PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang paling
penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan menjaga jalan napas
dapat menimbulkan kondisi yang mengancam jiwa pada pasien . Laryngeal mask
airway (LMA) merupakan salah satu tipe alat jalan napas supraglottic dengan
keamanan dan kemudahannya sebagai alternatif face mask dan intubasi
endotrakheal. Pemasangan LMA ke dalam hipofaring membentuk sekat kedap
udara di sekeliling laring untuk memberikan ventilasi tekanan positif
atau
ilmiah.
popularitas LMA klasik maka telah dikembangkan dan dipasarkan LMA denga n
berbagai desain dan variant (Cook & Howes, 2011; Cook, 2006).
Suatu
metode
pemasangan
LMA klasik
dengan
teknik
standar
direkomendasikan oleh Dr Archie Brain. Setelah deflasi cuff secara penuh, LMA
mengindikasikan
adanya trauma pada mukosa faring. (Wakeling et al, 1997, Yodfat, 1999; Kovacs
& Law, 2008).
Kelemahan utama dari teknik standar ini adalah bahwa jari-jari operator
mungkin akan terhalang oleh gigi dan pembukaan mulut pasien. Pasien dengan
pembukaan mulut yang minimal dan kondisi jalur orofaring yang sulit akan
memerlukan usaha dan percobaan yang berlebih untuk mencapai posisi LMA
yang sesuai (Brock-Utne, 2008). Selain itu problem yang
dikarenakan fleksibilitas dari pipa,
sering dijumpai
tekanan secara langsung melewati lengkungan aksis yang berbeda dari jalan napas
terutama pangkal lidah dan posterior faring. Hal ini dipersulit jika LMA klasik
kehilangan kelengkungan normal dikarenakan proses autoclave yang berulang
(Jeong, 2009).
Dilaporkan bahwa keberhasilan pemasangan LMA klasik dengan teknik
standar pada usaha pertama berkisar antara 57 % hingga 95,5% (Matta et al,
1995; Brimacombe, 1996, Wakeling et al, 1997, Amemiya N. et al., (2004),
Sudhir et al, 2007, Haghighi et al,2010, Suzanna et al, 2011). Berbagai variasi
teknik meliputi rotasi 180 (teknik reverse), pengembangan cuff secara penuh atau
parsial, penggunakan laringoskopi, manuver jaw thrust, blok nervus supraglotic,
penggunaan relaksan otot ,penggunaan rigid stylet (teknik Yodfat), dan
penggunaan fiberoptik bronkoskopi. Diantara teknik modifikasi tersebut belum
ada yang benar-benar dipertimbangkan sebagai teknik yang definitif, tetapi semua
(2010)
melakukan
penelitian
terhadap
120
pasien
180), dengan hasil keberhasilan pada usaha pertama dengan teknik Airway
sebesar 86% dibandingkan dengan teknik standar sebesar 80%. Amemiya et al
(2004) telah melakukan penelitian deskriptif pada pemasangan LMA klasik
dengan tehnik jaw thrust yang dilakukan oleh ahli anestesi dan pemasangannya
oleh perawat kamar operasi yang menunjukkan keberhasilan pemasangan pada
usaha pertama sebesar 90%.
Penggunaan pelumpuh otot suksinilkholin dosis kecil, setelah induksi
propofol 2,5 mg/kgBB dapat meningkatkan keberhasilan pemasangan LMA pada
Beberapa
penelitian tentang
berupa data observasional dan laporan kasus , hal ini mendorong penulis untuk
melakukan penelitian tentang keberhasilan pemasangan LMA dengan modifikasi
teknik menggunakan rigid stylet untuk membuktikan keberhasilan teknik ini
dibandingkan dengan teknik standar.
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat dibuat rumusan
masalah sebagai berikut: Angka keberhasilan pemasangan LMA klasik pada usaha
pertama dengan teknik standar masih rendah dan bervariasi dari penelitian satu ke
penelitian yang lainnya. Modifikasi teknik menggunakan rigid stylet diharapkan
dapat meningkatkan angka keberhasilan pemasangannya dan mengurangi
komplikasi akibat pemasangannya.
C. Pe rtanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah angka keberhasilan pemasangan
LMA Klasik pada usaha pertama akan meningkat dengan modifikasi teknik
menggunakan rigid stylet dibandingkan dengan teknik standar?
D.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui angka keberhasilan pemasangan LMA klasik pada
usaha pertama dengan modifikasi teknik menggunakan rigid stylet dibandingkan
dengan metode standar.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat khus us:
Diharapkan modifikasi teknik menggunakan rigid stylet pada pemasangan
LMA klasik dapat meningkatkan angka keberhasilan pemasangan dan mengurangi
komplikasi akibat pemasangan LMA.
Manfaat secara umum:
melakukan pemilihan teknik pemasangan LMA yang mudah, efektif dan cepat
dengan komplikasi yang minimal.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai perbandingan keberhasilan pemasangan LMA dengan
modifikasi teknik menggunakan rigid stylet dibandingkan dengan teknik standar
sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Data yang diperoleh penulis
hanya berupa data observasional keberhasilan pemasangan LMA klasik dengan
menggunakan rigid stylet yang dilakukan oleh Yodfat (1999) dan Jeoung (2009)
dan laporan kasus (Brock-Utne, 2002) mengenai keberhasilan teknik pemasangan
LMA klasik dengan penggunaan rigid stylet sebagai alternatif karena pemasangan
dengan teknik standar gagal.
Intervensi
Matta et al 1995
Brimacombe,J
(1996)
Wakeling et al
1997
Desain/
sampel
RCT
350 pasien
Deskriptif
1500 pasien
RCT
200 pasien
Hasil
Keberhasilan insersi pada usaha pertama
LMA klasik sebesar 75% dan meningkat
hingga 92% setelah lebih dari 2 kali
usaha.
Suatu
modifikasi
insersi
dengan
pengembangan cuff LMA secara parsial
men ingkatkan keberhasilan insersi pada
usaha pertama sebesar 88% dan 97.7
persen setelah lebih dari 2 kali usaha
Keberhasilan pemasangan pada usaha
pertama sebesar
95.5% dengan
keseluruhan kegagalan setelah 3 kali
usaha sebesar 0.4%.
Desaturasi, SpO2 di bawah 90% pada 10
kejad ian dan di bawah 80% pada satu
kasus.
Keberhasilan insersi pada usaha pertama
LMA klasik sebesar 80% dan 94% setelah
usaha ke 2 atau lebih. Sedangkan
modifikasi dengan pengembangan cuff
sebagian menunjukkan data keberhasilan
insersi pertama 88% dan 97% setelah
percobaan ke 2 atau lebih-tidak bermakna
Ho &
1999
Chui,
Amemiya N. et
al.
(2004)
Turan et al
2006
Sudhir et al
2007
Haghighi, et al
2010
Susanna et al
2011
Membandingkan
kemudahan
insersi LMA
klasik
antara
suksisnilcholin
0,1
mg/kg BB
dibandingkan dengan NaCl 0,9%
setelah induksi propofol 2,5
mg/kg BB
RCT double
blind 60
pasien
Deskriptif
70 pasien
RCT
90 pasien
RCT
crossover
50 pasie
n
RCT
120 pasien
RCT
118 pasien
di antara ke 2 grup
Kejad ian nyeri tenggorokan (p<0,01) dan
darah pada LMA paska pelepasan
(p<0.01) leb ih sedikit secara bermakna
pada grup dengan pengembangan cuff.
Keberhasilan pemasangan pada usaha
pertama pada Suksinilkholin grup 93%
Placebo grup 67% p <0.02.
Total dosis propofol yang diperlukan
untuk pemasangan lebih rendah pada
sukisinilkholin grup (2.57 vs 3.25
mg/kg BB, p<0.01) dan lebih rendah
angka kejad ian hipotensi (p<0.05)
Keberhasilan pemasangan pada usaha
pertama sebesar 90%, dengan angka
kegagalan 0,04%.
Ko mplikasi nyeri tenggorokan pada 2
pasien (0,02%) dan laringospasme pada 1
pasien (0,02%).
Keberhasilan pemasangan pada usaha
pertama LMA Klasik 57% dan PLA 97%,
(p< 0.05)
Ko mplikasi perdarahan mu kosan PLA
50%, LMA dan LT 17%
Keberhasilan pemasangan pada usaha
pertama pada LMA Klasik 84% dan LMA
Ambu 92% , p=0,22
Ko mplikasi sama d i antara 2 grup
Keberhasilan pada usaha pertama dengan
teknik Airway sebesar 86% dibandingkan
dengan teknik standar sebesar 80%.