Anda di halaman 1dari 16

I.

Taruma negara
wilayah Kecamatan Cibungbulang.
tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian
tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk

Tarumanagara
Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di
wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hingga abad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu
kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan
peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma
adalah kerajaan Hindu beraliraBila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada,
tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya
mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam
catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai
Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai
penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi
kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang
ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti
ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358
M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada
di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari
Kerajaan Salakanagara.
Prasasti yang ditemukan
1

Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di


perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor

Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan


Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta.
Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh
Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada
tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut
merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang
sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan
yang terjadi pada musim kemarau.

Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai


Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.

Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor

Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor

Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit
tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19,

II.

Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang ada di nusantara. Kerajaan
yang dikeal dengan kekuatan maritimnya tersebut berhasil menguasi pulau Sumatra, Jawa,
Pesisir Kalimantan, Kamboja, Thailand Selatan, dan Semenanjung Malaya yang kemudian
menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan yang berhasil menguasai perdagangan di Asiatenggara pada masa itu.

Kata 'Sriwijaya' berasal dari dua suku kata yaitu 'Sri' yang berarti bercahaya atau gemilang dan
'Wijaya' yang berarti kemenangan. Jadi Sriwijaya berarti kemenangan yang gemilang. Sriwijaya
juga disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebut Shih-li-fo-shih atau Sanfo-tsi atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan Pali kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh
dan Javadeh. Bangsa Arab menyebut Zabaj atau Sribuza dan Khmer menyebut Malayu.
Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang ada 3 pulau Sabadeibei yang
berkaitan dengan Sriwijaya.

Berdirinya Kerajaan Sriwijaya

Tidak banyak bukti sejarah yang menerangkan kapan berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Bukti tertua
datangnya dari berita Cina yaitu pada tahun 682 M terdapat seorang pendeta Tiongkok bernama
I-Tsing yang ingin belajar agama Budha di India, singgah terlebih dahulu di Sriwijaya untuk
mendalami bahasa Sanskerta selama 6 Bulan. Tercatat juga Kerajaan Sriwijaya pada saat itu
dipimpin oleh Dapunta Hyang.

Periode Pemerintahan
Kerajaan Sriwijaya berkuasa dari abad ke-7 hingga awal abad ke-13 M, dan mencapai
zaman keemasan di era pemerintahan Balaputra Dewa (833-856 M). Kemunduran
kerajaan ini berkaitan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam di Sumatera,
dan munculnya kekuatan Singosari dan Majapahit di Pulau Jawa.
Wilayah Kekuasaan
Dalam sejarahnya, kerasaan Sriwijaya menguasai bagian barat Nusantara. Salah satu
faktor yang menyebabkan Sriwijaya bisa menguasai seluruh bagian barat Nusantara
adalah runtuhnya kerajaan Fu-nan di Indocina. Sebelumnya, Fu-nan adalah satusatunya pemegang kendali di wilayah perairan Selat Malaka. Faktor lainnya adalah
kekuatan armada laut Sriwijaya yang mampu menguasai jalur lalu lintas perdagangan
antara India dan Cina. Dengan kekuatan armada yang besar, Sriwijaya kemudian
melakukan ekspansi wilayah hingga ke pulau Jawa. Dalam sumber lain dikatakan
bahwa, kekuasaan Sriwijaya sampai ke Brunei di pulau Borneo.

III.

Mataram kuno
Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno
Pada abad ke-8 di pedalaman Jawa Tengah berdiri Kerajaan Mataram Hindu.
Pendirinya adalah Raja Sanjaya. Munculnya Kerajaan Mataram diterangkan dalam
Carita Parahyangan. Kisahnya adalah dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat
bernama Galuh.
Rajanya bernama Sanna (Sena). Suatu ketika, ia diserang oleh saudaranya yang
menghendaki takhta. Raja Sanna meninggal dalam peristiwa tersebut, sementara
saudara perempuannya, Sannaha, bersama keluarga raja yang lainnya berhasil
melarikan diri ke lereng Gunung Merapi.
Anak Sannaha, Sanjaya, di kemudian hari mendirikan Kerajaan Mataram dengan ibu
kota Medang ri Poh Pitu. Tepatnya pada tahun 717 M.

b. Bukti-bukti sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Bukti lain mengenai keberadaan Kerajaan Mataram Hindu atau sering juga
disebut Mataram Kuno adalah prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya.
Prasasti ini berangka tahun Cruti Indria Rasa atau 654 Saka (1 Saka sama dengan 78
Masehi, berarti 654 Saka sama dengan 732 M), hurufnya Pallawa, bahasanya
Sanskerta, dan letaknya di Gunung Wukir, sebelah selatan Muntilan.
Kehidupan ekonomi Kerajaan Mataram Kuno
Kerajaan

Mataram

Kuno

merupakan

negara

agraris

yang

bersifat

tertutup. Akibatnya, kerajaan ini sulit berkembang secara ekonomi, terutama karena
segi perdagangan dan pelayaran sangat kering. Kejayaan baru diperoleh pada
masa pemerintahan Balitung. Ia membangun pusat perdagangan seperti disebutkan
dalam prasasti

Purworejo

(900

M).

Dalam prasasti Wonogiri (903 M) diterangkan bahwa desa-desa yang terletak di


kanan-kiri Sungai Bengawan Solo dibebaskan dari pajak dengan syarat penduduk
desa tersebut harus menjamin kelancaran hubungan lalu lintas melalui sungai.
f. Kehidupan kebudayaan Kerajaan Mataram Kuno
Ketika

wangsa

Sanjaya

menyingkir

ke

Pegunungan

Dieng

sejak

masa

Panangkaran hingga Rakai Pikatan, banyak didirikan candi yang kini dikenal sebagai
kompleks candi Dieng. Kompleks candi ini, antara lain, terdiri atas candi Bimo,
Puntadewa, Arjuna, dan Nakula. Adapun di Jawa Tengah bagian selatan ditemukan
candi Prambanan (Roro Jonggrang), Sambi Sari, Ratu Boko, dan Gedung Songo
(Ungaran) sebagai hasil budaya Mataram Kuno.

IV.

Kediri

Latar Belakang
Sesungguhnya kota Daha sudah ada sebelum Kerajaan Kediri berdiri. Daha
merupakan singkatan dari Dahanapura yang berarti kota api. Nama ini
terdapat dalam prasasti Pamwatan yang dikeluarkan Airlangga tahun 1042. Hal
ini sesaui dengan berita dalam Serat Calon Arang bahwa, saat akhir
pemerintahan Airlangga, pusat kerajaan sudah tidak lagi berada di Kahuripan,
melainkan pindah ke Daha.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya
karena kedua putranya bersaing memperebutkan tahta. Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di
kota baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan
mendapat kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu
Kahuripan.
Menurut Nagarakretagama, sebelum dibelah menjadi dua, nama kerajaan yang
dipimpin Airlangga sudah bernama Panjalu, yang berpusat di Daha. Nama
Panjalu atau Pangjalu memang lebih sering dipakai dari pada nama Kadiri. Hal ini
dapat dijumpai pada prasasti prasasti yang diterbitkan oleh raja-raja Kadiri.
Bahkan, nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-Chia-Lung dalam kronik Cina
berjudul Ling Wai Tai Ta (1178).

Kehidupan-Kehidupan di Kerajaan Kediri


Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan,
peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil
beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian dipandang dari
aspek ekonomi, Kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini terlihat
dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap
kepada para pegawainya walaupun hanya dibayar dengan hasil
bumi. Demikian keterengan yang diperoleh dari kitab Chi-FanChi dan kitab Ling-wai-tai-ta.

Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena


kesejahteraan rakyat meningkat masyarakat hidup tenang. Hal
ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik, bersih, dan
rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta
orang-orang Kediri telah memakai kain sampai di bawah lutut.
Raja-raja yang berkuasa pada Kerajaan Kediri:
1.

Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabu

2.

Kameshwara

3.

Jayabaya

4.

Prabu Sarwaswera

5.

Prabu Krhoncharyadipa

6.

Srengga Kertajaya

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri


Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan ketika masa pemerintahan Raja Jayabaya.
Daerah kekuasaannya semakin meluas yang berawal dari Jawa Tengah meluas hingga
hampir ke seluruh daerah Pulau Jawa. Selain itu, pengaruh Kerajaan Kediri juga sampai
masuk ke Pulau Sumatera yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Kejayaan pada saat itu
semakin kuat ketika terdapat catatan dari kronik Cina yang bernama Chou Ku-fei pada
tahun 1178 M berisi tentang Negeri paling kaya di masa kerajaan Kediri pimpinan Raja Sri
Jayabaya. Bukan hanya daerah kekuasaannya saja yang besar, melainkan seni sastra yang
ada di Kediri cukup mendapat perhatian. Dengan demikian, Kerajaan Kediri semakin
disegani pada masa itu.

V.

Bali

Sejarah Kerajaan Bali Lengkap


Sejarah kerajaan Bali merupakan salah satu bagian dari sejarah kehidupan masyarakat bali
secara keseluruhan. Bagian pemerintahan kerajaan di Bali juga beberapa kali berganti
mengingat pada masa itu, terjadi banyak pertikaian antara kerajaan yang memperebutkan
daerah kekuasaan mereka. Kerajaan Bali pertama pada saat itu kemungkinan bernama
Kerajaan Bedahulu dan dilanjutkan oleh kerajaan Majapahit. Setelah Majapahit runtuh,

kerajaan Gelgel mengambil alih, dan dilanjutkan oleh kerajaan Klungkung setelahnya. Pada
masa Klungkung, terjadi perpecahan yang menyebabkan kerajaan Klungkung terbagi menjadi
delapan buah kerajaan kecil yang juga dikenal di Bali sebagai swapraja.

Sejarah Kerajaan Bali Lengkap


Meskipun tidak banyak yang tahu tentang sejarah kerajaan Bali, yang pasti adalah kerajaan
Bedahulu atau yang biasa juga disebut Bedulu merupakan kerajaan awal yang muncul di Bali.
Kerajaan yang terpusat di Pejeng atau Bedulu, Gianyar, Kerajaan Bali ini berdiri pada sekitar
abad ke-8 hingga abad ke-14. Konon katanya, kerajaan ini diperintah oleh salah satu
kelompok bangsawan yang bernama dinasti Warmadewa dengan Sri Kesari Warmadewa
sebagai raja pertamanya.
Sri Kesari Warmadewa adalah salah satu dari Wangsa Warmadewa, dimana mereka
merupakan salah satu keluarga bangsawan yang memiliki kuasa besar akan pulau Bali di
masa lalu. Sri Kesari sendiri, menurut riwayat lisan yang beredar telah berkuasa sejak abad
ke-10, dan namanya bisa ditemukan dalam sebuah prasasti di Sanur, bernama prasasti
Blanjong. Tertulisnya nama Sri Kesari di dalam prasasti tadi membuatnya menjadi raja
pertama di Bali yang namanya ada dalam catatan tertulis. Dari prasati tadi juga, diketahui
bahwa Sri Kesari ternyata merupakan seorang penganut Buddha Mahayana dan bahwa dinasti
ini memiliki sebuah hubungan yang amat dekat dengan penguasa kerajaan Medang di Jawa
Timur sekitar abad 10 hingga 11.
Setelah Sri Kesari turun jabatan, kerajaan Bali yang saat itu dikenal dengan kerajaan
Bedahulu, dilanjutkan oleh Sang Ratu Ugrasena. Ugrasena diperkirakan memerintah pada
jaman yang sama dengan Mpu Sendok di Jawa Timur, yaitu sekitar 915 hingga 942. Pada
masa pemerintahan Ugrasena, ia terkenal sering merilis prasasti yang memiliki hubungan
dengan kegiatan-kegiatan yang sering diadakan oleh masyarakat kerajaannya seperti
perpajakan, penganugerahan, upacara agama, pembangunan penginapan, hingga pendirian

tempat sembahyang bagi mereka yang ingin berziarah. Bukti fisik tentang kepemimpinan
Ugrasena tercatat dalam beberapa prasasti, antara lain Prasasti Srokada A dan Goblek Pura
Batur A. Seluruh prasasti yang memuat namanya selalu tertulis dalam bahasa Bali kuno, dan
dimulai dengan sebuah perkataan yang berbunyi yumu pakatahu, berarti ketahuilah oleh
kalian semua.

Sejarah kerajaan Bali mencapai babak baru ketika pada masa pemerintahan Sri Astatura
Ratna Bumi Banten pada tahun 1332 hingga 1343, terjadi ekspedisi Gajah Mada ke Bali.
Ekspedisi Gajah Mada dimulai dengan membunuh Kebo Iwa yang ia anggap sebagai sebuah
penghalang misi ini. Cara pembunuhannya adalah dengan menawarkan perdamaian pada raja
Bali sehingga Kebo Iwa dapat dikirim untuk datang ke Majapahit dan kemudian dinikahkan.
Alih-alih dijemput oleh pengantin, yang menjemput Kebo Iwa begitu ia tiba di Majapahit
adalah kematian. Tewasnya Kebo Iwa ini mempermudah Adityawarman menaklukkan Bali di
tahun 1343.
Penundukkan Bali ini kemudian mendorong didirikannya sebuah dinasti boneka di
Samprangan yang kini bernama Gianyar, dekat dengan Bedulu. Pendirian dinasti ini
mengambil waktu saat Gajah Mada masih memimpin, dan dinasti yang bernama Samprangan
ini memiliki raja pertama bernama Sri Aji Kresna Kepakisan. Sri Aji memiliki tiga orang
anak, dan satu di antaranya adalah Dalem Samprangan yang setelah menjabat dinilai tidak
pantas menjadi raja dan digantikan oleh adiknya yang paling muda, Dalem Ketut. Raja
terakhir dalam periode yang disebut dengan nama periode Gelgel adalah Dalem Di Made
pada tahun 1605 hingga 1686.
Sejarah kerajaan Bali berakhir dengan periode kerajaan Klungkung yang sebenarnya masih
tetap bagian dari dinasti Gelgel. Diketahui pada akhirnya bahwa yang mengakhiri masa
pemerintahan dinasti Gelgel adalah pemberontakan oleh I Gusti Agung Maruti karena kesal
kekalahannya tidak berarti pemulihan kembali oleh Dalem Di Made. Pemimpin pertama dari
era Klungkung ini bernama Dewa Agung Jambe yang memerintah pada tahun 1710 hingga
tahun 1775. Di masa ini, kerajaan bali terpecah menjadi delapan buah kerajaan kecil
(sembilan jika menghitung Klungkung sendiri), yaitu: Badung, Mengwi, Bangli, Buleleng,
Gianyar, Karangasem, Tabanan, dan Denpasar.
.

VI.

Singhsari

Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah
kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini
sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.

Nama ibu kota


Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah
Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun 1222,
ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1253, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama Kertanagara
sebagai yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang
merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka,
Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan.

Awal berdiri
Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kadiri. Yang
menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung. Ia mati
dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken Arok, yang
kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang
bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan
Kerajaan Kadiri.
Pada tahun 1254 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kerajaan Kadiri melawan kaum
brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat
dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang
melawan Kerajaan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel,
namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan
Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan
Kertajaya raja Kerajaan Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau pendiri
Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari
Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut
dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang
melawan Kerajaan Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.

Prasasti Mula Malurung

Kejayaan
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1272 - 1292). Ia
adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275 ia
mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng
pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah
Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap
telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kertanagara,
sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun
1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui
kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama
menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara
lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Keruntuhan

Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir Singhasari.
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa akhirnya
mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi pemberontakan Jayakatwang

bupati Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari
Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu Kertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di
Kerajaan Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.

VII.

Majapahit

Sejarah Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit yang sempat menjadi salah satu kerajaan maritim terbesar di Nusantara ini berdiri
pada tahun 1293 hingga tahun 1500. Masa kejayaan Majapahit ialah ketika Hayam Wuruk mengambil
posisi raja dan berkuasa dari tahun 1350 hingga tahun 1389 yang ditandai dengan pendudukan
besar-besaran hingga Asia Tenggara. Hasil pekerjaannya ini juga tidak lepas dari patih yang ada di
sampingnya pada masa itu, yaitu Gajah Mada. Menurut kitab Negarakertagama yang ditulis pada
tahun 1365, Majapahit merupakan sebuah kerajaan dengan 98 daerah jajahan yang membentang
dari Sumatera hingga Nugini dan terdiri dari yang sekarang menjadi Indonesia, Singapura, Malaysia,
Brunei, Thailand selatan, Kepulauan Sulu, Timor Timur, dan Manila. Meski begitu, ruang lingkup
kekuatan Majapahit masih menjadi subjek perdebatan antar sejarawan.

Awal
Berdirinya
Kerajaan
Majapahit
Setelah mengalahkan Kerajaan Melayu di Sumatera pada tahun 1290, Kerajaan Singasari menjadi
kerajaan terkuat di daerah tersebut. Hal ini menggelitik Khan dari Kekaisaran Mongol dan Kaisar dari

Dinasti Mongol Yuan yang bernama Kubilai Khan dimana ia mengirim beberapa utusan yang meminta
upeti. Raja Kertanegara yang saat itu adalah raja terakhir kerajaan Singasari menolak untuk
membayar upeti dan malah menghina serta menantang Kubilai Khan, dan sebagai responnya dikirim
lah 1.000 kapal ekspedisi menuju Jawa dari Mongolia. Sayangnya, ketika pihak Mongol menyerang,
Kertanagara telah tewas di tangan Jayakatwang yang merupakan adipati Kediri. Ketika itu, Raden
Wijaya yang merupakan menantu Kertanegara diberikan sebuah tanah bernama Tarik yang ia
gunakan untuk membangun sebuah desa yang menjadi awal mula sejarah Berdirinya kerajaan
Majapahit. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya langsung memilih untuk membantu mereka
menghancurkan Jayakatwang. Setelah kekuasaan Jayakatwang runtuh, Raden Wijaya menyerang
pasukan Mongol. Kebingungan, pasukan Mongol tersebut terpaksa mundur dan mengikuti tiupan
angin monsoon terakhir pada musim itu.

Keruntuhan Kerajaan Majapahit


Runtuhnya Kerajaan Majapahit akibat terjadi perang saudara antara Wirabhumi melawan
Wikramawardhana pada tahun tahun 1405-1406 M. Selain itu, adanya pergantian raja yang
menjadi perdebatan pada tahun 1450-an dan terjadi pemberontakan besar-besaran pada
tahun1468 M oleh seorang bangsawan. Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada akhir
abad ke-14 dan awal abad ke-15.

Raja-raja Majapahit
1.

Kertajasa Jawardhana atau Raden Wijaya (1293 1309)

2.

Raja Jayanegara (1309-1328)

3.

Tribuwana Tunggadewi (1328 1350)

4.

Hayam Wuruk (1350-1389)

5.

Wikramawardhana (1389-1429)

6.

Suhita

7.

Kertawijaya

8.

Rajasa Wardhana

9.

Purwawisesa

10. Brawijaya V

VIII.

Medang kemulan
KERAJAAN MEDANG KAMULAN
Kerajaan ini seringkali disebut dengan nama Medang Kamulan dapat dikatakan
sebagai kelanjutan Mataram karena ia tak lain adalah ibukota Mataram.
Nama kamulan bisa dianggap sebagai perubahan kata kamulyaan atau
kemulian. Namun, sebagian ahli berpendapat, Medang Kamulan adalah
ibukota Kediri atau Jenggala. Adapula yang menyebutnya Kerajaan Kahuripan.
Pada masa Medang Kamulan (Kahuripan) inilah terjadi perpindahan kekuasaan
politik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, setelah Mataram hancur karena
letusan
Gunung
Merapi.
Pergeseran
peta
kekuasaan
ini
pada
perkembangannya sangat menentukan sejarah perpolitikan di Jawa
khususnya. Medang Kahuripan ini dibangun oleh keturunan raja Mataram.
Namanya Mpu Sindhok, pendiri Dinasti Isana. Dinasti Isana ini memerintah
Medang Kamulan selama satu abad sejak 929 M.

Letak Geografis
Kerajaan Medang Kamulan didirikan oleh Mpu Sindok setelah memindahkan
pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Letak Medang
Kamulan berdsarakan prasasti terletak di muara Sungai Brantas, dengan ibu
kotanya bernama Watan Mas.

Prasasti
Prasasti-prasasti yang menerangkan Kerajaan Medang Kamulan adalah
sebagai berikut :
1. Prasasti Mpu Sindok dari Desa Tangeran (daerah Jombang, Jawa
Timur) tahun 933 M yang menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok
memerintah bersama permaisurinya Sri Wardhani Pu Kbin,

2.

Prasasti Mpu Sindok dari daerah Bangil yang menyatakan bahwa Raja
Mpu Sindok memerintahkan pembuatan satu candi sebagai tempat
pendarmaan ayahnya dari permaisurinya (Rakyan Bawang).
3. Prasasti Mpu Sindok dari Lor (dekat Nganjuk) tahun 939 M yang
menyatakan bahwa Raja Mpu Sindok memerintahkan pembuatan candi
yang bernama Jayamrata dan Jayastambho (tugu kemenangan) di Desa
Anyok Lodang.
4. Prasasti Calcuta, prasasti dari Raja Airlangga yang menyebutkan
silsilah keturunan dari Mpu Sindok.
3. Perkembangan Pemerintahan
a. Mpu Sindok
Mpu Sindok merupakan Raja pertama di Kerajaan Medang Kamulan. Mpu Sindok memerintah selama 20 tahun.
Ia dibantu oleh permaisurinya bernama Sri wardhani Pu Kbin . Saat memerintah, Mpu Sindok bergelar Sri
Maharaja Raka i Hino Sri Isyana Wikrama Dharmatunggadwea.
Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Berbagai usaha yang dilakukan untuk memakmurkan rakyat, antara
lain membangun bendungan atau waduk untuk pengairan. Raja Mpu sindok melarang rakyat untuk menangkap
ikan di bendungan tersebut. Larangan ini bertujuan untuk melestarikan sumber daya alam.
Dalam bidang agama, Mpu Sindok meskipun agama Hindu, sangat memperhatikan usaha penggubahan Kitab
Buddha Mahayana. Hasil gubahan berupa kitab Sang Hyang Kamahayanikan. Ini membuktikan antara agama
Hindu dan Buddha bisa hidup saling berdampingan.
b. Dharmawangsa Teguh
Setelah Mpu Sindok, Medang Kamulan diteruskan oleh Dharma Teguh yang juga merupakan cucu dari Mpu
Sindok. Selama memerintah, ia berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Usaha tersebut antara lain
dengan meningkatkan pertanian, dan perdagangan. Akan usaha untuk meningkatkan perdagangan mengalami
kesulitan. Karena perdagangan di kawasan perairan jawa dan Sumatera masih dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Dalam rangka mematahkan pengaruh Sriwijaya, pada tahun 1003 M, Dharmawangsa mengirimkan tentaranya
untuk merebut pusat perdagangan di Selat Malaka dari kekuasaan Sriwijaya. Serangan tersebut ternyata tidak
berhasil. Bahkan Sriwijaya membalas melalui serangan kerajaan Wura Wuri (kerajaan bawahan
atau vassalSriwijaya). Akibat serangan tersebut Kerajaan Medang mengalami kehancuran. Peristiwa kehancuran
yang menewaskan Dharmawangsa disebut dengan Pralaya.
c. Air langga (Erlangga)
Air langga adalah putera Raja Bali bernama Udaya yang menikah dengan Mahendradatta saudari raja
Dharmawangsa. Air Langga dinikahkan oleh Dharmawangsa. Pada waktu pesta pernikahan, secara tiba-tiba
datang serangan dari kerajaan Wura Wuri (kerajaan bawahan Sriwijaya) yang menewaskan Dhramawangsa dan
keluarga.
Ketika terjadi peristiwa tersebut, Air Langga lolos dari pembunuhan. Atas bantuan Narattoma berhasil melarikan
diri ke hutan. Selama di pengasingan, Air Langga mendapat gemblengan dari para Brahmana dan dinobatan
menjadi raja. Akhir Langga berusaha memulihkan kewibawaan Kerajaan Medang. Secara berturut-turut Air
Langga berhasil menaklukan raja-raja bawahan (vassal) Sriwijaya seperti Bisaprabhawa ditaklukan tahun 1029
M, raja Wijayawarman dari Wengker tahun 1034, Raja Adhamapanuda tahun 1031 M termasuk Wura Wuri tahun
1035. Setelah berhasil memulihkan kewibawaan kerajaan, Air Langga memindahkan ibukota kerajaan Medang
keKahuripan.

IX.

Runtuhnya kerajaan hindu budha


Perkembangan pengaruh agama hindu budha cukup besar, karena dapat mempengaruhi
seluruh sektor kehidupan masyarakat . Kurang lebih pengaruh hindu budaha di Indonesia
selama 1000 tahun atau 10 abad. Ini semua bisa dilihat dengan munculnya kerajaan-kerajaan
bercorak hindu budha dari kerajaan kutai sampai yang terakhir yaitu majapahit. Penyebab
runtuhnya kerajaan bercorak hindubudha antara lain :
1. Terdesaknya kerajaan-kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan
lebih kuat.
2. Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi seperti yang terjadi pada zaman
majapahit.
3. Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan, seperti yang
terjadi pada kerajaan syailendra dan Majapahit.
4. Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintah pusat dan
raja-raja bawahanmembangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh
pemerintah pusat.
5. Kemunduran ekonomi perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat, masalah
perekonomian dan perdagangan diambil ailh oleh para pedagang melayu dan Islam.
6. Tersiarnya agama dan budaya islam yang mudah diterima para adipati di daerah
pesisir. Hal ini membeuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan kerajaan
pusat seperti pada masa kekuasaan kerajaan majapahit.
Setelah kerajaan hindu budha runtuh tapi kebudayaan hindu buda tidak hilang begitu saja hal
ini bisa dilihat masyarakat jawa masih melakukan upacara sesaji ke sawah, punden dan
upacara persembahan kepada penguasa laut kidul dan lain sebagainya. Dan tradisi hindu
budha masih kental dan sepenuhnya dilakukan di bali. Orang-orang bali ini adalah pindahan

orang-orang majapahit dan masih memegang teguh kepercayaannya.


Tetapi tidak seluruh pulau Indonesia marasakan kebudayaan hindu budha. Padahal ada dua
kerajaan nasional yaitu sriwijaya dan majapahit menguasai seluruh daerah Indonesia tetapi
mereka hanya menguasai politik dan ekonominya saja dan tidak menyebar luaskan
agamanya. Jadi pada waktu daerah tersebut melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan itu akan
kembali kepada kebisaan yang lama. Adapaun pulau Indonesia yang tidak terjamah
kebudayaan hindi budha yaitu pulau Sulawesi, Maluku , Irian dan kepulaluan Nusa Tenggara
Timur

Anda mungkin juga menyukai