Anda di halaman 1dari 25

SWAMEDIKSI

Swamedikasi
1.1 Defenisi
Swamedikasi berarti mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obatobat yang sederhana yang dibeli bebas di apotik atau toko obat atas inisiatif sendiri
tanpa nasehat dokter (Rahardja, 2010).

Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah perilaku untuk mengatasi sakit


ringan sebelum mencari pertolongan ke petugas atau fasilitas kesehatan. Lebih
dari 60% dari anggota masyarakat melakukan swamedikasi, dan 80% di antaranya
mengandalkan obat modern (Anonim, 2010)
Swamedikasi adalah Pengobatan diri sendiri yaitu penggunaan obat-obatan
atau menenangkan diri bentuk perilaku untuk mengobati penyakit yang dirasakan
atau nyata. Pengobatan diri sendiri sering disebut dalam konteks orang mengobati
diri sendiri, untuk meringankan penderitaan mereka sendiri atau sakit. Dasar
hukumnya

permekes

No.919/MENKES/PER/X/1993,

secara

sederhana

swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala sakit atau penyakit
tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Namun bukan berarti asal
mengobati, justru pasien harus mencari informasi obat yang sesuai dengan
penyakitnya dan apoteker-lah yang bisa berperan di sini. Apoteker bisa
memberikan informasi obat yang objektif dan rasional. Swamedikasi boleh
dilakukan untuk kondisi penyakit yang ringan, umum dan tidak akut. Setidaknya
ada lima komponen informasi yang yang diperlukan untuk swamedikasi yang

tepat menggunakan obat modern, yaitu pengetahuan tentang kandungan aktif obat,
indikasi, dosage, efek samping, dan kontra indikasi (Anonim, 2010).
Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan
gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali,
sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan
dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang
lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat
bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yang terlalu besar.
Guna mengatasi resiko tersebut,maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut
(Tjay dan Raharja, 1993).
Disinilah peran Farmasi Apoteker untuk membimbing dan memilihkan obat
yang tepat. Pasien dapat meminta informasi kepada apoteker agar pemilihan obat
lebih tepat. Selain apoteker, tenaga farmasi lain seperti asisten apoteker
mempunyai peran penting dalam menyampaikan informasi obat kepada
masyarakat. Seperti penyampaian informasi tentang Penggunaan obat secara tepat,
aman dan rasional. Atas permintaan masyarakat Informasi yang diberikan harus
benar, jelas dan mudah dimengerti serta cara penyampaiannya disesuaikan dengan
kebutuhan, selektif, etika, bijaksana dan hati-hati. Informasi yang diberikan
kepada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, makanan/ minuman/ aktifitas yang
hendaknya dihindari selama terapi dan informasi lain yang diperlukan (Anief,
1997).

Swamedikasi biasanya digunakan untuk mengatasi keluhan-keluhan


penyakit ringan yang banyak dialami masayarakat, seperti demam, nyeri, pusing,
batuk, influenza, sakit maag, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi
diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada
pelaksanaanya, swamedikasi menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan
karena ada ancaman penyakit yang lebih serius yang tidak disadari oleh
masyarakat dan juga keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan
penggunannya (Sriana, 2004).
Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang dapat diperjualbelikan
secara bebas tanpa resep dokter untuk mengobati jenis penyakit yang
pengobatannya dapat diterapkan sendiri oleh masyarakat. Pengertian obat itu
sendiri adalah suatu zat yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan melunakkan,
penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan (Anief, 1997).
1.2 Terapi Rasional
Menurut Siregar (2003) definisi penggunaan obat secara rasional adalah
mensyaratkan bahwa penderita menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan
klinik, dalam dosis serta periode waktu yang memadai dan harga terendah bagi
komunitas mereka
Pada pengobatan sendiri dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau
rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah pasien menerima obat yang tepat
dengan keadaan kliniknya, dalam dosis yang sesuai dengan keadaan individunya,
pada waktu yang tepat dan dengan harga terjangkau bagi dia dan komunitasnya.
Pengertian lain dari penggunaan obat yang rasional adalah suatu tindakan

pengobatan terhadap suatu penyakit dan pemahaman aksi fisiologi yang benar dari
penyakit Sesuai dengan konteks tersebut, terapi rasional meliputi kriteria
(Maulana, 2010).
a.

Tepat indikasi
Tepat indikasi adalah adanya kesesuaian antara diagnosis pasien dengan
obat yang diberikan.

b.

Tepat obat
Tepat obat adalah pemilihan obat dengan memperhatikan efektivitas,
keamanan, rasionalitas dan murah.

c.

Tepat dosis regimen


Tepat dosis regimen adalah pemberian obat yang tepat dosis (takaran obat),
tepat rute (cara pemberian), tepat saat (waktu pemberian), tepat interval
(frekuensi), dan tepat lama pemberian.

d.

Tepat pasien
Tepat pasien adalah obat yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.
Kondisi pasien misalnya umur, faktor genetik, kehamilan, alergi, dan penyakit
lain.
1.3 Keuntungan dan Kerugian
Menurut Rahardja (2010) keuntungan swamedikasi adalah obat untuk
ganguan-ganguan tersebut sering kali memang sudah tersedia di rumah.
Keuntungan yang lainnya yaitu aman apabila digunakan sesuai dengan
petunjuk (efek samping dapat diperkirakan), efektif untuk menghilangkan keluhan
karena 80% sakit bersifat self limiting, yaitu sembuh sendiri tanpa intervensi tenaga

kesehatan, biaya pembelian obat relatif lebih murah daripada biaya pelayanan
kesehatan, hemat waktu karena tidak perlu menggunakan fasilitas atau profesi
kesehatan, kepuasan karena ikut berperan serta dalam sistem pelayanan kesehatan,
menghindari rasa malu atau stres apabila harus menampakkan bagian tubuh tertentu
di hadapan tenaga kesehatan, dan membantu pemerintah untuk mengatasi
keterbatasan jumlah tenaga kesehatan pada masyarakat (Supardi dkk, 2005)

Menurut Anief (1997), keuntungan yang lain yaitu lebih mudah, cepat, tidak
membebani sistem pelayanan kesahatan dan dapat dilakukan oleh diri sendiri.
Bagi konsumen obat, pengobatan sendiri dapat memberi keuntungan yaitu bila ia
dapat
1) Menghemat biaya ke dokter
2) Menghemat waktu ke dokter
3) Segera dapat beraktifitas kembali
Kekurangan, obat dapat membahayakan kesehatan apabila tidak digunakan
sesuai dengan aturan, pemborosan biaya dan waktu apabila salah menggunakan obat,
kemungkinan kecil dapat timbul reaksi obat yang tidak diinginkan, misalnya
sensitifitas, efek samping atau resistensi, penggunaan obat yang salah akibat salah
diagnosis dan pemilihan obat dipengaruhi oleh pengalaman menggunakan obat di
masa lalu dan lingkungan sosialnya (Supardi dkk, 2005).

2.1

Obat Tanpa Resep

2.1.1 Definisi
Obat tanpa resep adalah obat untuk jenis penyakit yang pengobatannya
dianggap dan ditetapkan sendiri oleh masyarakat dan tidak begitu membahayakan

jika mengikuti aturan memakainya. Obat yang beredar dimasyarakat dibagi atas
empat golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat
narkotika (Anief, 1997).
Resiko dari pengobatan sendiri adalah tidak mengenali keseriusan
gangguan. Keseriusan dapat dinilai salah satu atau mungkin tidak dikenali,
sehingga pengobatan sendiri bisa dilakukan terlalu lama. Gangguan bersangkutan
dapat memperhebat keluhan, sehingga dokter perlu menggunakan obat-obat yang
lebih keras. Resiko yang lain adalah penggunaan obat yang kurang tepat. Obat
bisa digunakan secara salah, terlalu lama atau dalam takaran yeng terlalu besar.
Guna mengatasi resiko tersebut, maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut
(Tjay dan Raharja, 1993).
Pada setiap produk obat selalu dicantumkan nama obat, komposisi,
indikasi, informasi mengenai cara kerja obat, aturan pakai, peringatan, perhatian,
nama produsen, nomor batch atau lot, nomor registrasi, dan tanggal kadaluwarsa.
Obat bebas dan obat bebas terbatas dapat dibeli tanpa resep di apotek dan toko
obat.Biasanya obat bebas dapat mendorong untuk pengobatan sendiri atau
perawatan penyakit tanpa pemeriksaan dokter dan diagnosa.
Obat yang dapat diperoleh tanpa resep sering digunakan pasien atas
anjuran paramedik. Sikap dokter terhadap praktek pengobatan sendiri dengan obat
tanpa resep umumnya tidak keberatan dalam batas-batas tertentu.Profesi
kedokteran meyakinkan bahwa pengobatan sendiri adalah terbatas pada kondisi
kecil yang pasien mampu mengenal dengan jelas pengalaman sebelumnya dan
rasa kurang enak yang diderita adalah bersifat sementara (Anief, 1997).

Menurut Anief juga pada penggunaan obat tanpa resep perlu diperhatikan:
a. Apakah obatnya masih baik atau tidak.
b. Bila ada tanggal kadaluwarsa, perhatikan tanggalnya apakah lewat atau belum.
c. Keterangan pada brosur atau selebaran yang disertakan oleh pabrik, dibaca
dengan baik, antara lain berisi informasi tentang:
1) Indikasi yaitu petunjuk penggunaan obat dalam pengobatan penyakit.
2) Kontraindikasi yaitu petunjuk penggunaan obat yang tidak diperbolehkan,
karena berlawanan dengan kondisi tubuh kita.
3) Efek samping yaitu efek yang timbul, bukan efek yang diinginkan. Efek
samping dapat merugikan atau berbahaya.
4) Dosis obat yaitu besaran obat yang boleh digunakan untuk orang dewasa
atau anak-anak berdasarkan berat badan atau umur anak.
5) Waktu kadaluwarsa.
6) Cara penyimpanan obat.
Dalam

Peraturan

Menteri

Kesehatan

No.

919/Menkes/Per/X/1993

disebutkan bahwa penyerahan obat tanpa resep harus memenuhi kriteria pada
penggunaan obatnya, yaitu:
a.

Tidak kontra indikasi untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah
usia dua tahun, orang tua diatas 65 tahun.

b.

Pada pengobatan sendiri, tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit.


c.

Tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan.

d.

Diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

e.

Memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dijamin untuk pengobatan


sendiri (Anief, 2000).

2.1.2 Penggolongan Obat tanpa resep


Menurut penggolongannya obat dibagi menjadi 4 golongan yaitu:
1)

Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran
hijau dengan garis tepi berwarna hitam contoh paracetamol (Anonim, 2006).

2)

Obat Bebas Terbatas


Selain tanda khusus obat bebas terbatas, terdapat pula tanda peringatan.
Tanda peringatan ini diberikan karena hanya dengan takaran dan kemasan tertentu
obat ini aman dipakai untuk pengobatan sendiri. Tanda peringatan berupa empat
persegi panjang dengan huruf putih pada dasar hitam yang terdiri dari 6 macam,
yaitu:
a)

P.No.1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan memakainya.

b) P. No. 2: Awas! Obat keras.Hanya untuk kumur, jangan ditelan.


c)

P. No. 3: Awas! Obat keras.Hanya untuk bagian luar badan.

d) P. No.4: Awas!Obat keras.Hanya untuk luka bakar.

3)

e)

P. No.5: Awas! Obat keras.Tidak boleh ditelan.

f)

P. No.6: Awas! Obat keras.Obat wasir jangan ditelan (Anonim, 2004 )

Obat Keras
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep
dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam. Obat psikotropika adalah obat keras baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku. (Anonim, 2000)
4)

Obat Narkotika dan Psikotropika


Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman
baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat psikotropika adalah obat keras baik
alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktivitas mental dan perilaku (Anonim, 2000).

5)

Obat Wajib Apotik (OWA)


Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan
pelayanan kesehatan khususnya akses obat pemerintah mengeluarkan kebijakan
OWA. OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola
Apotek (APA) kepada pasien.Walaupun APA boleh memberikan obat keras,
namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA. Tujuan
OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-obat
yang digolongkan dalam OWA adalah obat yang diperlukan bagi kebanyakan
penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat),
obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin),
antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal (Anonim,2000).

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat


diserahkan:
1.

Tidak dikontra indikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di


bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

2.

Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada


kelanjutan penyakit.

3.

Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan
oleh tenaga kesehatan.

4.

Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di


Indonesia.

5.

Obat

dimaksud

memiliki

rasio

khasiat

keamanan

yang

dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Anonim,2000).

2.2 Informasi Obat


Menurut Anief (1997) Pasien harus benar-benar paham dalam memilih obat
sebagai upaya pengobatan sendiri. Disinilah peran farmasi apoteker untuk
membimbing dan memilihkan obat yang tepat. Pasien dapat meminta informasi
kepada apoteker agar pemilihan obat lebih tepat. Arti informasi obat bagi rakyat
sangat besar. Spliane (2007) dalam Maulana (2010) Bahwa Semakin lama
semakin banyak orang di seluruh dunia terpaksa menggunakan pendapatan yang
terbatas untuk membeli lebih banyak obat obatan.
Berdasarkan keputusan menteri Kesehatan No.386 Tahun 1994 tentang
periklanan obat maka iklan harus memenuhi persyaratan seperti dibawah ini:

a.

Obat harus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tergolong


obat bebas dan bebas terbatas.

b.

Obat tersebut telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran Depkes RI.

c.

Rancangan iklan harus telah disetujui oleh Depkes RI.

d.

Nama obat yang di iklankan adalah nama yang disetujui dalam pendaftaran.
e.

Iklan dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk memilih penggunaan obat


bebas secara rasional.

f.

Iklan tidak boleh mendorong penggunaan obat yang berlebihan dan terusmenerus.

g.

Iklan tidak boleh ditujukan untuk anak-anak atau menampilkan anak-anak


tanpa supervisi orangdewasa, iklan tidak boleh menggambarkan bahwa
keputusan penggunaan harus ditentukan dan diambil oleh anak-anak.

2.3 Penyakit Influenza


2.3.1

Definisi
Menurut Kurnia (2009), influenza merupakan sebuah penyakit infeksi
saluran nafas yang bisa menyerang semua manusia tanpa mengenal usia.
Umumnya penyakit ini bisa sembuh sendiri dan biasanya masa inkubasi selama 2
hari, tetapi ada juga yang mencapai 4 hari.
Salesma adalah penyakit yang disebabkan oleh virus pilek yang dikenal
dengan Rhynovirus dan gejalanya berupa pilek berat, mata banyak mengeluarkan
air, kepala terasa mampat, dan disertai demam ringan. Influenza merupakan
penyakit yang menunjukan gejala seperti Salesma, namun bersifat lebih berat

yaitu demam tinggi, hidung tersumbat, nyeri otot dan persendian, nyeri kepala dan
tenggorokan, suara serak, hilangnya nafsu makan, dan adakalanya nyeri telinga,
mual, muntah dan diare.
Patogenesis penyakit virus merupakan hasil interaksi antara virus dan
inang yang terinfeksi. Virus bersifat patogenik untuk inang tertentu jika virus
tersebut dapat menginfeksi dan menimbulkan gejala penyakit pada inang tersebut.
Untuk menimbulkan penyakit, virus harus memasuki suatu inang, melakukan
kontak dengan sel yang dapat dimasukinya, bereplikasi dan menimbulkan cedera
sel. Agar infeksi dapat terjadi, virus mula-mula harus melekat dan memasuki sel
dari suatu permukaan tubuh (dapat melalui kulit,saluran pernafasan, pencernaan,
saluran kemih atau konjungtiva). Sebagian besar virus memasuki inang melalui
mukosa saluran pernafasan atau pencernaan, namun ada virus yang langsung
masuk ke dalam aliran darah atau melalui gigitan serangga (Maulana, 2010).
2.3.2 Replikasi
Virus dapat bereplikasi hanya pada sel hidup. Infeksi dan replikasi
influenza merupakan proses bertahap: pertama, virus harus berikatan dengan sel
dan memasuki sel, kemudian memindahkan genomnya pada suatu tempat dimana
virus tersebut dapat memproduksi duplikat dari protein virus dan RNA, kemudian
menyusun komponen-komponen tersebut menjadi partikel virus baru, dan
terakhir, keluar dari sel inang.
Biasanya virus bereplikasi di tempat masuknya, sehingga menyebabkan
gejala penyakit di tempat tersebut, kemudian menyebar kedalam tubuh inang.Jalur
penyebaran virus beragam, namun yang palingumum adalah melalui aliran

darah.Adanya virus dalam darah disebut viremia. Stadium akhir dari patogenesis
adalah pelepasan virus yang infeksius kelingkungan sekitarnya, untuk menjaga
keberadaan virus dalam populasi inang.Pelepasan biasanya terjadi dari permukaan
tubuh tempat virus masuk.Penyakit virus mengakibatkan beberapa abnormalitas
baik struktural maupun fungsional. Kerusakan sel yang terinfeksi virus dan
perubahan fisiologis yang ditimbulkan pada inang oleh cedera jaringan dapat
menjadi sebab terjadinya penyakit atau gejala penyakit (Anonim, 2011).
2.3.3 Penularan
Influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama: melalui penularan
langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk
secara langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain); melalui udara (saat
seseorang menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan
saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau meludah), dan melalui penularan
tangan-ke-mata, tangan-ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan
yang terkontaminasi atau dari kontak personal langsung seperti bersalaman
(Anonim, 2011).
Menurut Maryani dan Kristiana (2004), Penularan penyakit influenza dapat
melalui dua cara juga yaitu melalui pernapasan dan kontak jasmani. Cara pertama,
ketika seorang penderita influenza baik batuk, bersin, virus ini akan di keluarkan
dan menyebar ke udara. Akibanya, orang yang sehat dapat tertular virus influenza.
Cara kedua, jika orang sehat tidak sengaja bersentuhan dengan orang yang
terinfeksi seperti berjabat tangan, menyentuh benda benda yang tercemar virus

kemudian menyentuh hidung dan mulutnya, maka virus akan masuk ke saluran
nafas orang sehat tersebut.
Virus ini juga dapat menular dengan mudah dari orang ke orang melalui
droplet dan partikel kecil yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk atau
bersin. Influenza cenderung menyebar cepat pada epidemi musiman. Kebanyakan
orang yang terinfeksi sembuh dalam waktu satu sampai dua minggu tanpa
memerlukan perawatan medis. Namun, di sangat muda, orang tua, dan mereka
dengan kondisi medis yang serius, infeksi dapat mengakibatkan komplikasi parah
dari pneumonia, kondisi yang mendasari dan kematian.
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus
pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan
dilepaskan selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin
melepaskan virus selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza
paling infektif pada hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang
dilepaskan nampaknya berhubungan dengan demam, jumlah virus yang
dilepaskan lebih besar saat temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih
infeksius dibandingkan orang dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum
mereka mengalami gejala hingga dua minggu setelah infeksi. Penularan influenza
dapat dimodelkan secara matematis, yang akan membantu dalam prediksi
bagaimana virus menyebar dalam populasi (Anonim, 2012).
2.3.4 Tanda dan Gejala
Menurut Soedarmo (2002), gejala dan tanda influenza pada anak dan
dewasa berbeda, yaitu anoreksia, nyeri perut, muntah, mual, pembesaran kelenjar

servikal dan demam sampai 38,9C, lebih sering ditemukan pada anak
dibandingkan dengan pasien dewasa lain, berbeda dengan pendapat Biddulp
(1999), menurutnya gejala dan tanda influenza adalah demam, malaise (merasa
kurang enak badan), nausea (mual, seperti mau muntah), sakit kepala, muntah,
sakit tenggorokan, sakit mata, nyeri otot dan ingus encer. Influenza dapat
berlangsung selama tiga sampai sepuluh hari. Kekebalan terhadap influenza
terjadi sebagai akibat dari interaksi kompleks antara mekanisme humoral,
sekretori, dan seluler.
2.3.5

Patofisiologi Influenza
Virus flu menyerang sel-sel permukaan saluran napas. Jaringan menjadi

bengkak dan meradang. Namun meskipun rusak jaringan ini akan sembuh dalam
beberapa minggu. Meskipun influenza sering disebut penyakit pernapasan, namun
penyakit ini bisa memberi pengaruh ke seluruh tubuh.Penderita secara tiba-tiba
menjadi demam, letih, lesu, kehilangan selera makan, dan sakit kepala, belakang
tangan dan kaki.Juga menderita sakit tenggorokan dan batuk kering, mual dan
mata seperti terbakar. Panas bisa meningkat hingga 104 derajat Fahrenheit, tapi
akan menurun setelah 2 hingga 3 hari. Gejala saluran nafasnya sendiri bisa berupa
pilek dan batuk. Transimisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya
ditraktus respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) tang
membawa virus tersebut masuk ke dalam saluran nafas. Pada dosis infeksius 10
virus/droplet 50% orang-orang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus
akan melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil
menerobos masuk ke dalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi.

Partikel-partikel virus baru ini kemudian menggabungkan diri dekat permukaan


sel, dan langsung dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain. Virus
influenza dapat mengakibatkan demam tapi tidak sehebat efek pirogen lipopolisakarida kuman Gram negatif (Nelwan, 2006).
2.3.6
1.

Terapi influenza

Terapi obat modern


Untuk mencegah infeksi virus influenza hingga kini belum ditemukan
obatnya. Setelah terinfeksi, tubuh membentuk zat-zat penangkis. Jenis virus
influenza banyak, maka flu akan kambuh lagi, sehingga tiap kali virus kembali
menyerang, tubuh belum siap melawan serangan virus tersebut. Risiko terkena
infeksi dapat diperkecil dengan cara-cara hidup sehat yang ditujukan untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh, misalnya cukup tidur dan makan
dietsehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi sayur dan buah-buahan.
Dengan demikian, tubuh diberi kesempatan untuk memperkuat sistem tangkisnya
dan mengahalau semua virus penyerbu. (Tjay dan Rahardja, 1993).
2.

Terapi alternatif (obat Tradisional)


Beberapa penyakit bisa di cegah dan diobati dengan obat tradisioanal. sudah

di pahami bahwa flu di sebabkan oleh infeksi virus yang menimbulkan sakit bila
terjadi penurunan daya tahan tubuh seseorang. Maka beberapa tanaman obat
tradisional dapat digunakan untuk mengatasi penyakit flu dengan meredakan
gejala demam, pilek, batuk, nyeri otot dan tulang dan meningkatkan daya tahan
tubuh.Lebih baik lagi bila tanaman obat tersebut mempunyai daya antivital.
Tanaman obat tradisional dapat di gunakan secara tunggal atau dalam bentuk

ramuan. Berikut ini beberapa tanaman obat tradisional yang telah diketahui dan
bisa digunakan untuk mengatasi flu / influenza :
a)

Tapak liman (Elephantophus scaber)


Dalam pengobatan tradisional cina, tapak liman di kenal sebagai

tanaman yang memiliki rasa pahit, pedas, dan sejuk. Bisa digunakan untuk
anti radang (radang amandel dan tenggorokan, radang hati radang ginjal),
peluruh air seni, menghilangkan bengkak, menetralkan racun, mengatasi
perut kembung, disentri, pembersih darah, dan peluruh haid.
b)

Ciplukan (Physallis peruviana L.)


Tanaman ini mempunyai rasa pahit dan sejuk, memiliki sifat sebagai

pereda demam dan nyeri (anti piretik dan analgesik), peluruh air seni,
penetral racun, dan mengaktifkan fungsi kelenjar kelenjar tubuh.
c)

Sambiloto (Androgaphis paniculata Burm. F nees)


Tanaman ini memiliki rasa pahit, dan dingin.Mempunyai fungsi

menurunkan demam (antipiretik), anti radang, anti racun, anti bengkak dan
mengaktifkan kelenjar kelenjar tubuh.Tanaman ini ini dapat merangsang
fagositosis untuk meningkatkan aktivitas kekebalan seluler hingga efektif
melawan virus ataupun kuman.
d)

Pulutan (Urena lobata)


Tanaman ini memiliki rasa manis, tawar, dan sejuk. Memiliki efek

menurunkan demam (antipiretik), anti radang memperbaiki fungsi kelenjar


kelenjar tubuh.
e)

Meniran (Phylantus Urinaria Linn)

Tanaman ini memiliki rasa agak asam dan sejuk memiliki efek
menurunkan demam, peluruh air seni, Anti radang (radang ginjal dan radang
hepatitis) dan juga dapat menigkatkan kekebalan tubuh.
3.

Terapi Non obat


Adapun tindakan umum yang dapat dilakukan pada pasien influenza yaitu:
a)

Istirahat dan cukup tidur

b)

Makan diet sehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi


sayur-mayur dan buah-buahan

c)

Minum cukup cairan dan istirahat selama satu sampai tiga hari sampai
tubuh pulih

d)

Menghindari tempat-tempat umum untuk mencegah penularan.

Hal diatas dimaksudkan untuk memberikan kesempatan tubuh untuk


memperkuat sistem daya tahan tubuh dan menghalau semua virus penyerbu (Tjay
dan Rahardja,1993).
2.3.7 Usaha pencegahan
Usaha yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan influenza antara lain:
1.

Vaksinasi
Untuk pencegahan influenza di banyak negara Barat, setiap tahun diberikan
2 minggu sebelumnya epidemi yang diperkirakan. Namun, vaksinasi tidak
memberikan jaminan terhindar dari influenza. Tetapi, jika terserang infeksi
biasanya gejala-gejalanya lebih ringan (Tjay dan Rahardja,1993).

2.

Antibiotik

Antibiotika hanya digunakan pada orang-orang yang berisiko tinggi dengan


daya tangkis lemah, seperti pada penderita bronkitis kronis, jantung atau ginjal.
Mereka mudah dihinggapi infeksi sekunder dengan bakteri, yang tak jarang
berakhir fatal (Maulana, 2010).
3.

Vitamin C
Adanya radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh.
Kerusakan jaringan tersebut dapat terlihat pada proses menua, kanker, dan
penyakit lain seperti jantung, pembuluh, mata, paru, lambung, usus dan sistem
imun. Menurut ahli ortomolekuler, vitamin C 500-1000 mg berguna sebagai
antioksidan, yakni melindungi jaringan tubuh terhadap kerusakan oksidatif oleh
radikal bebas yang merugikan jaringan tubuh, antara lain membran sel dan
intiDNA. Perlindungan dilakukan dengan mengaktifasi fagosit dan menstimulasi
produksi interferon dengan daya antiviral. Oleh karena itu dalam keadaan
streskontinu dan pembebanan belebihan sehingga daya tahan tubuh menurun,
asupan vitamin C dalam dosis tinggi sangat berguna (Maulana, 2010).

4.

Aturan hidup sehat


Menurut Tjay dan Rahardja (1993), Resiko adanya infeksi dapat diperkecil
dengan cara hidup yang ditujukan untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh.
Hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya dengan:
a.

Tidak makan makanan yang berlemak, gula, garam tinggi, berbumbu


dan alkohol

b.

Makan buah, sayur, bawang merah dan bawang putih

c.

Istirahat cukup dan olahraga ringan.

2.3.8

Obat-Obat Penyakit Influenza


Untuk mencegah infeksi virus influenza hingga kini belum ditemukan

obatnya. Setelah terinfeksi, tubuh membentuk zat-zat penangkis. Jenis virus


influenza banyak, maka flu akan kambuh lagi, sehingga tiap kali virus kembali
menyerang, tubuh belum siap melawan serangan virus tersebut. Risiko terkena
infeksi dapat diperkecil dengan cara-cara hidup sehat yang ditujukan untuk
meningkatkan sistem daya tahan tubuh, misalnya cukup tidur dan makan diet
sehari-hari yang bervariasi dengan banyak konsumsi sayur dan buah-buahan.
Dengan demikian, tubuh diberi kesempatan untuk memperkuat sistem tangkisnya
dan mengahalau semua virus penyerbu (Tjay dan Rahardja, 1993). Untuk
mengatasi influenza dapat digunakan obat-obatan untuk mengurangi gejala yang
diderita yaitu:
1.

Analgetik non narkotika


Analgetika non narkotika disebut juga analgetik antipiretik. Obat golongan

ini dapat dibeli di toko obat maupun apotek tanpa resep dokter. Analgetika
menimbulkan efek analgetik dengan cara menghambat secara langsung dan
selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalisis biosintesis
prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor
rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti bradikinin, histamin,
serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang
merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi. Antipiretik menimbulkan
efek dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan
tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi pembuluh darah perifer dan mobilisasi

air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono dan
Soekardjo, 2000). Contoh: asetaminofen (parasetamol), asetosal.
a.

Asetaminofen (paracetamol)
Derivat asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang dahulu banyak

digunakan sebagai analgetik. Namun, pada tahun 1978 fenasetin telah ditarik dari
peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen) Dewasa ini
asetaminophen umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga
untuk swamedikasi. Efek analgetiknya dapat diperkuat oleh kofein dengan kirakira 50%. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih
lambat. Dalam hati, zat ini diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang
diekskresi lewat kemih sebagai konjugat glukuronida dan sulfat. Efek samping tak
jarang terjadi antara lain hipersensitivitas dan kelainan darah. Parasetamol
termasuk dalam daftar obat kategori aman untuk wanita hamil juga selama laktasi
walaupun mencapai air susu ibu. Dosis dewasa untuk nyeri dan demam oral 2-3
kali sehari 0,5 gram, maksimum 4 gram/hari (Tjay dan Rahardja, 2002).
b.

Asetosal (asam asetilsalisilat atau aspirin)


Asetosal merupakan obat antinyeri tertua juga berkhasiat sebagai

antidemam, namun pada dosis tinggi lebih bekerja sebagai analgetik karena
bekerja dengan perintangan prostaglandin di ujung- ujung saraf. Pada umumnya
mulai kerjanya agak cepat, dalam 20-30 menit dan efeknya bertahan hingga 5 jam
(Tjay dan Rahardja, 1993). Asetosal dapat menimbulkan efek samping iritasi
lambung. Iritasi lambung akut kemungkinan berhubungan dengan gugus
karboksilat yang bersifat asam, sedangkan iritasi kronik dapat disebabkan oleh

penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2 yaitu senyawa yang dapat


meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi
asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung yang menyebabkan nekrosis
iskemik dan kerusakan mukosa lambung (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Sehingga, untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya diberikan sesudah makan atau
dalam bentuk garam kalsiumnya (Ascal) (Tjay dan Rahardja, 1993). Obat ini tidak
dianjurkan untuk anak-anak karena berisiko menimbulkan Sindroma Rye yang
berbahaya. Sindrom ini berciri muntah hebat, termangu-mangu, gangguan
pernafasan, konvulsi dan adakalanya koma. Begitu pula wanita hamil sebaiknya
tidak mengkonsumsinya, terutama pada trimester terakhir dan sebelum persalinan,
karena lama kehamilan dan persalinan dapat diperpanjang, juga kecenderunga
perdarahan meningkat. Pada laktasi sebaiknya juga dihindari karena dapat
mencapai ASI, sehingga dapat mengganggu perkembangan bayi. Dosisnya untuk
nyeri dan demam oral 4 kali sehari 0,5-1 gram, maksimum 4 gram sehari (Tjay
dan Rahardja, 2002).
2.

Dekongestan
Dekongestan merupakan golongan simpatomimetika yang bekerja pada

reseptor adrenergik. Contoh dekongestan dalam obat flu antara lain: Efedrin,
Epinefrin, Fenilefrin HCl, Pseudoefedrin HCl (Tjay dan Rahardja, 2002).
a.

Efedrin
Efedrin

adalah

alkaloid

yang

diperoleh

dari

tumbuhan

efedra.

Farmakodinamik dari efedrin sama seperti amfetamin (tetapi efek sentralnya lebih
lemah) atau mirip seperti epinefrin. Di bandingkan dengan epinefrin, efedrin dapat

diberikan peroral, masa kerjanya jauh lebih lama, efek sentralnya lebih kuat dan
untuk terapi diperlukan efek yang lebih besar dari dosis epinefrin. Seperti
epinefrin, efedrin menimbulkan bronkodilatasi, tetapi efeknya lebih lemah dan
berlangsung lama.
Dalam klinis efedrin dapat digunakan sebagai dekongestan diberikan per
oral, efek samping efedrin sama seperti amfetamin, tetapi efek samping pada SSP
b

lebih ringan (anonim, 2004 ).


Contoh obat yang mengandung efedrin (Hardjasaputra dkk, 2002):
a) Dalam tiap tablet mixadin (Dankos, obat batuk) mengandung 12,5 mg
efedrin.HCl. Efedrin.HCl merupakan suatu simpatomimetik yang berfungsi
untuk melonggarkan saluran nafas dan melegakan pernafasan.
b) Dalam tiap tablet demacolin (Coronet, obat demam) mengandung
efedrin.HCl 7,5 mg. Dalam tiap tablet asmasolon(Westmont, antiasma)
mengandung 12,5 mg efedrin.HCl.
c) Dalam tiap 5 mL noscapax (Nicholas, sirup obat batuk) mengandung 8 mg
efedrin.HCl.

Efedrin

HCl

mempunyai

efek

bronkodilatasi

untuk

memperlancar jalannya pernafasan.


d) Dalam tiap 5 mL oskadryl (Supra FF, sirup obat batuk) mengandung 10 mg
efedrin.HCl.

Dalam

tiap

tablet

prinasma(Medikon,

obat

antiasma)

mengandung 2,5 mg efedrin.HCl.


b.

Pseudoefedrin
Pseudoefedrin (PSE) adalah bentuk distereomer dari efedrin yang biasanya

digunakan sebagai dekongestan. Pseudoefedrin selain diperoleh dari tanaman

efedra (Ma Huang, sama dengan efedrin), secara industri diperoleh dari hasil
fermentasi dektrosa dengan benzaldehid. Cina dan India merupakan negara
Industri pseudoefedrin terbesar didunia dan sebagian besar adalah untuk keperluan
ekspor.
Contoh obat yang mengandung pseudoefedrin (Hardjasaputra dkk, 2002):
a) Dalam tiap tablet Actifed (Glaxo, obat pilek) mengandung 60 mg
pseudoefedrin.HCl.
simpatomimetik

Pseudoefedrin.HCl

langsung maupun

mempunyai

tidak langsung

aktivitas

dan merupakan

dekongestan saluran nafas bagian atas.


b) Dalam tiap tablet actigesic (Glaxo) mengandung 60 mg pseudoefedrin.HCl.
Pseudoefedrin merupakan dekongestan pada membrane mukosa dari saluran
pernafasan atas khususnya mukosa nasal dan sinus.
c) Dalam

tiap

tablet alerfed

(Guardian,

obat gangguan

pernafasan)

mengandung 60 mg pseudoefedrin.HCl. Pseudoefedrin.HCl adalah suatu


turunan dari efedrin yang merupakan simpatomimetik dengan efek
bronkodilator, sehingga dapat melegakan pernafasan.
d) Dalam tiap tablet anakonidin (Konimex, sirup obat batuk dan pilek untuk
anak) mengandung 60 mg pseudoefedrin.HCl.
e) Dalam tiap tablet clarinase (Schering Pl., obat pilek) mengandung 120 mg
pseudoefedrin sulfat. Pseudoefedrin sulfat adalah salah satu dari alkaloid
Ephedra yang diperoleh secara alamiah dan vasokonstriktor yang diberikan
secara oral, memberikan suatu efek dekongestan yang bertahap namun

berlangsung lama yang membebaskan penyempitan dari mukosa yang


mengalami kongesti pada saluran nafas bagian atas.
f) Dalam tiap tablet librofed (Bintang 7, obat pilek) mengandung 60 mg
pseudoefedrin.HCl. Pseudoefedrin mempunyai khasiat simpatomimetik dan
merupakan dekongestan saluran nafas atas. Pseudoefedrin lebih lemah
daripada efedrin dalam menimbulkan takikardi, peningkatan tekanan darah
sistolik, maupun perangsangan susunan saraf pusat.
g) Dalam tiap tablet nasafed (Medikon, obat pilek) mengandung 60 mg
pseudoefedrin.HCl,

sirup

mengandung

30

mg

pseudoefedrin.HCl.

Pseudoefdrin HCl merupakan suatu simpatomimetik yang memiliki khasiat


bronchial dan nasal dekongesti sehingga melegakan saluran pernafasan
melalui cara vasokonstriksi dan menghilangkan pembengkakan mukosa
hidung serta merelaksasi otot polos bronkus.
h) Dalam tiap tablet nichofed (Nicholas, obat influenza) mengandung 60 mg
pseudoefedrin.HCl,

sirup

mengandung

30

mg

pseudoefedrin.HCl.

Pseudoefedrin.HCl mempunyai aktivitas simpatomimetik dan bekerja


sebagai dekongestan saluran pernafasan bagian atas, digunakan untuk
menghilangkan kongesti nasal dan bronchial.
i) Dalam tiap tablet stop cold (Darya Varia, obat influenza) mengandung 30
mg pseudoefedrin.HCl.

Anda mungkin juga menyukai