Latar Belakang
Kemampuan pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak suatu negara ditentukan
dengan perbandingan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. AKI
merupakan indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan. AKI
mengacu pada jumlah kematian ibu mulai dari masa kehamilan, persalinan dan
nifas. Pada saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih sangat
tinggi, hal ini bisa dilihat dari hasil Berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2007 (SDKI 2007), angka kematian ibu (AKI) di
Indonesia sebesar 228 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan
target yang ingin dicapai sesuai tujuan MDGS ke-5, pada tahun 2015 AKI
turun menjadi 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup, yaitu mengurangi
kematian maternal 75% dari tahun 1990 sampai dengan 2015 (BPS and Macro
International, 2007).
Menurut dr. Muliadi (2012), penyebab tersering kematian ibu di
Indonesia adalah perdarahan post partum, infeksi dalam kehamilan,
perdarahan selama kehamilan, infeksi yang bukan karena kehamilan serta
penyakit yang sudah ada sebelum kehamilan (MenKes RI, 2009)
Setiap tahun diperkirakan 529.000 wanita di dunia meninggal sebagai
akibat komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan, sehingga
diperkirakan terdapat angka kematian maternal sebesar 400 per 100.000
kelahiran hidup (WHO, 2000). World Health Organization (WHO)
memperkirakan sejumlah 150.000 wanita meninggal dunia setiap tahunnya
karena perdarahan postpartum.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan atau hilangnya darah sebanyak
lebih dari 500cc yang terjadi setelah anak lahir baik sebelum, selama, atau
sesudah kelahiran plasenta. Menurut waktu kejadiannya, perdarahan
postpartum sendiri dapat dibagi atas perdarahan postpartum primer yang
terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan postpartum sekunder
yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu setalah kelahiran bayi.
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca
persalinan. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam
waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak
1
jam
setelah
janin
lahir.
Hal
tersebut
disebabkan
(Wiknjosastro, 2005) :
a) Plasenta belum lepas dari dinding uterus
b) Plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi
perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi
perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus disebabkan :
a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva)
b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus desidua sampai miometrium (plasenta akreta)
c) Plasenta merekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi korialis
menembus sampai di bawah peritoneum (plasenta perkreta).
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena
salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran kontriksi pada
bagian
bawah
uterus
yang
(inkarserasio plasenta).
4
menghalangi
keluarnya
plasenta
3) Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak
dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang
disebabkan oleh retensi potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi
plasenta segera setelah persalinan bayi harus menjadi tindakan rutin.
Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan
potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
4) Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik
biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin,
2002). Setelah persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva
dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga
perlu dilakukan setelah persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir
selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga
dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina,
serviks, dan robekan uterus (ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat
arterill atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan
sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan diketahui dengan
pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi (Manuaba,
1998).
5) Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke
dalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan
(Manuaba, 1998).
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga
fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa
5
ini jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera
setelah plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah
kesalahan dalam memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu
kuat dan menarik tali pusat pada plasenta yang belum terlepas dari
insersinya. Menurut perkembangannya inversio uteri dibagi dalam
beberapa tingkat (Wiknjosastro, 2005) :
a) Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar
dari ruang tersebut
b) Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
c) Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar
terletak di luar vagina.
Gejala-gejala inversio uteri pada permulaan tidak selalu jelas. Akan
tetapi, apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali
timbul rasa nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok.
c. Faktor yang Memengaruhi Perdarahan Postpartum Primer
1) Umur
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan
pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini
dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang
wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia
diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami
penurunan
dibandingkan
fungsi
reproduksi
normal
sehingga
penelitian
Pardosi
(2005),
bahwa
pada
tingkat
11
0,2
mg
ergometrin
intramuskulus.
Kadang-kadang
untuk
mempercepat
pelepasan
plasenta
dengan
kepala,
mual,
muntah,
dan
tekanan
darah
tinggi.
manajemen
aktif lain.
Penjepitan
segera dapat
membahayakan nyawa ibu karena lebih dari separuh jumlah seluruh kematian
ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan. Walaupun seorang ibu
akan tetap bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan.
Namun selanjutnya akan mengalami kekurangan darah berat (anemia berat)
sehingga dapat mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
4. Penetapan dan Penyusunan Upaya Penyelesaian Program Menjaga Mutu
Setelah menentukan prioritas masalah, maka kita dapat memikirkan
bagaimana upaya penyelesaiannya. Untuk mengatasi permasalahan perdarahan
post partum primer ini, pemerintah telah menyusun standar pelayanan
kebidanan. Standar menunjuk pada keadaan yang sangat ideal yang harus
dicapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Dalam hal ini, standar
pelayanan kebidanan yang dimaksud adalah Standar 21 (Penanganan
Perdarahan Postpartum Primer).
Upaya ini sudah sesuai dengan program jaminan mutu pelayanan
kebidanan yang merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, objektif, dan terpadu dalam memantau dan
menilai mutu layanan kebidanan, menggunakan berbagai peluang yang
tersedia
untuk
meningkatkan
pelayanan
yang
diselenggarakan
dan
b. Pernyataan Standar
Bidan mampu mengenali perdarahan yang berlebihan dalam 24 jam
pertama setelah persalinan (perdarahan postpartum primer) dan segera
melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan untuk mengendalikan
perdarahan.
c. Hasil
1) Penurunan kematian dan kesakitan ibu akibat perdarahan postparum
primer
2) Meningkatnya pemanfaatan pelayanan kebidanan
3) Rujukan secara dini kasus perdarahan pospartum primer ke rumah
sakit.
d. Prasyarat
1) Bidan terlatih dan terampil dalam menangani perdarahan postpartum,
termasuk pemberian obat oksitosika dan cairan IV, kompresi uterus
bimanual dan kompresi aorta.
2) Tersedianya peralatan/perlengkapan penting yang yang diperlukan
dalam kondisi DTT/steril, misalnya klem arteri, alat untuk penjahitan,
benang jahit, set infus dengan jarum berukuran 16 dan 18 G, alat
suntik sekali pakai, cairan IV, sarung tangan, kateter urine dari karet,
dalam keadaan siap pakai.
3) Tersedianya obat antibiotika dan oksitosika (oksitosin dan metergin)
serta tempat penyimpanannya.
4) Tersedianya sarana pencatatan: Kartu Ibu, Partograf
5) Tersedianya transpotasi untuk merujuk ibu direncanakan
6) Sistem rujukan yang efektif untuk perawatan kegawatdaruratan
obstetric dan fasilitas bank darah berfungsi dengan baik untuk merawat
ibu yang mengalami perdarahan postpartum.
e. Proses
Bidan harus :
1) Periksa gejala dan tanda perdarahan postpartum primer. Perdarahan
dari vagina sesudah bayi lahir yang lebih dari 500 ml, atau perdarahan
seberapapun dengan gejala dan tanda-tanda syok, dianggap sebagai
16
18
6) Jika ibu menunjukkan tanda dan gejala syok rujuk segera dan lakukan
tindakan berikut :
a) Jika IV belum diberikan, mulai berikan dengan instruksi seperti
tercantum di atas
b) Pantau dengan cermat tanda-tanda vital ibu ( nadi, tekanan darah,
pernafasan ), setiap 15 menit pada saat perjalanan ke tempat
rujukan
c) Baringkan ibu dengan posisi miring agar jalan pernafasan ibu tetap
terbuka dan meminimalkan risiko aspirasi jika ibu muntah
d) Selimuti ibu, jaga ibu tetap hangat, tapi jangan membuat ibu
kepanasan
e) Jika mungkin, naikkan kakinya untuk meningkatkan darah yang
kembali ke jantung
Gejala dan tanda syok berat :
a) Nadi lemah dan cepat (110 kali/menit atau lebih)
b) Tekanan darah sangat rendah: tekanan sistolik < 90 mmHg
c) Nafas cepat dan dangkal (30 kali/menit atau lebih)
d) Urine < 30 cc/jam
f) Bingung, gelisah atau pingsan
g) Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah
h) Pucat.
7) Bila perdarahan tetap berlangsung dan kontraksi uterus tetap tidak ada,
maka kemungkinan terjadi rupture uteri. (Syok cepat terjadi tak
sebanding dengan darah yang nampak keluar, abdomen teraba keras
da fundus mulai naik). Hal ini juga memerlukan rujukan segera ke
rumah sakit.
8) Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil, cobalah kompresi
aorta. Cara ini dilakukan pada keadaan darurat, sementara penyebab
perdarahan sedang dicari.
19
9) Perkirakan umlah darah yang keluar dan cek dengan teratur denyut
nadi, pernapasan dan tekanan darah.
10) Buat catatan yang seksama tentang semua penilaian, semua tindakan
yang dilakukan, dan semua pengobatan yang diberikan. Termasuk saat
pencatatan.
11) Jika syok tidak dapat diperbaiki, maka segera rujuk. Keterlambatan
akan berbahaya.
12) Jika perdarahan berhasil dikendalikan, ibu harus diamati dengan ketat
untuk gejala dan tanda infeksi. Berikan antibiotika jika terjadi tandatanda infeksi. (Gunakan antibiotika berspektrum luas, misalnya
Ampisilin 1 gr IM, diikuti 500 mg per oral setiap 6 jam ditambah
Metronidazol 400-500 mg per oral setiap 8 jam selama 5 hari.)
Kompresi Bimanual Uterus (dari LUAR)
a) Letakkan tangan kiri di atas fundus dan tekan ke bawah sejauh
mungkin di belakang uterus.
b) Tangan kanan dikepalkan dan ditekan ke bawah di antara simfisis
pubis dan pusat.
c) Lakukan cara diatas, kemudian tekan uterus dengan kedua tangan
secara bersama-sama.
a) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih, lalu keringkan dengan
handuk bersih. Gunakan sarung tangan panjang yang steril/DTT.
b) Letakkan tangan kiri seperti diatas (menekan fundus uteri dari
luar).
c) Masukkan tangan kanan dengan hati-hati ke dalam vagina dan buat
kepalan tinju.
d) Kedua tangan didekatkan dan secara bersama-sama menekan
uterus.
e) Lakukan tindakan ini sampai diperoleh pertolongan lebih lanjut,
bila diperlukan.
Prinsipnya adalah menekan uterus dengan cara manual agar terjadi hemostasis.
21
22
INGAT!
Perdarahan sedikit mungkin menimbulkan syok pada ibu yang menderita anemia
berat
Ibu dapat kehilangan darah 350-560 cc/menit jika uterusnya tidak berkontraksi
dengan setelah kelahiran plasenta
Ibu dapat meninggal karena perdarahan postpartum dalam waktu 1 jam setelah
melahirkan. Karena itu penilaian dan penatalaksanaan yang cermat selama
persalinan kala tiga dan empat sangat penting
Perdarahan sedikit demi sedikit dan terus menerus atau perdarahan tiba-tiba
adalah keadaan darurat, lakukan tindakan secara dini dan proaktif.
Syok harus segera diatasi dan cairan yang hilang harus diganti.
Sedapat mungkin ibu dirujuk dengan anggota keluarganya yang akan menjadi
donor darah.
Ruptura uteri dapat terjadi dalam persalinan tanpa tampak adanya perdarahan
keluar.
23
Ya
24
Tidak
ya
(semua
kriteria
Ya Tidak
telah Bila tidak (tidak semua kriteria
dipenuhi):
terpenuhi) :
Apakah ada hal lain yang dapat Apakah
meningkatkan
kualitas
proses?
semua
prasyarat
tersedia?
Jelaskan!
Ya Tidak
Bila tidak, sebutkan prasyarat
Ya Tidak
Apakah terdapat
perlu
sebagaimana
ditambahkan
guna
kesalahan
yang
tertulis
dalam proses?
Ya Tidak
Jelaskan
dengan
spesifik.
Bila beberapa prasyarat ternyata
tidak terpenuhi :
Tindakan
dilakukan?
spesifik.
25
apa
yang
Jelaskan
perlu
dengan
tindakan bertanggung
harus
dilaksanakan
selesai jawab
evaluasi selanjutnya
untuk
melaksanakan
tangan
auditor
supervisor
tindakan
26
DAFTAR PUSTAKA
Marie, Naomy Tando. 2013. Mutu Layanan Kebidanan dan Kebijakan
Kesehatan. Jakarta : IN Media.
Sondakh, Jenny, dkk. 2013. Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kebidanan.
Jakarta : Salemba Medika.
27