Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul Glass Ionomer Cement (GIC) ini kami buat
untuk mengetahui salah satu material dibidang kedokteran gigi yaitu GIC. Atas
bantuan dosen pembimbing kami, drg. Darmawangsa, M.Kes kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Untuk itu, tidak lupa kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah
ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih tidak sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran
yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
mudah-mudahan makalah ini bisa bermanfaat.

Padang, 16 Oktober 2014

Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I

PENDAHULUAN ................................................................. 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 2


2.1 Kadar Komposisi Glass Ionomer Cement........................ 2
2.2 Sifat Fisik dan Mekanik GIC .......................................... 2
2.3 Jenis-jenis GIC ................................................................ 5
2.4 Manipulasi ....................................................................... 7
2.5 Reaksi Pengerasan .......................................................... 9
2.6 Kelebihan dan Kekurangan ............................................. 10

BAB III

KESIMPULAN ..................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
GIC atau glass ionomer cement merupakan suatu bahan restorasi yang
mengandung fluor, dimana fluor ini dapat berguna untuk mencegah terjadinya
karies baru, serta memperkuat struktur gigi.
GIC mempuyai masih banyak lagi kelebihan, seperti kekuatannya
menahan beban pengunyahan, estetik yang baik, dan tahan terhadap kelarutan
saliva. GIC banyak digunakan untuk restorasi gigi sulung, dikarenakan
kelebihan-kelebihan yang dimiliki GIC serta aplikasi yang mudah.
1.2 Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Kadar komposisi GIC ?
2. Sifat fisik dan mekanik GIC ?
3. Jenis-jenis GIC ?
4. Cara manipulasi GIC ?
5. Reaksi pengerasan GIC ?
6. Kelebihan dan kekurangan GIC ?
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu:
1. Untuk memahami material yang digunakan dibidang kedokteran gigi
2. Untuk lebih mengetahui berbagai keuntungan dan kerugian dari GIC

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komposisi Glass Ionomer Cement
Bubuk glass ionomer adalah calcium fluoroaliminosilicate glass yang
larut dalam asam. Bahan baku akan menyatu menjadi kaca yang seragam
dengan memanaskannya pada suhu 1100o C sampai 1500o C. Penambahan
Lanthanum, Strontium, Barium, atau Zinc Oxide akan memberikan

radiopacity. Awalnya, cairan untuk GIC adalah larutan asam poliakrilat dalam
konsentrasi sekitar 40% sampai 50%. Cairan itu cukup kental dan cenderung
berubah menjadi gel dari waktu ke waktu. Dalam sebagian besar semen saat
ini, komposisi asam dalam bentuk kopolimer dengan itaconic, maleat atau
asam trikarboksilat. Asam-asam ini cenderung meningkatkan reaktivitas
cairan, menurunkan viskositas, dan mengurangi kecenderungan untuk gelasi.
Tartaric acid juga terdapat dalam cairan untuk meningkatkan working time,
tetapi mempersingkat setting time. (Anusavice, 2003)

2.2 Sifat Fisik dan Mekanik Glass Ionomer Cement


2.2.1 Sifat Fisik
Sifat fisik GIC yaitu adhesif kepermukaan enamel dan dentin,
melepaskan fluorida ke jaringan gigi. Biokompatibel pada jaringan
pulpa dan termal ekspansi sama dengan gigi sehingga bahan ini banyak
digunakan. Selain itu, menurut Sidharta (2001) GIC melepaskan ion
fluorida dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat
menghilangkan sensitivitas dan mencegah terjadinya karies.
Kekuatan tekan GIC sebanding dengan seng fosfat, dan kekuatan
diametralnya sedikit lebih tinggi. Modulus elastisitasnya hanya sekitar
satu setengah dari semen seng fosfat. Dengan demikian GIC kurang
kaku dan lebih rentan terhadap deformasi elastis. Dalam hal ini, GIC
tidak digunakan seperti semen seng fosfat untuk membuat mahkota, hal
ini dikarenakan adanya perbedaan tegangan tarik. Sebagai contoh,
dalam sebuah studi, beban kegagalan rata-rata untuk feldspathic
porselen mahkota meningkat dari 963 N menjadi 2800 N (Anusavice,
2003: 475).
2.2.2

SIFAT MEKANIK
4

1. Compressive Strength
Kekuatan kompresi GIC berkisar antara 90-230
Mpa. Nilai kekuatan tariknya hampir sama dengan semen
seng fosfat yaitu sebesar 4,2-5,3 MPa. GIC bersifat lebih
brittle. Modulus elastisitasnya sebesar 3,5-6,4 GPa
sehingga GIC tidak terlalu kaku dan lebih peka
terhadap perubahan bentuk, lebih elastis dibandingkan seng
fosfat. Kekuatan kompresi dari GIC naik secara cepat apabila
semen diisolasi dari kelembaban saat awal pembentukan.
Pengisolasian dari lingkungan yang lembab bertujuan untuk
memberikan perlindungan pada permukaan restorasi dari saliva
dengan menggunakan larutan varnish atau light-curing
bonding agent. (William A, 2001:121)
2. Bond Strength
Kekuatan GIC untuk berikatan adalah sebesar
1-3 Mpa. GIC dapat berikatan dengan baik dengan enamel,
stainless steel, tin oxide-plated platinum, dan gold alloy. Bond
strength

dapat

dinaikkan

dengan

pemberian

conditioner berupa asam dan larutan FeCl 3 pada


dentin.
3. Kekerasan
Semen memiliki sifat kekerasan yang baik, namun jauh
inferior dibanding kekerasan bahan resin. Kemampuan adhesi
melibatkan proses gelasi dari gugus karboksil dari poliasam
dengan kalsium di kristal apatit enamel dan dentin. Semen ini
memiliki sifat anti karies karena kemampuannya melepaskan
fluorida. Dalam proses pengerasan harus dihindarkan dari
saliva karena mudah larut dalam cairan dan menurunkan
kemampuan adhesi. Ikatan fisikokimiawi antara bahan dan
permukaan gigi sangat baik sehingga mengurangi kebocoran
2.2.3

tepi tumpatan (Anusavice, 2003: 425).


SIFAT BIOLOGI
Glass ionomer menghasilkan fluorida dalam jumlah yang
sebanding dengan fluorida yang dihasilkan semen silikat dan proses ini
terus berlanjut selama periode yang panjang. Jumlah minimal pelepasan
5

fluorida dan serapan oleh enamel bisa digunakan untuk menghambat


karies. Beberapa studi klinis terkontrol tentang glass ionomer
digunakan untuk restorasi atau fissure sealant, menunjukkan bahwa
jumlah lesi karies sekunder yang dikembangkan berkisar dari nol
sampai nomor yang tinggi, hal ini terkait dengan restorasi komposit.
Pada survei penelitian yang sama oleh dokter gigi menunjukkan bahwa
frekuensi karies sekunder di gigi dengan restorasi glass ionomer
dibandingkan dengan gigi dengan komposit posterior itu lebih rendah
untuk satu kelompok dokter gigi tetapi lebih tinggi untuk kelompok lain
dokter gigi. Namun, banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ion
fluorida yang dilepaskan dari GIC menghambat perkembangan karies
sekunder (Anusavice, 2003, pp : 475).
Kebanyakan studi histological mengindikasikan bahwa glass
ionomer cukup biokompatibel. Glass ionomer menghasilkan reaksi
pulpa yang lebih besar dari ZOE dan umumnya kurang dari semen
fosfat seng. Glass ionomer digunakan sebagai luting agent yang
memiliki rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menimbulkan
bahaya yang lebih besar dari restorasi glass ionomer karena semen
dengan rasio bubuk dan cairan yang rendah dapat menyebabkan
keadaan pH rendah dalam waktu yang lama. Bagaimanapun, GIC
membutuhkan lapisan tipis sebagai pelindung, seperti Ca(OH)2, dengan
kedalaman 0,5 mm dari ruang pulpa pada preparasi. (Anusavice, 2003)
2.3 Jenis-jenis Glass Ionomer Cement
Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan aplikasi klinisnya,
formulanya dan potensi penggunaannya. Tipe I untuk bahan perekat, Tipe II
untuk bahan restorasi, dan tipe III untuk basis. Juga ada semen ionomer kaca
yang pengerasannya dilakukan oleh sinar. Jenis ini juga disebut sebagai
semen ionomer kaca modifikasi resin sebab melibatkan resin yang dikeraskan
sinar dalam formulanya. (Anusavice, 2003)
Tipe I : luting cements, berguna untuk merekatkan gigi mahkota atau
jembatan, tumpatan tuang, dan alat-alat ortodonsi cekat. Semen
perekat ini mencegah kebocoran tepi restorasi dan lapisan semen
6

harus dibuat setipis mungkin agar tidak terlarutkan oleh cairan


mulut.
Tipe II : restorative cement, sebagai tumpatan estetik yang sewarna
dengan gigi.
Tipe III : lining dan base cement (Mount, 2005)
Sedangkan menurut sifat fisik dan kimianya, glass ionomer cement
diklasifikasikan menjadi empat tipe, yaitu: (Quiec, 2011)
1. Glass ionomer cement konvensional
Glass ionomer konvensional terdiri dari fluoroaluminosilicate glass,
biasanya dalam garam stronsium atau kalsium dan cairan asam
polialkenoat, sebagai contoh poliakrilik, maleat, itakonik dan asam
trikarbalilik. Bahan konvensional dibuat dengan reaksi unsur asam antara
cairan asam dan bubuk dasar. Baru-baru ini, untuk memperbaiki sifat fisik
dan mengurangi sensitivitas air dan bahan konvensional, dikembangkanlah
resin-modified glass ionomer cements. Bahan ini mengandung resin yang
dapat berpolimerisasi, biasanya hydroxyethylmethacrylate (HEMA), dan
memiliki reaksi pengerasan tambahan dari polimerisasi resin yang dapat
berupa self-cure atau light-cure.
2. Resin-modified glass ionomer cement
Modified glass ionomer merupakan bahan hybrid yang terdiri dari
80% semen ionomer kaca konvensional dan 20% resin komposit
fotopolimerisasi. Ciri utama resin-modified glass ionomer cement adalah
ketika

bubuk dan cairan dicampur akan terjadi reaksi pengerasan

dengan bantuan sinar (light cure) Tahap-tahap reaksinya:


1. Reaksi pengerasan
2. Reaksi polimerisasi
3. Reaksi antara garam logam poliakrilat dengan resin
4. Reaksi asam-basa dan polimerisasi penyinaran pada resin-modified
glass ionomer cement
3. Hybrid ionomers
Kekuatan tarik dari ionomer kaca hibrid lebih tinggi dari ionomer kaca konvensional.
Peningkatan ini di akibatkan oleh modulus elastisitasnya yang lebih rendah dan deformasi
plastis yang lebih banyak yang dapat di tahan sebelum terjadinya fraktur.
4. Tri-cure glass ionomer cement
5. Metal-reinforced glass ionomer cements

Metal-reinforced glass ionomer cements pertama kali diperkenalkan


pada tahun 1977. Penambahan bubuk campuran perak-amalgam pada
bahan konvensional meningkatkan kekuatan fisik semen dan memberikan
radiopasitas.Selanjutnya, partikel perak dilelehkan menjadi serpihanserpihan seperti kaca, dan sejumlah produk kemudian muncul kandungan
kandungan campuran amalgam telah ditetapkan

untuk

memperbaiki

keluhan sampai sampai tingkat yang dikatakan menghasilkan sifat mekanis


optimum untuk metal-reinforced glass ionomer cements. Digunakan untuk
area yang memiliki stress tinggi, ketebalannya lebih dari 45 m.
(Nagaraja, 2005)

2.4 Manipulasi Glass Ionomer Cement


Glass ionomer yang dikemas dalam botol dan kapsul dilakukan
pencampuran secara mekanik dengan amalgamator. Dalam dispenser, bubuk
dan cair ditakar dalam jumlah yang tepat pada paper pad, dan setengah bubuk
yang tercampur digunakan untuk menghasilkan konsistensi milky yang
homogen. Sisa bubuk ditambahkan, dan total pencampuran diperlukan waktu
30 sampai 40 detik (Craig, 2002). Seperti semua semen lain, sifat semen
glass ionomer tipe I sangat dipengaruhi oleh faktor manipulasi. Rasio bubuk
yang dianjurkan tergantung merknya, tetapi umumnya berkisar antara 1,251,5 gram bubuk per 1 ml cairan.
Penyemenan harus dilakukan sebelum semen kehilangan kilapnya.
Seperti seng fosfat, ionomer kaca menjadi rapuh (mudah patah) begitu
mengeras. Setelah mengeras, kelebihan semen dapat dibuang dengan cara
mencungkil atau mematahkan semen menjauh dari tepi restorasi. Kelebihan
semen perlu dijaga agar tidak melekat ke permukaan gigi atau protesa. Semen
ini sangat peka terhadap kontaminasi air selama pengerasan. Oleh karena itu,
tepi restorasi harus dilapisi untuk melindungi semen dari kontak yang terlalu
dini dengan cairan.
Dalam manipulasi GIC, hal lain yang perlu diperhatikan (Anusavice,
2003) adalah perbandingan powder/liquid, biasanya berkisar 1,3-1,35 : 1,
pencampuran harus cepat, gigi sebaiknya diisolasi dahulu agar tidak lembab,
8

untuk proteksi pulpa sebaiknya menggunakan calcium hydroxide bila


ketebalan dentin <0,5 mm, kemudian varnish digunakan untuk melindungi
semen dari keadaan yang lembab setelah semen selesai diaplikasikan.
Untuk tercapainya restorasi yang tahan lama dan protesa tetap kuat,
kondisi dari glass ionomer harus dipenuhi, yaitu permukaan gigi harus bersih
dan kering, konsistensi semen harus memungkinkan melapisi permukaan
yang ireguler, semen yang berlebih harus dikeluarkan pada waktu yang tepat,
permukaan harus diselesaikan tanpa pengeringan yang berlebihan, dan
perlindungan terhadap permukaan restorasi harus diperhatikan untuk
mencegah retak atau disolusi. Kondisi ini serupa dengan aplikasi luting,
kecuali tidak diperlukan finishing permukaan (Anusavice, 2003).
Setting time dapat diperpanjang dengan cara menggunakan cold glass
slab pada saat mencampur bubuk dan cairan. Akan tetapi hal ini akan
menyebabkan compressive strength dari GIC menurun (Van Noort, 2007).
Mekanisme perekatan antara GIC dan dentin atau enamel melibatkan ion
polyacrylate dari GIC dengan struktur apatit pengganti kalsium dan ion
phospat sehingga menghasilkan intermediate layer dari pilyacrylate, ion
fosfat dan kalsium atau dapat langsung melekat pada kalsium dari struktur
apatit gigi (Van Noort, 2007).
VARNISH SEBAGAI BATAS
Bahan tambal glass ionomer sangat mudah diaplikasikan sehingga
direkomendasikan untuk digunakan dalam metoda ART (Atraumatic
Restirative Treatment), akan tetapi bahan tambal ini sangat peka terhadap
kontak dini dengan saliva yang terdapat pada rongga mulut. Untuk mengatasi
hal tersebut, glass ionomer harus dilindungi agar tidak berkontak dengan
yaitu dengan cara memasang cotton roll, saliva suction, rubber atau dapat
pula teknik pelapisan bahan tambal menggunakan bahan pelapis seperti
varnish atau cocoa butter (Sutrisna 2000).
Penggunaan varnish pada permukaan glass ionomer bukan saja
bermaksud menghindari kontak dengan saliva tetapi juga untuk mencegah
dehidrasi saat tambalan tersebut masih dalam proses pengerasan (Saleh &
Khaill 2006). Varnish kadang-kadang juga digunakan sebagai bahan pembatas

antara glass ionomer dengan jaringan gigi terutama pulpa karena pada
beberapa kasus semen tersebut dapat menimbulkan iritasi terhadapa pulpa
(Craig, 2002).
Pada umumnya, penggunaan varnish bertujuan untuk melindungi pulpa
dari iritasi kimia bahan-bahan yang berkontak dengannya untuk keperluan ini
varnish berada diantara dentin dan bahan restorasi (Anusavice 2003). Varnish
tidak larut dalam cairan mulut dan air,tahan terhadap cairan mulut serta
bertahan di permukaan gigi untuk waktu yang lama. Sifat menempelnya
varnish terhadap bahan lain secara fisika bukan kimiawi sehingga mudah
terabrasi (Ferracane 2001).
Varnish mengandung satu atau lebih resin yaitu gum natural dan resin
sintetik atau rosin. Bahan-bahan tersebut terlarut dalam larutan organic
seperti kloroform, alkohol, aseton, benzene, toluene, etil asetat (Craig 2002).
Varnish sebaiknya digunakan lebih dari satu olesan karena sering kali
menghasilkan pinholes (porositas) pada pengolesan pertama. Dengan
pengolesan kedua dan seterusnya, porus yang terjadi dapat terisi.
2.5 Reaksi Pengerasan
Ketika mencampur bubuk dan cairan atau bubuk dengan air, asam
perlahan-lahan mendegradasi lapisan terluar dari partikel kaca dan
melepaskan

ion Ca2+ dan Al3+. selama tahap awal masa setting, Ca2+

dilepaskan lebih cepat dan bertanggung jawab untuk bereaksi dengan


polyacid untuk membentuk produk reaksi akin. Al3+ dilepaskan lebih lama
dan mempengaruhi setting pada tahap berikutnya, yang sering disebut sebagai
secondary reaction stage. Material ini terdiri dari glass cores embedded in
matrix of cross-linked polyacid yang tidak bereaksi. Bagian matrix terdiri
dari reaksi produk garam. tahap kedua dari reaksi setting terlibat dalam
jumlah aluminum dalam struktur matrix yang signifikan dan hasilnya pada
mark maturation dari physical properties material. Dalam tahap ini, material
sangat lemah dan mudah larut. Untuk memastikan proses reaaksi sampai
hingga tahap full maturity, sangat penting bahwa semen yang seting
terlindungi dari moisture contamination yang terlalu banyak karena adanya
kuantitas air yang tidak proporsional pada tahap ini dapat menghambat

10

pembentukan garam. Adanya asam tartar sangat berpengaruh dalam


mengontrol karateristik setting material. Asam tartar membantu memecah
lapisan terluar dari glass particles, cepat dalam membebaskan ion aluminium
yang mana mengalami complex formation. Karenanya, ion aluminium tidak
segera tersedia untuk reaksi dengan polyacid sehingga working time semen
dapat terjaga. Intial setting dapat lanjut dihambat oleh asam tartar
menghindari

unwinding andionization

dari

polyacid

chains.

Ketika

konsentrasi dari aluminium yang larut mencapai level tertentu, tahap kedua
reaksi setting langsung diproses dengan cepat. Pembentukan asam tartar yang
kompleks antara polyacid dan trivalent aluminium ions dengan cara
mengatasi masalah steric hindrance yang mana dapat terjadi ketika ion
aluminium berusaha membentuk

garam dengan 3 asam karboksilat.

karenanya banyak tautan aluminium garam terdiri dari ion aluminium yang
terikat sampai dua grup karboksilat dan satu grup asam tartar. Mekanisme ini
didukung oleh fakta bahwa sangat sedikit asam tartar yang tidak terikan
dalam semen. pelepasan ion fluoride dari hasil glass particle dalam fase
matrix dalam material menjadi reservoir untuk fluoride. setelah setting
matriks bisa melepaskan fluoride ini ke lingkungan sekitarnya atau untuk
mengabsorbsi fluoride dari sekitarnya ketika konsentrasi ambient fluoride
sedang tinggi. sebagai tambahan untuk efek terapi yang potensial, adanya
fluoride juga dipikirkan membantu dalam mengoptimalkan

karakteristik

setting dengan cara menjaga workability untuk waktu yang lebih lama diikuti
oleh peningkatan kekentalan. (McCabe, 2008)
2.6 Kelebihan dan Kekurangan
2.6.1 Kelebihan GIC
GIC dapat berikatan langsung dengan dentin dan enamel. Ikatan
pada dentin adalah ikatan hidrogen (Van noort, 2002). Kekuatan untuk
berikatan dengan enamel selalu lebih tinggi dari dentin karena semakin
besarnya kandungan anorganik dari enamel dan homogenitas yang lebih
besar. GIC mempunyai biokompatibilitas yang tinggi. Banyak
penelitian telah menunjukkan bahwa ion fluorida yang dilepaskan dari

11

GIC dapat menghambat perkembangan karies sekunder (Anusavice,


2003)
Glass

Ionomer

Cement

menghasilkan

fluor

sehingga

diindikasikan untuk pasien yang rentan terhadap karies, selain itu juga
memiliki kekuatan yang besar dan dapat menahan beban saat oklusi.
Sampai saat ini, dalam study klinis selama tiga tahun bahkan lebih, GIC
merupakan material yang mengahasilkan tingkat retensi sebesar 100%
di karies kelas V tanpa retensi mekanik atau etsa enamel.
GIC merupakan material yang dapat menghambat perlekatan
bahan-bahan kimia dalam permukaan gigi. GIC bersifat translucent
sehingga cocok digunakan untuk fungsi estetik. Kekuatan kompresif
dari GIC lebih besar daripada zinc phosphate cement. Modulus
elastisitas GIC lebih besar daripada zinc polyacrilate cement, serta GIC
memiliki ikatan yang baik dengan enamel, stainless steel, timah oksidadilapisi platinum, dan gold alloy. (Craig, 2002)
2.6.2

Kekurangan GIC
Selain memiliki kelebihan, glass ionomer cement juga memiliki
beberapa

kekurangan.

Kekurangan

tersebut

diantaranya

adalah

ketahanan terhadap fraktur dan jangka pemakaian rendah apabila


dibandingkan dengan komposit atau amalgam, GIC tradisional untuk
penggunaan preparasi perbaikan oklusal memiliki kekuatan yang
rendah pada bagian dengan GIC yang tipis, hal ini dapat mengakibatkan
marginal chipping (Garg and Garg, 2013). GIC tradisional cenderung
lebih opaque dibandingkan dengan RMGIC (Resin modified glass
ionomer cement). Umumnya pada GIC tradisional dapat muncul noda
yang berasal dari eksogen. (Noble, 2012)
GIC lebih rapuh dan juga rentan terhadap elastic deformation.
GIC memiliki initial setting yang lambat dan dapat menyebabkan iritasi
pulpa, untuk itu perlu diberi varnish terlebih dahulu (Koudi and Patil,
2007). Ketika ion dari logam berat digunakan, hasil akhir dari material
GIC akan tampak radiopaque jika dilihat dengan sinar-x. Permukaan
glass ionomer cement sensitif terhadap kelembaban. (Craig, 2002)
GIC memiliki kekurangan mudah larut / solubility (Poor abrasion
resistance). Dengan kelarutan yang tinggi, mengalami banyak
12

kehilangan material dalam mulut. Kehilangan banyak material dai GIC


ini dapat diklasifikasikan pada 3 kategori utama (Van Noort, 2002):
a. Pelarutan dari immature cement
Terjadi sebelum material seting sepenuhnya. Perlindungan
sementara pada lapisan nitro-cellulase, methyl methacrylate
bertindak sebagai varnish yang dapat meminimalisir efek ini.
Perlindungan ini bertahan paling tidak 1 jam, sehingga GIC
mempunyai waktu yang panjang untuk mendekati sifatnya yang
akan dicapai ketika meterial telah setting sepenuhnya.
b. Erosi jangka panjang
Dapat terjadi dikarenakan acid attack atau abrasi mekanis. Pada
saat pembentukan asam terjadi akumulasi plak dan mulut menjadi
sangat asam.
c. Abrasi
Ketahanan terhadap abrasi jelek sehingga hanya dapat digunakan
pada kondisi yang low stress dan tidak dapat digunakan sebagai
material restorasi gigi posterior yang permanen.

BAB III
KESIMPULAN

13

DAFTAR PUSTAKA

Anusavice, Kenneth J. 2003. Phillips Science of Dental Material, USA: W.B.


Saunders Company. p. 476, 459, 471 2.
Craig, Robert George, Powers, John M., & Wataha, John C. 2002. Dental
Materials: Restorative Dental Material. 11th edition. Mosby, Michigan. p
214, 152 3 , 205, 622 3.
Van Noort R. 2007. Introduction to Dental Materials. 3rd ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
McCabe J.F and Walls W.G. 2008. Applied Dental Material. 9th ed. United
Kingdom : Blackwell Munksgaard.
Noble S. 2012. Clinical Textbook of Dental Hygiene and Therapy. Oxford. WileyBlackwell
Koudi and Patil. 2007. Dental Materials: Prep Manual for Undergraduates. New
Delhi. Elsevier.
Garg N and Garg A. 2013. Textbook of Operative Dentistry. New Delhi. Jaypee
Brothers Medical Publishers.
Sutrisna, D. Glass Ionomer ART Sebagai Bahan Tumpatan. Makalah Seminar &
Workshop ART Terobosan Baru Dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi.
Bandung 23 Agustus 2000.p.1-4.
Saleh, L.A , Kaiil, M.F. The effect of different protective coatings on the surface
hardness of glass ionomer cements . The Saudi Dental Journal, 2006, dapat

14

diakses

di

www.sdsjournal.org/1994/volume6-number-1/1994-6-1-3-7-

full.html. (diakses 25 November 2013).


Ferracane, J.L. 2001 . Materials in Dentistry, Principles & Applications .
Philadelphia : Lippincot William and Wilkins . 60 2
Saleh, L.A , Kaiil, M.F. The effect of different protective coatings on the surface
hardness of glass ionomer cements . The Saudi Dental Journal, 2006, dapat
diakses

di

www.sdsjournal.org/1994/volume6-number-1/1994-6-1-3-7-

full.html. (diakses 25 November 2013)


Vaikuntam J. Resin-modified Glass Ionomer Cements (RM GICS): Implications
for Use in PediatricDentistry. J Dent Child , 2003:131-4.
Subramaniam P. 2008. Retention of Resin Based Sealant and Glass Ionomer used
as a Fissure Sealant: a Comparative Study. Jurnal Indian Soc. Pedodontics
Prevent Departemen diakses dari
http://www.jisppd.com/temp/JIndianSocPedodPrevDent2631143280171_090641.pdf pada 16 Oktober 2014

15

Anda mungkin juga menyukai