Anda di halaman 1dari 32

Borang Portofolio Internship RSUD Cilegon Periode November 2015- 2016

Nama Peserta : dr. Disa Almira


Nama Wahana : RSUD Cilegon
Topik
: Chronic Kidney Disease
Congestive Heart Disease
Polikistik Ginjal
Tanggal (kasus): 7 Februari 2016
Nama Pasien: Ny. J
Tanggal Presentasi:

No. RM:
Nama Pendamping :
dr. Dian Arissanthy
dr. Kamal Sumardin

Tempat Presentasi: RSUD Cilegon


Obyektif Presentasi:
Keilmuan
Keterampilan
Diagnostik
Neonatus
Dewasa
Deskripsi

Penyegaran

Manajemen
Bayi
Lansia
Perempuan, 51 tahun, datang

Tinjauan
Pustaka
Istimewa
Remaja

Masalah

Anak

Bumil
dengan keluhan sesak napas. Dari hasil

pemeriksaan EKG dan Ro thorax didapatkan gambaran perbesaran jantung


Tujuan :
Bahan bahasan :
Cara membahas :

dan gangguan fungsi ginjal.


Penatalaksanaan CHF CKD
Tinjauan
Riset
Pustaka
Diskusi

Kasus

Presentasi

dan

Email

Audit
Pos

Diskusi

Data Pasien :
Nama: Ny.. J
Nama Klinik : RSUD Cilegon

Usia : 51 tahun
Telepon :

No Registrasi : 152934
Terdaftar Sejak :

Data Utama untuk bahan diskusi :


1. Keluhan Utama:
Sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dirujuk dari klinik setempat dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu SMRS.
Sesak nafas ini sudah sering dialami pasien, yaitu sejak 6 bulan yang lalu. Awalnya sesak

dialami pasien hanya saat aktivitas saja, seperti berjalan, dan membaik dengan istirahat.
Namun, sejak 1 minggu SMRS, sesak makin memberat, timbul terutama pada malam hari,
dirasakan juga saat istirahat. Sesak nafas bertambah jika pasien berbaring atau tidur dan
berkurang jika pasien duduk. Jika tidur, pasien harus menggunakan tiga bantal untuk ganjalan.
Saat malam hari pasien mengaku sulit tidur karena sesak. Pasien juga mengeluh nyeri dada kiri
dan berdebar-debar sejak 1 minggu SMRS, hilang timbul, seperti tertindih benda berat,
menjalar ke lengan kiri, tidak tentu berapa lamanya. Pasien juga mengeluh mual, terkadang
muntah, dan merasa nyeri pada ulu hati. Nafsu makan pasien menurun sehingga tubuhnya
semakin kurus. Kedua kaki pasien tidak bengkak, namun pasien mengaku kedua kakinya
pernah bengkak sekitar 4 bulan SMRS dan sembuh setelah dibawa ke dokter. Selama 1 bulan
ini pasien merasakan kulitnya lebih kering dan terkadang gatal. Pasien juga merasa cepat lelah
dan lemas, terdapat batuk kering dan sakit kepala. Nyeri pinggang disangkal. Pasien mengaku
BAK normal, jumlahnya cenderung lebih sedikit daripada sebelumnya. BAB pasien normal.
Saat ini pasien sudah menopause. Riwayat penggunaan obat-obatan jangka panjang disangkal

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan serupa sudah dialami pasien dalam 6 bulan terakhir, pasien rutin kontrol ke dokter
dan minum obat. Namun, dalam 3 minggu terakhir obatnya habis dan tidak kontrol
kembali, sehingga pasien tidak minum obat lagi. Pasien memiliki riwayat tekanan darah
tinggi sejak tahun 2014. Riwayat diabetes melitus dan sakit kuning disangkal. Pasien tidak
pernah menjalani pengobatan paru jangka lama. Tidak ada riwayat alergi sebelumnya, tidak
ada riwayat asma.
4. Riwayat Sosial dan kebiasaan
Pasien sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Riwayat merokok dan minum alkohol
disangkal.

5. Lain-lain (Pemeriksaan fisik dan Penunjang)


PRIMARY SURVEY (IGD RSUD Cilegon 7/02/2016 pukul 18.00) :
AIRWAY & BREATHING: Jalan nafas bebas, sesak (+), trakea di tengah, suara nafas

+/+, RR: 28 x/menit


CIRCULATION:
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 120x/ menit, reguler, kuat, isi cukup
Suhu :36,5 0C
Saturasi: 99%
BB: 45 kg
Temperatur & Gambaran kulit: hangat & basah

GCS : E4M6V5 (15)Compos mentis


SECONDARY SURVEY:
Kepala
: Normocephal
Mata
: Konjungtiva anemis +/+, Sklera Ikterik -/Telinga
: Normotia +/+, sekret -/-, perdarahan -/Hidung
: Deviasi septum -/-, sekret -/-, perdarahan -/Mulut
: Bibir pucat dan kering, lidah kotor (-)
Tenggorok
: Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Leher
: Kelenjar getah bening tak teraba, JVP 5+2 cmH2O, pulsasi arteri
carotis (+)
Cor
Inspeksi
Palpasi

: ictus cordis tak tampak di ICS 5


: ictus cordis teraba di ICS 5, 2 jari lateral linea midklavikula sinistra

Perkusi
:
o Batas kanan jantung di ICS 3 linea parasternal dextra
o Batas kiri jantung di ICS 5, 2 jari lateral linea midklavikula sinistra
o Pinggang jantung di ICS 3 linea parasternalis sinistra.
Auskultasi
: SI SII gallop (+) , tak ada murmur
Pulmo
Inspeksi
: simetris
Palpasi
: vokal fremitus simetris
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: Nafas vesikuler, rhonki +/+ basah halus, wheezing -/Abdomen
Inspeksi
: datar
Perkusi
: pekak, shifting dullnes (-), nyeri ketok CVA (-)
Palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba, ballotement (-)
Auskultasi
: bising usus positif normal
Ekstremitas
: akral hangat, edema -/Kulit
: pucat, tidak sianosis, tidak ikterik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG

Irama
Laju QRS
Regularitas
Aksis
Interval PR
Gelombang P

Sinus rhytm
115x/menit
Regular
devias aksis ke kanan (+)
0.12 detik
P mitral (?)
Interval QRS 0,08 detik, Hipertrofi ventrikel
Kompleks QRS
kanan (+), Hipertrofi ventrikel kiri (+)
ST elevasi/depresi
T inverted/flat
T inverted (+) di V4-V6
Kesan : LVH, RVH, LAH (?), Old Miocard Infark

b.

Pemeriksaan Rontgen Thoraks PA (7 Feb 2016)

Trakhea di tengah

Tak tampak pelebaran mediastinum

Cor: CTR >50%

Batas kiri bergeser ke laterokaudal

Pinggang jantung tampak menebal

Tak tampak elongasi aorta

Pulmo: Corakan bronkovaskuler tak tampak. Tak tampak bercak infiltrat di kedua lapangan
paru.

Diafragma kanan setinggi kosta IX posterior

Sinus kostofrenikus kanan-kiri lancip


Kesan : Cardiomegali
Pulmo tak tampak kelainan.

c.

USG Abdomen (10 Feb 2016)

Hepar : Bentuk dan ukuran baik. Permukaan rata, tepi tajam. Echoparenkim homogen. Sistem
biliovaskuler baik. Tak tampak nodul/massa. Tak tampak dilatasi duktus biliaris intra/ekstra hepatis.

Pankreas : Bentuk dan ukuran baik. Echoparenkim baik.

Lien : Bentuk dan ukuran baik. Echoparenkim baik.

Ginjal Dextra : Kontur ginjal kurang jelas, ukuran 7,5 x 3 cm. Echoparenkim korteks meninggi.
Diferensiasi parenkim korteks dan medula tak jelas. Sistem pelviokalises baik. Tak tampak
batu/SOL.

Ginjal Sinistra : Kontur ginjal kurang jelas, ukuran 7,5 x 4,4 cm. Echoparenkim korteks meninggi.
Diferensiasi parenkim korteks dan medula tak jelas. Sistem pelviokalises baik. Tampak kista
multiple ukuran 2 cm x 1,8 cm.

Kesan:
CKD dextra dan sinistra
Kista multipel ginjal sinistra

Pemeriksaan Laboratorium (7 Feb 2016)

Hematologi Lengkap

Hemoglobin

: 5,9 g/dl (Pr: 12-14)

Leukosit

: 4.900 /uL (5.000-10.000)

Hematokrit

: 18% (Pr: 37-43)

Trombosit

: 286.000 /uL (150.000-450.000)

Kimia Darah
SGOT

: 13 U/L (0-31)

SGPT

: 13 U/L (0-31)

Gula sewaktu

: 170 mg/dl (70-180)

Ureum

: 172 mg/dl (15-40)

Kreatinin

: 11,7 mg/dl (0,5-1,0)

Elektrolit Darah
Natrium

: 135.4 mmol/L

Kalium

: 5.24 mmol/L

Chlorida

: 96.2 mmol/L

Diagnosa awal

1. Acute on CKD stage V


2. CHF FC. IV ec. HHD dan CKD
3. Anemia
4. Hipertensi grade I
Tatalaksana awal di IGD :

O2 3 lpm

IVFD KaEN 1B asnet

Furosemid 1x 40 mg (IV) (ekstra)

Simvastatin 1 x 10 mg

Amlodipin 1 x 5 mg

Prorenal 3x1 tablet

Bicnat 3x1 tablet

Pro transfusi PRC 1 kolf/hari (Hb target: 10 g/dl)

Tablet Tambah Darah 2x1 tablet

Pasang Dower Catheter

Pro Hemodialisis

Batasi asupan cairan 1000 cc/24 jam

Observasi Urin Output

Follow Up tanggal 8 Feb 2016

Subjective
Objective

Sesak (+) berkurang, sakit kepala (+), mual (+), tidak nafsu makan
(+) kulit gatal (+)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda vital:
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 100 kali / menit
Pernapasan : 28 kali / menit

Suhu : 36,8 0 celcius


Mata : CA +/+ , SI -/Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5+2 cm H2O


Cor : S I, II , murmur (-), gallop (+)
Pulmo : suara napas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/Abdomen : datar, supel, NTE (-), BU (+) normal
Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/

Pemeriksaan Hematologi Lengkap (8 Feb 2016)

Hemoglobin

: 6,7 g/dl (Pr: 12-14)

Leukosit

: 6.800 /uL (5.000-10.000)

Hematokrit

: 21% (Pr: 37-43)

Trombosit

: 309.000 /uL (150.000-450.000)

Eritrosit

: 2,61 jt/uL (Pr: 4-5)

MCV

: 80 fl (80-100)

MCH

: 26 pg (27-32)

MCHC

: 32 gr/dl (33-36)

RDW

: 14,6 %

Morfologi Darah

Eritrosit

: Normositik Normohipokrom,target cell,

cigar shape, tear drops

Leukosit

Jumlah

cukup,

limfosit

atipik,

hipersegmentasi netrofil

Trombosit

Assessment

: Jumlah cukup, penyebaran merata

Kimia Darah

Ureum

: 180 mg/dl

Kreatinin

: 11,3 mg/dl

1. Acute on CKD stage V

2. CHF FC. IV ec. HHD dan CKD


3. Anemia Normositik Normohipokrom
4. Hipertensi grade I

Planning

IVFD KaEN 1B asnet

Prorenal 3x1

Bicnat 3x1 tablet

Furosemid 2 x40 mg IV

Tambah darah 3x1 tablet

Amlodipin 1x5 mg

Rencana HD

Rencana transfusi PRC 500cc

Follow up tanggal 9 Feb 2016

Subjective
Objective

Sesak (+), sakit kepala (+), mual (+)


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 100 kali / menit
Pernapasan : 27 kali / menit
Suhu : 36,8 0 celcius
Mata : CA +/+ , SI -/Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5+2 cm H2O


Cor : S I, II gallop (+), murmur (-)
Pulmo : suara napas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/Abdomen : datar, supel, NTE (-), BU (+) normal

Assessment

Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/1. Acute on CKD stage V


2. CHF FC. IV ec. HHD dan CKD
3. Anemia Normositik Normohipokrom
4. Hipertensi grade I

Planning

IVFD KaEN 1B asnet

Prorenal 3x1

Bicnat 3x1 tablet

Furosemid 2 x40 mg IV

Ramipril 1 x 5 mg

ISDN 1 x 5 mg (k/p)

Tambah darah 3x1 tablet

Rencana HD (Namun, pasien menolak HD)

Transfusi PRC 500cc

Follow up tanggal 10 Feb 2016


Subjective
Objective

Sesak (+) berkurang , mual (+) lemas (+)


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 94 kali / menit
Pernapasan : 22 kali / menit
Suhu : 37,2 0 celcius
Mata : CA +/+ , SI -/Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP 5+2 cm H2O


Cor : S I, II gallop (+), murmur (-)
Pulmo : suara napas vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

10

Abdomen : datar, supel, NTE (-), BU (+) normal


Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema kedua tungkai: -/Pemeriksaan Laboratorium ( 10 Feb 2016, Post Transfusi PRC 500cc)

Assessment

Hematologi Lengkap

Hemoglobin

: 8,3 g/dl (Pr: 12-14)

Leukosit

: 7.800 /uL (5.000-10.000)

Hematokrit

: 25 % (Pr: 37-43)

Trombosit

: 256.000 /uL (150.000-450.000)

5. Acute on CKD stage V


6. CHF FC. IV ec. HHD dan CKD
7. Anemia Normositik Normohipokrom
8. Hipertensi grade I

Planning

IVFD KaEN 1B 500cc/24 jam

Prorenal 3x1

Bicnat 3x1 tablet

Furosemid 2 x40 mg IV

Ramipril 1 x 5 mg

ISDN 1 x 5 mg (k/p)

Tambah darah 3x1 tablet

Rencana HD (Namun, pasien menolak HD)

Post transfusi PRC 500cc

Pasien Pulang Paksa

Hasil Pembelajaran
1. Temuan pemeriksaan klinis pada CHF dan CKD

11

2.
3.
4.
5.

Penegakan Diagnosis CHF dan CKD


Pemeriksaan penunjang yang diperlukan
Tatalaksana Awal
Tatalaksana Lanjutan

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio:


ANALISIS KELUHAN PASIEN
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu SMRS. Sesak nafas ini sudah
sering dialami pasien, yaitu sejak 6 bulan yang lalu. Sesak nafas memiliki berbagai macam etiologi
penyakit yang mendasari. Secara garis besar, sesak nafas dapat disebabkan oleh gangguan dari organ
jantung, paru, ginjal, hepar, atau metabolik.1
Pada pasien ini, sesak nafas bersifat berulang (bukan yang pertama kali). Awalnya sesak
dialami pasien hanya saat aktivitas saja, seperti berjalan, dan membaik dengan istirahat. Namun, sejak
1 minggu SMRS, sesak makin memberat, timbul terutama pada malam hari. Sesak nafas bertambah
jika pasien berbaring atau tidur dan berkurang jika pasien duduk. Jika tidur, pasien harus
menggunakan tiga bantal untuk ganjalan. Saat malam hari pasien mengaku sulit tidur karena sesak.
Dari anamnesis pada pasien, diketahui bahwa jenis sesak/dispnea yang dialami pasien adalah
orthopnea, dispnea on effort, dan paroksismal nocturnal dispnea yang merupakan gejala khas
penyakit jantung.
Gejala-gejala pada pasien menunjukkan suatu sindrom klinik yang diakibatkan oleh
ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO) yang cukup untuk melayani
kebutuhan jaringan tubuh akan O 2, yang disebut CHF (Congestive Heart Failure). Untuk menegakkan
diagnosis CHF, kriteria yang digunakan adalah kriteria Framingham, yaitu : 2
1. Mayor :
0

Paroxysmal nocturnal dispnea

Distensi vena leher

Peningkatan tekanan vena >16 cmH2O

Ronkhi basah

Kardiomegali

Edema paru akut

S3 gallop

Refluks hepatojugular positif

Hidrotoraks

12

2. Minor
0

Edema tungkai

Batuk malam

Sesak pada aktivitas

Hepatomegali

Efusi pleura

Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Takikardia (>120x/menit)

Berdasarkan kriteria Framingham, pada anamnesis pasien ditemukan gejala-gejala yang sesuai
dengan diagnosis CHF, yaitu:
o

Paroxysmal nocturnal dispnea

Sesak pada aktivitas (dispnea on effort)

Rhonki basah halus

Riwayat Edema tungkai

Kardiomegali

Selanjutnya, berdasarkan tingkat keparahannya, CHF diklasifikasikan menurut NYHA (New York
Heart Association) menjadi:2

Class I
Tidak ada batasan dalam aktivitas fisik, aktivitas yang biasa tidak menimbulkan kelelahan,
dada berdebar-debar serta dispnea (nafas pendek).

Class II
Batasan ringan dalam aktivitas fisik. Aktivitas yang biasa menimbulkan kelelahan, dada
berdebar-debar serta dispnea (nafas pendek).

Class III
Batasan sedang dalam aktivitas fisik. Nyaman kalau beristirahat. Beraktivitas sedikit saja
sudah menimbulkan kelelahan, dada berdebar-debar serta dispnea (nafas pendek).

Class IV
Sudah tidak dapat beraktivitas dengan normal lagi tanpa ketidaknyamanan. Tanda-tanda
gangguan pada sistem kardiovaskular muncul dengan kuat. Bahkan saat istirahat,
ketidaknyamanan (sesak) akan langsung muncul.

13

Pada pasien ini, juga ditemukan gejala nyeri dada kiri dan berdebar-debar sejak 1 minggu
SMRS, hilang timbul, seperti tertindih benda berat, menjalar ke lengan kiri, tidak tentu berapa
lamanya. Awalnya gejala sesak dirasakan setelah pasien melakukan aktivitas. Namun, saat ini gejala
sesak nafas, nyeri dada kiri, dan berdebar-debar sudah muncul bahkan saat pasien dalam keadaan
istirahat (berbaring) sehingga dikategorikan ke dalam NYHA kelas IV.
Selain adanya keluhan sesak nafas dan nyeri dada kiri, pasien juga mengeluh mual, terkadang
muntah, dan merasa nyeri pada ulu hati. Nafsu makan pasien menurun sehingga tubuhnya semakin
mengurus. Hal ini menunjukkan adanya gangguan sistem gastrointestinal dan nutrisi. Kedua kaki
pasien tidak bengkak, namun pasien mengaku kedua kakinya pernah bengkak sekitar 4 bulan SMRS
dan menyembuh setelah dibawa ke dokter. Adanya riwayat kaki bengkak pada pasien, menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan. Selama 1 bulan ini pasien merasakan kulitnya lebih kering dan
terkadang gatal. Pasien juga merasa cepat lelah, lemas, dan sakit kepala, sehingga dipikirkan
kemungkinan anemia. Gejala umum anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas, dan dispepsia. 4 Pasien mengaku
BAK normal, jumlahnya cenderung lebih sedikit daripada sebelumnya. Hal ini dimungkinkan adanya
gangguan pada ginjal dan saluran kemih.
Selain sesak nafas yang dapat berasal dari penyakit jantung seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, sesak nafas pada pasien juga dapat disebabkan oleh gangguan ginjal. Hal ini ditegaskan
dengan adanya keluhan-keluhan tambahan seperti:

Gangguan gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah, dan berat badan makin kurus.

Gejala anemia (Gangguan hematologi): Cepat lelah, lemas, penurunan kapasitas aktivitas, dan
sefalgia.

Kelainan kulit: kulit kering dan gatal/pruritus.

Insomnia

Gangguan keseimbangan cairan: adanya riwayat kedua kaki bengkak 4 bulan SMRS.
Gejala-gejala tersebut telah dialami pasien secara berulang dalam 6 bulan. Dengan demikian,

keluhan pada pasien sesuai dengan gejala pada penyakit ginjal kronik (CKD). Definisi yang diajukan
oleh The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of the National Kidney Foundation
(NKF) menyebutkan bahwa CKD (Chronic Kidney Disease) adalah:5

14

Kidney damage (kerusakan ginjal) didefinisikan sebagai kelainan struktural atau


fungsional pada ginjal. Awalnya, kerusakan ginjal ini tanpa disertai dengan penurunan LFG,
seiring berjalannya waktu kerusakan ginjal dapat diiringi dengan penurunan LFG. Marker
(penanda) awal untuk kerusakan ginjal adalah dengan melihat kelainan darah atau urin atau
kelainan pada imaging tests.5
ANALISIS PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien ini yang sesuai dengan kriteria
Framingham pada CHF adalah:

Mayor :

a.

Distensi vena leher

b.

Peningkatan vena jugularis

c.

Ronkhi : ronkhi basah halus +/+

d.

Kardiomegali

e.

Gallop

Minor

a.

Sesak pada aktivitas : RR=28x/menit (saat istirahat)

c.

Takikardia (>120x/menit)
Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien anemia sekaligus sebagai tanda-tanda

CKD yang ditemukan pada pasien ini adalah:

Kulit : warna = pucat

15

Mata : konjunctiva = anemis +/+

Mulut : bibir = pucat


Pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien dengan hipertensi stage 1 adalah TD =

140/90 mmHg. Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 sbb :


Klasifikasi TD

TDS (mmHg)

Normal

TDD (mmHg)

<120

Dan

<80

Prehipertensi

120-139

Atau

80-89

Hipertensi stage 1

140-159

Atau

90-99

Hipertensi stage 2

160

Atau

100

ANALISIS PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa:
a. Pemeriksaan Laboratorium, dengan hasil
Hematologi Lengkap

Hemoglobin

: 5,9 g/dl (Pr: 12-14)

Leukosit

: 4.900 /uL (5.000-10.000)

Hematokrit

: 18% (Pr: 37-43)

Trombosit

: 286.000 /uL (150.000-450.000)

MCV

: 80 fl (80-100)

MCH

: 26 pg (27-32)

MCHC

: 32 gr/dl (33-36)

RDW

: 14,6 %

Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa pasien mengalami anemia. Berdasarkan morfologinya,
anemia dibedakan menjadi:4
a. Anemia Mikrositik Hipokrom
b. Anemia Normositik Normokrom
c. Anemia Makrositik
Pada pasien telah dilakukan apusan sel darah tepi dengan hasil:

Eritrosit

: Normositik Normohipokrom, target cell, cigar shape, tear drops

16

Leukosit

: Jumlah cukup, limfosit atipik, hipersegmentasi netrofil

Trombosit

: Jumlah cukup, penyebaran merata

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pasien menderita anemia normositik normokrom.

Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi eritopoitin. Hal hal yang ikut berperan dalam terjadinya anemia
adalah defisiensi besi kehilangan darah (misal; pendarahan saluran cerna, hematuri) masa hidup
eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang
oleh subtansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat
kadar hemoglobin < 10 g % atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besis
serum/serum iron, kapasitas ikat besi total/ Total Iron Binding Capacity, feritin serum), mencari
sumber pendarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya. 6
Pada pasien telah dilakukan transfusi darah PRC 500cc dan saat dilakukan pemeriksaan darah
lengkap ulang, anemia pada pasien telah terkoreksi dengan hasil:
a. Hemoglobin

: 8,3 g/dl (Pr: 12-14)

b. Leukosit

: 7.800 /uL (5.000-10.000)

c. Hematokrit

: 25 % (Pr: 37-43)

d. Trombosit

: 256.000 /uL (150.000-450.000)

Selanjutnya, pasien juga telah diperiksa kimia darah pada tanggal 7 Feb 2016 dengan hasil:
a. SGOT

: 13 U/L (0-31)

17

b. SGPT

: 13 U/L (0-31)

c. Gula sewaktu

: 170 mg/dl (70-180)

d. Ureum

: 172 mg/dl (15-40)

e. Kreatinin

: 11,7 mg/dl (0,5-1,0)

Kriteria diagnosis CKD adalah LFG <60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
GFR = (140-U) x BB x 0,85 = (140-51) x 45 x 0,85 = 4,04
72 x Cr

72 x 11,7

Klasifikasi CKD berdasarkan derajat penyakit :


Derajat

Penjelasan

GFR

Kerusakan ginjal dengan GFR normal/

90

Kerusakan ginjal dengan GFR ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan GFR sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan GFR berat

15-29

Gagal ginjal

<15/dialisis

Berdasarkan tabel tersebut, pasien ini diklasifikasikan ke dalam CKD stage V.


Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik
Hubungan antara penurunan LFG dan gambaran klinik sebagai berikut :
a) Penurunan cadangan faal ginjal ( LFG > 60 %)
Pada tahap ini biasanya tanpa keluhan, karena faal ekskresi dan regulasi masih dapat
dipertahankan normal. Maslah ini sesuai dengan konsep intac nephrom hypothesis.
Kelompok pasien ini sering ditemukan kebetulan pada laboratorium rutin.
b) Insufisiensi renal (LFG = 30-60 %)
Pasien GGk pada tahap ini masih dapat melakukan aktivitas normal walaupun sudah
memperlihatkan keluhan-keluhan yang berhubungan dengan retensi azotemia. Pada pemeriksaan
hanya ditemukan hipertensi, anemia (penurunan HCT) dan hiperurikemia. Pasien pada tahap ini
mudah terjun ke sindrom acute on chronic renal failure artinya gambaran klinik gagal ginjal akut
(GGA) pada seorang pasien gagal ginjal kronik (GGK), dengan faktor pencetus (triger) yang
memperburuk faal ginjal (LFG) Sindrom ini sering berhubungan dengan faktor-faktor yang
memperburuk faal ginjal (LFG).

18

Sindrom acute on chronic renal failure :


-

Oliguria

Edema perifer (ekstrimitas & otak )

Asidosis, hyperkalemia

Nokturia

Badan lemah

Hipertensi berat

Nafsu makan turun

Berat Badan turun

Klinik sering dikacaukan dengan penyakit jantung hipertensif.


c) Gagal ginjal (LFG < 30 %)
Gambaran klinik dan laboratorium makin nyata : anemia, hipertensi, overhydration atau dehidrasi,
pruritus, mual , muntah, immunocompromise, kelainan laboratorium seperti penurunan HCT,
hiperurikemia, kenaikan ureum & kreatinin serum, hiperfosfatemia, hiponatremia dilusi atau
normonatremia, kalium K+ serum biasanya masih normal.
d) Sindrom azotemia (LFG = kurang dari 5 %)
Sindrom azotemia (istilah lama uremia) dengan gambaran klinik sangat komplek dan melibatkan
banyak organ (multi organ).

b. Rontgen Thorax
Pada pemeriksaan rontgen thorax, didapatkan:

Trakhea di tengah

Tak tampak pelebaran mediastinum

Cor: CTR >50%

Batas kiri bergeser ke laterokaudal

Pinggang jantung tampak menebal

Tak tampak elongasi aorta

Pulmo: Corakan bronkovaskuler tak tampak. Tak tampak bercak infiltrat di kedua lapangan
paru.

Diafragma kanan setinggi kosta IX posterior

Sinus kostofrenikus kanan-kiri lancip


Kesan : Kardiomegali (LVH, LAH)

19

Pulmo tak tampak kelainan.


Adanya kardiomegali (LVH, LAH) mendukung diagnosis ke arah CHF.
c. EKG
Pada pemeriksaan EKG pasien juga didapatkan adanya LVH, RVH, LAH, dan Old Miokard
Infark, sehingga mendukung diagnosis CHF.
d. USG Abdomen
Pemeriksaan radiologis CKD meliputi: a). Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak. b).
Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter glomerulus, di
samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan. c). Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi. d). Ultrasonografi
ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis
atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi. e). Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan
bila ada indikasi.7
USG Abdomen dilakukan untuk memastikan adanya proses kerusakan ginjal kronik dan etiologi CKD
pada pasien. Hasil yang didapatkan pada USG Abdomen pasien adalah CKD dextra dan sinistra dan
kista multipel ginjal sinistra. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa etiologi CKD pada pasien
salah satunya adalah polikistik ginjal sinistra.

Penyakit ginjal polikistik (PKD) adalah suatu kondisi genetik yang ditandai oleh pertumbuhan
kista pada ginjal. Hingga saat ini belum ada obatnya tetapi pengobatan medis dapat mengatasi gejala
dan mengurangi risiko komplikasi. Komplikasi yang mungkin terjadi infeksi saluran kemih, tekanan
darah tinggi, dan gagal ginjal.8
Terdapat 2 bentuk penyakit ginjal polikistik: 8
1. PKD Autosomal Dominan
PKD Autosomal Dominan dikenal juga dengan penyakit polikistik dewasa. Gangguan
autosom dominan ini merupakan penyebab gagal ginjal stadium akhir pada orang dewasa.
Penyebab PKD Autosomal Dominan adalah adanya defek genetik pada suatu lokus pada

lengan pendek kromosom 16. 8


Pada orang dewasa yang terkena kedua ginjal membesar dan menampakan kista-kista
korteks dan medulla yang terutama merupakan pelebaran tubulus. Penyakit ini biasanya
muncul pada usia dekade ke-4 atau ke-5 dengan hematuria makroskopis atau

20

mikroskopis. Kelainan yang menyertai dapat meliputi kista hati tanpa arti klinis dan
aneurisma pembuluh darah otak yang dapat menyebabkan pendarahan intracranial. 8
Kista yang besar dapat menyumbat sistem pelviokalises atau saluran kemih. Bisa
terjadi perdarahan di dalam kista atau daerah perineal, yang mengakibatkan rasa nyeri
yang sangat pada pasien. Kista ginjal juga dapat mengalami infeksi, bila meluas sampai
ke parenkim ginjal, sehingga dapat menyebabkan infeksi sistemik. Komplikasi lain
dapat berupa urolitiasis, nefrokalsinosis, dan keganasan. 8

Prognosis ginjal polikista ini sangat buruk, karena pasien akan jatuh pada kondisi
terminal. 8
2. PKD autosomal resesif
Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit polikistik infantile. Gangguan autosom resesif yang
jarang ini mungkin tidak terdeteksi sampai sesudah masa bayi. Selain kista pada ginjal, kista juga
ditemukan di dalam hati. 8

Kedua ginjal sangat membesar dan secara makroskopis ditemukan banyak sekali kista
di seluruh korteks dan medulla. Pemeriksaan mikroskopis menunjukan bahwa kista
merupakan dilatasi duktus

kolektivus, interstisium dan sisa tubulus

dengan

perkembangan fibrosis interstisial dan atrofi tubulus dapat menyebabkan gagal ginjal. 8
Pada sebagian penderita juga terdapat kista di dalam hati, pada kasus yang berat kista di dalam
hati dapat dihubungkan dengan sirosis, hipertensi portal, dan kematian karena pecahnya
varises esophagus. 8
PATOFISIOLOGI CHRONIC KIDNEY DISEASE

Patofisiologi CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,


tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron
yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai
oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhimya diikuti oleh proses
maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhimya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah
tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron
intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin angiotensin-aldosteron,

21

sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor (TGF- ).
Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas CKD
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas
interindividual

untuk

terjadinya

sklerosis

dan

fibrosis

glomerulus

maupun

tubulointerstitial.7
Pada stadium paling dini CKD, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal
reserve), pada keadaan dimana basal LFG masih normal atau malah meningkat.
Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi
sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan
tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi
saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipovolemia atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi
yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada keadaan ini
pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.

22

ANALISA PEMERIKSAAN ANJURAN

AGD: pada CKD sering terjadi asidosis metabolik yang harus segera ditangani.

Profil lipid dan asam urat serum: untuk mencari etiologi yang dapat memperburuk
CKD selain hipertensi.

Waktu pembekuan dan waktu perdarahan: pada pasien CKD sering terjadi gangguan
perdarahan.

23

ANALISA PENATALAKSANAAN PASIEN


Di IGD pasien telah mendapatkan pengobatan berupa:

O2 3 lpm
O2 diberikan secara nasal kanul untuk mengurangi resiko hipoksia. Setiap peningkatan 1
L/menit akan meningkatkan konsentrasi oksigen yang terhirup sekitar 4%.

IVFD Ka-EN 1B 500 cc/ 24 jam


Pada pasien CHF dan CKD dengan tanda tanda overload cairan dan status elektrolit pasien
belum diketahui. Perlu dilakukan pembatasan pemberian cairan .

Furosemid 1x 40 mg (IV)\
Furosemid merupakan contoh diuretik kuat yang tergolong derivat sulfonamid. Obat ini
merupakan salah satu obat standar untuk gagal jantung dengan edema, asites, edema karena
penyakit gagal ginjal, dan edem paru. Furosemid bekerja dengan menghambat reabsorpsi
elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal. Pada pemberian IV, obat ini
meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Pada CKD,
diperlukan dosis furosemid yang jauh lebih besar daripada dosis biasa. Hal ini karena
banyaknya protein dalam cairan tubuli yang mengikat furosemid sehingga menghambat
diuresis, dan pada pasien dengan uremia, sekresi furosemid melalui tubuli menurun. Dosis
awal furosemid adalah 1mg/kgBB diberikan bolus, untuk meningkatkan aliran urin selama 2
jam.
Pada pasien didapatkan dosis= 1x45= 45 mg atau 40 mg (1 ampul), sehingga pemberian dosis
furosemid pada pasien sudah tepat.

ProRenal 3x1 tablet


Sebagai terapi suplemen dan multivitamin untuk insufiesiensi ginjal kronik dalam hubungan
dengan diet tinggi kalori dan rendah protein pada retensi yang terkompensasi maupun tak
terkompensasi

Bicnat 3 x1 tablet
Bicnat atau natrium bikarbonat diperlukan untuk mengatasi asidosis metabolik yang sering
terjadi pada pasien CKD.

Tambah darah 3 x1 tablet


Asam folat diperlukan untuk memperbaiki anemia pada CKD yang dapat disebabkan oleh

24

defisiensi asam folat.


Saat di ruang rawat inap, terapi yang diberikan pasien berupa:
1. IVFD Ka-EN 1B 500 cc/24 jam
2. Bicnat 3x1 tablet
3. ProRenal 3x1 tab
4. Tablet tambah darah 3x1 tablet
5. Furosemid 1x 40 mg IV
6. Ramipril
Merupakan golongan Angiotensin Converting Enzyme yang melalui berbagai studi telah
terbukti memperlambat proses perburukan fungsi ginjal sebagai antihipertensi dan anti
proteinuria. Mekanismenya sebagai antihipertensi intraglomerolus.
7. Transfusi PRC 500 cc
Untuk mengatasi anemia pada pasien, dilakukan transfusi darah. Transfusi darah pada pasien
CKD sedapat mungkin dihindari dan hanya diberikan pada keadaan khusus: 10
a. Hb <7 g/dl dengan atau tanpa gejala anemia.
b. Hb <8 g/dl dengan gangguan kardiovaskular yang nyata.
c. Perdarahan akut dengan gejala gangguan hemodinamik.
d. Pasien yang akan menjalani operasi.
Pada pasien ini telah ada indikasi untuk transfusi darah, dengan target pencapaian Hb 7-9 g/dl.
Kebutuhan PRC = 3 x (Hb target-Hb sekarang) x BB = 3 x 3,1 x 45 = 418,5 cc. Cara
pemberian transfusi darah:

Dianjurkan dalam jumlah kecil dan bertahap

Pada pasien HD sebaiknya diberikan saat HD

Transfusi darah sebaiknya diberikan dengan kecepatan tetesan 1 ml/menit pada 15 menit
pertama dan bila tidak ada reaksi transfusi, dilanjutkan 4 ml/menit.

8. Rencana HD (Keterangan: Pasien menolak HD)

Inisiasi terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Indikasi hemodialisis pada CKD adalah: bila GFR < 15ml/menit, atau salah
satu dari kondisi:

25

KU buruk dan gejala klinis nyata

K serum >6 mEq/L

Ureum darah >200 mg/dL

pH darah < 7,1

Anuria berkepanjangan (>5 hari)

Kelebihan cairan

Pada pasien ini sudah diindikasikan untuk melakukan hemodialisis karena LFG pasien <15
ml/menit/1,73 m2, termasuk CKD stage V.

ANJURAN TATA LAKSANA PADA PASIEN


Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
a. Terapi Spesifik Terhadap Penyakit Dasarnya
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Sebaliknya, bila LFG sudah
menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak
bermanfaat.7
b. Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid
Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
CKD. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain, gangguan keseimbangan
cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius,
obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya. 7
c. Menghambat Perburukan Fungsi Ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Dua cara penting untuk mengurangi hiperfiltasi glomerulus ini adalah:
Pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG

26

<60 ml/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu
dianjurkan. Protein diberikan 0,6 - 0,8/kg.bb/ hari, yang 0,35 - 0,50 gr di antaranya merupakan
protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari.
Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak tidak disimpan dalam tubuh
tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang terutama diekskresikan melalui
ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen, posfat, sulfat, dan
ion anorganik lain juga diekskresikan melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi
protein pada pasien CKD akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion
anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia.
Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom
uremik. Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena
protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia. 7

Terapi farmakologis, untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pemakaian obat


antihipertensi, di samping bermanfaat untuk memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat
penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi hipertensi
intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.7
Di samping itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria.
Saat ini diketahui secara luas bahwa, proteinuria merupakan faktor risiko terjadinya
pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat proteinuria berkaitan dengan proses
perburukan fungsi ginjal pada CKD. 7
Beberapa obat antihipertensi, terutama Penghambat Enzim Konverting Angiotensin
(Angiotensin Converting Enzyme/ACE inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat

27

memperlambat proses pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya
sebagai antihipertensi dan antiproteinuria. 7
c. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting,
karena 40-45 % kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskular adalah,
pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian
anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan
keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
penyakit ginjal kronik secara keseluruhan. 7

d. Pencegahan dan Terapi Terhadap Komplikasi


CKD mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat
penurunan fungsi ginjal yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada CKD terdapat pada
tabel berikut. 7

a. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada penyakit ginjal
kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan dalam
terjadinya anemia adalah, defisiensi besi, kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna,
hematuri), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,

28

penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik. 7
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10 g% atau hematokrit 30%,
meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum, serum iron, kapasitas ikat besi
total/Total Iron Binding Capacity, feritin serum),mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya. 7
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain
bila ditemukan. Pemberian eritropoitin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Dalam
pemberian EPO ini, status besi harus selalu mendapat perhatian karena EPO memerlukan besi
dalam mekanisme kerjanya. Pemberian tranfusi pada CKD harus dilakukan secara hati-hati,
berdasarkan indikasi yang tepat dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan
secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia dan
pemburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dl.
7

b. Osteodistrofi renal

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi CKD yang sering terjadi. Penatalaksanaan


osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon
kalsitriol.7
Mengatasi Hiperfosfatemia
1.

Pembatasan asupan fosfat. Pemberian diet rendah fosfat sejalan dengan diet

pada pasien penyakit ginjal kronik secara umum yaitu, tinggi kalori, rendah

29

protein dan rendah garam, karena fosfat sebagian besar terkandung dalam daging
dan produk hewan seperti susu dan telor. Asupan fosfat dibatasi 600-800 mg/hari.
Pembatasan asupan fosfat yang terlalu ketat tidak dianjurkan, untuk menghindari
terjadinya malnutrisi. 7
2.

Pemberian pengikat fosfat. Pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam

kalsium, aluminium hidroksida, garam magnesium. Garam-garam ini diberikan


secara oral, untuk menghambat absorbsi fosfat yang berasal dari makanan. Garam
kalsium yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat (CaC03) dan calcium
acetate. 7
3.

Pemberian bahan kalsium memetik (calcium mimetic agent). Akhir- akhir ini

dikembangkan sejenis obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar


paratiroid, dengan nama sevelamer hidrokhlorida. Obat ini disebut juga calcium
mimetic agent, dan dilaporkan mempunyai efektivitas yang sangat baik serta efek
samping yang minimal. 7
Pemberian Kalsitriol (1.25 (OHP)
Pemberian kalsitriol untuk mengatasi osteodistrofi renal banyak dilaporkan. Tetapi
pemakaiannya tidak begitu luas, karena dapat meningkatkan absorbsi fosfat dan kalsium di
saluran cerna sehingga dikhawatirkan mengakibatkan penumpukan garam calcium carbonate di
jaringan, yang disebut kalsifikasi metastatik. Di samping itu juga dapat mengakibatkan
penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar paratiroid. Oleh karena itu, pemakaiannya
dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat darah normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) >
2,5 kali normal. 7

c.

Pembatasan Cairan dan Elektrolit


Pembatasan asupan air pada pasien penyakit ginjal kronik, sangat perlu dilakukan. Hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edem dan komplikasi kardiovaskular. Air yang masuk
ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible
water loss. Dengan berasumsi bahwa air yang keluar melalui insensible water loss antara 500
-800 ml/hari (sesuai dengan luas permukaan tubuh), maka air yang masuk dianjurkan 500800
ml ditambah jumlah urin.7
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan kalium
dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang fatal. Oleh karena

30

itu, pemberian obat-obat yang mengandung kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti
buah dan sayuran) harus dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,55,5 mEq/lt. Pembatasan
natrium dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang
diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang terjadi. 7
Dengan demikian, diet yang dianjurkan pada pasien adalah:

1. Diet ginjal 1700 kal/hari


Pada CKD, jumlah energi adalah 35 kal/kgBB ideal/hari
BB ideal = (TB dalam cm 100)-10% (-10%)
= (150-100)-10%(-10%) = (50-5)-4,5 = 40,5 kg
Energi = 35 x 40,5 = 1417,5 kal/hari.
2. Diet rendah protein = 40 gr
Asupan protein untuk pasien non dialisis = 0,6-0,75 gr/kgBB ideal/hari = 0,6 x
40,5 = 24,3 gr/hari
Untuk pasien hemodialisis = 1-1,2 gr/kgBB ideal/hari = 1x40,5 = 40,5 gr/hari.
5.

Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapi)


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 mI/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis,
peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal. 7

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Zulkifli Amin. Manifestasi Klinik dan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan
Pernapasan. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Editor Sudoyo AW, dkk.
Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2015.
2. Panggabean, Marulam M. Gagal Jantung. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.
3. Christanto, dkk. Kapita Selekta Kodokteran Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculaplus. 2014. Hal: 644-7.
4. Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2009.
5. National Kidney Foundation KDOQI Guidelines. Definition and classification of
stages

of

chronic

kidney

disease.

2012.

Cited

from:

http://www.kidney.org/PROFESSIONALS/kdoqi/guidelines_ckd/p4_class_g1.htm
6. Tessy Agus. Hipertensi pada Penyakit Ginjal. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi V. Jakarta: FKUI; 2015. hal 1086-89.
7. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II. Editor Sudoyo AW, dkk. Edisi 6. Jakarta: FKUI; 2015. Hal 1035-40.
8. Gearhart J.P., Baker L.A., 2001. Congenital Disease of The Lower Urinary Tract. In:
Comperhensive Urology, Editor : Robert M. Weiss, Nicholas J.R. George, Patrick H.
Oreally. Mosby International Limited, England.
9. Nafrialdi. Antihipertensi. Dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta:
Departemen Farmakolologi dan Terapeutik FKUI; 2007. hal. 354-58.
10. PERNEFRI. Konsensus Manajemen Anemia pada Penyakit Ginjal Kronik. Edisi 2.
Jakarta: Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2011.

32

Anda mungkin juga menyukai