Anda di halaman 1dari 2

Parental Smoking, Apakah Dibiarkan Begitu Saja?

Maaf Pak, kalau tidak keberatan, bapak merokok nanti saja, setelah speedboat kita
merapat nanti di pelabuhan, demikian saya sampaikan seolah bermohon kepada seorang
lelaki berumur sekitar 35 tahun, yang lagi menikmati rokoknya, yang duduk di bangku persis
di depan saya.Bapak itu seperti tidak mendengar, tetap saja mengisap rokoknya,
kelihatannya dia sangat menikmati. Gulungan demi gulungan asap rokok yang dihembuskan
keluar dari mulut dan hidungnya menyebar kesekitarnya. Anak lelakinya, yang berumur
sekitar empat tahun yang berdiri di sampingnya, anak perempuan yang masih berumur
sekitar dua tahun yang dipeluk istrinya yang juga lagi hamil, duduk di samping suaminya,
nampak sudah biasa dengan kepulan asap rokok di sekitarnya. Anak lelakinya itu saya lihat
malah juga menikmati kepulan asap itu, kadang-kadang dia meniupnya, sesekali dia
mengisapnya. Anaknya kelihatan seperti senang bermain dengan kepulan asap rokok
itu.Asap rokok ini juga mulai mempengaruhi saya, saya mulai batuk-batuk kecil, sedikit agak
sesak. Agak ragu, saya mencoba mengingatkan lagi bapak yang kelihatan agak sangar itu.
Saya pegang bahunya pelan-pelan, sekali lagi saya mencoba mengingatkan agar rokoknya
dimatikan dulu. Apa jawaban bapak itu? Apa pula, apa urusannya dengan bapak,
kelihatan wajahnya agak memerah, seperti tidak senang. Saya hanya diam, tidak berani
dan juga rasanya tidak enak berbantah-bantahan. Sambil tetap menjaga senyum, hati saya
berbisik, beginilah orang yang sudah kecanduan, dan saya dapat memahaminya, walaupun
sedikit agak dongkol juga.Setelah berapa lama speedboat menyusuri tepi sungai Indragiri
Hilir, semakin banyak penumpang lelaki yang juga mulai memantik rokoknya. Kepulan asap
yang menggulung juga semakin bertambah. Saya lihat sebagian dari penumpang wanita
lain, mungkin yang tidak senang dan terganggu dengan asap rokok itu hanya menutup
hidungnya. Kemudian, tiba-tiba seorang wanita masih sangat muda, saya kira dia adalah
seorang mahasiswi, yang duduk di bangku tengah, dengan suara agak keras, mungkin
kesel, karena dia juga sudah mulai batuk-batuk, berteriak: tolong bapak, janganlah merokok
di atas speedboat ini, kasihan kami dan anak-anak yang tidak merokok! Saya kira sang
bapak-bapak yang merokok itu akan meresponnya dengan baik, mungkin segan, apalagi
ditegur seorang wanita. Tapi, apa yang saya lihat? tidak satupun yang berusaha
mematikan rokoknya, bahkan saya dengar suara-suara yang melelcehkan adik mahasiswi
itu.Mengalami hal di atas, saya ingat seorang Ibu, waktu saya menjadi dokter puskesmas
puluhan tahun lalu. Ibu itu membawa anaknya yang sakit karena sesak nafas, kemungkinan
karena asthma. Ibu itu, mungkin karena firasat keibuannya, merasa bahwa anaknya yang
sering sesak nafas itu ada hubungannya dengan kebiasaan suami yang sering merokok di
rumah, kamar, bahkan waktu sang suami kebetulan menggendong bayi, rokok tidak lepas
dari mulutnya. Apa ada hubungannya kebiasan suami saya yang perokok dengan sesaknya
anak saya ini dokter? tanya sang Ibu, sedikit ragu dan agak takut, karena suaminya juga
ada di sampingnya. Ya, pasti ada, jawab saya, sambil melihat reaksi sang suami. salah satu
faktor pencetus timbulnya asthma adalah rokok. saya mencoba menerangkan. Suami
seperti tidak puas, apalagi merasa disalahkan, tiba-tiba berkomentar, kan bukan dia yang
merokok, saya yang merokok dok? Ya, bapak yang, merokok, tapi istri bayi, dan anakanak yang berada disekitar bapak, apalagi dalam ruangan yang sempit, tertutup juga akan
mengisap udara yang tercemar dengan asap rokok bapak, jawab saya. Seolah tidak
percaya, suami Ibu itu diam saja.Penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang perokok
akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan, bayi dan anak-anaknya.Tidak hanya
gangguan paru seperti asthma, infeksi, tapi, anak-anaknya juga mempunyai risiko lebih
besar kelak menderita penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi, jantung, stroke. Anak-anak
yang orang tuanya perokok, yang terekspos menjadi perokok pasif akibat perilaku orang
tuanya juga mempunyai risiko lebih besar untuk menderita leukemia. Bahkan, kejadian
hipertensi pada anak yang berumur 4-5 tahun lebih besar bila orang tua mereka perokok
Orang tua yang perokok tidak hanya meracuni anak-anaknya secara fisik dengan rokok, tapi

juga akan menurunkan kebiasaan buruk ini terhadap anak-anaknya. Kelak sebagian besar
mereka akan menjadi perokok juga. Apakah ini akan dibiarkan begitu saja?

Anda mungkin juga menyukai