Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN,

SALURAN CERNA DAN SALURAN NAFAS


SALURAN ENDROKRIN
HIPERTIROID

DISUSUN OLEH
KELOMPOK G- FKK 4
Indah Ana Resti

19133952A

Mufaricha Nurariroh

19133953A

Imam Asrofi

19133954A

Tina Nur VS

19133956A

DOSEN PENGAMPU
Yane Dila Keswara, M.Sc., Apt.
Hari, tanggal praktikum : jumat, 17 mei 2016
Pengumpulan :

:tgl

mei 2016

WIB

Email : mufaricha.25@gmail.com
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAAN
A. Latar belakang
Nefropati diabetik didefinisikan sebagai proteinuria (albuminuria)
yang menetap (>300 mg/24 jam) secara klinis pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan LFG
(laju filtrat glomerulus), telah dilaporkan terjadi pada 25-40% orang
dengan diabetes tipe 1 dan tipe 2. Orang dengan diabetes, khusunya
yang terlibat dengan ginjal juga terjadi peningkatan mortalitas dan
morbiditas oleh kardiovaskular. Oleh karena itu, identifikasi awal pada
yang orang yang berisiko tinggi dan dibutuhkan pengobatan awal
untuk melindungi ginjal dan kardiovaskular sangat penting.1,2
Diperkirakan satu pertiga pasien dengan diabetes mellitus (DM)
tipe 1 dan satu perenam pasien dengan DM tipe 2 akan berkembang
menjadi nefropati diabetik. Ketika nefropati diabetik telah terjadi,
interval menuju end stage renal disease (ESRD) bervariasi dari 4 tahun
pertama pada penelitian awal hingga lebih dari 10 tahun pada
penelitian baru-baru ini dan terjadi kemiripan antara DM tipe 1 dan
tipe 2. Meskipun DM tipe 2 merupakan penyebab ESRD yang umum
terjadi di negara Barat, orang dengan penyakit ginjal dan DM tipe 2
tidak mencapai ESRD karena mortalitas kardiovaskular meningkat dua
kali
lipat-empat
kali
lipat
pada
adanya
masing-masing
mikroalbuminuria atau nefropati.3
Faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien
nefropati diabetik adalah kontrol gula darah, tekanan darah,
dislipidemia dan merokok. Pada faktor-faktor risiko yang tidak dapat
dimodofikasi termasuk didalamnya jenis kelamin, lamanya diabetes,
genetik keluarga dan faktor etnik.3 Penelitian di Inggris membuktikan
bahwa pada orang Asia jumlah penderita nefropati diabetik lebih tinggi
dibandingkan dengan orang barat. Hal ini disebabkan karena penderita
diabetes melitus tipe 2 orang Asia terjadi pada umur yang relatif lebih
muda sehingga berkesempatan mengalami nefropati diabetik lebih
besar. Di Thailand prevalensi nefropati diabetik dilaporkan sebesar
29,4%, di Filipina sebesar 20,8%, sedang di Hongkong 13,1%. Di
Indonesia terdapat angka yang bervariasi dari 2,0% sampai 39,3%.4
1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi,


patofisiologi, patologi, penatalaksanaan dan prognosis nefropati diabetik.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi, epidemiologi, faktor risiko, klasifikasi, patofisologi,
patologi, penatalaksanaan dan prognosis nefropati diabetik.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Nefropati diabetik adalah sindrom klinis pada
pasien diabetes melitus yang ditandai
dengan albuminuria menetap (>300 mg/24
jam) pada minimal dua kali pemeriksaan
dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan
darah dan penurunan LFG (laju filtrat
glomerulus).1,2
Mikroalbuminuria
didefinisikan
sebagai
ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari
dan dianggap sebagai prediktor penting
untuk timbulnya nefropati diabetik.1

Diagram 2.1. Algoritma diagnosis


albuminuria11

2.2. Epidemiologi
Insidens kumulatif mikroalbuminuria pada
pasien DM tipe 1 adalah 12.6% berdasarkan
European Diabetes (EURODIAB) Prospective
Complications Study Group selama lebih dari
7,3 tahun dan hampir 33% pada followup selama 18 tahun pada penelitian di
Denmark. Pada pasien dengan DM tipe 2,
insidens mikroalbuminuria adalah 2% per
tahun dan prevalensi selama 10 tahun
setelah diagnosis adalah 25% di U.K.
Prospective
Diabetes
Study
(UKPDS).
Proteinuria terjadi pada 15-40% dari pasien
dengan DM tipe 1, dengan puncak insidens
sekitar 15-20 tahun dari pasien diabetes.
Pada pasien dengan DM tipe 2, prevalensi
sangat berubah-ubah, berkisar antara 5
sampai 20%.5
Nefropati diabetik lebih umum di antara
orang Afrika-Amerika, Asia, dan Amerika asli
daripada orang Kaukasia. Di antara pasien
yang memulai renal replacement therapy,
insidens nefropati diabetik dua kali lipat dari

tahun 1991-2001. Rata-rata peningkatan


menjadi semakin menurun, mungkin karena
pemakaian pada praktek klinis bermacammacam langkah yang berperan pada
diagnosis awal dan pencegahan nefropati
diabetik, yang dengan cara demikian
menurunkan perkembangan penyakit ginjal
yang terjadi. Bagaimanapun, pelaksanaan
langkah-langkah ini jauh dibawah tujuan
yang diharapkan.5
Penelitian di Inggris membuktikan bahwa
pada orang Asia jumlah penderita nefropati
diabetik lebih tinggi dibandingkan dengan
orang barat. Hal ini disebabkan karena
penderita diabetes melitus tipe 2 orang Asia
terjadi pada umur yang relatif lebih muda
sehingga
berkesempatan
mengalami
nefropati diabetik lebih besar. Di Thailand
prevalensi nefropati diabetik dilaporkan
sebesar 29,4%, di Filipina sebesar 20,8%,
sedang di Hongkong 13,1%. Di Indonesia
terdapat angka yang bervariasi dari 2,0%
sampai 39,3%.4

2.3 Faktor risiko


Tidak semua pasien DM tipe I dan II
berakhir dengan nefropati diabetik. Dari
studi perjalanan penyakit alamiah ditemukan
beberapa faktor risiko antara lain:5
1.

Kepekaan genetik

2.

Hiperglikemia

3.

Hipertensi

4.

Dislipidemia

5.

Hiperfiltrasi glomerular

6.

Merokok

7.

Tingkat proteinuria

8.
Faktor diet seperti jumlah dan sumber
protein dan lemak dalam makanan.
2.4 Klasifikasi
Mogensen membagi 5 tahapan nefropati
diabetik, yaitu :1
a. Tahap 1

Terjadi hipertrofi dan hiperfiltrasi pada saat


diagnosis ditegakkan. Laju filtrasi glomerolus
dan laju ekskresi albumin dalam urin
meningkat.
b. Tahap 2
Secara klinis belum tampak kelainan yang
berarti,
laju
filtrasi
glomerolus
tetap
meningkat, ekskresi albumin dalam urin dan
tekanan darah normal. Terdapat perubahan
histologis awal berupa penebalan membrana
basalis yang tidak spesifik. Terdapat pula
peningkatan mesangium fraksional.
c. Tahap 3
Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria.
Laju filtrasi glomerulus meningkat atau
dapat menurun sampai derajat normal. Laju
ekskresi albumin dalam urin adalah 30-300
mg/24 jam. Tekanan darah mulai meningkat.
Secara histologis, didapatkan peningkatan
ketebalan membrana basalis dan volume
mesangium fraksional dalam glomerulus.
d. Tahap 4

Merupakan tahap nefropati yang sudah


lanjut. Perubahan histologis lebih jelas, juga
timbul hipertensi pada sebagian besar
pasien. Sindroma nefrotik sering ditemukan
pada tahap ini. Laju filtrasi glomerulus
menurun, sekitar 10 ml/menit/tahun dan
kecepatan penurunan ini berhubungan
dengan tingginya tekanan darah.
e. Tahap 5
Timbulnya gagal ginjal terminal.
Table 2.1. Derajat Nefropati Diabetik:
Cutoff Values dari Albumin Urin untuk
Diagnosis dan Karakteristik Klinis yang
Utama5,7
Derajat
Mikroalbuminuria

cutoff values Albuminuria


20-199 g/mnt
30-299 mg/24 jam

30-299 mg/g*

Macroalbuminuria

200 g/mnt

Karakteristik Klinis
Nocturnal
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan trigliserida,
kolesterol total, LDL, dan
asam lemak jenuh
Peningkatan jumlah
komponen sindrom metabolik
Disfungsi endotel
Berhubungan dengan
retinopati diabetik, amputasi,
dan penyakit kardiovaskuler
Peningkatan mortalitas
kardiovaskuler
LFG stabil
Hipertensi

300 mg/24 jam


>300 mg/g*

Peningkatan trigliserida
kolesterol total dan LDL
Asimptomatik
Iskemik miokardial
Penurunan LFG yang
progresif

* Sedikit sampel urin


Pengukuran proteinuria total (500 mg/24
jam atau 430 mg/l in sedikit sampel urin)
dapat juga digunakan untuk menetapkan
derajat ini.
2.5 Patofisiologi
Patofisiologi, gambaran klinis, dan bentuk
nefropati diabetik adalah mirip antara DM
tipe 1 dan tipe 2, meskipun sejalannya
waktu mungkin pada DM tipe 2 lebih
singkat.
Hipertensi
glomerular
dan
hiperfiltrasi adalah abnormalitas ginjal yang
paling awal pada hewan eksperimental dan
manusia yang diabetes dan diobservasi
dalam beberapa hari hingga beberapa
minggu
diagnosis.
Hiperfiltrasi
masih
dianggap sebagai awal dari mekanisme
patogenik dalam laju kerusakan ginjal.
Penelitian
Brenner
dkk
pada
hewan
menunjukkan bahwa pada saat jumlah

nefron
mengalami
pengurangan
yang
berkelanjutan, filtrasi glomerulus dari nefron
yang masih sehat akan meningkat sebagai
bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi
pada sisa nefron yang sehat lambat laun
akan menyebabkan sklerosis dari nefron
tersebut.1,6

Diagram 2.2 Patofisiologi Nefropati


Diabetik9
Mekanisme terjadinya peningkatan laju
filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik
masih belum jelas, tetapi kemungkinan
disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh
efek
yang
tergantung
glukosa
yang
diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, nitrit

oksida, prostaglandin dan glukagon. Efek


langsung
dari
hiperglikemia
adalah
rangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta produksi TGF- yang
diperantarai oleh aktivasi protein kinase-C
yang termasuk dalam serine-threonin kinase
yang memiliki fungsi pada vaskular seperti
kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel
dan permeabilitas kapiler.1,6
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan
terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino
dan protein. Pada awalnya glukosa akan
mengikat residu asam amino secara nonenzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu
terjadi penyusunan ulang untuk mencapai
bentuk yang lebih stabil tetapi masih
reversibel dan disebut sebagai produk
amadori. Jika proses ini berlanjut terus,
akan terbentuk Advanced Glycation End
Product (AGEs)
yang
ireversibel.
AGEs
diperkirakan
menjadi
perantara
bagi
beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi
adesi
molekul
yang
berperan
dalam
penarikan sel-sel mononuklear, juga pada

terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks


ekstraseluler serta inhibisi sintesis nitrit
oksida. Proses ini akan terus berlanjut
sampai terjadi ekspansi mesangium dan
pembentukan
nodul
serta
fibrosis
tubulointerstisialis.1,6,8,10
Hipertensi yang timbul bersama dengan
bertambahnya kerusakan ginjal, juga akan
mendorong sklerosis pada ginjal pasien
diabetes. Diperkirakan bahwa hipertensi
pada diabetes terutama disebabkan oleh
spasme arteriol eferen intrarenal atau
intraglomerulus.1,10
2.6 Patologi
Diabetes menyebabkan perubahan yang unik
pada struktur ginjal. Glomerulosklerosis
klasik
dicirikan
sebagai
penebalan
membrana basalis, sklerosis mesangial yang
difus,
hialinosis,
mikroaneurisma,
dan
arteriosklerosis hialin. Perubahan tubular
dan interstitial juga terjadi. Daerah ekspansi
mesangial yang ekstrim dinamakan nodul
Kimmelstiel-Wilson atau ekspansi mesangial

nodular yang diobservasi pada 40-50%


pasien yang terdapat proteinuria. Pasien DM
tipe 2 dengan mikroalbuminuria dan
makroalbuminuria memiliki lebih banyak
struktur heterogenitas daripada pasien
dengan DM tipe 1.5
Secara histologis, gambaran utama yang
tampak
adalah
penebalan
membrana
basalis, ekspansi mesangium yang kemudian
menimbulkan glomerulosklerosis noduler
atau difus, hialinosis arteriolar aferen dan
eferen, serta fibrosis tubulo-interstisial.1,5,8
2.7 Penatalaksanaan Evaluasi
Pada saat diagnosa diabetes melitus
ditegakkan, kemungkinan adanya penurunan
fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian
pula
saat
pasien
sudah
menjalani
pengobatan
rutin.1
Pemantauan
yang
dianjurkan
oleh American
Diabetes
Association(ADA)
adalah
pemeriksaan
terhadap adanya mikroalbuminuria serta
penentuan kreatinin serum dan klirens
kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi,
perhitungan laju filtrasi glomerulus dengan

menggunakan rumus dari Cockroft-Gault


yaitu :
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x
Berat badan *)
72 x kreatinin serum
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2.2. Pemantauan fungsi ginjal pada
pasien diabetes 1
Derajat
Mikroalbuminuria

cutoff values Albuminuria


20-199 g/mnt
30-299 mg/24 jam

30-299 mg/g*

Macroalbuminuria

200 g/mnt
300 mg/24 jam
>300 mg/g*

Terapi

Karakteristik Klinis
Nocturnal
Peningkatan tekanan darah
Peningkatan trigliserida,
kolesterol total, LDL, dan
asam lemak jenuh
Peningkatan jumlah
komponen sindrom metabolik
Disfungsi endotel
Berhubungan dengan
retinopati diabetik, amputasi,
dan penyakit kardiovaskuler
Peningkatan mortalitas
kardiovaskuler
LFG stabil
Hipertensi
Peningkatan trigliserida
kolesterol total dan LDL
Asimptomatik
Iskemik miokardial
Penurunan LFG yang
progresif

Tatalaksana nefropati diabetik tergantung


pada
tahapan-tahapan
apakah
masih
normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau
makroalbuminuria. Tetapi pada prinsipnya
pendekatan utama tatalaksana nefropati
diabetik adalah melalui :
1.
Pengendalian gula darah dengan
olahraga, diet, obat anti diabetes.
2.
Pengendalian tekanan darah dengan
diet rendah garam, obat antihipertensi.
3.
Perbaikan fungsi ginjal dengan diet
rendah protein, pemberian Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB).
4.
Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain seperti pengendalian
kadar lemak, mengurangi obesitas.1,3
Terapi non farmakologis nefropati diabetik
berupa gaya hidup yang sehat meliputi olah
raga rutin, diet, menghentikan merokok
serta membatasi konsumsi alkohol. Olahraga
rutin yang dianjurkan ADA adalah berjalan
3-5 km/hari dengan kecepatan 10-12

menit/km, 4-5 kali seminggu. Pembatasan


asupan garam 4-5 g/hari, serta asupan
protein hingga 0,8 g/kg/berat badan
ideal/hari.1
Target tekanan darah pada nefropati diabetik
adalah <130/80 mmHg. Obat antihipertensi
yang dianjurkan adalah ACE-I atau ARB.
Walaupun pasien diabetik nefopati memiliki
tekanan darah normal, penelitian mutakhir
menunjukkan bahwa pemberian ACE-I dan
ARB dapat mencegah laju penurunan fungsi
ginjal. Diperkirakan bahwa efek ini dicapai
akibat penurunan tekanan darah, penurunan
tekanan intraglomerulus, peningkatan aliran
darah ginjal, penurunan proteinuria, efek
natriuretik serta pengurangan proliferasi sel,
hipertrofi, ekspansi matriks, sitokin dan
sintesa growth factor, disamping hambatan
aktivasi, proliferasi dan migrasi makrofag,
serta
perbaikan
sensitivitas
terhadap
insulin.1
Pada
pasien-pasien
yang
penurunan fungsi ginjalnya berjalan terus,
maka saat laju filtrasi glomerulus mencapai

10-15 ml/menit dianjurkan untuk memulai


dialisis.3
Rujukan
American
Diabetes
Association menganjurkan rujukan kepada
seorang dokter yang ahli dalam perawatan
nefropati diabetik jika laju filtrasi glomerulus
mencapai < 60 ml/menit/1.73m2 atau jika
ada kesulitan dalam mengatasi hipertensi
dan hiperkalemia, serta rujukan kepada
konsultan
nefrologi
jika
laju
filtrasi
glomerulus mencapai < 30 ml/menit/1.73m2
atau lebih awal jika pasien berisiko
mengalami penurunan fungsi ginjal yang
cepat atau diagnosis dan prognosis pasien
diragukan.1
2.8 Prognosis
Secara
keseluruhan
prevalensi
dari
mikroalbuminuria
dan
makroalbuminuria
pada
kedua
tipe
diabetes
melitus
diperkirakan 30-35%. Nefropati diabetik
jarang berkembang sebelum sekurangkurangnya 10 tahun pada pasien IDDM,

dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan


NIDDM yang baru didiagnosa menderita
nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th)
biasanya ditemukan pada orang yang
menderita diabetes selama 10-20 tahun.9
Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan
morbiditas
kardiovaskular,
dan
mikroalbuminuria
dan
makroalbuminuria
meningkatkan mortalitas dari bermacammacam penyebab dalam diabetes melitus.
Mikroalbuminuria
juga
memperkirakancoronary and peripheral
vascular
disease dan
kematian
dari
penyakit
kardiovaskular
pada
populasi
umum
nondiabetik.
Pasien
dengan
proteinuria yang tidak berkembang memiliki
tingkat mortalitas yang relatif rendah dan
stabil, dimana pasien dengan proteinuria
memiliki 40 kali lipat lebih tinggi tingkat
relatif mortalitasnya. Pasien dengan IDDM
dan
proteinuria
memiliki
karakteristik
hubungan antara lamanya diabetes /umur
dan mortalitas relatif, dengan mortalitas
relatif maksimal pada interval umur 34-38

tahun (dilaporkan pada 110 wanita dan 80


pria).9
ESRD adalah penyebab utama kematian, 5966% kematian pada pasien dengan IDDM
dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif
dari ESRD pada pasien dengan proteinuria
dan IDDM adalah 50%, 10 tahun setelah
onset proteinuria, dibandingkan dengan 311%, 10 tahun setelah onset proteinuria
pada pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit
kardiovaskular
juga
penyebab
utama
kematian (15-25%) pada pasien dengan
nefropati dan IDDM, meskipun terjadi pada
usia yang relatif muda.9

BABA III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Nefropati diabetik ditandai oleh terjadinya albuminuria, hipertensi dan


penurunan fungsi ginjal. 2. Faktor-faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal
diabetik adalah:

Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa >140-160


mg/dl [7,7-8,8 mmol/l]); AIC >7-8%

Faktor-faktor genetis

Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan laju filtrasi


glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)

Hipertensi sistemik

Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)

Keradangan

Perubahan permeabilitas pembuluh darah

Asupan protein berlebih

Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol,


pembentukan advanced glycation end products, peningkatan produksi
sitokin)

Pelepasan growth factors

Kelainan metabolisme karbohidrat/ lemak/ protein

Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium,


penebalan membrane basalis glomerulus)

Gangguan ion pumps (peningkatan Na+ -H+ pump dan penurunan


Ca2+- ATPasepump)

Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)

Aktivasi protein kinase C

3. Prinsip tatalaksana nefropati diabetik adalah melalui pengendalian gula


darah, tekanan darah, perbaikan fungsi ginjal dan pengendalian faktor
komorbid.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hendromartono. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007. 1898-1901.
2. Shaw KM, Cummings MH. Diabetes Chronic Complications. 2nd edition.
2005. West Sussex: John Wiley and Sons,Ltd.

3. Boner G, Cooper ME. Management of Diabetic Nephropathy. 2005.


London: Martin Dunitz, Ltd.
4. Adam JMF. Komplikasi Kronik Diabetik Masalah Utama Penderita Diabetes
dan
Upaya
Pencegahan.
Supl
26:3;2005.
http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/medhas/9-John
%20Adam.pdf [Diakses 7 Februari 2010]
5. Gross JL, de Azevedo MJ, Silveiro SP, Canani LH, Caramori ML,
Zelmanovitz T. Diabetic Nephropathy: Diagnosis, Prevention, and Treatment:
Stages, Clinical Features, and Clinical Course. http:/medscape.com [Diakses
6 Februari 2010]
6. Brenner B, Brady HR, O'Meara YM. Nefropati Diabetik. In: Harrisons
Principle of Internal Medicine. 2001. New York: McGraw-Hill.
7. Kariadi SH. Diabetes? Siapa Takut!! Panduan Lengkap untuk Diabetisi,
Keluarganya, dan Profesional Medis. 2009. Bandung: Qanita.
8. Mitchell RN, Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Buku Saku Dasar Patologis
Penyakit Robbins & Cotran. Ed 7. 2006. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai