Anda di halaman 1dari 10

DERMATITIS NUMULARIS

A. SINONIM
Eksim Diskoid, eksim mikrobial.1
B.

DEFINISI
Dermatitis numularis merupakan gangguan kronis kulit yang tidak diketahui
penyebabnya. Gambarannya berupa papulovesikel yang besatu membentuk
plak numuler dengan krusta dan sisik di atasnya. Predileksi di ekstremitas atas,
terutama di punggung tangan pada wanita dan ekstremitas bawah pada pria.
Patologi dapat terjadi secara akut, subakut dan kronik.1,2,3

C. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis numularis biasanya terjadi pada usia pertengahan dengan usia
puncak pada 50-65 tahun, namun pada wanita usia puncaknya dapat terjadi
pada 15-25 tahun. Pria lebih sering terkena dibandingkan wanita. Dermatitis
numularis jarang menyerang anak dan bayi, namun apabila terjadi
onsetnyaadalah sebelum usia lima tahun.1,3
D. ETIOLOGI
Faktor dan pencetus yang mungkin berperan dalam etiologi kejadian
dermatitis numularis, antara lain:
1. Usia : semakin tua usia maka hidrasi kulit akan semakin menurun.1
2. Infeksi : beberapa penelitian menyebutkan keterlibatan infeksi dalam
patogenesis dermatitis numularis.Stafilokokus dan mikrokokusdicurigai
sebagai penyebab langsung melalui mekanisme hipersensitivitas.5
3. Alergen :alergen yang biasanya turut berperan berupa debu dan Candida
albicans.
4. Terapi :dermatitis numular telah dilaporkan terjadi selama terapi
isotretionin.Selain itu, dermatitis numularis generalisats dilaporkan terjadi
pada pasien hepatitis C yang menjalani terapi kombinasi interferon -2b dan
ribavirin.

5. Merkuri amalgram : merkuri amalgam juga dilaporkan menyebabkan


dermatitis numuler pada dua pasien.1
6. Lain lain :xerosisterutama terjadi pada orang tua dimana hidrasi stratum
korneum rendah. Penyebab lain :stress, dermatitis statis, dermatitis kontak
alergi dan kontak iritan.3,4,5
E. PATOGENESIS
Dermatitis numularis merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis
dan dermis. Patogenesis dermatitis numularis belum diketahui namun ada yang
berpendapat akibat mikrotrauma lokal seperti akibat gigitan binatang dan
goresan.3Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini. Pada pasien
dengan dermatitis numularis,di saraf sensorik kulitterjadi peningkatan jumlah
1) substansi P yaitu substansi yang dikeluarkan oleh serabut saraf C akibat
kerusakan jaringan atau stimulasi terus menerus dari saraf perifer 2)Calcitonin
Gene Related Peptide (CGRP) menyebabkan vasodilatasi dan memodulasi
sistem imun. Peningkatan substansi P dan CGRP mampu menstimulasi
keratinosit untuk meningkatkan pengeluaran sitokin proinflamasi.akibat
pengaktifan sel mast yang berperan dalam kejadian dermatitis numularis.5,6,7
F. TANDA DAN GEJALA KLINIS
Ujud kelainan kulit yang ditemukan pada dermatitis numularis berupa plak
berbentuk seperti uang logam yang mula-mulanya berupa papul atau
papulovesikel, batasnya tegas, diskrit,dan kadang krusta menutupi permukaan.
Plak berukuran 2-6 cm. Umumnya kulit normal atau juga bisa ditemui kulit
kering. Rasa gatal bervariasi dari ringan sampai berat. Central healing dapat
terjadi yang biasanya berbentuk anular, plakat kering kronis, bersisik, dan
berlikenifikasi.1, Lesi biasanya asimetris dengan distibusi pada anggota gerak,
pada wajah jarang.3
Gejala yang timbul tergantung pada fase yang sedang terjadi. Pada fase akut
gejala berupa lembab pada lokasi lesi, gatal, nyeri dan didapati pembengkakan,
kemerahan, vesikel utuh maupun sudah pecah. Pada fase subakut gejala berupa

kering atau lembab pada lokasi lesi dan kemerahan sedikit berkurang, vesikel
utuh mapun sudah pecah, krusta, sisik. Sedangkan pada fase kronis gejala
berupa gatal, kering pada lokasi lesi, peradangan sudah berkurang,

dan

didapati sisik, penebalan (likenifikasi).9

Gambar 1. Bentuk

uang logam

dengan erosi dan

ekskoriasi pada

dermatitis numularis
(Sumber :Goldsmith

LA, dkk, 2012)

Tabel 1. Perubahan Histologi


Klinis Eksim
Fase
Akut
Eksim Basah

Subakut
Eksim kering

dan

Gambaran

Perubahan histologi
Didominasi spongiosis
epidermis, pembentukan
vesikel, vasodilatasi ,
ekstravasasi sel darah,
infiltrasi limfosit di
epidermis.

Gambaran Klinis
Inflamasi pada kulit, edema,
kemerahan,
pembentukan
vesikel atau vesikel pecah,
didapati eksudat. Gatal dan
nyeri, tidak mampu tidur.

Spongiosis
berkurang,
infiltrasi
limfosit,
pembentukan
vesikel,
peningkatan akantosis dan
parakeratosis.

Inflamasi, tidak begitu merah,


pembentukan

vesikel/erosi,

eksudat dengan krusta kering,


eksfoliasi, gatal, tidak bisa

tidur.
Kronik
Didominasi oleh akantosis Inflamasi berkurang, warna
parakeratosis, merah muda, kering, sisik,
Eksim
gatal epidermis,
hiperkeratosis, vasodilatasi
dan kering
hiperkeratosis, likenifikasi,
dan ekstravasasi
pruritus
(Sumber :Buchana P dan Courtenay M, 2007)
2

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Patch test berguna dalam kasus kronis untuk menyingkirkan diagnosis
banding dermatitis kontak. Histopatologi, didahului dengan biopsi jaringan.
Pada lesi akut tampak mikrovesikel spongiotik. Pada lesi subakut tampak plak
dengan parakeratosis, krusta dan sisik, hiperplasia dan spongiosis pada
epidermmis serta infiltrati sel-sel bercampur di dermis. Sedangkan pada lesi
kronis mikroskopisnya tampak seperti neurodermatitis.1Selain itu, dilakukan
pemeriksaan penunjang berupa KOH untuk menyingkirkan diagnosis banding
tinea korporis.9
H. DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang memiliki gambaran seperti dermatitis numularis
antara lain:
Paling mungkin
1. Dermatitis statis
2. Dermatitis kontak alergi :Penyakit sistemik berupa inflamasi yang
diperantarai sel T akibat pajanan terhadap alergen.1
3. Dermatitis atopik : Dermatitis atopik memiliki bentuk yang sama dengan
dermatitis numularis sehingga riwayat atopik penting untuk ditanyakan.1,4
4. Tinea korporis : Berbeda dengan dermatitis numuler yang permukaannya
ditutupi krusta dan sisik, tinea corporis memiliki lesi berbentuk anuler
dengan sisik pada bagian tepinya.8
Perlu dipertimbangkan
1. Impetigo: Infeksi bakteri pada kulit yang terjadi sebagai akibat trauma pada
kulit (contohnya : dermatitis, gigitan serangga, iritasi). Secara umum
penyebabnya adalah Staphylococcus aureus atau Sterptococcus pyogenes
dengan ujud kelainan kulit berupa eitemua, edema, dan krusta kuning di
atasnya.1,3
2. Psoriasis : Biasanya didiagnosis dengan psoriasis guttate, pada psoriasis
guttate biasanya lesi lebih kecil (1-2 cm) dari pada dermatitis numularis dan
gatal lebih jarang.8
3

3. Dermatosis numuler : Fixed Drug Eruption dan pitriasis rotunda.1


I.

TERAPI
Pemberian pengobatan berupa steroid topikal potensi sedang sampai tinggi.
Pemberian inhibitor calcineurin, takrolimus, pimekrolimus dan tar juga efektif
untuk dermatitis nummular. Pelembab dapat diberikan sebagai tambahan bila
disertai dengan xerosis dan antihistamin oral jika didapati gejala gatal parah.
Antibiotik oral diberikan bila didapati infeksi sekunder. Pemberian fototerapi
dan Ultraviolet B spektrum sempit sampai dengan luas mungkin bermanfaat.
a. Emolien
Pemberian emolien atau pelembab bermanfaat untuk menghaluskan dan
merehidrasi kulit dengan cara meningkatkan absopsi kulit. Emolien apabila
digunakan dengan benar juga memiliki efek anti inflamasi ringan sehingga
menurunkan jumlah pemberian kortikosteroid topikal. Emolien tersedia
dalam berbagai sediaan yaitu lotion, krim, ointment, pasta. Penggunaan
berbagai sediaan ini tergantung pada fase dermatitis yang sedang dialami.
Sebagai contoh apabila didapati likenifikasi maka pemberiaan ointment (2-3
kali sehari) lebih dianjurkan karena mencegah kehilangan air dari kulit
dengan adanya minyak yang terdapat pada formula. Sedangkan krim dan
lotion merupakan formula yang mengandung air dan memiliki aktifitas
lambat, namun karena larut air maka menggunaanya sekitar 4-6kali/hari. 9,10
b. Agen anti inflamasi
Penggunaan agen anti-inflamasi harus dalam waktu yang singkat karena
memiliki efek samping yang banyak. Efek samping tersering adalah
penipisan kulit sehingga harus sangat berhati-hati penggunaan pada wajah.
Absopsi optimal saat kulit tidak kering, sehingga penggunaan emolien
sebelum kortikosteroid diajurkan. Imunosupresif seperti takrolimus,
pimekrolimus menjadi lini ke-2 untuk eksema atopik dan hanya boleh
diresepkan oleh ahlinya.9,10 Penggunaan agen anti inflamasi topikal perlu
diperhatikan beberapa hal yang mempengaruhi penyerapan :
1) Lokasi : peningkatan penyerapan kortikosteroid topikal dapat terjadi di

beberapa lokasi anatomi tertentu seperti wajah, skrotum, vulva,


intertrigiosa, kepala.
2) Variasi individu : anak dan pasien dengan gangguan ginjal lebih mudah
untuk terkena efek samping kortikosteroid topikal.
3) Kondisi penyakit tertentu : pengaplikasian pada kerusakan kulit luas
dapat meningkatkan penyerapan kortikosteroid topikal.
4) Penggunaan occlusive dressing : kortikosteroid topikal poten dapat
meningkat penyerapannya karena occlusive dressingdapat meningkatkan
hidrasi pada kulit di bawah lokasi dressing. 11.
Efek samping penggunaan kortikosteroid topikal antara lain :
vasokontriksi, penurunan permeabilitas pembuluh darah dermis, penurunan
aktifitas dan migrasi fagosit, penurunan pembentukan fibrin, penurunan
pembentukan kinin, imunosupresan, penurunan proliferasi epidermis,
penipisan dermis, teleangiektasis dan striae, purpura.10
Tabel 2. Klasifikasi Potensi Kortikosteroid Topikal
Potensi
Sangat
Poten

Poten

Sedang

Contoh
Diflukortolon
valerat 0,3%

Lokasi tubuh
Resisten, lesi tebal
pada telapak tangan,
kaki, kepala

Clobetasol
propionate

Penyakit
Dermatitis seboroik,
dermatitis atopik,
eksim
Psoriasis, eksim,
alopesia areata

Beclometason
0,25%; 0,1%

Psoriasis, seboroik,
dermatitis atopik

Lesi tebal di telapak


tangan, kaki, kepala

Flucinolon
asetonid 0,025%

Pruritus, alergi,
dermatosis

Hidrokortison
butirat 0,1%

Psoriasis dan liken


planus

Metilprednisolo
n aceponat 0,1%

Eksim, seboroik,
dermatitis atopic

Mometason
0,1%

Psoriasis, seboroik,
dermatitis , pitriasis
rosea
Seboroik, dermatitis
atopic

Betametason
0,05%

Bagian tubuh
tertentu berefek kuat

Lemah

Clobetasone
0,05%
Hidrokortison
0,5%
Hidrokortison
1%

Eksim, seboroik,
dermatitis atopic
Gatal akibat iritasi
ringan pada genital
eksternal dan anal,
dermatitis
Lupus diskoid,
seboroik, dermatitis
atopik

seperti pada wajah


dan daerah yang tipis
Bagian tubuh
tertentu berefek kuat
seperti pada wajah,
lipatan, genital

(Sumber :Demana PH, 2014)


c. Agen anti-infeksi
Integritas kulit yang buruk memungkinkan infeksi menyerang. Bakteri yang
sering menyerang yaitu Staphylococcus aureus namun bisa juga virus
seperti varisela dan herpes simpleks. Penggunaan antibiotik topikal juga
harus secara hati-hati karena meningkatkan risiko resistensi.6,11
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan dermatitis yaitu :
1. Hindari penggunaan jangka panjang antibiotik topikal (asam fusidat,
mupirosin).
2. Kelola dermatitis dengan infeksi sekunder dengan agen anti infeksi (krim
hidrogen peroksida, potasium permanganat, krim klorheksidin, lotion
aluminium astetat).
3. Hentikan antibiotik topikal apabila ingin menggunakan antibiotik sistemik.
4. Pastikan minimal penggunaan antibiotik sistemik 10-14 hari untuk
dermatitis dengan infeksi.12
J.

KOMPLIKASI
Individu dengan dermatitis numularis memiliki gangguan pada fungsi
pertahanan kulit sehingga patogen dapat masuk dan mengikat pada fibrinogen
dan fibronektin. Penelitian telah menunjukkan bahwa bakteri Staphylococcus
aureus dan metillicin resistant S.aureus (MRSA) hampir selalu ditemukan pada
pasien dermatitis numularis.9Penelitian lain menujukkan bahwa individu
dengan dermatitis numularis memiliki risiko untuk mengalami dermatitis
kontak alergi sekunder sehingga perlu dilakukan patch test pada penderita
6

dermatitis numularis.13
K. PROGNOSIS
Dermatitis nummular bersifat kronis dan residif sehingga pengendalian
faktor tertentu seperti perlindungan diri terhadap agen penyebab menjadi hal
yang penting dan utama dalam penanganan kasus.1

DAFTAR PUSTAKA
1. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K.
Fitzpatricks dermatology in deneral medicine. Edisi ke-8. USA: The
McGraw-Hill Companies Inc; 2012. h.285-9.
2. Shankar DSK dan Shrestha S. Relevance of patch testing in patients with
nummular dermatitis. Indian Journalof Dermatology, Venerology, and
Leprology 2005; 71(6):406-8.
3. Elaine C. Siegfried, Adelaide A. Hebert. Diagnosis of atopic dermatitis :
Mimics, overlaps, and complication. Journal of Clinical Medecine 2015;
4:884-917.
4. Aoyama H, Tanaka M, Hara M, Tabata N, Tagami H. Nummular eczema : An
addition of senile xerosis and unique cutaneous reactivities to environmental
aeroallergens. Dermatology 1999; h.135-9.
5. Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz S.
Fitzpatricks dermatology in general medicine. Edisi ke-6. USA: McGrawHill Professiona; 2003.
6. Jarvikallio A, Harvima IK, Naukkarinen A. Mast cell, nerve and
neuropeptides in atopic dermatitis and nummular eczema. Archivesof
Dermatologcal Research2003; 295:2-7.
7. Lang F. Encyclopedia of moleculer mechanisms of disease. Berlind

Hedelberg: Springer-Verlag GmbH;2009. h.1502.


8. Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV. Dermatology. Volume 1. Edisi ke-3.
USA: Elsevier Limited;2012. h. 21.
9. Buchana P, Courtenay M. Topical treatments for managing patients with
eczema. Nursing Time2007; h.45-50.
10. Jill P. Managing eczema. Nursing Time2011; 107(47):22-6.
11. Demana PH. Topical corticosteroid formulations: bioequivalence assessment
and guidelines for appropriate use. South African Pharmaceutcal Journal
2014; 81(1):26-31.
12. Buchana Pand Courtenay M. Prescribing in dermatology. New York
:Cambridge University Press;2006. h.71-5.
13. Byung Soo Kim. Features of staphylococcus aureus colonization in patient
with nummular eczema. British Journal of Dermatology 2012; 656-82.

Anda mungkin juga menyukai