiatan Saintifikasi Jamu adalah jamu
saintifik yang bersifat jamu generik yang dapat digunakan di pelayanan kesehatan
maupun
di
masyarakat
(komunitas).
Tidak
menutup
kemungkinan
untuk
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian obat tradisional
2. Mengetahui undang-undang yang mengatur obat tradisional
BAB 2
ISI
2.1 Pengertian Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan)
Berdasarkan PERMENKES RI No. 179/Men.Kes/Per/VII/1976 tentang
Produksi dan Distribusi Obat Tradisional, Obat tradisional adalah obat jadi atau obat
berbungkus yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral dan atau
sediaan galeniknya atau campuran bahan-bahan tersebut yang belum mempunyai data
klinis dan dipergunakan dalam usaha pengobatan berdasarkan pengalaman.
Tahun 1976 merupakan awal pengembangan obat tradisional di Indonensia
dengan dibentuknya direktorat pengawasan obat tradisional, pada direktorat
pengawan obat dan makanan (BPOM) dan departemen kesehatan.
Undang-undang yang mengatur tentang obat tradisional antara lain:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 007 Tahun 2012
Tentang Registrasi Obat Tradisional
2. Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 06605/D/Sk/X/84 Tentang Tatacara
Produksi Obat Tradisional Dari Bahan Alam Dalam Sediaan Bentuk Kapsul
Dan Tablet
3. PERMENKES RI Nomor 006 Tahun 2012 Tentang Industri Dan Usaha Obat
Tradisional
2.2 Izin Edar Obat Tradisional
Obat tradisional yang beredar di Indonesia wajib memiliki izin edar yang
diberikan oleh kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pemberian izin edar
dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan
dan berlaku selama 5 tahun. Berdasarkan Pasal 4 PERMENKES nomor 7 tahun 2012
dikecualikan terhadap:
a. Obat tradisional yag dibuat oleh usaha jamu racikan dan usaha jamu
gendong
b. Simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan
layanan pengobatan tradisional
c. Obat tradisional yang digunakan untuk penelitian, sampel untuk registrasi
dan pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjual belikan.
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi beberapa
kriteria sebagai berikut:
a. Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu
b. Dibuat dengan menerapkan CPOTB
c. Memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain
yang diakui
d. Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau
secara ilmiah
e. Penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan
(Pasal 6, PERMENKES No. 7 tahun 2012)
Pemegang nomor izin edar berkewajiban untuk melakukan pemantauan
terhadap keamanan, khasiat/manfat, dan mutu produk yang beredar. Apabila terjadi
ketidaksesuaian maka pemegang nomor izin edar wajib melakukan penarikan produk
dari peredaran dan melaporkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Obat tradisional yang beredar dilarang mengandung:
a. Etil alcohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang
pemakaiannya dengan pengenceran
b. Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat
obat
c. Narkotik atau psikotropik
d. Bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau
berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan
(Pasal 7, PERMENKES No. 7 tahun 2012)
Selain itu, obat tradisional yang beredar di pasaran tidak boleh dibuat atau
diproduksi dalam bentuk:
a.
b.
c.
d.
Intravaginal
Tetes mata
Parenteral
Supositoria, kecuali untuk wasir
termasuk obat tradisional. Dengan peran dan tanggung jawab tersebut maka seorang
apoteker harus memiliki kompetensi dalam praktik kefarmasian yang diperoleh dari
pendidikan formal, memiliki pengetahuan secara mendalam tentang jamu, memiliki
pengetahuan dan keterampilan mengelola jamu serta pemanfaatan jamu (Suharmiati
et al., 2012). Terkait dengan peran apoteker dalam obat tradisional mengenai proses
pembuatan atau penyediaan simplisia dan penyimpanan sampai pencatatan dan
pelaporan, telah di atur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 659/MENKES/SK/X/1991 tentang Cara pembuatan obat tradisional yang
baik (CPOTB) dan Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI Nomor :HK.00.05.4.1380 yang menyatakan bahwa:
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh
aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin
agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.
2.4.1 Landasan umum
1. Obat tradisional diperlukan masyarakat untuk memelihara kesehatan,
untuk mengobati gangguan kesehatan dan untuk memulihkan kesehatan
2. Untuk mencapai tujuan pada butir 1 perlu dilakukan langkah-langkah agar
obat tradisional yang dihasilkan senantiasa aman, bermanfaat dan
bermutu
3. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung pada bahan baku,
bangunan, prosedur dan pelaksanaan proses pembuatan, peralatan yang
digunakan, pengemas termasuk bahannya serta personalia yang terlibat
dalam pembuatan obat tradisional
4. CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan
pengawasan menyeluruh, dan bertujuan untuk menyediakan obat
tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku
Dalam Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 34 juga disebutkan
bahwa Tenaga Kefarmasian melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada: Fasilitas
Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat,
industri obat tradisional, pabrik kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga
Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan pengawasan
mutu.Berdasarkan undang-undang tersebut seorang epoteker juga berperan dalam
menjamin mutu, khasiat dan keamanan obat tradisional sebelum digunakan dan
setelah digunakan oleh masyarakat.
Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia No.
006/MENKES/PER/I/2012 tentang industri dan usaha obat tradisionalMenyatakan
bahwa Industri Obat Tradisional yang selanjutnya disebut IOT adalah industri yang
membuat semua bentuk sediaan obat tradisional. Industri Ekstrak Bahan Alam yang
selanjutnya disebut IEBA adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam
bentuk ekstrak sebagai produk akhir. Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya
disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional,
kecuali bentuk sediaan tablet dan efervesen. Usaha Mikro Obat Tradisional yang
selanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat
tradisional dalam bentuk param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. Usaha
Jamu Racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depot jamu atau sejenisnya yang
dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran sediaan jadi dan/atau sediaan
segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen. Usaha Jamu
Gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan
obat tradisional dalam bentuk cairan yang dibuat segar dengan tujuan untuk dijajakan
langsung kepada konsumen. Pada peraturan ini juga menjelaskan bentuk dari industri
dan usaha obat tradisional, juga perizinannya, tata cara penyelenggaraan dan
perubahan status dari usaha kecil obat tradisional menjadi industri obat tradisional.
Menurut Surat Keputusan Menteri RI No. 245/Menkes/SK/V/1990
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha Industri
Farmasi Pasal 10, suatu industri farmasi obat jadi dan bahan baku obat setidaknya
harus mempekerjakan secara tetap minimal tiga orang apoteker WNI sebagai
manager atau penanggung jawab produksi, pengawasan mutu (Quality Control/QC),
dan pemastian mutu (Quality Assurance/QA).
Kementerian Kesehatan.
Pasal 48: Pelayanan kesehatan tradisional merupakan bagian integral dari
PJ dan menyita jamu tanpa izin edar merk Akar Jiwo ukuran 600 mililiter sebanyak
1.117 botol dan ukuran 150 mililiter sebanyak 2.921 botol.
"Total yang kami sita senilai Rp40 juta sekaligus memeriksa pemiliknya
berinisial AR," kata Ketua BPOM Serang, Mohamad Kashuri, Jumat
(18/9/2015).
Pada 15 September petugas gabungan juga menggerebek perusahaan obat
tradisional di Tangerang Selatan (Tangsel) dan berhasil menyita 87 jenis obat herbal
sebanyak 2.921 botol.
"Puluhan jenis obat-obatan itu dipasarkan di toko obat sekaligus melayani
penjualan online di seluruh Indonesia dengan total sitaan mencapai Rp210
juta," katanya.
Pada 16 September tim kembali menggerebek pabrik obat di Jalan Raya
Serang kilometer 26, Balaraja, Kabupaten Tangerang. Petugas memeriksa MR dan
penanggung jawab IR.
Pabrik tersebut mempekerjakan 40 karyawan. Untuk mengelabui petugas,
pabrik beroperasi hanya pada malam hari. Padahal, pada 2014, pabrik tersebut pernah
ditutup BPOM dengan kasus yang sama.
Di pabrik itu tim pernah menyita obat-obatan dengan nilai Rp9 miliar. Alat
bukti yang disita mesin produksi, bahan kemasan, dan bahan baku obat ilegal tidak
memiliki izin edar.
Kashuri mengatakan obat-obat itu berbahaya karena mengandung
paracetamol, penil mutizon, sildenafil sitrat, kafein, dan heza methazon. "Jika
dikonsumsi secara terus-menerus akan mengganggu fungsi hati, jantung, ginjal,
hingga menyebabkan kematian," kata dia
2.5.1 PERMASALAHAN :
BPOM menggerebek 3 pabrik jamu dan obat tradisional ilegal di tiga
wilayah tangerang, banten Terjadi penyitaan mesin produksi, bahan kemasan, bahan
baku obat tradisional. Pada obat tradisional tersebut ditemukan bahan kimia obat,
diantaranya mengandung parasetamol,penil mutizon, sildenafil sitrat, kafein, dan heza
beredar. Informasi adanya BKO didalam obat tradisional juga bisa diperoleh
berdasarkan laporan / pengaduan konsumen maupun laporan dari Yayasan Badan
Perlindungan Konsumen Nasional (Yabpeknas).
KASUS 2
TEMPO.COM, JAKARTA Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) kembali mengumumkan daftar obat tradisional dan suplemen kesehatan
yang mengandung bahan kimia obat. Hingga November 2015, ditemukan 54 obat
tradisional yang mengandung bahan kimia obat, 47 di antaranya ilegal dan 7 lainnya
terdaftar tapi nomor izinnya telah dibatalkan.
Kepala BPOM Roy Alexander Sparringa mengatakan, obat tradisional
tersebut teridentifikasi dicampur bahan kimia, seperti parasetamol dan fenilbutazon.
"Itu tidak boleh dicampurkan sama sekali dalam obat tradisional," kata Roy di
Jakarta, Senin, 30 November 2015. Ia menjelaskan, penggunaan parasetamol yang
tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan hati. Sedangkan fenilbutazon bisa
mengakibatkan beragam gejala kesehatan mulai dari mual hingga gagal ginjal.
BPOM telah menarik dan memusnahkan 54 obat tradisional tersebut. Tahun
ini, BPOM telah memusnahkan obat tradisional senilai Rp 75,7 miliar dan bahan
baku obat tradisional seharga Rp 63,35 miliar. "Dalam dua tahun terakhir, 115 kasus
peredaran obat tradisional telah diungkap dan diajukan ke pengadilan," ujar Roy. Roy
menambahkan, masalah obat tradisional mengandung bahan kimia obat terjadi di
seluruh dunia. Berdasarkan informasi Post-Marketing Alert System (PMAS), World
Health Organization (WHO), dan US Food and Drug Administration (FDA), di
negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika Serikat, ditemukan 38 jenis obat
tradisional dan suplemen kesehatan yang mengandung bahan kimia obat dan bahan
terlarang lain dari produk luar negeri. Untuk mencegah peredaran di luar negeri,
BPOM telah bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan. Yang terkini, hari ini,
BPOM menandatangani nota kesepahaman (MoU) kerja sama dengan Kementerian
Izin industri dan usaha obat tradisional berlaku seterusnya selama industri
dan usaha obat tradisional yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk permasalahan ditemukannya 38 jenis obat tradisional dan suplemen
kesehatan yang mengandung bahan kimia obat dan bahan terlarang lain dari produk
luar negeri. Menurut Permenkes No 006 Tahun 2012 tentang industri dan usaha obat
tradisional bab IV Pasal 37 dan Permenkes no 7 thn 2012 ttg bab 7 tentang Sanksi
pasal 23, menyatakan bahwa:
Pasal 37
Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat:
a. segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi atau
sintetik yang berkhasiat obat;
b. obat tradisional dalam bentuk intravaginal, tetes mata, sediaan parenteral,
supositoria kecuali untuk wasir; dan/atau
c. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol
dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).
Untuk permasalahan. Permenkes no 7 thn 2012 ttg bab 7 tentang Sanksi pasal 23
1. Kepala Badan dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin edar
apabila:
a. obat tradisional tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
berdasarkan data terkini;
dari peredaran karena banyak obat baru yang lebih aman. Efek samping khas dari
fenilbutason adalah penekanan pada sumsum tulang belakang yang berfungsi
menghasilkan sel-sel darah putih, sehingga menyebabkan turunnya jumlah sel
darah putih. Penurunan sel darah putih menyebabkan seseorang mudah terkena
infeksi. Selain itu, fenilbutason juga menyebabkan efek samping pada lambung,
karena menghambat prostaglandin yang dibutuhkan untuk perlindungan selaput
lendir lambung. Penggunaan yang terus-menerus dalam bentuk jamu tentu akan
memberikan efek samping yang berbahaya, bahkan bisa menyebabkan perdarahan
lambung. Repotnya, pasien tidak merasakan sakit pada lambungnya karena tertutupi
efek fenilbutazon sebagai penghilang rasa sakit, namun tahu-tahu mengalami anemia
atau tinjanya berwarna hitam (melena) akibat mengandung darah yang sudah kering.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahanbahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
2. Undang-undang yang mengatur tentang obat tradisional antara lain:
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor:
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2013 Tentang Rencana Induk
PengembanganBahan Baku Obat Tradisional.Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 659/MENKES/SK/X/1991
Tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.