Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

OLEH :
MOCH LUQMANUL HAKIM
2015.04.054

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Fraktur Di Ruang 19
Di RS DR. Saiful Anwar Malang
Telah diperiksa dan disetujui oleh :
MAHASISWA

PEMBIMBING LAHAN

PEMBIMBING INSTITUSI

KEPALA RUANGAN

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR


A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

B. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen

5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).


a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:

1)

Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.

2)

Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.

3)

Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.

4)

Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.

b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara


fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1)

Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.

2)

Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.

3)

Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak

6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :


a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang
7. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a.

1/3 proksimal

b.

1/3 medial

c.

1/3 distal

8. Fraktur Kelelahan

: Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

9. Fraktur Patologis

: Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma

Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/
ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
D. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka
terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang.

F. MANIFESTASI KLINIS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Nyeri
Deformitas (kelainan bentuk)
Krepitasi (suara berderik)
Bengkak
Peningkatan temperatur lokal
Pergerakan abnormal
Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
Kehilangan fungsi

G. PROSES PENYEMBUHAN TULANG


a. Tahap Hematoma.
Pada tahap terjadi fraktur, terjadi kerusakan pada kanalis Havers sehingga masuk ke area
fraktur setelah 24 jam terbenutk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur,
terbenuklah hematoma kemudian berkembang menjadi jaringan granulasi.
b. Tahap Poliferasi.
Pada aerea fraktur periosteum, endosteum dan sumsum mensuplai sel yang berubah
menjadi fibrin kartilago, kartilago hialin dan jaringan panjang.
c. Tahap Formiasi Kalus atau Prakalus.
Jaringan granulasi berubah menjadi prakalus. Prakalus mencapai ukuran maksimal pada
14 sampai 21 hari setelah injuri.
d. Tahap Osifikasi kalus
Pemberian osifikasi kalus eksternal (antara periosteum dan korteks), kalus internal
(medulla) dan kalus intermediet pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-10 kalus
menutupi lubang.
e. Tahap consolidasi
Dengan aktivitas osteoblasi dan osteoklas, kalus mengalami proses tulang sesuai dengan
hasilnya.

Faktor faktor yang mempengaruhi proses pemulihan :


a. Usia klien
b. Immobilisasi
c. Tipe fraktur dan area fraktur
d. Tipe tulang yang fraktur, tulang spongiosa lebih cepat sembuh dibandingkan dengan
e.
f.
g.
h.
i.

tulang kompak.
Keadaan gizi klien.
Asupan darah dan hormon hormon pertumbuhan yang memadai.
Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
Komplikasi atau tidak misalnya infeksi biasa menyebabkan penyembuhan lebih lama.
Keganasan lokal, penyakit tulang metabolik dan kortikosteroid.

G. KOMPLIKASI
a. Syok

Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
b. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union, sebab-sebab
lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara fragmen tulang, akhirnya
ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan
(non union).
c. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
d. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu lama dari
proses penyembuhan fraktur.
e. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada
fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan
membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memsaok ke
otak, paru, ginjal, dan organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas permanen jika tidak ditangani
segera.
h. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan gangguan
Syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan penekanan syaraf karena
pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray
2. Foto Ronsen
3. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
5. CCT kalau banyak kerusakan otot.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan dan Terapi Medis
a. Pemberian anti obat antiinflamasi.
b. Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut

c. Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot


d. Bedrest, Fisioterapi
2. Pembedahan
a. Fiksasi interna
b. Fiksasi eksterna

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan
kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah
terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap
ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan
tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses

penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola
Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien
harus menjalani rawat inap
f)

Pola Persepsi dan Konsep Diri


Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
j)

Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan Fisik Head to Toe
Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri
tekan.
1. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada
nyeri kepala.
2. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
3. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
4. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
5. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
6. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
7. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
8. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
9. Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit
klien yang berhubungan dengan paru.

(b) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
10. Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11. Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
12. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
Tujuan keperawatan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, rasa
nyaman terpenuhi setelah diberikan perawatan dan pengobatan
Kriteria hasil :
1. rasa nyerinya berkurang
2. wajah tampak rileks
3. keadaan umum baik
Intervensi:
1) Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-5. Rasional.
Rasional : Pasien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera.
2) Bantu pasien dalam identifikasi faktor pencetus.

Rasional : Nyeri dipengaruhi oleh; kecemasan, ketegangan, suhu, distensi kandung kemih
dan berbaring lama.
3) Berikan tindakan kenyamanan.
Rasional : memberikan rasa nayaman dengan cara membantu mengontrol nyeri.
4) Dorong pasien menggunakan tehnik relaksasi.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol.
5) Berikan obat antinyeri sesuai pesanan.
Rasional : Untuk menghilangkan nyeri otot atau untuk menghilangkan kecemasan dan
meningkatkan istirahat.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik
teratasi, dengan kriteria hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui
skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya
kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala
tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan
motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan
klien.
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama ..x24jam
Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara
dan penyebab luka, tidak ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.

4)

Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada

waktu berubah posisis.


Rasional : mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
4. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : Tidak terjadi Infeksi
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap pemberian antibiotik
Rasional : Untuk menentukan antibiotic yang tepat untuk pasien
2) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : Peningkatan suhu tubuh di atas normal menunjukkan adanya tanda-tanda
infeksi
3) Pantau luka operasi dan cairan yang keluar dari luka
Rasional : Adanya cairan yang keluar dari luka menunjukkan adanya tanda infeksi dari
luka.
4) Pantau adanya infeksi pada saluran kemih
Rasional : Retensi urine sering terjadi setelah pembedahan

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai