Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

REFERAT
AGUSTUS 2016

UNIVERSITAS HALU OLEO

AGNE VULGARIS

Oleh :
Adecitra Ashari, S.Ked.
K1A1 12 034

Pembimbing
dr. Nelly Herfina Dahlan, M.Kes., Sp.KK.

Dibawakan dalam RangkaTugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo
Kendari
2016

ACNE VULGARIS
Adecitra Ashari, Nelly Herfina Dahlan

I. PENDAHULUAN
Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang banyak sekali dijumpai,
begitu juga pada masyarakat kita di Indonesia. Walaupun akne vulgaris tidak
membahayakan kehidupan tetapi sering menjadi masalah kosmetik pada bentuk
akne vulgaris yang berat akibat skar yang ditimbulkan, dan tidak jarang menjadi
keluhan psikologis penderita terhadap lingkungan sosial sekelilingnya, bahkan
menyebabkan kurang percaya diri pada individu tersebut. Beberapa penelitian
yang berhubungan dengan akne vulgaris menyimpulkan bahwa penderita akne
vulgaris mengalami masalah emosional sebagai akibat dari penyakitnya.
Penelitian yang dilakukan Abdel-Hafez dkk (2009) menunjukkan gejala
psikiatrik seperti kecemasan, depresi, paranoid, dan psikotik yang berhubungan
dengan akne vulgaris dan berefek negatif pada kualitas hidup penderita. Rehn
dkk (2008) melaporkan bahwa keinginan untuk bunuh diri lebih banyak pada
penderita akne vulgaris. Penelitian cross-sectional pada sekitar 10.000 remaja di
Selandia Baru

menemukan bahwa akne vulgaris berhubungan dengan

peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan percobaan bunuh diri. 1


II. DEFINISI
Akne vulgaris adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, berupa
peradangan kronik folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo,
papula, pustula, dan kista pada daerah pada daerah-daerah predileksi, seperti
III.

muka, bahu, bagian atas dari ekstremitas superior, dada, dan punggung. 2, 3
EPIDEMIOLOGI
Pada umumnya insiden akne terjadi pada usia 14-17 tahun pada wanita dan
16-19 tahun pada laki-laki, dengan lesi predominan adalah komedo dan
papul.Rothman 1997 mengatakan akne sudah timbul pada anak usia 9 tahun
namun puncaknya pada laki-laki terutama usia 17-18 tahun sedangkan wanita
usia 16-17 tahun. Dengan bertambahnya umur angka kejadiannya berangsur
2

berkurang, meskipun kadang-kadang, terutama pada wanita, akne vulgaris


menetap sampai pada usia 30 tahun atau bahkan lebih. 2 Selain itu, akne vulgaris
umunya lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita pada
rentang usia 15-44 tahun yaitu 34 % pada laki-laki dan 27 % pada wanita. Pada
laki-laki, umumnya akne vulgaris lebih cepat berkurang, walaupun gejala yang
berat justru terjadi.4
Pada waktu pubertas terdapat kenaikan

dari hormon androgen yang

beredar dalam darah yang dapat menyebabkan hiperplasia dan hipertrofi dari
glandula sebasea. 2
IV.

ETIOPATOGENESIS
Terdapat empat pathogenesis paling berpengaruh pada timbulnya akne
vulgaris, yaitu:
1. Hiperkeratosis dari infrainfundibulum dan duktus kelenjar sebasea
Hiperproliferasi epidermal folikuler menyebabkan terbentuknya lesi
primer akne, yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut bagian atas,
infundibulum, menjadi hiperkeratotik dan disertai peningkatan kohesi
keratinosit. Peningkatan sel dan kepekatannya menyebabkan sumbatan pada
ostium folikuler. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya akumulasi keratin,
sebum dan bakteri pada folikel, yang kemudian menyebabkan dilatasi pada
folikel rambut bagian atas, dan terjadi mikrokomedo. 3
Mekanisme yang mendasari hiperproliferasi keratinosit masih belum jelas.
Namun hipotesis yang menonjol adalah stimulasi androgen, defisiensi asam
linoleat lokal pada folikel, pengaruh aktivitas IL-1 sebagai faktor utama yang
terlibat dalam hiperkeratinisasi folikel. 3
a. Hormon androgen
Hormon androgen memegang peranan penting pada patogenesis
akne. Peningkatan kadar androgen (testosterone, androsteroindione,
dehydroepiandrosterone sulphate) pada perempuan yang mengalami akne
vulgaris ditemukan pada beberapa penelitian. Hormon androgen
meningkatkan produksi sebum dan keratosis folikular yang merupakan
kunci utama etiologi akne vulgaris. Hormon androgen menstimulasi
3

pertumbuhan dan diferensiasi kalenjar sebasea (produksi sebum) tapi


mekanisme pasti belum diketahui. 1
Hormon androgen bekerja pada keratinosit folikuler untuk menstimulasi
hiperproliferasi.

Dihydrotestosterone

(DHT)

merupakan

hormon

androgen poten memerankan peranan penting pada akne vulgaris. 1,3 Pada
gambar

memperlihatkan

jalur

fisiologik

konversi

dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS) menjadi androgen DHT, 17dihidroksisteroid dehidrogenase dan 5-reduktase adalah enzim yang
bertanggung jawab terhadap konversi DHEAS menjadi DHT. Hormon
androgen seperti testosteron dan DHT membentuk kompleks dengan
nuclear androgen receptors. Kompleks androgen/reseptor kemudian
berinteraksi dengan DNA dalam nukleus sel-sel sebasea untuk regulasi
gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel dan produksi lipid. Gen target
yang tepat belum di identifikasi tapi kemungkinan termasuk gen untuk
berbagai faktor pertumbuhan dan enzim yang terlibat dalam produksi
lipid. 1

Gambar 1. Jalur metabolisme steroid. Dehydroepiandosterone (DHEA);


17-dihidroksisteroid dehidrogenase (17-HSD); Dihydrotestosterone
(DHT); A (androstenedione); ACTH (Adenocorticotropin-stymulating
hormone); DHEAS (Dehydroepiandrosterone Sulfate); E (Esterogen);
FSH (Folicle-stimulating hormone); LH (Lutenizing Hormone);
T (Testosteron) 1, 3
b. Asam linoleat
Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi
asam linoleat dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya
sebum pada penderita akne, terjadi penurunan konsentrasi asam linoleat.
Hal ini dapat menyebabkan defisiensi asam linoleat setempat pada epitel
folikel, yang akan menimbulkan hiperkeratosis folikuler dan penurunan
fungsi barier dari epitel. Dinding komedo lebih muda ditembus bahanbahan yang dapat menimbulkan peradangan. 2
c. Aktivitas IL-1
Inflamasi terjadi karena terdapatnya sitokin proinflamasi yang
dihasilkan oleh P. acnes dan free fatty acid yang terbentuk dari hidrolisis
trigliserida sebum oleh enzim lipase yang dibentuk oleh P. acnes IL-1
pada akne vulgaris diproduksi oleh duktus keratinosit menyebabkan
hiperkornifikasi

dari

infundibulum

seperti

yang

terlihat

pada

pembentukan komedo. Komedo adalah hasil abnormalisasi proliferasisasi


dan diferensiasi pada duktus keratinosit. Terjadi dua perubahan pada pola
normal keratinisasi:
1) Hiperproliferasi dari keratinosit yang melapisi dinding folikel.
2) Penurunan deskuamasi karena kohesi meningkat di antara keratinosit.
Perubahan ini menyebabkan akumulasi keratinosit cornified dalam
folikel.
2. Hiperaktifitas dari kelenjar Sebasea
Sebum disintesis oleh kelenjar sebasea secara kontinu dan disekresikan
ke permukaan kulit melalui pori pori folikel rambut. Sekresi sebum ini
diatur secara hormonal. Kelenjar sebasea terletak pada seluruh permukaan
5

tubuh, namun jumlah kelenjar yang terbanyak didapatkan pada wajah,


pungung, dada, dan bahu 6
Kelenjar sebasea mulai terbentuk pada minggu ke-13 hingga 16
kehidupan janin. Kelenjar sebasea mensekresikan lipid melalui sekresi
holokrin. Selanjutnya, kelenjar ini menjadi aktif saat pubertas karena adanya
peningkatan hormon androgen, khususnya hormon testosteron, yang memicu
produksi sebum. Hormon androgen menyebabkan peningkatan ukuran
kelenjar sebasea, menstimulasi produksi sebum, serta menstimulasi
proliferasi keratinosit pada duktus kelenjar sebasea dan acroinfundibulum. 7
Dihydrotestosteron (DHT) adalah androgen poten yang berperan dalam
terbentuknya akne. Enzim 17-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5reduktase

adalah

enzim

yang

berperan

mengubah

prekursor

dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) menjadi DHT. 1


Ketidakseimbangan antara produksi dan kapasitas sekresi sebum akan
menyebabkan pembuntuan sebum pada folikel rambut. Selain itu, penderita
akne memproduksi sebum yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan
yang tidak menderita akne. Salah satu komponen sebum yaitu trigliserida,
berperan penting dalam patogenesis akne. Flora normal unit pilosebasea yaitu
P. acnes akan memecah trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak
bebas ini akan menyebabkan terjadinya lebih banyak kolonisasi P. acnes,
memicu inflamasi, dan selain itu juga bersifat komedogenik. 1, 6
3. Hiperproliferasi Propionibacterium acnes
Masa remaja dan jenis kulit yang berminyak behubungan dengan
peningkatan P. acnes yang signifikan, tetapi tidak ada atau hanya sedikit
hubungan antara banyaknya bakteri pada permukaan kulit dan duktus dengan
beratnya akne vulgaris. Lingkungan bakteri lebih penting daripada jumlah
absolut bakteri selama perkembangan akne vulgaris. Penelitian in vivo
menunjukkan bahwa pH, tekanan oksigen, suplai makanan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan P. acnes dan produksi substansi aktif
bakteri seperti lipase, protease, hialuronateliase, fosfatase.1

Propionibacterium acnes disebut sebagai penyebab akne vulgaris,


karena secara tipikal terdapat pada remaja yang menderita akne vulgaris dan
tifak ditemukan pada remaja yang tidak menderita akne vulgaris. 1
Propionibacterium acnes mempunyai beberapa aktivitas enzimatik.
Enzim

lipase

yang

dihasilkan

dapat

Triacylglicerol sebum menjadi glycerol

memecah

diacylgliserol

dan

dan free fatty acid yang dapat

memicu hiperkeratosis proliferasi pada saluran folikular sehingga memicu


trerjadinya komedo. Efek iritasi (penurunan pH) memicu ruptur pada
komedo. Enzim protease P. acnes memungkinkan pembesaran isi dari folikel
melewati dinding folikel dan hyaluronidase menyebabkan isi folikel tersebut
menyebar dalam dermis, sehingga terjadi manifestasi klinik berupa papul,
pustul, indurasi dan abses. 1
Propionibacterium acnes mempengaruhi sistem imunitas selular dan
humoral serta dapat bertahan di dalam makrofag dan meningkatkan
kemotaksis leukosit polimorfonuklear. Produk lain yang dihasilkan oleh P.
acnes

adalah

phospatase,

neuroamidase,

deoxyribonuclease

dan

prostaglandin yang penting untuk terjadinya inflamasi pada akne vulgaris.1


4. Reaksi inflamasi dan imunologi
Faktor yang menimbulkan peradangan pada akne belumlah diketahui
dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang
dihasilkan oleh P. acnes seperti lipase, hialuronidase, lesitinase, dan
neuroanidase, memegang peranan penting dalam proses peradangan.
Faktor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan
komplemen untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik sel
Polimorfonuklear (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam folikel, PMN
dapat mencerna P. acnes

dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa

menyebebkan kerusakan folikel pilosebasea. 2

Mikrokomedo
hiperkeratosis
infundibulum
Kohesi korneosit
Sekresi sebum

Komedo
Akumulasi korneosit
dan sebum
Dilatasi ostium folikel
-

Papul/pustul mengalami
inflamasi
Perluasan lebih jauh di
dalam folikel
Proliferasi P.Acnes
Inflamasi perifolikuler

Nodul
Rupturnya dinding
folikel
Inflamasi perifolikular
Pembentukan scar

Gambar 2. Patogenesis Akne Vulgaris 3


V. MANIFESTASI KLINIS
Lesi utama akne adalah mikrokomedo, yaitu pelebaran folikel rambut yang
mengandung sebum dan P. acnes. Sedangkan lesi akne lainnya dapat berupa
papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah predileksi akne yaitu pada wajah,
bahu, dada, punggung, dan lengan atas. Komedo yang tetap berada di bawah
permukaan kulit tampak sebagai komedo (white head), sedangkan komedo yang
bagian ujungnya terbuka pada permukaan kulit disebut komedo (black head)
karena secara klinis tampak berwarna hitam pada epidermis. 3

Gambar 3. Gambaran lesi pada Akne vulgaris. (A) Komedo tertutup (closed
comedo) (B) Komedo Terbuka (open comedo), (C) Papul yang mengalami
inflamasi, (D) Nodul 3

Gambar 4. Akne Vulgaris, Ringan sampai berat. (A) gambaran wajah bawah
dengan komedo, papul, pustul, dan scar. (B) di bagian wajah memperlihatkan
komedo terbuka (large comedones) yang besar dan papul yang inflamasi serta
pustul yang menjadi konfluen, membentuk plak eritematous
Scar dapat merupakan komplikasi dari akne, baik akne non-inflamasi
maupun inflamasi. Ada empat tipe scar karena akne, yaitu : scar icepick,
rolling, boxcar, dan hipertropik. Scar icepick adalah scar yang dalam dan

sempit, dengan bagian terluasnya berada pada permukaan kulit dan semakin
meruncing menuju satu titik ke dalam dermis. Scar rolling adalah scar yang
dangkal, luas, dan tampak memiliki undulasi. Scar boxcar adalah scar yang
luas dan berbatas tegas. Tidak seperti scar icepick, lebar permukaan dan dasar
scar boxcar adalah sama. Pada beberapa kejadian yang jarang, terutama pada
truncus, scar yang terbentuk dapat berupa scar hipertropik. 3

VI.

Gambar 5. Scar Akne Vulgaris (A) scar ice pick (B) scar boxcar (C) scar Rolling
(D) scar hipertrofik

DIAGNOSIS

Diagnosis akne vulgaris ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan


klinis. Keluhan penderita dapat berupa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya
keluhan penderita lebih bersifat kosmetik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
komedo, baik komedo terbuka maupun komedo tertutup. Adanya komedo
diperlukan untuk menegakkan diagnosis akne vulgaris. Selain itu, dapat pula
ditemukan papul, pustul, nodul, dan kista pada daerah daerah predileksi yang
mempunyai banyak kelenjar lemak. Secara umum, pemeriksaan laboratorium

10

bukan merupakan indikasi untuk penderita akne vulgaris, kecuali jika dicurigai
adanya hiperandrogenisme. 7, 8
VII.

KLASIFIKASI
Selama ini, tidak terdapat standar internasional untuk pengelompokan dan
sistem grading akne. Hal ini tidak jarang menimbulkan kesulitan dalam
pengelompokan akne. Saat ini, terdapat lebih dari 20 metode berbeda yang
digunakan untuk mengklasifikasikan tingkat keparahan akne.2
Klasifikasi secara klinik dapat didasarkan:
a. Tingkat keseluruhan (overall grading)
Ada beberapa metode, tetapi yang sering digunakan adalah metode
Pillsbury, shely dan Kligman. Pillsbury dan kawan kawan membagi berat
ringannya akne berdasarkan ada/tidaknya peradangan. 2
Klasifikasi Akne vulgaris menurut Pillsbury, Shelly, dan Kligman:
1) Derajat 1 : Komedo dan beberapa kista kecil pada wajah
2) Derajat 2: Komedo dengan beberapa pustul dan kista kecil pada wajah
3) Derajat 3: banyak komedo, papul dan pustul inflamasi kecil dan besar,
lebih luas tetapi berbatas pada wajah
4) Derajat 4: banyak komedo dan lesi-lesi dalam yang dapat menyatu,
melibatkan wajah dan tubuh bagian atas.
b. Penghitungan Lesi
Dalam usaha mengukur secara kuantitatif , Witwoski dan Simons
menghitung lesi yang ada dan jumlah lesi tersebut di anggap sebagai
suatu skor. Michaelson dan kawan-kawan membagi derajat keberhasilan
pengobatan akne akne dengan cara menghitung semua lesi yang ada dan
membandingkan skor total sesudah dan sebelum terapi, 2
Untuk penafsiran akne, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, Plewig
dan Kligman membagi akne (di muka) menjadi 3 tipe: 2
1) Akne komedonal
a) Grade 1 : Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
b) Grade 2 : 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
c) Grade 3 : 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
d) Grade 4 : Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
2) Akne papulopustul

11

a) Grade 1 : Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah


b) Grade 2 : 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
c) Grade 3 : 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
d) Grade 4 : Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
3) Akne konglobata
Klasifikasi ASEAN grading Lehmann 2003 yang mengelompokkan
acne menjadi tiga kategori, yaitu ringan, sedang, dan berat sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Akne Vulgaris (ASEAN grading Lehmann 2003)
Derajat
komedo
Papul/pustul
Nodul
Ringan
<20
<15
Sedang
20 - 100
15 - 50
<5
Berat
>100
> 50
>5
c. Fotografi
Cook dkk membagi tingkat berat-ringannya akne secara garis besar
(overall severity grade) berdasarkan fotografi yang diperkirakan lebih
objektif dan teliti. Dibuat foto pada tingkat kekerasan akne untuk
dokumentasi dari keadaan masing-masing penderita. 9
VIII. DIAGNOSIS BANDING
a. Erupsi akneformis
Erupsi yang menyerupai akne karena pemakaian kortikosteroid,
halogen, INH, Vitamin (B1, B6, B12), fenobarbital, dan preparat tiroid.

1,2

biasanya berupa papula, vesikel berkelompok, lokalisasi seluruh tubuh. 7

Gambar 6. Erupsi akneiformis10

12

b. Akne rosasea
Secara tipikal akne rosasea berupa pustul non folikular, dan tidak di
jumpai komedo. Rosasea lebih sering dijumpai pada perempuan berkulit
putih dan perempuan pada usia decade ketiga dan keempat. Pada laki-laki
lebih sering dijumpai dengan hiperplasia jaringan kolektif dan sebaseous
hidung (Rhynophyma), yang merupakan komplikasi dari rosasea kronik. 1, 7

Gambar 7. Akne Rosasea3


c. Folikulitis
Akne vulgaris dan folikulitis sama-sama memiliki dasar folikula,
sehingga membedakannya tidak mudah. Perbedaannya adalah folikulitis
biasanya lebih nyeri, dan tidak ada komedo tetapi terlihat pustul miliar.1, 7

Gambar 8. Folikulitis3
13

d. Dermatitis Perioral
Merupakan suatu suatu kelainan dengan etiologi yang belum
diketahui. Bisa dijumpai pada perempuan muda berkulit putih dengan
gambaran papulopustul dengan dasar eritematous. Tidakdijumpai komedo.
Sering disertai dengan sensasi terbakar, gatal dan terasa kering, erupsi ini
predominan di perioral, dengan karakteristik di sudut bibir, tetapi dapat
juga terdapat pada perinasal dan area periorbital. Perubahan histologi
seperti halnya dijumpai pada rosasea. 1

Gambar 9. Dermatitis Perioral3


IX.

PENCEGAHAN
1. Diet rendah lemak dan karbohidrat. Meskipun hal ini diperdebatkan
efektivitasnya, namun bila pada anamnesis menunjang, hal ini dapat
dilakukan,

serta

melakukan

perawatan

kulit

untuk

membersihkan

permukaan kulit dari kotoran dan jasad renik yang mempunyai


etiopatogenesis akne vulgaris.8
2. Menghindari terjadinya faktor pemicu terjadinya akne misalnya, hidup
teratur dan sehat, cukup istrahat, olahraga sesuai kondisi tubuh, hindari
stress. Penggunaan kosmetik secukupnya, baik banyak maupun lamanya.
Menjahui terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, pedas,
rokok, dan lain lain. Menghindari polusi debu, pemencetan lesi yang tidak
lege artis, yang dapat memperberat erupsi yang telah terjadi. 8
3. Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab
penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya, serta
prognosisnya. Hal ini penting agar pasien tidak underestimate atau

14

overestimate terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang akan


membuatnya putus asa atau kecewa.8

X.

PENGOBATAN
Pengobatan akne didasarkan pada gradasi (berat-ringan) akne.11

Pilihan
pertama

Alternati
f

Alternatif
Untuk
perempua

Ringan
Komedonal
Papular/
pustular
Retinoid
Retinoid
topikal
Topikal
+
Antimikroba
Topikal

Sedang
Papular/pustula
Nodular
r
Antibiotik oral
Antibiotik
+ Retinoid
oral + retinoid
topikal
topikal
+/- BPO
+/- BPO

Alt. retinoid
topical
atau
azelaic acid
atau
asam salisilat

Alt. Agen anti


mikroba
topical + Alt.
Retinoid
topikal
Atau
Azelaic acid

Alt. Anti biotik


oral + Alt.
Retinoid
topikal
+/- BPO

Isotretionin
oral
Atau
Alt. Antibiotik
oral + Alt.
retinoid topikal
+/- BPO/
azelaic acid

Isotretionin
oral

Lihat pilihan
pertama

Anti androgen
oral + retinoid
topikal +/-

Anti androgen
oral + retinoid
topikal +/-

Antiandrogen oral
dosis tinggi +

Lihat pilihan
pertama

Berat
Nodular/
konglobata
Isotretionin
oral

15

BPO
n

Terapi
Maintenan
s

Retinoid Topikal

antibiotik oral
+/- Alt.
antimikroba

retinoid
topikal +/Alt.
Antimikroba
topikal

Retinoid topikal +/- BPO

a. Pengobatan Topikal
1. Retinoid
Retinoid adalah suatu obat keras yang dapat menyebabkan eritema
hebat dengan pengelupasan kulit, biasanya disertai rasa seperti tersengat
atau terbakar. Pada permulaan, penderita dianjurkan untuk memakai obat
sekali sehari pada malam hari. Bila tidak terjadi eritema dan deskuamasi
setelah 5 hari, obat dapat dipakai 2 kali sehari. Efeknya tergantung pada
konsentrasi, bahan dasar yang dipakai, jenis kulit yang diobati, dan umur
penderita. Pada umumnya hasil terapi baru tampak setelah 8 minggu
pengobatan.2
Cara kerja:
- Komedolitik, mencegah sel-sel tanduk melekat satu sama lain dengan
menghambat
-

pembentukan tonofilamen dan mengurangi ikatan

antara sel-sel keratin.


Mempercepat pergantian sel epitel folikel
Epitel folikel yang membentuk mikrokomedo menjadi lebih
permeabel sehingga bahan-bahan toksik dapat lebih mudah keluar dan

komedo akan pecah.


Sebagai counter irritant karena menyebabkan vaskularisasi
bertambah dan membantu reabsorbsi papula dan nodul yang sukar
hilang.

Pada pemakaian retinoin dianjurkan:


-

Menghindar dari sinar matahari,


Tidak mencuci muka terlalu sering
Tidak memakai obat terlalu banyak

16

- Hati-hati pemakaian di sudut mulut, hidung, dan mukosa.


2. Benzoil Peroksida
Zat ini tidak saja membunuh bakteri, melainkan juga menyebabkan
deskuamasi dan mencegah timbulnya gumpalan dalam folikel. Pada
permulaan pengobatan, pasien merasa seperti terbakar. Gejala ini akan
berkurang dalam beberapa minggu. Sebaiknya dimulai dengan dosis
rendah dahulu, kemudian lambat laun diganti dengan dosis tinggi. Efek
samping pada pemakaian lama adalah sensitasi secara kontak (2,5% dari
kasus).2
Cara kerja:
- Anti bakteri yang kuat
- Komedolitik
- Counter irritant
Dibandingkan dengan Retinoid, benzoil peroksida:
-

Kurang menyebabkan iritasi dan rasa tak menyenangkan bagi

penderita
Tidak menyebabkan bertambah hebatnya (flare-up) akne pada bulan

pertama pengobatan
Mengeringkan pustul lebih cepat daripada retinoid
Pada bentuk komedo, kurang efektif dibandingkan retinoid
Kombinasi Benzoil peroksida dan retinoid akan menciptakan efek

sinergistik, tetapi sayangnya keduanya tidak dapat dipakai bersama-sama


dalam satu bahan dasar. Retinoid dapat menyebabkan kulit lebih
permeabel sehingga meningkatkan konsentrasi benzoil peroksidadalam
jaringan.2
3. Antibiotik topikal
Pemakaian bahan antimikroba dapat dibenarkan, bila mengurangi
populasi C. acnes atau hasil metabolismenya, seperti lipase atau porfirin.
Tetapi tak satupun bahan-bahan yang memiliki efek seperti ini terdapat
dalam krem, larutan, gel, dan sabun. 2
Antibiotik yang sering dipakai:2
- Clindamisin 1%: relatif stabil, kecuali pada beberapa kasus, terjadi
kolitis pseudomembranosa
17

Erythromycin 2%: tak stabil, tidak mengadakan iritasi dan dapat

menyebabkan suatu dermatitis kontak.


Tetrcayclin %-5%: sekarang jarang dipakai karena menyebabkan
kulit berwarna kuning.

4. Azelaic acid
Suatu dikarboksilik yang dapat mengurangi jumlah C. acnes. 2
Efeknya:
- Sama dengan benzoil peroksida, vitamin A asam, eritromisin topikal
dan tetrasiklin oral
- Mengurangi granula keratohialin pada saluran pilosebasea
- Sifat iritasinya lebih kecil dan dapat ditolerir dengan baik
- Mempunyai efek anti-inflamasi
5. Asam-asam Alfa Hidroksi (AAAH)
Mekanisme kerja:2
Konsentrasi rendah: mengurangi kohesi korneosit berguna untuk lesi
yang tidak meradang.
Konsentrasi tinggi:
- Epidermolisis sub-korneal atap pustul pecah
- Dermis: mensintesa kolagen baru.
Efek asam alfa hidroksi tergantung pada macam, konsentrasi, vehikulum,
waktu pajanan, dan kondisi-kondisi lain.
b. Pengobatan oral
1. Antibiotik oral
Karena obat-obat ini digunakan untuk jangka waktu lama,
toksisitasnya harus rendah. Dalam hal ini, tetrasiklin merupakan
antibiotik primer sebab sudah diketahui efektivitasnya dan toksisitasnya.
Nampaknya eritromisin juga mempunyai efek terapi yang sama dan
cukup aman.2
a) Tetrasiklin
Yang paling dikenal adalah tetrasiklin HCl, Doksisiklin, Minosiklin. 2
- Efektif terhadap C. acnes in vitro
18

Dapat menghambat lipase ekstraseluler yang dikeluarkan oleh

bakteri
Terkonsentrasi pada tempat peradangan.

Dosis konvensional: Tetrasiklin 1g/hari diberikan jam sebelum


makan.
Minosiklin, diabsorbsi lebih bagus dan tidak dipengaruhi oleh
makanan, akan tetapi mahal. Dosis 50-100 mg/ hari.
b) Ertiromisin
Eritromisin adalah obat pilihan untuk penderita yang sangat
sensitif terhadap tetrasiklin atau wanita hamil. 2
c) Linkomisin dan klindamisin
Keduanya merupakan obat yang paling baru dan sama
efektivitasnya. Sering menyebabkan kolitis pseudomembranosa. 2
Klindamisin: 2
- Efektif untuk akne yang berbentuk kistik.
- Absorbsinya tak dipengaruhi makanan.
- Dapat menghambat lipase C. acnes
d) Trimetoprim
Obat ini sama efektif dengan tetrasklin, dapat diberikan pada
penderita yang tidak respon/toleran terhadap tetrasiklin dan
eritromisin. Berguna untuk folikulitis gram negatif. 2
2. Anti-androgen
Yang termasuk anti androgen adalah spironolakton

oral,

cyproterone asetat dan flutamide. Fungsi spironolakton memblok reseptor


androgen dan menghambat 5 reduktase. Spironolakton oral akan
menurunkan eksresi sebum sekitar 20-50%.1
Cyproterone asetat adalah progestional anti androgen yang
memblok reseptor androgen, umumnya dikombinasikan dengan ethynil
estradiol pada formulasi kontrasepsi oral yang mana telah luas digunakan
di eropa untuk terapi akne, bisa diberikan dengan dosis 2-100 mg per hari
dosis tunggal yang bisa memberikan perbaikan akne 75-90%. Dosis
tinggi lebih efektif disbanding dosis rendah.1

19

Flutamide, agen yang memblok reseptor androgen non steroid, telah


digunakan pada dosis 250 mg 2x sehari yang dikombinasikan dengan
kontrasepsi oral untuk terapi akne vulgaris atau hirsutisme pada
perempuan.1
3. Isotretionin
Digunakan untuk pengobatan akne bentuk kistik dan konglobata.
Pada kebanyakan kasus obat ini memberikan remisi sempurna selama
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Dosis 1

mg/kg/hari. Efek

samping: gangguan selaput lendir dan kulit seperti keilitis, serosis, dan
perdarahan hidung. Isotretionin bersifat teratogenik. 2
c. Tindakan khusus
1. Ekstraksi komedo
Ekstraksi komedo merupakan pengangkatan komedo dengan
menekan daerah sekitar lesi dengan menggunakan alat ekstraktor dapat
berguna dalam mengatasi akne. Secara teori, pengangkatan komedo
2.
3.
4.
5.

tertutup dapat mencegah pembentukan lesi inflamasi.1


Insisi dan drainase pada akne konglobata
Eksisi untuk kista, komedo poliporus
Krioterapi
Suntikan kortikosteroid intralesi
Suntikan kortikosteroid intralesi dilakukan pada lesi kista atau
nodul, dengan menggunakan triamsinolon asetonid 0,025-0,05 mg/ml,

tiap lesi tidak lebih dari 0,1 ml untuk mencegah terjadinya atrofi.1
6. Laser LHE (Light Heat Energy)
Adalah jenis laser non ablatif yang mengkombinasikan energi
cahaya dan panas untuk mempengaruhi lapisan dermis tanpa menimbulkan
rasa sakit. LHE digunakan untuk,

mengurangi ukuran pori kulit,

menghilangkan lesi berpigmen, photorejuvenation (peremajaan kulit) dan


merupakan fototerapi untuk lesi akne dan psoriasis. LHE memiliki efek
positif pada pengobatan peradangan pada akne.

Panjang gelombang

cahaya yang dipancarkan akan mengakomodasi fotoeksitasi porfirin


endogen yang dihasilkan oleh bakteri P. acnes dan koagulasi pembuluh
darah disekeliling lesi akne sementara energi panas akan berkontribusi
20

terhadap reaksi anti inflamasi dan mengurangi nyeri terkait akne. Panas
tambahan juga mempercepat waktu reaksi dan mengintensifkan proses
kimia dasar yang terkait dengan pelepasan singlet oxygen dari foto eksitasi
porfirin. 12, 13
7. Dermabrasi/mikrodermabrasi
Dermabrasi dan mikrodermabrasi merupakan teknik resufacing
wajah dengan mengikis kulit yang rusak secara mekanis untuk
meningkatkan reepitelisasi. Dermabrasi secara komplit menghilangkan
lapisan dermis dan berpenetrasi ke lapisan dermis pars papiler atau
retikuler,

menginduksi

pembentukan

struktur

protein

kulit.

Mikrodermabrasi merupakan variasi dermabrasi yang superficial, hanya


menghilangkan lapisan terluar epidermis, mempercepat eksfoliasi alami.1
8. Chemical Peeling
Chemical Peeling merupakan proses mengaplikasikan bahan
kimiawi pada kulit untuk merusak lapisan kulit terluar dan meningkatkan
proses perbaikan. pada skar akne vulgaris, hasil terbaik didapatkan pada
skar macular. Skar ice pick dan rolling tidak dapat menghilang secara
komplit dan membutuhkan peeling di kombinasikan dengan perawat
sehari-hari dengan retinoid topikal dan alpha hydroxyl acid.1

XI.

PROGNOSIS
Umumnya prognosis baik, akne vulgaris umumnya sembuh sebelum
mencapai usia 30-40 an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua
atau mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu di rawat inap di rumah sakit. 8

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar AI. 2013. tatalaksana Akne Vulgaris. Penerbit dua satu. Makassar
2. Harahap M. 2013. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipocrates. Jakarta
3. Fitzpatrick, TB. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine Seventh
Edition
4. Tjekyan RM. 2008. Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. M Med indones
Volume 43, Nomor 1;
5. Zouboulis CC, Eady A, Philpott M, Goldsmith LA, Orfanos C, cunliffe WC,
Rosenfield R. 2005. What is the pathogenesis of acne?. Experimental
dermatology 14:143-152
6. Zouboulis CC. 2004. Acne and sebaceous Gland function. Clinics in
dermatology 22:360-366
7. Siregar. 2004. Atlas berwarna Saripati penyakit kulit edisi 2. Penerbit buku
kedokteran EGC
8. Wasitaatmadja SM, 2010. Akne, erupsi akneformis, rosasea, rinofima, dalam
Djuanda A, Ilmu penyakit kulit dan Kelamin edisi ke enam. Badan penerbit
FKUI
9. Adityan B, Kumari R, Thappa DM. 2009. Scoring system in acne vulgaris.Indian
J DermatolVenerol Leprol Vol 75 Issue 3
10. Al-Sudany
N.
2004.
Acneiform

eruption.

Diakses

melalui

http://dermatologyoasis.net/acneiform-eruption-2/ pada 8 agustus 2016


11. Sitohang, IB. Akne vulgaris dalam Menaldi, SL. 2015. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi ke Tujuh. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
12. Schreiber S. 2003. Pulsed light and heat energy in the treatment of pigmented
lesion. Radiancy clinical department, Yavne Israel

22

13. Julia R. Joshua R. 2008. MistralTM a new light and heat energy (LHE) system for
multiple

aesthetic

and

dermatological

applications.

Radiancy

clinical

department, Hod hasharon, israel

23

Anda mungkin juga menyukai