HTTP
HTTP
VXZXRf6G_LU
d.
e.
f.
g.
dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling
rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat
udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren (Wilson, 2005).
Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin,
2006).Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali
lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan
asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker
paru (Amin, 2006).
Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi
pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk
gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).
berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling
berdekatan (Kumar, 2007).
e. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada
jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma
bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma
bronkogenik dan mengancam jiwa.
Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis
3. Gejala penyakit metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis
Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi : osteoartropati
Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
4. Asimtomatik dengan kelainan radiologist :
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
E. MANIFESTASI KLINIS KANKER PARU
Gejala-gejala kanker paru yaitu:
1. Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi pada bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
b. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F. PATOFISIOLOGI KANKER PARU
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung
pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus
dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
G. PATHWAY KANKER PARU
Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kalenjer
getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus
dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada
pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dada). Jika pasien
membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru.
Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya
cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan
keterlibatan kalenjer getah bening dan metastasis luar paru.
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru
kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak
terlihat. Sama seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk
menentukan staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masingmasing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera
dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang.
Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC
atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus
segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor
primer, keterlibatan organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah
bening (N), atau penyebaran jauh (M).
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada
jaringan disekitanya.
Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya,
atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.
b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam
sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.
Stadium 0
Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan terdalam paruparu dan tidak bersifat invasif.
Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum
menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.
Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah bening
di dekatnya.
Stasium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya, seperti
dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah bening di sisi yang
sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang
sama, atau di paru-paru yang lain. Sel sel Kanker telah menyebar juga ke organ
tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi.
Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 95 %.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
Torakotomi.
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada
paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ
lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh
baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar
getah bening, dan metastasis ke organ lain.
massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di
dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.
8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan
mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga
dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih
panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang
ada
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN KANKER PARU
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
2. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat gizi karena factor biologis dan
psikologi
2.
INTERVENSI (NIC)
Airwey suction
Auskultasi suara nafas sebulum dan
sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan
Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suktionnasotrakeal
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasatrakeal
Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukan bradikardi,
peningkatan saturasi O2,dll.
Airway management
Posisikan pasien u/ memaksimalkan
ventilsi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Keluarkan sekret
Dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
Terapi oksigen
Beesihkan mulut, hidung, dan seckret
trakea
Pertahankan jalan napas yang paten
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi klien
Monitor TD, nadi, dan RR
4.
DAFTAR PUSTAKA
Def in isi
b a wa h
B ron ko ge n ik.
(p a ru -p a ru )
d an
te rma su k
d id a lam n ya
ad a lah
Ka rsin om a
2.
E p id em io lo gi
3.
E t io lo g i
ka n ke r
pa ru -p a ru
me n in gka t
d ua
ka li.
S ua tu
ka rsino ge n
ya n g
p e rsis
de n gan
kan ke r
p a ru ,
ya n g
f u n gsin ya
se b a ga i
tu mo r
4.
Fa to f isio lo gi
5.
K la sif ika si
Ka rsin om a se l skua mo sa
b.
Ka rsin om a se l ke cil
c.
A de no ka rsin om a
d . K a rsino ma se l be sa r
e.
Ka rsin om a Ad en o skua mo sa
f.
Ka rsin om a de n ga n p le mo rp , sa rko ma to id
g.
Ka rsin o id t um o r
h.
i.
Ka rsin om a se l skuo mo sa
Tip e h isto lo g i ka rsin om a b ro n ko gen ik ya n g pa lin g se r in g d it em u ka n , ka n ke r in i
b e ra sa l da ri p e rm u kaa n e p ite l b ron ku s. P en am ba h an ep it e l te rma su k me ta p la sia
a ta u disp la sia a kiba t me ro ko k ja n gka p an ja n g.
G e ja la klin is ya n g m un cu l ba tu k da n he mo pt isis akib a t irit a si/ u lse ra si, pn em on ia
d an pe mb en tu ka n a b se s akib a t o b st ru ksi d an inf e ksi se ku nd e r.
Ad en o ka rsin o ma
Tim bu l d iba g ian p e rif e r se gme n b ro n ku s d an ka da n g- kad an g da pa t d ika it ka n
d en ga n ja rin gan p a ru t lo ka l p ad a p a ru - pa ru d an f eb ro sis int e rst isia l kro n ik, le si
se rin gka li me lua s me la lu i pe mb u lu h d a ra h d an limf e pa da st ad ium din i, d an se ca ra
klin is t id a k m en in gka t ka n ge ja la - ge ja la sam pa i t e rja d i me ta sta sis ya n g jau h.
Ka t sino ma se l ke cil
S e ca ra mikro sko p is, t um o r in i te rbe n tu k d a ri se l- se l ke cil (se kit a r du a ka li u ku ra n
limf o sit
d en ga n
in t i
h ipe rkro ma t ik
p eka t
d an
sito p la sm a
se d ikit
se l- se l
in i
Ka rsin om a se l b esa r
A da la h
se l-se l
sit op la sma
ya n g
ga na s
be sa r
ya n g
d an
be sa r
uku ra n
d an
in t i
be rd if e ren sia si
ya n g
san ga t
bu ru k
b e rm a ca m -ma ca m .
de n gan
S e l-se l
in i
Ka rsin om a ko mb in a si
S e kita r 10 % d a ri sem ua ka n ke r pa ru m em iliki su a tu ko mb in a si h isto lo gi, te rm a su k
ya n g te la h d iseb u t ka n dia ta s.
6.
G e ja la K lin is
Ba tu k
Dah a k be rda ra h
Se sa k n af a s
Rad an g pa ru be ru la n g
Ke le lah an
Pe nu ru na n be rat b ad an
Nye r i da da
Mua l, m un ta h
7.
P em e riksaa n Fisik
I n sp e ksi
Ad an ya sia n o sis
Pa sien t e rlih at se sa k
Pa sien t am pa k lem ah
P a lp a si
Ad an ya f rem itu s ta kt il
A u sku lt a si
Ad an ya pe rub ah a n b un yi n af a s
8.
B ron ko skop i:
m em un gkin ka n
pe ncu cian
ba gia n,
da n
pe mb e rsiha n
B iop si
CT-sca n
9.
Dia gn o sis
a.
Tin d a ka n P en an gan an
Man a jem en t an pa pe mb ed ah a n
se su a i
d en ga n
p e rm in ta an .
B ah kan
jika
pa sie n
t id a k
t e rla lu
je la s
3 ) Ke mo te ra p i
Me ru pa kan p iliha n p en go ba ta n p ad a pa sien de n gan ka n ke r pa ru -p a ru , t e rut am a
p ad a sm a ll- ce ll lun g can ce r ka re na me ta sta sis. K em ot e ra p i d ap at ju ga di gun a ka n
b e rsa ma a n de n gan te rap i su r gica l (pe mb ed a ha n ). Age n kem o te ra p i ya n g b ia sa n ya
d ibe rika n un tu k m en an ga n i ka n ke r, te rma su k ko mb in a si da ri:
E to po sid e da n cisp la t in
4 ) Im un ot e ra p i
B an ya k
p a sie n
de n gan
kan ke r
pa ru -p a ru
m en ga lam i
ga n ggu a n
im un .
Age n
I nd ika si :
b.
Man a jem en B ed ah
1)
p ad a
t um o r
sta d ium
se rt a
sta d ium
II
jen is
ka rsino ma ,
a)
K a ra kt e rist ik b io lo g is tu mo r
Ha sil b u ru k: oa t ce ll
b ) Le ta k t um o r d an pe mb a gia n st ad iu m klin ik
Un tu k m en en tu kan le ta k p em be da ha n te rba ik
c)
Ke ad aa n f un gsio na l p en de rit a
B. Konse p Da sa r As k e p
1.
a.
P en gka jia n
Dat a su b je kt if
4 ) Pa sien m en ga ta kan b ad an te ra sa le la h
5 ) Pa sien m en ge luh n ye ri da da
6 ) Pa sien m en ge luh su lit t id u r
7 ) Pa sien m en ge luh n af su m aka n m en u ru n
b.
Dat a ob ye kt if
1 ) Pa sien t am pa k se sa k
2 ) Pa sien b at u k-b at u k
3 ) Ad an ya re t ra ksi in te rko st a lis
4 ) Pa sien t am pa k lem ah
5 ) Pa sien m e rin g is ke sa kit an
6 ) Ha sil sito lo g i sp u tu m /p le u ra m en un ju kka n ad an ya ka rsin om a
7 ) Ha sil
CT-sca n
W O C C A PAR U
me nu n ju kka n
ad an ya
m et ap la sia
se l
p a ru
.2
3.
a.
Dia gn o sa K ep e ra wa t an
b.
c.
f.
g.
h.
PK Ane m i
i.
Be rsih an
ja la n
n af a s
t id a k
ef ekt if
b e rh ub u n gan
de n gan
p en in gka ta n
Re n ca na Tin d a ka n
No
1
1
Diagnosa
Intervensi
Rasional
Keperawatan
2
3
4
Nyeri akut
1. Tanyakan pasien tentang 1. Membantu dalam evaluasi
berhubungan dengan
nyeri, karakteristik nyeri,
gejala nyeri karena kanker
invasi kanker ke
rentang intensitas pada
yang melibatkan visera,
pleura, dinding dada
skala 0-10
saraf atau jaringan tulang
ditandai dengan
skala rentang membantu
pasien gelisah
pasien dalam kaji tingkat
nyeri, memberikan alat
untuk evaluasi keefektifan
analgesik meningkatkan
kontrol nyeri.
2. Kaji pernyataan verbal 2. Ketidaksesuaian antara
dan non verbal nyeri
petunjuk verbal/non
pasien
verbal dapat memberikan
petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/keefektifan
intervensi.
3. Catat kemungkinan
3. Insisi posterolateral lebih
penyebab nyeri
tidak nyaman untuk
patofisiologi dan
pasien daripada insisi
psikologis
anterolateral. Adanya
selang dada dapat
melibatkan lebih besar
ketidaknyamanan
3
4. Evaluasi keefektifan
pemberian obat
4
4. Persepsi nyeri dan
hilangnya nyeri adalah
subjektif dan pengontrolan
nyeri yang terbaik
merupakan keleluasaan
pasien
5. Dorong menyatakan
perasaan tentang nyeri
5. Takut/masalah dapat
meningkatkan tegangan otot
dan menurunkan ambang
persepsi nyeri
6. Berikan tindakan
kenyamanan (sering ubah
posisi, pijatan punggung,
sokongan bantal)
penggunaan teknik
relaksasi.
Risiko infeksi
1. Awasi suhu
1. Deman dapat terjadi karena
berubungan dengan
infeksi dan/atau dehidrasi
tidak adekuatnya
pertahanan utama
2. Kaji pentingnya latihan
2. Aktivitas ini meningkatkan
(penurunan kerja silia,
nafas, batuk efektif
mobilisasi dan pengeluaran
menetapnya sekret).
perubahan posisi sering dan sekret untuk menurunkan
masukan cairan adekuat.
risiko terjadinya infeksi
paru.
3
4
3. Observasi warna, karakter,3. Sekret berbau, kuning
bau sputum
atau kehijauan
menunjukkan adanya
infeksi paru
4. Tunjukkan dan bantu
4. Mencegah penyebaran
pasien tentang
patogen melalui cairan
pembuangan tisu dan
sputum tekankan cuci
tangan yang besar dan
penggunaan sarung tangan
bila
memegang/membuang
tisu, wadah sputum.
5. Awasi pengunjung berikan5. Menurunkan potensial
masker sesuai indikasi
terpajan pada penyakit
infeksius
6. Dorong keseimbangan
antara aktivitas dan
istirahat
6. Menurunkan
konsumsi/kebutuhan
keseimbangan oksigen
dan memperbaiki
pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan.
7. Diskusikan kebutuhan
7. Malnutrisi dapat
masukan nutrisi adekuat
memperbaiki kesehatan
umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi
8. Kolaborasi dalam
8. Dapat diberikan untuk
pemberian antimikrobial
organisme khusus yang
sesuai indikasi
terindetifikasi dengan
kultur dan sensitivitas.
3
9. Kolaborasi dalam
pemeriksaan spesimen
sputum
Perubahan nutrisi
1.
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan anoreksia
ditandai dengan
kelemahan, berat
2.
badan menurun
4
9. Dilakukan untuk
mengidentifikasi
organisme penyebab dan
kerentanan penyebab dan
kerentanan terhadap
berbagai antimikrobial
3
6. Timbang berat badan
sesuai indikasi
Kelelahan
1. Evaluasi laporan
berhubungan dengan
kelelahan, kesulitan
peningkatan energi
menyelesaikan tugas
(hipermetabolik)
2. Kaji kemampuan untuk
ditandai dengan
berpartisipasi pada
pasien tampak lemah
aktivitas yang
diinginkan/dibutuhkan
4
6. Berguna untuk
menentukan kebutuhan
kalori menyusun tujuan
berat badan dan evaluasi
keadekuatan rencana
nutrisi.
1. Menentukan derajat dari
efek ketidakmampuan
2. Mengidentifikasi
kebutuhan individual dan
membantu pemilihan
intervensi
3. Rencanakan periode
istirahat adekuat
3. Mencegah kelelahan
berlebihan dan
menyimpan energi untuk
menyembuhan, regenerasi
jaringan.
4. Mengubah energi,
memungkinkan
berlanjutnya aktivitas
yang dibutuhkan normal
5. Tingkatkan tingkat
5. Meningkatkan rasa
partisikasi sesuai toleransi membaik/ meningkatkan
pasien
kesehatan dan membatasi
frustasi
5
Memberikan informasi
khusus individu, membuat
pengetahuan untuk belajar
lanjut tentang manajemen
di rumah. Radiasi dan
2
mengingat ditandai
dengan pasien
meminta informasi
tentang penyakitnya
4
kemoterapi dapat
menyertai intervensi
bedah dan informasi
penting untuk
memampukan
pasien/orang terdekat
untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi.
2. Kuatkan penjelasan ahli 2. Lamanya rehabilitasi dan
bedah tentang prosedur
prognosis tergantung pada
pembedahan dengan
tipe pembedahan, kondisi
memberikan diagram yang praoperasi, dan
tepat. Masukkan informasi lamanya/derajat
ini dalam diskusi tentang
komplikasi.
harapan jangka
pendek/panjang dari
penyembuhan.
3. Diskusikan perlunya
3. Pengkajian evaluasi status
perencanaan untuk
penapasan dan kesehatan
mengevaluasi perawatan
umum penting sekali
saat pulang
untuk meyakinkan
penyembuhan optimal.
Juga memberikan
kesempatan untuk
merujuk
masalah/pertanyaan pada
waktu yang sedikit stres.
4. Identifikasi tanda/gejala 4. Deteksi dini dan
yang memerlukan evaluasi intervensi tepat waktu
medis. Misal perubahan
dapat mencegah/
penampilan insisi,
meminimalkan
terjadinya kesulitan
komplikasi.
penapasan, demam,
peningkatan nyeri dada,
perubahan penampilan
sputum
3
4
5. Bantu pasien menentukan 5. Kelemahan dan kelelahan
toleransi aktivitas dan
harus kecil sesuai dengan
menyusun tujuan.
penyembuhan dan
perbaikan fungsi paru
selama periode
penyembuhan, khususnya
bila kanker telah diangkat.
Bila kanker meluas,
secara emosional
membantu pasien untuk
mampu menyusun tujuan
aktivitas yang realistis
untuk meningkatkan
kemandirian optimal.
6. Evaluasi
6.
ketersediaan/keadekuatan
sistem pendukung dan
perlunya bantuan dalam
perawatan diri/
manajemen di rumah
4
Catatan: Peregangan
menggunakan tangan
dapat membuat stres ada
insisi karena otot dada
dapat lebih lemahd ari
normal selama 3-6 bulan
setelah pembedahan.
Tanda/gejala
menunjukkan kegagalan
sembuh, pengembangan
komplikasi memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.
3
peningkatan nyeri, panas
saat disentuh.
Mempertahankan insisi
bersih, meningkatkan
sirkulasi/penyembuhan.
Catatan: Memajat ke
dalam bak menggunakan
otot tangan dan pektoral,
dapat meregang insisi.
Alat untuk
mempertahankan tepi
jahitan dan meningkatkan
penyembuhan.
4
gerak bahu dan untuk
mencegah ankilosis pada
bahu yang sakit.
Kecepatan biasanya
meningkat. Dispnea dan
terjadi peningkatan kerja
napas (pada awal atau
hanya tanda EP subakut).
Kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung
derajat gagal napas.
Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan
atelektasis dan/atau nyeri
dada pleuritik.
Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi
paru dan memudahkan
pernapasan. Pengubahan
posisi dan ambulasi
meningkatkan pengisian
udara
4
segmen paru berbeda
sehingga memperbaiki
difusi gas.
Dapat meningkatkan/
banyaknya sputum
dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya
bernapas.
6. Memaksimalkan bernapas
dan menurunkan kerja
napas.
7. Berikan humidifikasi
7. Memberikan kelembaban
tambahan, mis., nebuliser pada membran mukosa
ultrasonik.
dan membantu
pengenceran sekret untuk
memudahkan
pembersihan.
8. Bantu fisioterapi dada 8.
(mis. Drainase postural
dan perkusi area yang tak
sakit, tiupan
botol/spirometri insentif)
Memudahkan upaya
pernapasan dalam dan
meningkatkan drainase
sekret dari segmen paru
kedalam bronkus, dimana
dapat
9. Siapkan untuk/bantu
bronkoskopi
4
lebih mempercepat
pembuangan dengan
batuk/penghisapan
9. Kadang-kadang beruna
untuk membuang bekuan
dan arah dan
membersihkan jalan
napas.
2. Hindari penggunaan
2. Risiko gangguan sensori,
pengikatan secara terus meningkatakn agitasi dan
menerus.
menghambat waktu
istirahat.
3. Evaluasi tingkat
3.
stres/orientasi sesuai
perkembangan hari demi
hari.
Peningkatan
kebingungan, disorientasi
dan tingkah laku yang
tidak kooperatif (sindrom
sundowner) dapat
melanggar pola tidur yang
mencapai tidur pulas.
3
4. Lengkapi jadwal tidur dan4.
ritual secara teratur.
Katakan pada pasien
bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.
4
Penguatan bahwa saatnya
tidur dan
mempertahankan
kestabilan lingkungan.
Catatan: penundaan waktu
tidur mungkin
diindikasikan untuk
memungkinkan pasien
membuang kelebihan
energi dan memfasilitasi
tidur.
PK Anemi
Gantikan kehilangan
cairan yang telah
didokumentasikan catat
waktu penggantian
volume sirkulasi yang
potensial bagi penurunan
komplikasi
Posisi duduk
memungkinan ekspansi
paru maksimal dan
penekanan menguatkan
upaya batuk untuk
memobilisasi membuang
sekret. Penekanan
dilakukan perawat.
3
3. Observasi jumlah dan 3.
karakter sputum/aspirasi
sekret. Selidiki perubahan
sesuai indikasi.
4
Peningkatan jumlah
sekret tak berwarna (atau
bercak darah berair
awalnya normal dan harus
menurun sesuai kemajuan
penyembuhan. Adanya
sputum yang tebal/kental,
berdarah, atau purulen
diduga terjadi sebagai
masalah sekunder
(mis.dehidrasi, edema
paru, perdarahan lokal
atau infeksi) yang
memerlukan
perbaikan/pengobatan.
Penghisapan rutin
peningkatan risiko
hipoksemia dan kerusakan
mukosa. Penghisapan
trakeal dalam secara
umum kontraindikasi
pada pasien
pneumonektomi untuk
menurunkan risiko ruptur
jahitan bronkia. Bila
penghisapan tidak
dihindari, harus dilakukan
dengan hati-hati hanya
untuk merangsang batuk
efektif.
3
4
5. Dorong masukan cairan 5. Hindari adekuat untuk
per oral (Sedikitnya
mempertahankan sekret
2500ml/hari) dalam
hilang/peningkatan
toleransi jantung
pengeluaran.
6. Kaji nyeri/
6. Mendorong pasien untuk
ketidaknyamanan dan
bergerak, batuk lebih
obati dengan dosis rutin
efektif, dan napas lebih
dan lakukan latihan
dalam untuk mencegah
pernapasan
kegagalan pernapasan.
10
Ansietas berhubungan1.
dengan kurangnya
pengetahuan dan
ancaman kematian
ditandai dengan
pasien gelisah,
2.
insomia
Identifikasi persepsi
1. Mendefinisikan lingkup
pasien tentang ancaman
masalah individu dan
yang ada dari situasi.
mempengaruhi pilihan
intervensi
Observasi/awasi respons 2.
fisik, contoh gelisah,
perubahan tanda vital,
gerakan berulang. Catat
kesesuaian komunikasi
verbal/non-verbal.
3. Dorong pasien/orang
3. Memberikan kesempatan
terdekat untuk mengakui
untuk menerima masalah,
dan menyatakan rasa takut mempejelas kenyataan
takut, dan menurunkan
ansietas sampai ke tingkat
yang dapat diterima.
Menvalidasi kenyataan
situasi tanpa
meminimalkan dampak
emosi.
4
Memberikan kesempatan
pada pasien/orang
terdepat menerima dan
mulai menerima apa yang
terjadi, menurunkan
ansietas.
5. Identifikasi/kaji dengan 5.
pasien/orang terdekat
pencegahan keamanan
yang diambil, contoh
marah dan suplai oksigen,
alat darurat pada tangan
Memberikan keyakinan
untuk membantu ansietas
yang tak perlu,
menurunkan masalah
ketidaktahuan dan
perencanaan untuk
untuk menghisap.
Diskusian/kaji arti sistem
alaram.
Anggota keluarga
mempunyai respons
individual terhadap apa
yang terjadi, dan ansietas
mereka dapat
dikomunikasikan pada
pasien, memperberat
emosi ini.
7. Identifikasi kekuatan
7.
koping sebelumnya dari
pasien/orang terdekat dan
area kontrol/kemampuan
Memfokuskan perhatian
pada kemampuan sendiri,
meningkatkan rasa
kontrol.
8. Tunjukan/dorong
8. Memberikan manajemen
penggunaan teknik
aktif situasi untuk
relaksasi, contoh fokus
menurunkan perasaan tak
pernapasan, bimbingan
berdaya.
imajinasi, relaksasi
progresif.
5.
a.
3
9. Berikan/dorong aktivitas9.
olahraga, waktu senggang
dalam kemampuan
individu, contoh kerajinan
tangan, menulis,
menonton televisi.
4
Meskipun tidak mampu
dengan tergantung pada
ventilator, aktivitas yang
normal dengan individual
harus didorong untuk
meningkatkan kualitas
hidup.
E va lu a si
Dx 1
K a ra kt e ria ha sil ya n g dih a rap kan :
1)
2)
3)
b.
Dx 2
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
c.
Dx 3
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
p e rila ku / pe ru ba h an
po la
hid up
un tu k
m en in gka t ka n
m em pe rt ah an kan b e ra t ya n g t ep a t.
d. Dx 4
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
1 ) Me lap o rkan pe rb a ika n ra sa b e re ne r gi
2 ) Be rp a rt isipa si p ad a a kt ivita s ya n g d iin g in ka n
e.
Dx 5
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
d a ri/ at au
Dx 6
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
Dx 7
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
Dx 8
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
Dx 9
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan
Dx 10
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
ke sa da ra n
p e ra saa n
d an
ca ra
se h at
un tu k
m en e rim a n ya .
2 ) Men un ju kkan ke t e ram p ilan / p rila ku pe me cah an ma sa la h un tu k me n ga t a si sit ua si
ya n g ad a.
3 ) Me lap o rkan an sie ta s/ ta ku t m en u run sa mp a i t in gka t d ap at d ita n ga n i
4 ) Tamp a k rile ks da n t idu r/ ist i rah a t se sua i
http://askepterkini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-asuhankeperawatan_6835.html
LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU
A. LAPORAN PENDAHULUAN
1.
Definisi
Tumor paru adalah tumor gans pada paru, 95% tumor ganas ini bronkogenik
karsinoma (Price and Wilsons, 1994)
Proses kanker paru berasal dari saluran napas sendiri yang mengalami
degenerasi maligna:
a.
Sel-sel bronkus
b.
Sel-sel alveolus
c.
Sel-sel mucus
d.
2.
a.
1)
2)
Penderita dapat bertahan hidup lebih dari satu tahun, kadang-kadang bisa
sampai 2-3 tahun meninggal karena metastasis ataupun komplikasi
b.
1)
c.
1)
a)
b)
c)
d)
2)
a)
Adalah sel-sel ganas besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar
b)
Cenderung
timbul
pada
jaringan
paru
perifer,
tumbuh
cepat,
dengan
3.
Etiologi
Timbul secara langsung paru (kanker paru primer). Dapat menimbulkan
metastasis dibeberapa organ lain : otak, tulang, hati. Metastasis dari proses
keganasan pada organ lain ( kanker paru sekunder), seperti:
a.
Kanker payudara
b.
Kanker serviks
c.
d.
Kanker testis
e.
f.
Kanker tulang
g.
a.
1)
Tak diragukan lagi merupakan factor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif. Telah ditenggakkan antara perokok berat (lebih dari 20 batang sehari)
dari aknker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
cenderung sepuluh kali lebih besar daari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaanya akan
kembali ke pola resikobukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam tembakau rokok yang jika dikenakan pada
kulit hewan, menimbulkan tumor.
2)
Paparan industri : asbes, uranium, kromat, arsen (insektisida), besi dan oksida
besi (iradiasi).
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal lebih dari 50% meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.
3)
4)
5)
Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi
dari mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
6)
7)
4.
Manifestasi klinis
Kanker paru primer dengan gejala tidak berbeda dengan TB paru, hanya saja:
a.
b.
c.
Tidak selalu dimulai dengan batuk, bisa dimulai dengan nyeri dada ataupun
kemunduran keadaan umum, penurunan BB, dan sebagainya
d.
Salah satu cirri yng agak khas yaitu timbulnya nyeri dada maupun pada tempattempat metastase
e.
Nyeri pleuritik bila terjadi serangan sekunder pada pleura atau pneumonia
f.
g.
Stridor local atau dispnea ringan atau mungkin diakibatkan obstruksi bronkus
h.
Pembengkakan jari-jari
KARSINOMA IN SITU :
a.
b.
Proses keganasan masih terbatas pada mukosa bronkus dan belum menembus
membrane basalis
PANCOATS TUMOR
a.
Semua kanker paru berlokasi diawal aspeks yang disertai nyeri bahu ataupun
lengan
b.
Diakibatkan oleh invasi proses maligna kejaringan sekitarnya, yaitu ; tulang iga,
pleksus basalis, KGB
c.
5.
Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada kanker paru di antaranya adalah
sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
6.
Patofisiologi
Dari
etiologi
yang
menyerang
percabangan
segmen/
sub
bronkus
PATHWAY CA PARU
7.
Gambaran klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
a.
1)
2)
Hemoptisis
3)
4)
5)
Aelektasis
b.
Invasi local :
1)
Nyeri dada
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis
c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Hipertrofi : osteoartropati
7)
8)
Neuromiopati
9)
1)
2)
8.
Stadium
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru paru: 1986 American Joint
Committee on Cancer.
Gambarn TNM
Definisi
Tidak
terbukti
adanya
tumor
primer
Tx
sitologi
bilasan
tidak
bronkus
terlihat
pada
Karsinoma in situ
T1
T2
setiap
ukuran
dimana
mengakibatkan
meluas
ke
atelektasis
hilus;
harus
Tumor
dalam
setiap
ukuran
atau
pericardium
mengenai
jantung,
darah
besar,
trakea,
menyerang
mediastinum
besar,
trakea,
esofagus,
Tidak
dapat
terlihat
metastasis
kelenjar
kelenjar
hilus
ipsilateral.
N2
atau
kelenjar
limfe
subkarina.
N3
kelenjar
limfe
hilus
skalenus
supraklavikular
atau
ipsilateral
atau
kontralateral.
Metastasis jauh (M)
M0
M1
Metastasis
jauh
terdapat
pada
ganas
tetapi
tidak
dapat
Karsinoma in situ
TISN0M0
Stadium
I
T2N0M0
Stadium
II
T1N1M0
T2
T2N
1M0
Stadium
T3N0M0
terdapat
metastasis
termasuk
dengan
T3N
0M0
pada
bukti
adanya
kelenjar
limfe
IIIa
Stadium
dan
atau
metastasis
pada
klasifikasi
T3
tanpa
bukti
kelenjar
limfe
IIIb
Setiap
N3M0
pada
T4
NM0
setiap
kelenjar
mediastinal
limfe
hilus
kontralateral,
tau
atau
termasuk
atau
klasifikasi
tanpa
T4
metastasis
N,M1
jauh.
9.
Pemeriksaan diagnostik
a.
Radiologi.
1)
Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan
massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk
atau vertebra.
2)
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b.
Laboratorium.
1)
2)
3)
c. Histopatologi.
1)
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2)
3)
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4)
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
5)
Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
d.
Pencitraan.
1)
2)
10. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a.
Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup klien.
b.
Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c.
d.
Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Penatalaksanaan pada kanker paru dapat dilakukan dengan :
a.
Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.
1)
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2)
3)
Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.
5)
Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru
paru berbentuk baji (potongan es).
6)
Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris.
b.
Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut.
1)
klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan.
2)
3)
4)
a)
b)
c.
Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru,
terutama pada SCLC karena metastasis. Kemoterapi dapat juga diberikan
2)
3)
d.
Imunoterapi
Banyak klien kanker paru yang mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi
(Cytokin) biasa diberikan.
e.
f.
Terapi Laser
Torakosentesis dan Pleurodesis
B.
a.
PENGKAJIAN
Identitas
Nama klien, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, dan alamat
klien.
b.
Riwayat kesehatan
1)
a)
Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau purulen, atau batuh darah
b)
Malaise
c)
Anorexia
d)
e)
Sesak nafas pada penyakit yang lanjut dengn kerusakan paru yang makin luas
f)
2)
a)
b)
Industri asbes, uranium, kromat, arsen (insektisda), besi dan oksida besi
c)
3)
Aktifitas / istirahat
Sirkulasi
Gejala : JVD ( obstruksi vena kava)
Integritas ego
Gejala : perasaan takut. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang berat / potensi
keganasan.
Tanda : kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang
4)
Eliminasi
Gejala : diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil), peningkatan frekuensi / jumlah
urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid.
5)
Makanan / cairan
Gejala : penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan, haus / peningkatan masukan cairan.
Tanda : kurus, atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut) edema wajah/leher, dada
punggung (obstruksi vena cava), edema wajah / periorbital (keidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil) glukosa urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
6)
Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri dada (biasaya tidak ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap
lanjut) dimana dapat / tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7)
Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industry. Serak,
paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan
konsolidasi), Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran
udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami
lesi). Hemoptisis.
8)
Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9)
Seksualitas.
Integument
Pucat atau sianosis sentral atau perifer, yang dapat dilihat pada bibir atau
ujung jari/dasar kuku mnandakan penurunan perfusi perifer.
2)
3)
Telinga
Biasanya tak ada kelainan
4)
Mata
Pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia atau gangguan nutrisi
5)
a)
b)
Ketidakmampuan menelan
c)
Suara serak
6)
a)
b)
Nafas dangkal
c)
d)
Batuk kering / nyaring / non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan atau tanpa sputum
e)
7)
System CV
a)
Frekuensi jantung mungkin meningkat / takikardi (150/menit atau lebih pda sat
istirahat)
b)
8)
Abdomen
Bising usus meningkat / menurun
9)
System urogenital
Peningkatan frekuensi atau jumlah urine
b)
a.
Sinar X (PA dan lateral), tomografi dada : menggambarkan bentuk, ukuran dan
lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, efusi pleural,
atelektasis, erosi tulang rusuk atau vertebrata.
b.
c.
d.
Scan radioisotope : dapat dilakukan pada paru, hati, otak, tulang dan organ lain
untuk bukt metastasis
e.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA : dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas
untuk memenuhi kebutuhan ventilasi pasca operasi
2)
Pemeriksaan invasif
a.
b.
c.
Biopsi dapat dilakukan pada nodus skalen, odus limfe hilus, atau pleura untuk
membuat diagnose
d.
2.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.
b.
c.
d.
3.
a.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1)
2)
3)
1)
Catat
frekuensi
kedalaman
pernapasan,
kesukaran
bernapas.
Observasi
Auskultasi paru
Rasional : konsolidasi dan berkurangnyaaliran udara pada sisi menunjukkan area paru yang
terlibat
3)
Pertahankan
kepatenan
jalan
napas
dengan
posisi,
penghisapan,
dan
Ubah posisi dengan sering, tempatkan pasien dalam posisi duduk, dan atau
berbaring
Rasional : memaksimalkan ekspansi paru dan drainase secret
6)
Kaji rspon klien terhadap aktivitas, dorong periode istirahat atau batsi aktivitas
sesuai toleransi klien
9)
b.
Klien akan menunjukkan bunyi napas bersih, bebas kering / bunyi tambahan
2)
Rasional : pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahannya sekret atau
obstruksi jalan napas
2)
Bantu klien dan intruksikan untuk napas dalam dan batuk efektif dedngan
posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi
Rasional : posisi duduk memkungkinkan eksansi paru maksimal dan penekanan upaya
batuk membantu untuk memobilisasi / membuang sekret
3)
Rasional : adanya sputum yang kental, berdarah, purulen memerlukan pengobatan lebih
lanjut
4)
Lakukan penghisapan bila batuk lemah atau ronki tidak hilang dengan upaya
batuk. Hindari penghisapan ETT dan OTT yang dalam pada klien pneunomektomi
bila mungkin
secara
umum
kontraindikasi
pada
klien
pneunomektomiuntuk
6)
Rasional : mendorrong klien untuk bergerak, batuk lebih efektif, dan napas dalam untuk
mencegah kegagalan pernafasan
7)
8)
c.
2)
3)
1)
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang
membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk
evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
2)
Rasional : Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
3)
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
4)
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang
persepsi nyeri.
5)
d.
1)
2)
3)
1)
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang
meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini
melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang
perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2)
Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa
pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/
ketidaknyamanan fisik menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013. Ca
Paru.
(dalam http://www.slideshare.net/septianraha/ca-paru?
1998 Buku
Klinis,
Doenges.
saku:
Diagnosa
Keperawatan
Aplikasi
Pada
Praktek
2000. Rencana
Asuhan
Keperawatan:
Pedoman
untuk
perencanaan
junior.
2012. Kanker
Paru
Lung
Cancer
Tidak dapat dipungkiri bahwa merokok menjadi faktor risiko paling besar terkait kanker
paru-paru. Sekitar 85% dari pengidap kanker paru-paru merupakan perokok aktif. Hal ini
tidak mengherankan karena risiko kanker paru-paru meningkat berbanding lurus dengan
durasi, intensitas, dan kedalaman paru-paru menghirup asap. Rokok mengandung
beberapa zat karsinogen (pemicu sel kanker) seperti Polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAH) yang memiliki sifat seperti benzo [] pyrene sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi pada gen p53 (suatu molekul tumor paru) yang
disebabkan oleh mutagen tembakau. Senyawa N-nitroso adalah senyawa selanjutnya
yang menjadi kelompok utama bahan kimia yang ditemukan dalam asap tembakau.
Selain itu zat yang paling berbahaya adalah Nikotin, zat ini
menyebabkan kecanduan merokok dan juga merupakan zat karsinogenik.
Nikotin yang diikat oleh darah dapat merangsang saraf simpatis (yang berhubungan
dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah), serta sistem saraf parasimpatis
(yang berhubungan dengan motilitas usus dan relaksasi). Kecanduan pada nikotin dapat
menyebabkan pelepasan hormon dopamin dari nucleus accumbens, yang kemudian
menyebabkan kecanduan.
Perokok non-aktif atau pasif didefinisikan sebagai orang-orang yang merokok kurang
dari 100 batang rokok selama hidup mereka. Di seluruh dunia, ada sekitar 25%
penderita kanker paru-paru yang merupakan perokok pasif. Sejumlah faktor risiko dari
lingkungan juga diidentifikasi menjadi penyebab lain dari kanker paru-paru seperti
timbunan zat penyusun asbes, tar, dan sejumlah logam seperti arsenik, kromium, dan
nikel.
Pathway
Kanker paru-paru tak berbeda dengan kanker jenis lainnya, dimulai dengan adanya
inisiasi karsinogen yang diinduksi, kemudian diikuti dengan periode perparahan dan
kemajuan dalamproses tahapan. Rokok dan semua faktor risiko lainnya berperan
sebagai agen karsinogenesis yang mendukung mutasi genetik pada pengidapnya.
Paparan asap yang terus-menerus memungkinkan terjadinya mutasi tambahan, apalagi
jika mengandung senyawa seperti nikotin, fenol, dan formaldehida.
Waktu tunda antara onset merokok dan timbulnya kanker biasanya memerlukan waktu
yang panjang, yaitu sekitar 20-25 tahun untuk pembentukan kanker. Risiko kanker dapat
berkurang jika seseorang telah berhenti merokok, namun pertumbuhan sel kanker dapat
tetap berlanjut selama proses karsinogenesis masih terjadi.
DEFINISI
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi
karena
parasit
seperti Entamoeba
histolytica,
Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).
APENDISITIS
B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
APENDISITIS
Anatomi appendiks
Posisi Appendiks
2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (IgA). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2007) .
Pathway
Pathway APENDISITIS
F. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
Rovsings sign
Psoas sign atau Obraztsovas
sign
Obturator sign
Dunphys sign
Ten Horn sign
Kocher (Kosher)s sign
Sitkovskiy (Rosenstein)s sign
Aure-Rozanovas sign
Blumberg sign
APENDISITIS
G. KOMPLIKASI
2.
3.
4.
5.
6.
7.
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%,
sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.
APENDISITIS
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif
perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan
klien sekarang.
Kebiasaan eliminasi.
Pemeriksaan Fisik
Sirkulasi : Takikardia.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Demam lebih dari 38oC.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri
APENDISITIS
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
N
O
1.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NOC
2.
NIC
Pastikan
kebiasaan m
defekasi klien dan gaya hidup p
sebelumnya.
e
Auskultasi bising usus
k
g
te
3. Tinjau ulang pola diet dan p
jumlah / tipe masukan cairan. m
m
b
p
k
4. Berikan makanan tinggi serat. m
d
p
te
vital
dalam
4.
batas normal
TD (systole 110-130mmHg,
diastole
70-90mmHg),
5.
HR(60-100x/menit), RR (1624x/menit),
suhu
(36,50
37,5 C)
6.
7.
T
m
v
Kaji membrane mukosa, kaji I
tugor kulit dan pengisian p
kapiler.
Awasi masukan dan haluaran, P
catat warna urine/konsentrasi, d
berat jenis.
d
p
Auskultasi bising usus, catat I
kelancaran flatus, gerakan p
usus.
p
Berikan perawatan mulut sering D
dengan perhatian khusus pada d
perlindungan bibir.
p
Pertahankan
penghisapan
S
gaster/usus.
d
d
s
d
m
Kolaborasi pemberiancairan IV m
P
dan elektrolit
ir
m
c
v
m
D
Monitor tanda-tanda vital
k
4.
Cemas
berhubungan Setelah dilakukan asuhan
1.
dengan akan dilaksanakan keperawatan,
diharapkan
operasi.
kecemasab klien berkurang
dengan kriteria hasil:
Melaporkan
ansietas
2.
menurun sampai tingkat
teratasi
Tampak rileks
POST OPERASI
N
O
1.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
NOC
2.
NIC
Kaji
skala
nyeri
lokasi, B
karakteristik
dan
laporkan d
perubahan nyeri dengan tepat. k
p
Monitor tanda-tanda vital
d
d
p
Pertahankan istirahat dengan p
posisi semi powler.
M
a
Dorong ambulasi dini.
d
M
fu
Berikan aktivitas hiburan.
m
Kolborasi tim dokter dalam
M
pemberian analgetika.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi D
pada area insisi
D
Monitor tanda-tanda vital.
Perhatikan demam, menggigil, in
3.
Klien
bebas
dari
Defisit
self
care Setelah dilakukan asuhan
1.
berhubungan dengan nyeri. keperawatan
diharapkan
kebersihan
klien
dapt
dipertahankan
dengan
kriteria hasil:
klien bebas dari bau badan 2.
klien tampak bersih
ADLs klien dapat mandiri
atau dengan bantuan
3.
4.
5.
6.
4.
Kurang
pengetahuan Setelah
dilakukan
asuhan
1. Kaji ulang pembatasan aktivitas M
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askepappendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul.
(2009).
Askep
Appendicitis.
Diakseshttp://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluanapendisitis.html#.VXZbsf6G_LU
A.
Pengertian
B.
Patofisiologi
Peradangan
Peregangan apendiks
Tekanan intra-luminal
Suplai darah terganggu
Hipoksia jaringan
Nyeri
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu
pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan
dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu
masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak
karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang ,
dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang,
demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah,
maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan
kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis
kronis (Junaidi ; 1982).
C.
Etiologi
D.
Insiden
Apendisitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun.
Pada wanita dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia
25 tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2
E.
Pencegahan
obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi
serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis meminimalkan
resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.
II.
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1
1)
Anamnese
Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah
sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan,
pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
2)
3)
4)
5)
kebiasaan
merokok,
penggunaan
obat-obatan,
alkohol
dan
Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka
operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan.
keyakinan
klien
pada
agamanya
dan
bagaimana
cara
klien
2.1.2
1)
Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit
ada tidaknya kelemahan.
2)
Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada
abdomen sebelah kanan bawah.
3)
4)
5)
Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing
spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine
cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter
periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan
baik.
6)
Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga
apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
2.1.3
1)
Pemeriksaan Penunjang.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Urine
2)
Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
No
1.
Diagnosa
Keperawatan
Nyeri
berhu-bungan
dengan obstruksi dan
peradangan
Subyektif :
Nyeri daerah pusar
menjalar ke daerah
perut kanan bawah.
Kriteria :
Intervensi
Kaji
mengungkapkan rasa
sakit berkurang.
Wajah
dan
posisi
nyeri.
Ukur
penyebab
rasa
untuk
mengurangi
nyeri.
intensitas
Obyektif :
nyeri,
keluhan
apen- Klien
diks.
Tujuan/Kriteria
menekuk
lutut
kanan).
Puasa
apabila
tindakan.
makan
akan
minum
dilakukan
Laksanakan
program
medik.
2.
Resiko
vo
lume
cairan da-lam
berhubung
tah,
an seimbang.
dan
diare.
Kriteria :
yang
dan
Observsi
cairan
yang
keluar
masuk
seimbang.
Jauhkan
bauan
makanan/bau-
yang
merangsang
3.
diberikan
prosedur penje-lasan
per-siapan
prosedur
tentang
pemasangan infus.
per-siapan
Subyektif
makan
&
minum
sebelumnya 6 - 8 jam.
prosedur
dan memahami
sesudah operasi.
tanya
Jelaskan
tentang Kriteria
persiapan
Klien
dengan
kooperatif
tindakan
Jelaskan
bedah.
situasi
dikamar
Obyektif
persiapan
tindakan
per-siapan operasi.
maupun
operasi
Jelaskan
sesudah perlu
operasi.
aktivitas
dilakukan
yang
setelah
operasi.
Latihan batuk efektif.
Klien
mendemonstrasikan
latihan
diberikan.
4.
insisi
berhubungan tanpa
dengan
ada
sembuh
tanda dari
luka infeksi.
tanda-tanda
peradangan:
pembedahan.
kemerahan,
demam,
bengkak
dan
Makanan
mencukupi
mempercepat
untuk
proses
penyembuhan.
Beri
antibiotika
program medik.
DAFTAR PUSTAKA :
sesuai
Doengoes,
M.E.
(2000), Rencana
Asuhan
Keperawatan:Pedoman
untuk
Rothrock, J.C.
(2000), Perencanaan
Asuhan
Keperawatan
Perioperatif, EGC,
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC,
Jakarta.
http://dunia-ilmukita.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluanappendicitis.html