Anda di halaman 1dari 40

PRESENTASIKASUSKEJANGDEMAM

DisusunOleh:

Gammarida Magfirah (1102011113)


KonsulenPembimbing:
Dr. Arifianto, Sp.A
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI RSUD PASAR REBO
JAKARTA
1
I.IDENTITASA.IdentitasPasien
NamaTTL/UmurBerat BadanPanjang BadanJenis Kelamin Agama
AlamatMasuk RSTanggal Pemeriksaan No. RM
B.IdentitasOrangTua
NamaUsiaAgamaPendidikanPekerjaanHub. dengan orangtua
II.ANAMNESIS
BABISTATUSPASIEN
: An. A: 27 Agustus 2015 : 6,4 kg: 65 cm: Perempuan: Islam: Jln.
KLP II Wetan : 22/05/2016: 25/05/2016:0053 2016 69150
Ayah

: Tn. M: 26 tahun: Islam: SLTA: Karyawan Swasta : Anak kandung


Ibu
Ny. F25 tahunIslamSLTAIbu Rumah Tangga Anak kandung
Alloanamnesis dengan ibu pasien
A.KeluhanUtama
Pasien datang dengan keluhan kejang 1 jam SMRS.
B.KeluhanTambahan
Pasien sebelumnya mengeluh batuk 2 hari SMRS dan demam 1
hari SMRS.
2
C.RiwayatPenyakitSekarang
Awalnya 2 hari SMRS keluhan didahului dengan batuk berdahak.
Pilek disangkal dan sesak napas juga disangkal. kemudian 1 hari
SMRS pasien mulai demam, demam yang berangsur naik. Demam
berlangsung sepanjang hari dan turun saat diberikan paracetamol
kemudian demam berangsur naik kembali. Suhu tubuh pasien
menurut orangtuanya sempat diukur naik dan mencapai 49,5
derajat celcius. kemudian ibu pasien mengkompres pasien dengan
menggunakan air dingin, namun tidak kunjung turun.
1 jam SMRS Pasien datang ke RSUD dengan keluhan kejang.
Kejang hari ini berlangsung 2x. Kejang pertama 3 jam SMRS
berlangsung kurang lebih 1-2 menit. Menurut orang tua pasien
kejang terjadi setelah demam. Kejang di seluruh tubuh, dengan
postur tubuh kaku, kedua tangan difleksikan ke arah dalam, kedua
kaki tegak lurus dan kedua mata mendelik ke atas. Lalu pasien
dibawa ke klinik setempat dan diberikan stesolid via rectal,
sebelum akhirnya os di rujuk ke RS.

Keluhan nyeri perut dan mencret disangkal. Buang air besar


normal 1x dengan konsistensi lunak dan warna kuning. Buang air
kecil nomal sejak pagi ganti pempers 2x. Makan makanan lunak
tidak mau semenjak sakit, namun pemberian ASI tetap dilakukan,
Pasien cenderung rewel ketika diberi konsumsi ASI.
D.RiwayatPenyakitDahulu
3 minggu yang lalu pasien pernah mengalami keluhan yang sama.
Kejang yang berlangsung 2 kali dalam sehari dengan durasi antara
satu sampai dua menit. Kejang didahului dengan demam yang
tidak diketahui penyebabnya. Pasien kejang dengan badan kaku
keseluruhan, dan mata mendelik keatas. Namun pasien saat itu
berobat ke klinik dan setelah mendapat tatalaksana dari dokter di
klinik keluhan membaik dan pasien dipulangkan.
Dua bulan yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan
keluhan mencret terus menerus dan disertai dengan muntah. Pasien
dirawat dengan diagnosis diare akut dengan dehidrasi berat. 3 hari
setelah keluhan membaik pasien diperbolehkan pulang.
3
Berikut daftar penyakit yang pernah diderita pasien :
Penyakit

Umur

Penyakit

Umur

Penyakit

Alergi

Difteri

Penyakit Jantung

Cacingan

Diare akut

Penyakit Ginjal

Demam
berdarah

Kejang

Penyakit Darah

Demam
Typhoid

Kecelakaan

Infeksi pernapasa

Otitis

Morbili

Parotitis

Operasi

Tuberkulosis
Bronchitis

E.RiwayatPenyakitKeluarga
Ibu pasien tidak memiliki riwayat penyakit kejang yang sama
dengan pasien pada saat kecil. riwayat epilepsi atau penyakit
sejenisnya juga disangkal. Riwayat penyakit hipertensi, gula, dan
alergi disangkal. Tidak terdapat riwayat alergi obat, alergi
makanan, penyakit jantung.
Ayah pasien memiliki riwayat penyakit serupa / kejang demam
pada saat kecil ketika usia 2 tahun. beberapa kali ayah pasien
mengalami keluhan yang sama yang didahului dengan demam.
Riwayat penyakit hipertensi, gula, dan alergi disangkal. Tidak
terdapat riwayat alergi obat, alergi makanan, penyakit jantung.
F.RiwayatKehamilansanKelahiran
Status obstetri ibu pasien P2A0, pasien merupakan anak kedua.
Selama kehamilan ibu pasien tidak mengalami masalah dalam
kehamilan. Ibu pasien diberi tablet besi dan harus diminum setiap
satu kali sehari selama kehamilan, ibu rajin mengkonsumsinya
dengan rutin ke klinik atau bidan terdekat hingga pasien lahir. Ibu
pasien tidak merokok dan minum-minuman alkohol. Kontrol
4
kehamilan setiap iga bulan sekali pada trimester awal kontrol ke
bidan, trimester kedua juga kontrol ke bidan, lalu pada trimester
terakhir sempat beberapa kali kontrol ke klinik bersalin.Kesan :
Kontrol rutin, janin tunggal, tidak terdapat kelainan pada
kehamilan
G.RiwayatPersalinan

Pasien lahir melalui operasi caesar, dikarenakan usia kandungan


yang sudah mencapai 40 minggu namun belum adanya tanda tanda
kelahiran. Berat badan lahir pasien saat itu yaitu 2700 g, dengan
lingkar kepala 36 cm dan panjang badan 53 cm. Saat lahir pasien
langsung menangis. Nilai APGAR tidak diketahui.Kesan : Bayi
lahir sectiocaesaria,neonatus cukup bulan, berat sesuai massa
kehamilan.
H.RiwayatPertumbuhandanPerkembangan
Saat ini usia pasien yaitu 8 bulan, sudah memiliki 4 buah gigi yaitu
dua gigi seri bagian bawah, dan dua gigi seri bagian atas. Anak
juga sudah bisa duduk dan merangkak. Anak bisa berdiri apabila
ada pegangan di sekitarnya, seperti meja, kursi, ataupun tembok.
Anak sudah mampu menggenggam benda yang diraihnya. Saat
diajak berbicara, anak juga sudah mampu merespon dengan
tersenyu, tertawa, atau mengucap ma pa da bu
I.RiwayatMakanan
UMUR

ASI/PAS
Buah/Biskuit
I

BuburSusu

NasiTim

0 2 bulan

ASI

2 4 bulan

ASI

4 6 bulan

ASI

6 8 bulan

ASI

BUBUR SUSU -

Pasien menggunakan ASI esklusif selama 6 bulan dan sejak usia 6


bulam mulai diberikan makanan pendamping ASI seperti bubur
susu halus sebagai asupan nutrisi dan sumber energi.
5

J.ImunisasiDasar
Imunisasi dasar lengkap diberikan orangtua pasien, hanya saja
imunisasi campak baru akan diberikan 1 bulan yang akan datang.
K.Genogram

Tn.F

An.A
Ny.M
An.R

L.RiwayatSosialEkonomidanLingkunganSosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan
kurang lebih sama dengan UMR dari pemerintah. Ibu bekerja
sebagai ibu rumah tangga, mengurus kedua orang anak. Selama ini
orangtua mengaku tidak mengalami kesulitan yang berlebihan
dalam membesarkan kedua orang anaknya.
- Lingkungan
Pasien tinggal di lingkungan padat penduduk dengan sanitasi yang
baik. Pasien tinggal serumah dengan suami dan kedua oranng
anaknya. Rumah milik sendiri, ventilasi dikatakan cukup baik,
sumber air bersih baik, pencahayaan baik, pembuangan sampah
pada tempat pembuangan sampah, tidak memelihara hewan
didalam rumah, dan tidak terdapat pabrik atau industri dekat
rumah. Pasien juga cenderung hanya berada di dalam rumah
bersama ibunya. Ayah pasien merokok di dalam rumah.

III.PEMERIKSAANFISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Compos
Mentis GCS 15 (E4M6V5) Tanda-tanda vital
- Suhu : 39 derajat celcius - Frekuensi nadi :104x
6
- Frekuensi napas
- Tekanan darah Kepala
Mata
Telinga Hidung Tenggorok Mulut Leher Jantung
Inspeksi Palpasi Perkusi
Auskultasi
Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
Abdomen Inspeksi
Palpasi Perkusi Auskultasi
Ekstremitas Genitalia Tanda rangsang
: 24x: 100 / 60: Normochepal: Konjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+),
pupil bulat isokor,: Normotia, serumen (-): Deviasi septum (-),
sekret (-), napas cuping hidung (-) : T1 - T1 tenang: Mukosa bibir
lembab: Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
: Iktus kordis tidak tampak: Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula sinistra : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Batas kanan jantung di sela iga 4 garis sternal kanan Batas kiri

jantung di sela iga 4 garis midklavikula kiri


:Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
: Bentuk dada simetris kiri dan kanan, retraksi (-), sikatrik (-) :
Tidak teraba adanya massa pada dinding dada dan krepitasi. :
Sonor kedua lapang paru: Suara nafas vesikular (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-)
: Datar, simetris, sikatrik (-): Supel, hepar dan lien tidak teraba,
supple (+) : Timpani: Bising usus (+) normal: Akral hangat (+),
edema (-), CRT <2s: Tidak tampak adanya kelainan
Paru
Kaku kuduk
: Negatif (-)
7
Brudzinki I Brudzinki II Kernig Laseque
Status Gizi Antropometri
BBTinggi/PBLingkar kepala: 43 cmBMI : 15,625 Status gizi : Gizi
kurang
IV.PEMERIKSAANPENUNJANGLaboratorium
(23/05/2016)
: Negatif (-): Negatif (-): > 135 derajat :> 60 derajat
: 6,4 kg : 65 cm
JenisPemeriksaan Hasil
Hematologi

Satuan

NilaiRujukan

Hemoglobin

L 9.3

g/dl

10,8 12,8

Hematokrit

L 30

35 - 43

Eritrosit

3.9

Juta/Ul

3,6 5,2

Leukosit

13.05

10^3/Ul

5,50 15,50

Trombosit

H 599

Ribu/Ul

229 - 553

Basofil

0-1

Eosinofil

1-3

Neutrofil Batang

0-8

Neutrofil Segmen

55

17-50

Limfosit

28

20-70

Monosit

1-11

LUC

H7

<4

HitungJenis

KimiaKlinik
Gas Darah +
Elektrolit
8
135
147

Natrium L 137

Mmol/L

Kalium

Mmol/L 3,5 5,0

4.3

Klorida 106

Mmol/L 98 - 108

V.RESUME
Anak perempuan usia 8 bulan datang dengan keluhan kejang,
kejang pertama 3 jam SMRS berlangsung 1-2 menit. dan kejang
ketiga 1 jam SMRS selama 1 menit. Menurut orang tua pasien 2
hari SMRS pasien batuk, dan disusul dengan demam cukup tinggi
1hari SMRS mencapai 39,5o. Kejang di seluruh tubuh, dengan
tubuh kaku, tangan difleksikan ke arah dalam, kaki tegak lurus dan
kedua mata mendelik ke atas. Lalu pasien dibawa ke klinik
setempat dan diberikan stesolid via rectal, sebelum akhirnya di
rujuk ke RS. Sesak (-) Keluhan nyeri perut (-). BAB normal, BAK
normal, Napsu makan menurun saat sakit. pasien hanya
mengkonsumsi ASI
3 minggu yang lalu pasien mengalami keluhan yang sama. Kejang
berulang 2 kali durasi antara satu sampai dua menit. Dua bulan
yang lalu pasien dirawat di rumah sakit dengan diagnosis diare
akut dengan dehidrasi berat. dan sempat beberapa kali mengalami
infeksi saluran pernapasan akut. riwayat alergi dan asma disangkal.
Ayah pasien memiliki riwayat kejang demam saat usia 2 tahun.
Pasien sudah dapat duduk, merangkak, dan berdiri berpegangan,
juga sudah dapat mengucap ma dan pa. Riwayat imunisasi
dasar lengkap, campak belum imunisasi.
Pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 24x/menit, suhu 39
C, nadi 112x, mukosa bibir kering. Pemeriksaan paru dan abdomen
normal. Status gizi BMI 15,625 kesan gizi kurang Dari
pemeriksaan lab terdapat HB9,3/HT 30/ ERI 3,9/ N Leu 13,05.
Pada hitung jenis Basofil 0/ Eosinofil 1/ Neutrofil batang 0/
Neutrofil Segmen 55/ Limfosit 28/ monosit 9/ LUC 7/. Pada kimia
klinik Na 137/ K 4,3/ Cl 106.
VI.DIAGNOSAKERJA

Diagnosis Klinis- Kejang Demam Kompleks


- ISPA
- Diare akut tanpa dehidrasi Diagnosis Tumbuh Kembang
- Tidak ada keterlambatan (normal) Diagnosis Imunisasi
9
- Imunisasi lengkap Diagnosis Gizi
- Gizi kurang
VII.DIAGNOSISBANDING
Kejang demam simpleks Meningitis
VIII.PENATALAKSANAAN
Asering loading 100ml propiretik 80 mg supp Stesolid
IFVD KaEn 3B 6tpm Ampicilin subactan 2 x 250 Sanmol 4 x 100g
/ 4x0,6ml Zink 1x 10gLactobe 1x2
IX.PROGNOSIS
Quo ad vitamQuo ad functionam Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam : Dubia ad bonam : Dubia ad bonam
10
X.FOLLOWUP
23/05/2016

24/05/2016

S:

S:

Pasien batuk berdahak 2 hari SMRS, dahak bening. Sesak (-) demam (+) 39,5C Pasien batuk(+) berdahak b
di rumah. Kejang (+) terakhir 1 jam SMRS. Demam naik terus dan turun dengan Mual(-), muntah (-), BAB c

pemberian obat panas., Pilek (-), Mual(-), muntah (-), mimisan (-), gusi berdarah Nafsu makan menurun, pasi
(-),BAB lembek 1x, BAK (+) Nafsu makan menurun, pasien masih mau minum
O:
ASI.
O:
Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-), Refleks cahaya(+/+) Leher : pembesaran
KGB (-)THT : otore (-/-), rhinore (-/-)

K.U : Tampak sakit sedang

Suhu : 37,5oCHR : 108 x/m

Mata : bulat,isokor,CA(-/-),
KGB (-)THT : otore (-/-), rh

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)Pulmo : Suara napas Vesikuler (+/+), RH
(-/-), WH (-/-) Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-) Ekstremitas :
Cor : BJ I-II Normal Regule
Akral hangat, edema (-)Kulit : Turgor baik, CRT <2sHASIL LAB :
RH (-/-), WH (-/-) Abdomen
9,3/30/3.9/13.05/599
Akral hangat, edema (-)Kul
A:

A:

Kejang demam kompleks ISPAP:

Kejang demam kompleks IS

Kaen 3B 6 tpm

Kaen 3B 6 tpm

Inj Ampicilin Sulbactam 2x250 mg

Inj Ampicilin Sulbactam 2x

Inj Sanmol 4x100 mg O2

Inj Sanmol 4x100 mg

K.U : Tampak sakit sedang Kes : Komposmentis

Zink

Suhu : 39oCHR : 104 x/mRR : 24 x/mKepala : Normocephal

Lactobe

11
25/05/2016

26/05/2016

S:

S:

Pasien batuk(+) berdahak bening., sesak (-), Demam (-) Kejang (-). Pilek (-),
Mual(-), muntah (-), BAB cair 2x dengan ampas berwarna kuning, BAK (+)
Nafsu makan menurun, pasien masih mau minum ASI.

Pasien batuk(-) berdahak be


Mual(-), muntah (-), BAB le
Nafsu makan menurun, pasi

O:

O:

Mata : bulat,isokor,CA(-/-), SI(-/-), Refleks cahaya(+/+) Leher : pembesaran


KGB (-)THT : otore (-/-), rhinore (-/-)

K.U : Tampak sakit sedang

Suhu : 37,5oCHR : 108 x/m

Cor : BJ I-II Normal Reguler M(-) G (-)Pulmo : Suara napas Vesikuler (+/+), RH
Mata : bulat,isokor,CA(-/-),
(-/-), WH (-/-) Abdomen : Supel, Turgor baik, BU (+)N, NT (-) Ekstremitas :

Akral hangat, edema (-)


A:
Kejang demam kompleks ISPADiare akut tanpa dehidrasi

KGB (-)THT : otore (-/-), rh

P:
IVFD Kaen 3B 6 tpm

Cor : BJ I-II Normal Regule


RH (-/-), WH (-/-) Abdomen
: Akral hangat, edema (-)

Inj Ampicilin Sulbactam 2x250 mg

A:

Inj Sanmol 4x100 mg

Kejang demam kompleks IS

Zink 1x6 mg

Zink 1x6 mg

Lactobe 1x1

Lactobe 1x1

K.U : Tampak sakit sedang Kes : Komposmentis


Suhu : 37,1oCHR : 106 x/mRR : 24 x/mKepala : Normocephal

12
BABII
I.Definisi
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal >38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Menurut consensusstatmentonfebrileseizures
kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya
terjadi antara umur 6 bulan sampai 5 tahun berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu. Definisi kejang demam menurut International
LeagueAgainstEpilepsy(ILAE) adalah kejang yang terjadi setelah
usia 1 bulan yang berkaitan dengan demam yang bukan disebabkan
oleh infeksi susunan saraf pusat, tanpa riwayat kejang sebelumnya
pada masa neonatus dan tidak memenuhi kriteria tipe kejang akut
lainnya misalnya karena keseimbangan elektrolit akut.

Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5


tahun. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup untuk
diagnosis kejang demam adalah 38oC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya saat kejang berlangsung sering tidak diketahui. Kejang
demam merupakan penyebab kejang tersering pada anak dan
memiliki prognosis sangat baik. Walaupun prognosis kejang
demam baik, bangkitan kejang demam cukup mengkhawatirkan
bagi orangtuanya. Kejang demam juga dapat mengakibatkan
gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan pencapaian
tingkat akademik.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang paling tinggi, terkadang
kejang terjadi pada demam yang tidak begitu tinggi. Bila hal ini
terjadi maka anak tersebut memiliki resiko tinggi untuk
berulangnya kejang. Kejang demam diturunkan secara autosomal
dominan. Banyak pasien kejang demam yang orangtua atau
saudara kandungnya menderita penyakit yang sama. Faktor
prenatal dan perinatal dapat berperan dalam kejang demam.
II.Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun.2
Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam.3
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam.3 Bila anak berumur kurang
dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau
epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Di Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa Barat insiden
kejang demam berkisar antara
2-4% pada anak umur kurang dari 5 tahun. Di Asia angka kejadian
kejang demam dilaporkan lebih

13
tinggi dan sekitar 80-90% dari seluruh kejang demam adalah
kejang demam kompleks. Di Jepang angka kejadian kejang demam
adalah 9-10%. Data di Indonesia belum ada secara nasional.
III.Etiologi
Kejang demam juga diturunkan secara genetik sehingga eksitasi
neuron terjadi lebih mudah . Pola penurunan genetik masih belum
jelas, namun beberapa studi menunjukkan keterkaitan dengan
kromosom tertentu seperti 19p dan 8q13-21, sementara studi lain
menunjukkan pola autosoml dominan.
Demam yang memicu kejang berasal dari proses ekstrakranial ,
paling sering disebabkan karena infeksi saluran napas akut, otitis
media akut, roseola, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran
cerna.
IV.FaktorResikoFaktorDemam
Demam ialah hasil pengukuran suhu tubuh di atas 37,8oC aksila
atau di atas 38,3oC rektal. Demam dapat disebabkan oleh berbagai
sebab tetapi yang tersering pada anak disebabkan oleh infeksi dan
infeksi virus merupakan penyebab terbanyak. Demam merupakan
faktor utama timbulnya bangkitan kejang.
Kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang
kejang dan eksitabilitas neural karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi
ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh satu derajat celsius akan
meningkatkan metabolisme karbohidrat sebesar 10-15%, sehingga
meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen.
Demam tinggi akan mengakibatkan hipoksia jaringan termasuk
jaringan otak. Pada keadaan hipoksia, otak akan kekurangan energi
sehingga menggangu fungsi normal pompa Na+. Permeabilitas

membran sel terhadap ion Na+ meningkat sehingga menurunkan


nilai ambang kejang dan memudahkan timbulnya bangkitan
kejang. Demam juga dapat merusak neuron GABA-ergik sehingga
fungsi inhibisi terganggu.
Bangkitan kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu
tubuh berkisar 38,9C-39,9C (40 -56%). Bangkitan kejang terjadi
pada suhu tubuh 37C-38,9C sebanyak 11% dan sebanyak 20%
kejang demam terjadi pada suhu tubuh di atas 40oC.
FaktorUsia
14
Tahap perkembangan otak dibagi 6 fase, yaitu neurulasi,
perkembangan prosensefali, proliferasi neuron, migrasi neural,
organisasi dan mielinisasi. Tahapan perkembangan otak intrauteri
dimulai fase neurulasi sampai migrasi neural. Fase perkembangan
organisasi dan mielinisasi masih berlanjut sampai tahun-tahun
pertama paskanatal. Kejang demam terjadi pada fase
perkembangan tahap organisasi sampai mielinisasi. Fase
perkembangan otak merupakan fase yang rawan apabila
mengalami bangkitan kejang, terutama fase perkembangan
organisasi.
Pada keadaan otak belum matang (developmental window),
reseptor untuk asam glutamat sebagai reseptor eksitator padat dan
aktif sebaliknya reseptor GABA sebagai inhibitor kurang aktif,
sehingga otak belum matang eksitasi lebih dominan dibanding
inhibisi.
Corticotropin releasing hormon (CRH) merupakan
neuropeptideksitator, berpotensi sebagai prokonvulsan. Pada otak
belum matang, kadar CRH di hipokampus tinggi dan berpotensi
untuk terjadi bangkitan kejang apabila terpicu oleh demam.
Anak pada masa developmental window merupakan masa

perkembangan otak fase organisasi yaitu saat anak berusia kurang


dari 2 tahun. Pada masa ini, apabila anak mengalami stimulasi
berupa demam, maka akan mudah terjadi bangkitan kejang.
Sebanyak 4% anak akan mengalami kejang demam dan 90% kasus
terjadi pada anak antara usia 6 bulan sampai dengan 5 tahun
dengan kejadian paling sering pada anak usia 18 sampai dengan 24
bulan.
RiwayatKeluarga
Belum dapat dipastikan cara pewarisan sifat genetik terkait dengan
kejang demam. Pewarisan gen secara autosomal dominan paling
banyak ditemukan sekitar 60-80%. Apabila salah satu orang tua
memiliki riwayat kejang demam maka anaknya beresiko sebesar
20-22%. Apabila kedua orang tua mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka resikonya meningkat menjadi 5964%. Sebaliknya apabila kedua orangtuanya tidak mempunyai
riwayat kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya
9%. Pewarisan kejang demam lebih banyak oleh ibu dibandingkan
ayah yaitu 27% berbanding 7%.
V.Patogenesis
Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan
fungsi pada neuron tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi
maupun anatomi. Sel saraf seperti juga sel hidup umumnya,
mempunyai potensial
membran yaitu selisih potensial antara intrasel dan ekstrasel.
Potensial intrasel lebih negatif
15
dibandingkan ekstrasel. Dalam keadaan istirahat potensial
membran berkisar antara 30-100 mV, selisih potensial membran ini

akan tetap sama selama sel tidak mendapatkan rangsangan.


Ada beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya kejang, yaitu :
1. Gangguan pembentukan ATP dengan akibat kegagalan pompa
Na-K, misalnya pada
hipoksemia, iskemia, dan hipoglikemia sedangkan pada kejang
sendiri dapat terjadi
pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia2. Perubahan
permeabilitas sel saraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia3. Perubahan relatif neurotransmiter yang bersifat
eksitasi dibandingkan dengan neurotransmiter
inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan.
Misalnya ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan
menimbulkan kejang
Patofisiologi kejang demam secara pasti belum diketahui,
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan
reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi terjadi
lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis, terjadilah
keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan ATP
terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat yang
akan menyebabkan potensial membran cenderung turun atau
kepekaan sel saraf meningkat.
Kenaikan suhu 1oC pada keadaan demam akan mengakibatkan
kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan
oksigen sampai 20% sehingga pada kenaikan suhu tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu
yang singkat terjadi difusi ion K dan Na melalui membran sel,
dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
sekitar dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang.
Saat kejang demam akan timbul kenaikan konsumsi energi di otak,

jantung, otot dan terjadi gangguan pusat pengatur suhu. Kejang


demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang demam yang
berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot
skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis
laktat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya
permeabilitas vaskular dan udem otak serta kerusakan sel neuron.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme sebagai
berikut:1. Demam dapat menurunkan nilai ambang kejang pada
sel-sel yang belum matang/immatur
16
2. Timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang
menyebabkan gangguan permeabilitas membran sel
3. Metabolisme basal meningkat, sehingga terjadi timbunan asam
laktat dan CO2 yang akan merusak neuron
4. Demam meningkatkan CerebralBloodFlow(CBF) serta
meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa sehingga
menyebabkan gangguan aliran ion-ion keluar masuk sel
!Gambar 2.1. Mekanisme terjadinya kejang demam

17

!
VI.KlasifikasiKlasifikasiKejang
Gambar 2.2. Patofisiologi Kejang
Kejang adalah malfungsi singkat dari sistem listrik otak yang
terjadi karena muatan neuron kortikal. Kejang diklasifikasikan
menjadi dua yaitu kejang parsial dan kejang umum.
1. Kejang ParsialKejang parsial dimulai dengan pelepasan listrik di
satu daerah tertentu dari otak. Beberapa
hal berbeda dapat menyebabkan kejang parsial, misalnya cedera
kepala, infeksi otak, stroke, tumor, atau perubahan dalam cara
daerah otak dibentuk sebelum lahir (displasia kortikal). Penyebab
kejang parsial masih belum jelas tetapi faktor genetik mungkin
berperan. Kejang parsial diklasifikasikan lagi menjadi tiga yaitu

kejang parsial sederhana, kejang sensori khusus dan kejang parsial


kompleks.
18

!
1. Kejang parsial sederhana

2. Kejang sensori khusus


dicirikan dengan berbagai sensasi. Kebas, kesemutan, rasa
tertusuk, atau nyeri yang berasal dari satu lokasi (wajah atau
ekstremitas) dan menyebar ke bagian tubuh lainnya merupakan
beberapa manifestasi kejang iniPengelihatan dapat membentuk
gambaran yang tidak nyata
Kejang ini tidak umum pada anak-anak di bawah usia 8 tahun 3.
Kejang parsial kompleks

Gambar 2.3. Kejang Parsial


ditandai dengan kondisi yang tetap sadar dan waspada, gejala
motorik terlokalisasi pada salah satu sisi tubuhManifestasi lain
yang tampak yaitu kedua mata saling menjauh dari sisi fokus,
gerakan tonik-klonik yang melibatkan wajah, salivasi, bicara
berhenti, gerakan klonik terjadi secara berurutan dari mulai kaki,
tangan atau wajah
sering terjadi pada anak-anak dari usia 3 tahun sampai remaja
Kejang ini dicirikan dengan timbulnya perasaan kuat pada dasar
lambung yang naik ke tenggorokan, adanya halusinasi rasa,
pendengaran, atau penglihatanIndividu juga sering mengalami
perasaan deja-vuPenurunan kesadaran terjadi dengan tanda-tanda
individu tampak linglung dan bingung, dan tidak mampu
berespons atau mengikuti instruksi.
19

2. Kejang Umum1. Kejang tonik-klonik


- kejang yang paling umum dan paling dramatis dari semua
manifestasi kejang dan terjadi tiba-tiba

- Fase tonik dicirikan dengan mata tampak ke atas,


kesadaran hilang dengan segera, dan bila berdiri langsung terjatuh
- Kekakuan terjadi pada kontraksi tonik simetrik pada
seluruh otot tubuh yaitu lengan biasanya fleksi, kaki, kepala, dan
leher ekstensi
- Tangisan melengking terdengar dan tampak adanya
hipersalivasi.
- Fase klonik ditunjukkan dengan gerakan menyentak kasar
pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada kontraksi dan
relaksasi yang berirama
- Hipersalivasi menyebabkan mulut tampak berbusa
- Anak juga dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
- Gerakan berkurang saat kejang berakhir, terjadi pada
interval yang lebih panjang, lalu berhenti secara keseluruhan
Aktivitas berulang tanpa tujuan dilakukan dalam keadaan
bermimpi, seperti mengulang kata-kata, menarik-narik pakaian,
mengecap-ngecapkan bibir, mengunyah, atau bertindak agresif
(kurang umum pada anak-anak).Anak dapat merasa disorientasi,
konfusi, dan tidak mengingat fase kejang pada saat pasca kejang.

!
Gambar 2.4. Kejang Tonik-Klonik
20
2. Kejang atonik
- serangan drop
- biasa terjadi antara usia 2 dan 5 tahun
- Kejang ini terjadi tiba-tiba dan ditandai dengan kehilangan
tonus otot sementara dan kontrol postur
- Anak dapat jatuh ke lantai dengan keras dan tidak dapat
mencegah jatuh dengan menyangga tangan, sering terjadi kulai
kepala, sehingga dapat menimbulkan cedera serius pada wajah,
kepala, atau bahu
- Anak tidak atau dapat mengalami kehilangan kesadaran
sementara 3. Kejang akinetik
- adanya gerakan lemah tanpa kehilangan tonus otot
- Anak tampak kaku pada posisi tertentu dan tidak jatuh
- Anak biasanya mengalami gangguan atau kehilangan
kesadaran 4. Kejang mioklonik
- dapat terjadi dalam hubungannya dengan bentuk kejang
lain
- Kejang ini dicirikan dengan kontraktur tonik singkat dan
tiba-tiba dari suatu otot atau sekelompok otot
- Kejang terjadi sekali atau berulang tanpa kehilangan
kesadaran dengan jenis simetrik atau asimetrik KlasifikasiKejang
DemamSecara klinis, klasifikasi kejang demam dibagi menjadi

dua, yaitu kejang demam simpleks/ sederhana dan kompleks.


Keduanya memiliki perbedaan prognosis dan kemungkinan
rekuensi. 1.KejangDemamSederhana
1.

Kejang demam yang berlangsung singkat <15 menit

2.

Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik, tanpa gerakan fokal,


anak dapat terlihat mengantuk setelah kejang.

3.

Umumnya kejang akan berhenti sendiri

4.

Tidak berulang dalam waktu 24 jam


21

5.

Tanpa kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang

6.

Terjadi 80% diantara seluruh kejang demam


2.KejangDemamKompleks

1.

Kejang lama, berlangsung >15 menit atau kejang berulang lebih


dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang
lama terjadi pada 8% kejang demam

2.

Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului
kejang parsial

3.

Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam Kejang berulang


adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara
anak yang mengalami kejang demam

4.

Diantara bangkitan kejang anak tidak sadar

5.

Ada kelainan neurologis sebelum atau sesudah kejang Kriteria

Livingstonesetelah dimodifikasi yaitu :


1.

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2.

Kejang hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit

3.

Kejang bersifat umum

4.

Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam

5.

Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6.

Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu


normal tidak menunjukkan kelainan

7.

Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali


22
Jika kejang yang disertai demam terjadi selama lebih dari 30 menit
baik satu kali atau multipel tanpa kesadaran penuh diantara kejang
maka diklasifikasikan sebagai status epileptikus yang diprovokasi
demam. Kejadian ini berkisar 5 % dari keseluruhan kejang yang
disertai demam.
VII.Manifestasi
Kejang selalu didahului oleh naiknya suhu tubuh dengan cepat.
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan
kejang klonik atau tonik-klonik bilateral. Seringkali kejang
berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberikan
reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis.
Kejang demam kompleks dapat diikuti oleh hemiparesis sementara
(hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari.Kejang yang dialami anak diawali dan disertai

dengan suhu tubuh yang tinggi.


Tabel 2.1. Perbedaan Kejang Demam Sederhana dan Kompleks5
No Klinis
1.

Durasi

2.

Tipe kejang

3.

Berulang dalam 1 episode

4.

Defisit neurologis

5.

Riwayat keluarga kejang demam

6.

Riwayat keluarga kejang tanpa demam


KD Sederhana <15 menit Umum1 kali-+++
KD Kompleks >15 menit Umum/fokal >1 kali
++
++

7. Abnormalitas neurologis sebelumnyaAdapun perubahan fisik


yang tampak ketika anak mengalami kejang demam yaitu anak

teraba panas dengan suhu 39,8oC. Anak tampak tidak sadar dan
tampak kaku atau bergetar pada tangan dan kaki pada salah satu
sisi atau seluruh tubuhnya. Mata anak tampak berputar atau
melihat kearah atas selama kejang berlangsung.
Anamnesis dan pemeriksaan fisis harus diarahkan untuk mencari
fokus infeksi penyebab demam, tipe kejang, serta pengobatan yang

telah diberikan sebelumnya. Selain itu ditanyakan riwayat trauma,


riwayat perkembangan dan fungsi neurologis serta riwayat kejang
demam maupun kejang tanpa demam pada keluarga.Pada kejang
demam ditemukan perkembangan dan neurologis
23
yang normal. Tidak ditemukan tanda-tanda meningitis maupun
ensefalitis (misalnya kaku kuduk atau penurunan kesadaran).
VIII.Diagnosis
Diagnosis kejang demam ditegakkan setelah penyebab kejang yang
lain dapat disingkirkan yaitu meliputi meningitis, ensefalitis,
trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit dan penyebab kejang
akut lainnya. Dari beberapa diagnosis banding tersebut, meningitis
merupakan penyebab kejang yang lebih mendapat perhatian.
Angka kejadian meningitis pada kejang yang disertai demam yaitu
2-5%.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk mencari
fokus infeksi penyebab demam, tipe kejang serta pengobatan yang
telah diberikan sebelumnya.
Hal-hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis yaitu :1. Adanya
kejang, jenis kejang , kesadaran, lama kejang
2. Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval,
keadaan anak pasca kejang3. Penyebab demam di luar infeksi
susunan saraf pusat (gejala infeksi saluran napas
akut(ISPA), infeksi saluran kemih(ISK) dan otitis media
akut(OMA),dll.4. Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam
dan epilepsi dalam keluarga5. Singkirkan penyebab kejang yang
lain misalnya diare, muntah yang mengakibatkan
gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan hipoksemia,

asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia


Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
1.

Kesadaran, apakah terdapat penurunan kesadaran

2.

Suhu tubuh,apakah terdapat demam

3.

Tanda rangsang meningeal seperti kaku kuduk, Brudzinski I dan II,


Kernig, Lasegue dan pemeriksaan nervus cranial

4.

Tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti ubun-ubun besar


(UUB) menonjol, papil edema

5.

Tanda infeksi di luar susunan saraf pusat seperti infeksi saluran


pernapasan, faringitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain
sebagainya yang merupakan penyebab demam

6.

Pemeriksaan neurologi seperti tonus, motorik, refleks fisiologis,


refleks patologis
24
IX.PemeriksaanPenunjangPemeriksaanpenunjangterbagi
atas:

1.

Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak


dikerjakan secara rutin pada kejang demam tetapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan
lain, misalnya atas indikasi jika dicurigai hipoglikemi,
ketidakseimbangan elektrolit, maupun infeksi sebagai penyebab
kejang. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.

2.

Pungsi lumbalPemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk


menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada

bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan


diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada.Bayi (<12 bulan) sangat
dianjurkanBayi 12-18 bulan dianjurkanAnak umur >18 bulan tidak
rutin dilakukan, hanya dilakukan bila tanda meningitis positif
3.

Elektroensefalografi (EEG)Pemeriksaan elektroensefalografi


(EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan (level II2,
rekomendasi E). Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.

4.

PencitraanFoto Xraykepala dan pencitraan seperti computed


tomographyscan(CT-Scan) atau magneticresonanceimaging
(MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi
seperti :

1.

Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)

2.

Paresis nervus VI
5.

3. Papiledema 4.
Secara umum, perlu tidaknya pemeriksaan penunjang dilakukan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

25
Tabel 2.2. Pemeriksaan Penunjang Pada Kejang yang Disertai
Demam
Tipe

Demam status epileptikus Usia < 18 bulan


Kejang demam kompleks
Kejang demam sederhana
Perkembangan saraf yang abnormal dan kejang demam kompleks
Gejala dan tanda kearah meningitis
X.Tatalaksana
Pungsi

Elektroensefalogr

Lumbal

afi

(EEG)

Ya Tidak Tergantun
gTergantun

Tidak

Tidak

gTidak Tidak
Tidak Tidak
Ya Tidak
Pencitraan Lab
Tidak - Tidak Tidak - Tidak Mungkin,tidak mendesak
-

Pada tatalaksana kejang demam ada 3 hal yang perlu diperhatikan,


yaitu :
1.

Pengobatan fase akut

2.

Mencari dan mengobati penyebab

3.

Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam Pada


waktu pasien datang dalam keadaan kejang maka hal yang harus
dilakukan ialah
membuka pakaian yang ketat dan posisi pasien dimiringkan
apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan napas harus bebas
agar oksigenasi terjamin. Pengisapan lendir dilakukan secara
teratur, diberikan terapi oksigen dan jika perlu dilakukan intubasi.
Awasi keadaan vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan
dengan kompres air hangat dan pemberian antipiretik. Tidak
ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko
terjadinya kejang demam, namun para ahli diIndonesia sepakat
bahwa antipiretik tetap dapat diberikan ketika anak demam (>
38,5oC). Dosis parasetamol yang digunakan ialah 10-15
mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali.
Dosis ibuprofen 5-10mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari.
26
Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah
diazepam yang diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar
diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3
menit apabila diazepam diberikan secara intravena dan dalam
waktu 5 menit apabila diberikan secara intrarektal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis
maksimal 20 mg. Untuk memudahkan orangtua di rumah dapat

diberikan diazepam rektal dengan dosis sebagai berikut :


- 5 mg pada anak dengan berat badan < 10 kg- 10 mg untuk berat
badan anak > 10 kgBukal midazolam (0.5 mg/kg; dosis maximal
10 mg) dikatakan lebih efektif daripada
diazepam per-rektal pada anak.Tabel 2.3. Dosis Obat Anti
Konvulsi untuk Kejang Demam
Obat Midazolam
Diazepam
Lorazepam
Bukal0,5 mg/kg, maks 10 mg
Intravena-0,3 mg/kg, kecepatan 2 mg/ menit (maks 5 mg <5 tahun;
10 mg >5 tahun) 0,05-0,1 mg/kg dalam 1-2 menit (maks 4 mg
perdosis)
Per-rektal-0,5 mg/kg (maks 20 mg perdosis)0,1 mg/kg (maks 4 mg
perdosis)

27
Tatalaksana kejang demam dan kejang secara umum yaitu tampak
pada bagan berikut ini:

!
Gambar 2.5. Tatalaksana Kejang Demam
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena
sering berulang dan menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Ada 2 cara profilaksis yaitu proflaksis intermiten pada waktu
demam dan profilaksis terus-menerus dengan antikonvulsan setiap
hari.
1. Profilaksis IntermitenAntikonvulsan hanya diberikan pada

waktu pasien demam. Obat yang diberikan harus


cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke jaringan otak. Diazepam
intermiten memberikan hasil lebih baik karena penyerapannya
lebih cepat. Dapat digunakan diazepam intrarektal tiap 8 jam pada
kenaikan suhu mencapai 38,5oC atau lebih yaitu dengan dosis :
28
- 5 mg untuk pasien dengan berat badan < 10 kg
- 10 mg untuk pasien dengan berat badan > 10 kgDiazepam dapat
pula diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3
dosis pada waktu pasien demam. Efek samping diazepamialah
ataksia, mengantuk dan hipotonia.
2. Profilaksis Terus-MenerusDilakukan dengan pemberian
fenobarbital 4-5mg/kgBB/hari dengan kadar obat dalam
darah sebesar 16g/ml menunjukkan hasil yang bermakna untuk
mencegah berulangnya kejang demam. Efek samping fenobarbital
berupa kelainan watak yaitu iritabel,hiperaktif, pemarah dan
agresif ditemukan pada 30-50% pasien. Efek samping dapat
dikurangi dengan menurunkan dosis fenobarbital. Obat lain yang
dapat digunakan yaitu asam valproat dengan dosis 1540mg/kgBB/hari. Fenitoin dan carbamazepin tidak efektif untuk
pencegahan kejang demam. Antikonvulsan profilaksis terusmenerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir
kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Adapun indikasi profilaksis terus-menerus yaitu sebagai berikut:
1.

Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan


neurologis atau perkembangan

2.

Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara

kandung
3.

Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti


kelainan neurologis sementara dan menetap

4.

Kejang demam terjadi pada bayi berumur < 12 bulan atau


terjadikejang multipel dalam satu episode demam
Paradigma saat ini profilaksis terus-menerus hanya diberikan pada
pasien dengan defisit
neurologis yang nyata. Hal ini mengingat efek samping obat
antikonvulsan jika diberikan dalam waktu lama serta kejang
demam mempunyai prognosis yang baik. Terkadang kekhawatiran
orangtua untuk kekambuhan kejang juga menjadi pertimbangan
untuk memberikan profilaksis terus-menerus.
Edukasi
Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi
orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar orangtua menganggap
bahwa anaknya telah meninggal. Kecemasan ini harus dikurangi
dengan cara :1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik2. Memberikan cara penanganan kejang
29
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif
tetapi harus diingat adanya efek samping obat5. Bawa ke dokter
atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.6.
Tidak adanya kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap
anak yang mengalami kejang demam. Namun dianjurkan untuk
memberikan diazepam oral atau rektal bila anak demam terutama
setelah vaksinasi DPT dan MMR. Beberapa dokter anak
merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari

kemudian.
XI.Prognosis
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat
benigna.Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%. Sebagian besar
penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian berkembang
menjadi epilepsi sebanyak 2-7%. Kejang demam juga dapat
mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi
dan pencapaian tingkat akademik.
1. Kemungkinan berulangnya kejang demamKejang demam akan
berulang kembali pada sebagian kasus. Anak dengan kejang
demam memiliki kemungkinan 30-50% mengalami kejang demam
berulang dan 75%nya terjadi dalam satu tahun setelah awitan yang
pertama. Resiko rekuensi bertambah bila : Kejang demam
terjadi <1 tahun, resiko berulang adalah 50%. Kejang demam
terjadi >1
tahun, resiko berulang adalah 28%Riwayat keluarga kejang
demam atau epilepsiCepatnya kejang setelah demamKejang
yang terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (38oC)
Adanya keempat faktor tersebut meningkatkan resiko kejang
demam berulang hingga 80%. Namun bila tidak satupun faktor
diatas ditemukan, kemungkinan berulang 10-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar adalah pada tahun
pertama.
2. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang
sebelumnya normal. Adapun kelainan neurologis terjadi pada
sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus

dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
30
3. Faktor resiko terjadinya epilepsiFaktor resiko lain adalah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Anak yang mengalami
kejang demam simpleks tidak memiliki resiko lebih tinggi
mengidap epilepsi dibandingkan populasi normal. Resiko epilepsi
dikemudian hari akan meningkat apabila terdapat : Kelainan
neurologis atau kelainan perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam
pertamaKejang demam kompleksRiwayat keluarga epilepsi
Kejang demam sebelum usia 9 bulan
Adanya satu faktor resiko meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 4-6% sementara bila terdapat beberapa faktor resiko
sekaligus kemungkinan naik hingga 10-49%. Pemberian
profilaksis terus-menerus tidak dapat menurunkan resiko kejadian
epilepsy.
4. Kemungkinan mengalami kematianKematian setelah kejang
demam adalah hal yang sangat jarang terjadi bahkan pada
anak resiko tinggi sekalipun.
31
DAFTARPUSTAKA
1.

Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus


penatalaksanaan kejang demam. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2006. Diunduh dari
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-DemamNeurology-2012.pdf tanggal 1 Juni 2016

2.

Haslam, Robert HA. Sistem saraf. Dalam: Behrman RE,Kliegman


RM, Arvin AM, editor. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000. h. 2053-64

3.

Zempsky WT. Pediatrics, febrile seizures.


Http://www.emedicine.com/emerg/topic 376.htm.

32

Anda mungkin juga menyukai