Anda di halaman 1dari 96

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluan-ca-parukanker-paru.html#.

VXZXRf6G_LU

LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU/ KANKER PARU


A. DEFINISI KANKER PARU
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan
pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang
terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan
perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel sel yang mengalami proliferasidalam
paru (Underwood, Patologi, 2000).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan
paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap
rokok ( Suryo, 2010).
B. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO KANKER PARU
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu
85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker
paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang
diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok
(Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup,
dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
pada orang-orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2005).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat
kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan

d.

e.

f.

g.

dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih
sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling
rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini,
sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang
lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat
udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren (Wilson, 2005).
Paparan zat karsinogen
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin,
2006).Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali
lebih besar daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan
asbes maupun uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker
paru (Amin, 2006).
Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi
pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk
gen rb, p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik
berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari
merokok dihilangkan (Stoppler, 2010).

Faktor Risiko Kanker Paru


Laki-laki
Usia lebih dari 40 tahun
Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu)
Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif)
Radon dan asbes
Lingkungan industri tertentu
Zat kimia, seperti arsenic
Beberapa zat kimia organic

Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan


Polusi udara
Kekurangan vitamin A dan C
C. KLASIFIKASI KANKER PARU
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan
untuk menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil
adalah epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari
ketiganya.
a. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat
merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel
skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar
secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan
mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson,
2005).
b. Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan
kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis
interstisial kronik. Lesi sering kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium
dini dan sering bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
c. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari
WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung
timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat
ke tempat-tempat yang jauh.
d. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan
perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan
mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong,
sedikit sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya
ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering
memperlihatkan fragmentasi dan crush artifact pada sediaan biopsi. Gambaran lain
pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah

berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling
berdekatan (Kumar, 2007).
e. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada
jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempattempat yang jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma
bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma
bronkogenik dan mengancam jiwa.

CA PARU/ KANKER PARU

D. GAMBARAN KLINIS KANKER PARU


Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila
sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor setempat)
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
Aelektasis
2. Invasi local :
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis
3. Gejala penyakit metastasis :
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis
Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi : osteoartropati
Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Neuromiopati
Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
4. Asimtomatik dengan kelainan radiologist :
Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis
Kelainan berupa nodul soliter
E. MANIFESTASI KLINIS KANKER PARU
Gejala-gejala kanker paru yaitu:
1. Gejala awal. Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi pada bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai
sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik
dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
b. Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F. PATOFISIOLOGI KANKER PARU
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia.
Bila lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung
pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus

dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
G. PATHWAY KANKER PARU

PATHWAY CA PARU/ KANKER PARU

H. TINGKATAN KANKER PARU

Tingkatan (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan kalenjer
getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan tambahan harus
dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging penyakit. Pada
pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (poto polos dada). Jika pasien
membawa foto yang lebih dari 1 minggu pada umumnya akan dibuat foto yang baru.
Foto toraks hanya dapat menentukan lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya
cairan. Foto toraks belum dapat dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan
keterlibatan kalenjer getah bening dan metastasis luar paru.
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru
kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak
terlihat. Sama seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk
menentukan staging juga tidak harus sama pada semua pasien tetapi masingmasing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang berbeda yang harus segera
dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat datang.
Staging (Penderajatan atau Tingkatan) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC
atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus
segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor
primer, keterlibatan organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah
bening (N), atau penyebaran jauh (M).
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Tahapan kanker paru jenis karsinoma sel kecil (SLCC)
Tahap terbatas
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada
jaringan disekitanya.
Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya,
atau Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.
b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam
sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.
Stadium 0
Merupakan tahap ditemukannya sel-sel Kanker hanya pada lapisan terdalam paruparu dan tidak bersifat invasif.
Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum
menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.

Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah bening
di dekatnya.
Stasium III
Merupakan tahap Kanker yang telah menyebar ke daerah disekitarnya, seperti
dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kalenjer getah bening di sisi yang
sama ataupun sisi berlawanan dari tumor tersebut.
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru yang
sama, atau di paru-paru yang lain. Sel sel Kanker telah menyebar juga ke organ
tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi.
Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 95 %.
Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
Torakotomi.

Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam


prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
MR

CA PARU/ KANKER PARU

J. PENATALAKSANAAN KANKER PARU


Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
klien.
b) Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c) Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d) Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi,
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit
Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
e) Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.
f) Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya


karsinoma, untuk melakukan biopsy.
g) Pneumonektomi (pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
h) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
i) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
j) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru paru berbentuk baji
(potongan es).
k) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris)
l) Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa
juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
m) Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KANKER PARU
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis
tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker
paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah,
sesak nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat
badan menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia,
jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat
menyebabkan nodul soliter paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa perubahan
bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah bening dan tandatanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan cairan pleura.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :

a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada
paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ
lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh
baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama dipergunakan untuk
kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk menentukan keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar
getah bening, dan metastasis ke organ lain.

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi komputer. Pada


pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan kanker paru dengan
dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah secara jelas. Keuntungan tomografi
komputer tidak hanya memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi
serta invasi tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi
yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang tersembunyi oleh
struktur normal yang berdekatan.
5. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai nilai
diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan dilakukan dengan
mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi dapat menunjukkan gambaran
perubahan sel, baik pada stadium prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga
menunjukkan proses dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai
untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang
paling sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif
maupun invasif. Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk
kanker paru yang letaknya sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk
skrining terhadap kanker paru pada golongan risiko tinggi.
6. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik
mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi
akan lebih mudah dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang
letaknya di perifer sulit dicapai oleh ujung bronkoskop.
7. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk mendiagnosis
tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam hal ini diperlukan peranan
radiologi untuk menentukan ukuran dan letak, juga menuntun jarum mencapai

massa tumor. Penentuan letak tumor bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di
dinding kulit toraks yang berdekatan dengan tumor.
8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat
torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan
mengambil sebahagian jaringan paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga
dilakukan secara langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih
panjang dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang
ada
L. DIAGNOSA KEPERAWATAN KANKER PARU
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya eksudat di alveolus
2. Pola nafas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b/d hipoventilasi
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
pemasukan/ mencerna/ mengabsorbsi zat-zat gizi karena factor biologis dan
psikologi

CA PARU/ KANKER PARU

M. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


DX.
TUJUAN & KRITERIA
NO
KEPERAWATAN
HASIL (NOC)
1.
Bersihan
jalan Setelah dilakukan
nafas tidak efektif tindakan keperawatan
b/d adanya eksudat 3x24 jam diharapkan
di alveolus
mampu
mempertahankan
kebersihan jalan nafas
dengan kriteria :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernapas
dengan mudah)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(frekuensi pernafasan
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasi dan
mencegah faktor yang
dapat menghambat
jalan nafas

2.

Pola nafas tidak Setelah dilakukan


efektif b/d sindrom tindakan keperawatan
3x24 jam diharapkan
hipoventilasi
mampu
mempertahankan
kebersihan jalan nafas
dengan kriteria :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak

INTERVENSI (NIC)

Airwey suction
Auskultasi suara nafas sebulum dan
sesudah suctioning
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas dalam sebelum suction
dilakukan
Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suktionnasotrakeal
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasatrakeal
Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukan bradikardi,
peningkatan saturasi O2,dll.
Airway management
Posisikan pasien u/ memaksimalkan
ventilsi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Keluarkan sekret
Dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan

Terapi oksigen
Beesihkan mulut, hidung, dan seckret
trakea
Pertahankan jalan napas yang paten
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi klien
Monitor TD, nadi, dan RR

ada sianosis dan


dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,
mampu bernapas
dengan mudah)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(frekuensi pernafasan
rentang normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
Tanda-tanda vital
dalam rentang normal
3.

Respiratory status : gas Manajemen Asam Basa


Gangguan
Kegiatan :
pertukaran gas b/d exchange
Dapatkan / pertahankan jalur intravena
Keseimbangan
asam
hipoventilasi
Pertahankan kepatenan jalan nafas
basa, elektrolit
Monitor AGD dan elektrolit
Respiratory
status:
Monitor status hemodinamik
ventilation
Beri posisi ventilasi adekuat
Vital sign
Monitor tanda gagal nafas
Setelah
dilakukan
Monitor kepatenan respirasi
tindakan keperawatan
selama
3X24
jam
gangguan
pertukaran
gas
pasien
teratasi
dengan kriteria hasil :
Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan oksigenasi yang
adekuat
Memehara
kebersiha
paru-paru dan bebas
dari tanda- tanda distres
pernafasan
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada
sianosis,
dan
dispneu,
mampu
bernafas
dengan
mudah,.
Tanda tanda vital

4.

dalam batas normal


AGD
dalam
batas
normal
Status neurologis dalam
batas normal
dilakukan a. Monitoring Gizi
Ketidakseimbanga Setelah
Timbang berat badan pasien pada interva
n nutrisi: kurang tindakan keperawatan
dari
kebutuhan selama x jam Status tertentu
Amati kecenderungan pengurangan da
meningkat,
tubuh
b/d nutrisi
dengan kriteria :
penambahan berat badan
ketidakmampuan
intake
makan
dan
Monitor jenis dan jumlah latihan yan
pemasukan/
minuman
dilaksanakan
mencerna/
intake nutrisi
Monitor respon emosional pasien ketik
mengabsorbsi zat control BB
ditempatkan pada suatu keadaan yang ad
zat gizi karena masa tubuh
makanan
factor biologis dan biochemical measures Monitor lingkungan tempat makanan
psikologi
energy
Amati rambut yang kering dan mudah rontok
Monitor mual dan muntah
Amati tingkat albumin, protein tota
hemoglobin dan hematokrit
Monitor tingkat energi, rasa tidak ena
badan, keletihan dan kelemahan
Amati jaringan penghubung yang puca
kemerahan, dan kering
Monitor masukan kalori dan bahan makanan
b. Manajemen Nutrisi
Kaji apakah pasien ada alergi makanan
Kerjasama
dengan
ahli
gizi
dalam
menentukan jumlah kalori, protein da
lemak secara tepat sesuai denga
kebutuhan pasien
Anjurkan masukan kalori sesuai kebutuhan
Ajari pasien tentang diet yang benar sesua
kebutuhan tubuh
Monitor catatan makanan yang masuk ata
kandungan gizi dan jumlah kalori
Timbang berat badan secara teratur
Anjurkan penambahan intake protein, za
besi dan vit C yang sesuai
Pastikan bahwa diet mengandung makana
yang berserat tinggi untuk mencega
sembelit
Beri makanan protein tinggi , kalori tingg

dan makanan bergizi yang sesuai


Pastikan
kemampuan
pasien
untu
memenuhi kebutuhan gizinya.
c. Manajemen hiperglikemia
Monitor Gula darah sesuai indikasi
Monitor
tanda
dan
gejal
poliuri,polydipsi,poliphagia,keletihan,pandan
gan kabur atau sakit kepala.
Monitor tanda vital sesuai indikasi
Kolaborasi dokter untuk pemberian insulin
Pertahankan terapi IV line
Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
Konsultasi dokter jika ada tanda hiperglikem
menetap atau memburuk
Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/d
khususnya adanya keton pada urine

DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG


Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B
First
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta.
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik. Edisi 2. EGC:Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN KANKER PARU (CA PARU
A. Kons e p Das a r P e n ya k i t
1.

Def in isi

K an ke r p a ru ad a la h p e rt um bu h an se l ep ite l ya n g ga na s p ad a mu ko sa sa lu ran naf as


b a gian

b a wa h

B ron ko ge n ik.

(p a ru -p a ru )

d an

te rma su k

d id a lam n ya

ad a lah

Ka rsin om a

2.

E p id em io lo gi

K an ke r b a ru me rup a ka n sa lah sa tu pe n yeb a b an gka ke ma t ian ya n g t in g gi d id un ia .


S eb a gia n be sa r a kiba t d a ri keb ia saa n m e ro ko k. Ka n ke r pa ru u mu mn ya me n ye ran g
a nt a ra u sia 40 sa mp a i de n gan 70 ta hu n se kit a r 50 %-6 0% h an ya 2 % d a ri to ta l
a n gka ke ja d ian n ya te rja d i p ad a usia dib a wa h 4 0 t ah u n. Ha ra pa n h idu p p asie n
t e rd ia gn o sa ka n ke r p a ru sed ikit .

3.

E t io lo g i

Me ro ko k me me ga n g pe ran an pa lin g pe nt in g, ya it u 8 5% d a ri se lu ruh ka su s (Ca rr


d an Ho yle , 19 88 ) p e ro ko k pa sif ya n g m en gh isap a sa p da ri o ran g la in , risiko un tu k
m en da pa t kan

ka n ke r

pa ru -p a ru

me n in gka t

d ua

ka li.

S ua tu

ka rsino ge n

ya n g

d ite mu ka n da lam ud a ra p o lu si (ju ga dit em u ka n p ad a asap ro ko k) ad a la h 3 ,4


b en zp iren . Niko t in ya n g t e rda pa t p ad a asa p ro ko k bu ka n lah su a tu ka rsin o gen . Da ri
b ah a sa in du st ri, ya n g pa lin g pe nt in g a da lah a sbe s, ya n g kin i ba n ya k se ka li
d igu na ka n p ad a in du st ri ba n gu n an . Risiko ka n ke r pa ru -p a ru aka n d ipe rb e ra t p ad a
p e ro ko k. Fa kto r gen e t ik ya it u t id a k m em iliki/ h ila n gn ya kro mo son 3 P ya n g se r in g
d ite mu i

p e rsis

de n gan

kan ke r

p a ru ,

ya n g

f u n gsin ya

se b a ga i

tu mo r

sup p re sso r/p en jin a k t um o r. O ra n g ya n g mem iliki ge n C YP1 A 1, ren t an t e rha da p


p ap a ran ka rs ino ma da n t um bu h n ya te rja d i pe n in gkat a n m et ab o lisme p ro ka rsin o ge n
ya n g be rkem ba n g m en jad i Ca pa ru .

4.

Fa to f isio lo gi

5.

K la sif ika si

K la sif ika si W HO un tu k kan ke r pa ru (19 77 ) se ca ra h isto lo g in ya


a.

Ka rsin om a se l skua mo sa

b.

Ka rsin om a se l ke cil

c.

A de no ka rsin om a

d . K a rsino ma se l be sa r
e.

Ka rsin om a Ad en o skua mo sa

f.

Ka rsin om a de n ga n p le mo rp , sa rko ma to id

g.

Ka rsin o id t um o r

h.

Ka rsin om a -ka rsino ma ke len ja r sa liva

i.

Ka rsin om a ta k te rkla sif ika si

Ka rsin om a se l skuo mo sa
Tip e h isto lo g i ka rsin om a b ro n ko gen ik ya n g pa lin g se r in g d it em u ka n , ka n ke r in i
b e ra sa l da ri p e rm u kaa n e p ite l b ron ku s. P en am ba h an ep it e l te rma su k me ta p la sia
a ta u disp la sia a kiba t me ro ko k ja n gka p an ja n g.
G e ja la klin is ya n g m un cu l ba tu k da n he mo pt isis akib a t irit a si/ u lse ra si, pn em on ia
d an pe mb en tu ka n a b se s akib a t o b st ru ksi d an inf e ksi se ku nd e r.

Ad en o ka rsin o ma
Tim bu l d iba g ian p e rif e r se gme n b ro n ku s d an ka da n g- kad an g da pa t d ika it ka n
d en ga n ja rin gan p a ru t lo ka l p ad a p a ru - pa ru d an f eb ro sis int e rst isia l kro n ik, le si
se rin gka li me lua s me la lu i pe mb u lu h d a ra h d an limf e pa da st ad ium din i, d an se ca ra
klin is t id a k m en in gka t ka n ge ja la - ge ja la sam pa i t e rja d i me ta sta sis ya n g jau h.

Ka t sino ma se l ke cil
S e ca ra mikro sko p is, t um o r in i te rbe n tu k d a ri se l- se l ke cil (se kit a r du a ka li u ku ra n
limf o sit

d en ga n

in t i

h ipe rkro ma t ik

p eka t

d an

sito p la sm a

se d ikit

se l- se l

in i

m en ye ru p a i biji oa t, seh in g ga dib e ri na ma ka rsin o ma se l O AT. Ka rsin om a in i


m em iliki wa kt u p ro lif e ra si ya n g te rce pa t d an p ro gn o sis t e rb u nu h d ib a nd in gka n
d en ga n se mu a ka rsin om a ba ru la in n ya .
-

Ka rsin om a se l b esa r
A da la h

se l-se l

sit op la sma

ya n g

ga na s
be sa r

ya n g
d an

be sa r
uku ra n

d an
in t i

be rd if e ren sia si
ya n g

san ga t

bu ru k

b e rm a ca m -ma ca m .

de n gan

S e l-se l

in i

cen d e run g t im b u l p ad a ja r in gan pa ru -p a ru f e rif e r, t um bu h cep a t de n gan pe n ye ba ra n


e xt e n sif d an ce p at ke t em pa t -t em pa t ya n g ja uh .

Ka rsin om a ko mb in a si
S e kita r 10 % d a ri sem ua ka n ke r pa ru m em iliki su a tu ko mb in a si h isto lo gi, te rm a su k
ya n g te la h d iseb u t ka n dia ta s.
6.

G e ja la K lin is

Ba tu k

Dah a k be rda ra h

Se sa k n af a s

Rad an g pa ru be ru la n g

Ke le lah an

Ke h ilan ga n naf su m akan

Pe nu ru na n be rat b ad an

Nye r i da da

Dem am h ila n g t imb u l

Mua l, m un ta h
7.

P em e riksaa n Fisik

I n sp e ksi

Ad an ya sia n o sis

Ad an ya co n jun t iva a ne m is, wa jah d an ku lit t am pa k pu cat

Pa sien t e rlih at se sa k

Ad an ya re t ra ksi in te rko st a lis

Pa sien t am pa k lem ah

Pa sien b at u k d an me n ge lua rka n sp ut um p u ru le n

Pa sien m e rin g is ke sa kit an

P a lp a si

Ad an ya f rem itu s ta kt il

A u sku lt a si

Ad an ya pe nu run a n a lira n ud a ra m ela lu i ja la n naf as.

Ad an ya pe rub ah a n b un yi n af a s
8.

P em e riksaa n Dia gno st ik

S ina r X (PA d an lat e ra l), t om o graf i da da : m en g gam ba rka n be nt u k, u ku ra n da n


lo ka si le si.

P em e riksaa n sit o lo gi (spu tu m , p le u ra l, a ta u no du s lim f e ) d ila ku ka n un tu k me n gka ji


a da n ya / ta ha p ka rsin o ma

B ron ko skop i:

m em un gkin ka n

vi sua lisa si,

pe ncu cian

ba gia n,

da n

pe mb e rsiha n

sit o lo gi le si (b e sa rn ya ka rsin om a bro n ko ge n ik da pa t te rlih a t ).

B iop si

CT-sca n
9.

Dia gn o sis

No du la so lit e r t e rba t a s p ad a ra d io gra m d ad a

P ad a sp e sim en spu t um de n gan p en ge cat a n o ran ge m en un ju kka n gam a b ra n ke ra t in


(b e rta n du k) je n is ka rsin o ma sku am o sa

A sp ira si ke len ja r limf e m en un ju kka n a dn a ya se l t um o r ya n g b e rge rom bo l sep e rt i


b ua h a n ggu r d a ri jen is ka rsin om a se l ke cil
10.

a.

Tin d a ka n P en an gan an

Man a jem en t an pa pe mb ed ah a n

1 ) Tera p i oksi gen


Jika te rja d i h ip o ksem ia , p e ra wa t da pa t m em be rika n o ksige n via m aske r at au n asa l
can u la

se su a i

d en ga n

p e rm in ta an .

B ah kan

jika

pa sie n

t id a k

t e rla lu

je la s

h ipo ksem ia n ya , do kte r d ap at m em be rika n o ksige n se sua i ya n g d ib u tu h ka n un tu k


m em pe rba iki disp ne a da n ra sa cem a sn ya .
2 ) Tera p i Ob at
Jika pa sien m en ga lam i b ron ko sp a sme , do kt e r d ap at me mb e rikan o ba t go lo n ga n
b on kod ila t o r (sep e rt i pa da pa sie n a sm a ) da n ko rt iko ste ro id un tu k m en gu ran g i
b ron ko spa sme , in f la ma si, da n e de ma .

3 ) Ke mo te ra p i
Me ru pa kan p iliha n p en go ba ta n p ad a pa sien de n gan ka n ke r pa ru -p a ru , t e rut am a
p ad a sm a ll- ce ll lun g can ce r ka re na me ta sta sis. K em ot e ra p i d ap at ju ga di gun a ka n
b e rsa ma a n de n gan te rap i su r gica l (pe mb ed a ha n ). Age n kem o te ra p i ya n g b ia sa n ya
d ibe rika n un tu k m en an ga n i ka n ke r, te rma su k ko mb in a si da ri:

C yclo p ho sph am id e, d eo xo ru b icin , m et ho t re xa t e , d an p ro ca rba zin e

E to po sid e da n cisp la t in

Mit o m ycin , vin b la st ine , da n cisp la t in

4 ) Im un ot e ra p i
B an ya k

p a sie n

de n gan

kan ke r

pa ru -p a ru

im un ot e ra p i (cyt o kin ) b ia sa d igun a kan .


5 ) Tera p i rad ia si

m en ga lam i

ga n ggu a n

im un .

Age n

I nd ika si :

P a sie n d en ga n tu mo r pa ru -p a ru ya n g op e ra b le, te ta p i b e risiko jika dila ku ka n


o pe ra si pe mb ed ah a n.

P a se in de n gan kan ke r ad en o ka rsin o ma at au se l sku am o sa in op e rab le d im an a


t e rda pa t pe mb e sa ra n ke len ja r ge t ah b en in g p ad a h ilu s ip sila t e ra l da n m ed iat in a l.

P a sie n ka n ke r bro n ku s de n gan se l ke cil/ o a t ce ll

P a sie n ka mb uh a n se sud ah lob e kto m i at au p ne um on e kt om i


Do sis um um 50 00 - 60 00 ra d da lam ja n gka wa ktu 5 -6 m in ggu . P en go b at an d ila ku kan
d a la m lim a ka li se m in g gu de n gan d osis 1 80 -2 00 rad / ha ri.
K om p lika si:

E sof a git is, h ilan g sa t u m in ggu sam pa i d en ga n se pu lu h ha ri se su da h pe n gob a ta n.

P en um on it is: p ad a ro nt ge n te rl iha t ba ya n ga n eksud a i d i d ae ra h p en yin a ran /

6 ) Tora sen t e sis da n P leu ro de sis

Ef usi p leu ra da pa t me n ja d i ma sa la h ba gi p asie n de n gan ka n ke r pa ru -p a ru .

Ef usi t imb u l akib a t a da n ya t um o r p ad a ple u ra visce ra lis d an pa rie ta lis da n


o bst ru ksi ke len ja r limf e m ed ia st in a l.

Tuju an akh ir: m en ge lua rka n da n m en ce ga h akum u la sic ca ira n .

b.

Man a jem en B ed ah

1)

Dike rja kan

p ad a

t um o r

sta d ium

se rt a

sta d ium

II

jen is

ka rsino ma ,

a de no ka rsin om a, d an ka rsin om a se l b esa r t ida k da pa t d ib ed a kan (un d iff e re n t iat ed )


2)

Dila ku ka n kh u su s p ad a st ad ium I II se ca ra ind i vid u a l ya n g m en ca kup t iga krit e ria :

a)

K a ra kt e rist ik b io lo g is tu mo r

Ha sil b a ik: t um o r da ri se l sku am o sa d an ep ide rm o id

Ha sil cu kup ba ik: ad en o ka rsin o ma da n ka rsin om a se l be sa r ta k te rd if e ren sia si

Ha sil b u ru k: oa t ce ll

b ) Le ta k t um o r d an pe mb a gia n st ad iu m klin ik
Un tu k m en en tu kan le ta k p em be da ha n te rba ik
c)

Ke ad aa n f un gsio na l p en de rit a

B. Konse p Da sa r As k e p
1.
a.

P en gka jia n

Dat a su b je kt if

1 ) Pa sien m en ge luh b at u k, a da da ha k be rcam pu r d a rah


2 ) Pa sien m en ge luh se sa k
3 ) Pa sien m en ga ta kan sud a h p e rgi ke do kte r d an d i t he ra p i be rka li- ka li

4 ) Pa sien m en ga ta kan b ad an te ra sa le la h
5 ) Pa sien m en ge luh n ye ri da da
6 ) Pa sien m en ge luh su lit t id u r
7 ) Pa sien m en ge luh n af su m aka n m en u ru n
b.

Dat a ob ye kt if

1 ) Pa sien t am pa k se sa k
2 ) Pa sien b at u k-b at u k
3 ) Ad an ya re t ra ksi in te rko st a lis
4 ) Pa sien t am pa k lem ah
5 ) Pa sien m e rin g is ke sa kit an
6 ) Ha sil sito lo g i sp u tu m /p le u ra m en un ju kka n ad an ya ka rsin om a
7 ) Ha sil

CT-sca n

W O C C A PAR U

me nu n ju kka n

ad an ya

m et ap la sia

se l

p a ru

.2

3.
a.

Dia gn o sa K ep e ra wa t an

Nye r i a kut be rhu bu n ga n d en ga n in va si ka n ke r ke p le u ra d in d in g da da d ita n da i


d en ga n pa sien ge lisa h

b.

Risiko inf e ksi b e rh ub un gan d en ga n t ida k ku a tn ya pe rt ah a na n ut am a (p en u run an


ke rja silia , me ne ta pn ya se kre t )

c.

P e ru b ah an n ut risi ku ra n g d a ri ke bu t uh an t ub uh be rh ub un ga n de n gan a no re ksia


d ita n da i d en ga n ke lem ah a n, b e ra t ba da n m en u ru n .

d . K e le la ha n b e rh ub u n gan de n gan p en in gka ta n keb u tu h an e ne r gi (h ip e rme t ab o lik)


d ita n da i d en ga n p a sie n ta mp a k le ma h .
e.

Ku ra n g pe n ge ta hu an m en ge na i kon d isi, t in d a ka n , p ro gn o sis be rhu bu n ga n d en ga n


sa lah in t e rp ret a si inf o rm a si d an ku ran g m en gin ga t d it an da i de n gan pa sien m em int a
inf o rm a si te nt a n g pe n ya kit n ya .

f.

Po la n af a s t id a k ef ekt if b e rh ub u n gan de n gan p en u run an ekspa n si p a ru d it a nd a i


d en ga n pe rub ah a n ked a lam an d an /a t au ke ce pa t an pe rn af a san .

g.

Pe ru ba ha n p o la t id u r b e rh ub u n gan de n ga n p e ru b ah an pa da sen so ri, t e ka n an


p siko lo gis d ita nd a i d en ga n p asie n te ru s-m en e ru s t e rja ga/ t id a k b isa t id a k.

h.

PK Ane m i

i.

Be rsih an

ja la n

n af a s

t id a k

ef ekt if

b e rh ub u n gan

de n gan

p en in gka ta n

ju m la h / visco sit a s se cre t d it a nd a i de n gan ba tu k t ida k ef ekt if .


j.

An sie ta s b e rhu bu n ga n de n gan ku ra n gn ya pe n get a hu an da n an ca ma n kem at ia n


d ita n da i d en ga n p a sie n ge lisa h, in som n ia .
4.

Re n ca na Tin d a ka n

No
1
1

Diagnosa
Intervensi
Rasional
Keperawatan
2
3
4
Nyeri akut
1. Tanyakan pasien tentang 1. Membantu dalam evaluasi
berhubungan dengan
nyeri, karakteristik nyeri,
gejala nyeri karena kanker
invasi kanker ke
rentang intensitas pada
yang melibatkan visera,
pleura, dinding dada
skala 0-10
saraf atau jaringan tulang
ditandai dengan
skala rentang membantu
pasien gelisah
pasien dalam kaji tingkat
nyeri, memberikan alat
untuk evaluasi keefektifan
analgesik meningkatkan
kontrol nyeri.
2. Kaji pernyataan verbal 2. Ketidaksesuaian antara
dan non verbal nyeri
petunjuk verbal/non
pasien
verbal dapat memberikan
petunjuk derajat nyeri,
kebutuhan/keefektifan
intervensi.
3. Catat kemungkinan
3. Insisi posterolateral lebih
penyebab nyeri
tidak nyaman untuk
patofisiologi dan
pasien daripada insisi
psikologis
anterolateral. Adanya
selang dada dapat
melibatkan lebih besar

ketidaknyamanan

3
4. Evaluasi keefektifan
pemberian obat

4
4. Persepsi nyeri dan
hilangnya nyeri adalah
subjektif dan pengontrolan
nyeri yang terbaik
merupakan keleluasaan
pasien

5. Dorong menyatakan
perasaan tentang nyeri

5. Takut/masalah dapat
meningkatkan tegangan otot
dan menurunkan ambang
persepsi nyeri

6. Berikan tindakan
kenyamanan (sering ubah
posisi, pijatan punggung,
sokongan bantal)
penggunaan teknik
relaksasi.

6. Meningkatkan relaksasi dan


pengalihan perhatian.
Menghilangkan
ketidaknyamanan dan
meningkatkan efek
terapeutik analgetik.

7. Jadwalkan periode istirahat,7. Penurunan kelemahan dan


berikan lingkungan tenang
menghemat energi,
meningkatkan kemampuan
koping
2

Risiko infeksi
1. Awasi suhu
1. Deman dapat terjadi karena
berubungan dengan
infeksi dan/atau dehidrasi
tidak adekuatnya
pertahanan utama
2. Kaji pentingnya latihan
2. Aktivitas ini meningkatkan
(penurunan kerja silia,
nafas, batuk efektif
mobilisasi dan pengeluaran
menetapnya sekret).
perubahan posisi sering dan sekret untuk menurunkan
masukan cairan adekuat.
risiko terjadinya infeksi
paru.

3
4
3. Observasi warna, karakter,3. Sekret berbau, kuning
bau sputum
atau kehijauan
menunjukkan adanya
infeksi paru
4. Tunjukkan dan bantu
4. Mencegah penyebaran
pasien tentang
patogen melalui cairan
pembuangan tisu dan
sputum tekankan cuci
tangan yang besar dan
penggunaan sarung tangan
bila
memegang/membuang
tisu, wadah sputum.
5. Awasi pengunjung berikan5. Menurunkan potensial
masker sesuai indikasi
terpajan pada penyakit
infeksius
6. Dorong keseimbangan
antara aktivitas dan
istirahat

6. Menurunkan
konsumsi/kebutuhan
keseimbangan oksigen
dan memperbaiki
pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
penyembuhan.

7. Diskusikan kebutuhan
7. Malnutrisi dapat
masukan nutrisi adekuat
memperbaiki kesehatan
umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi
8. Kolaborasi dalam
8. Dapat diberikan untuk
pemberian antimikrobial
organisme khusus yang
sesuai indikasi
terindetifikasi dengan
kultur dan sensitivitas.

3
9. Kolaborasi dalam
pemeriksaan spesimen
sputum

Perubahan nutrisi
1.
kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan
dengan anoreksia
ditandai dengan
kelemahan, berat
2.
badan menurun

4
9. Dilakukan untuk
mengidentifikasi
organisme penyebab dan
kerentanan penyebab dan
kerentanan terhadap
berbagai antimikrobial

Kaji kebiasaan diet,


1.
masukan makanan saat ini
evaluasi berat badan dan
ukuran tubuh.
Auskultasi bunyi usus

Pasien distres pernapasan


akut sering anoreksia
karena dispnea, produksi
sputum dan obat

2. Penurunan bising usus


menunjukkan penurunan
motilitas gaster dan
konstipasi

3. Berikan perawatan oral 3.


sering, buang sekret
berikan wadah khusus
untuk sekali pakai dan tisu

Rasa tak enak, bau dan


penampilana adalah
pencegah utama terhadap
nafsu makan dan dapat
membuat mual dan
muntah denagn
peningkatan kesulitan
napas.

4. Berikan makan porsi kecil4. Memberikan kesempatan


tapi sering
untuk meningkatkan
masukan kalori total
5. Hindari makanan yang 5. Suhu ekstrim dapat
sangat panas atau sangat
mencetuskan/
dingin.
meningkatkan spasme
batuk

3
6. Timbang berat badan
sesuai indikasi

Kelelahan
1. Evaluasi laporan
berhubungan dengan
kelelahan, kesulitan
peningkatan energi
menyelesaikan tugas
(hipermetabolik)
2. Kaji kemampuan untuk
ditandai dengan
berpartisipasi pada
pasien tampak lemah
aktivitas yang
diinginkan/dibutuhkan

4
6. Berguna untuk
menentukan kebutuhan
kalori menyusun tujuan
berat badan dan evaluasi
keadekuatan rencana
nutrisi.
1. Menentukan derajat dari
efek ketidakmampuan
2. Mengidentifikasi
kebutuhan individual dan
membantu pemilihan
intervensi

3. Rencanakan periode
istirahat adekuat

3. Mencegah kelelahan
berlebihan dan
menyimpan energi untuk
menyembuhan, regenerasi
jaringan.

4. Berikan bantuan dalam


aktivitas sehari-hari dan
ambulasi

4. Mengubah energi,
memungkinkan
berlanjutnya aktivitas
yang dibutuhkan normal

5. Tingkatkan tingkat
5. Meningkatkan rasa
partisikasi sesuai toleransi membaik/ meningkatkan
pasien
kesehatan dan membatasi
frustasi
5

Kurang pengetahuan 1. Diskusikan diagnosa,


1.
mengenai kondisi,
rencana/terapi saat ini dan
tindakan prognosi
hasil yang diharapkan.
berhubungan dengan
salah interpretasi
informasi dan kurang

Memberikan informasi
khusus individu, membuat
pengetahuan untuk belajar
lanjut tentang manajemen
di rumah. Radiasi dan

2
mengingat ditandai
dengan pasien
meminta informasi
tentang penyakitnya

4
kemoterapi dapat
menyertai intervensi
bedah dan informasi
penting untuk
memampukan
pasien/orang terdekat
untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi.
2. Kuatkan penjelasan ahli 2. Lamanya rehabilitasi dan
bedah tentang prosedur
prognosis tergantung pada
pembedahan dengan
tipe pembedahan, kondisi
memberikan diagram yang praoperasi, dan
tepat. Masukkan informasi lamanya/derajat
ini dalam diskusi tentang
komplikasi.
harapan jangka
pendek/panjang dari
penyembuhan.
3. Diskusikan perlunya
3. Pengkajian evaluasi status
perencanaan untuk
penapasan dan kesehatan
mengevaluasi perawatan
umum penting sekali
saat pulang
untuk meyakinkan
penyembuhan optimal.
Juga memberikan
kesempatan untuk
merujuk
masalah/pertanyaan pada
waktu yang sedikit stres.
4. Identifikasi tanda/gejala 4. Deteksi dini dan
yang memerlukan evaluasi intervensi tepat waktu
medis. Misal perubahan
dapat mencegah/
penampilan insisi,
meminimalkan
terjadinya kesulitan
komplikasi.
penapasan, demam,
peningkatan nyeri dada,
perubahan penampilan
sputum

3
4
5. Bantu pasien menentukan 5. Kelemahan dan kelelahan
toleransi aktivitas dan
harus kecil sesuai dengan
menyusun tujuan.
penyembuhan dan
perbaikan fungsi paru
selama periode
penyembuhan, khususnya
bila kanker telah diangkat.
Bila kanker meluas,
secara emosional
membantu pasien untuk
mampu menyusun tujuan
aktivitas yang realistis
untuk meningkatkan
kemandirian optimal.
6. Evaluasi
6.
ketersediaan/keadekuatan
sistem pendukung dan
perlunya bantuan dalam
perawatan diri/
manajemen di rumah

Kelemahan umum dan


keterbatasan aktivitas
dapat menurunkan
kemampuan individu
untuk memenuhi
kebutuhan sendiri.

7. Anjurkan periode istirahat7.


dengan aktivitas dan tugas
berat. Tekankan
menghindari mengangkat
berat, latihan isometrik/
regangan tubuh atas.
Kuatkan pembatasan
waktu dokter tentang
mengangkat.

Kelemahan umum dan


kelemahan biasa pada
periode dini
penyembuhan tetapi harus
menurun sesuai perbaikan
fungsi pernapasan dan
kemajuan penyembuhan.
Istirahat dan tidur
meningkatkan
kemampuan koping,
menurunkan gugup
(umum pada fase ini), dan
meningkatkan
penyembuhan.

4
Catatan: Peregangan
menggunakan tangan
dapat membuat stres ada
insisi karena otot dada
dapat lebih lemahd ari
normal selama 3-6 bulan
setelah pembedahan.

8. Anjurkan menghentikan 8. Terlalu lelah


aktivitas yang
meningkatkan kegagalan
menyebabkan kelemahan
pernapasan.
atau meningkatkan napas
pendek.
9. Dorong inspeksi insisi, 9. Penyembuhan mulai
kaji harapan penyembuhan dengan segera, tetapi
dengan pasien.
selesainya memerlukan
waktu. Sesuai dengan
kemajuan penyembuhan
garis insisi dapat kering,
dengan lapisan kaku. Di
bawah jaringan tampak
kemerahan dan terasa
tegang, hangat, dan
menggelembung
(perbaikan hematoma).
10. Anjurkan pasien/ orang 10.
terdekat untuk
melihat/melaporkan insisi
yang tidak sembuh atau
membuka, adanya
drainase (berdarah atau
purulen), area lokasi
pembengkakan dengan
kemerahan,

Tanda/gejala
menunjukkan kegagalan
sembuh, pengembangan
komplikasi memerlukan
evaluasi/intervensi lanjut.

3
peningkatan nyeri, panas
saat disentuh.

11. Anjurkan menggunakan 11.


kaus katun lembut dan
menghindari baju ketat,
tutup/beri bantalan pada
insisi sesuai indikasi,
biarkan insisi terbuka
terhadap udara bila
mungkin.

Menurunkan iritasi garis


jaitan dan tekanan dari
baju. Membiarkan insisi
terbuka meningkatkan
proses penyembuhan dan
dapat menurunkan risiko
infeksi.

12. Mandi dengan air hangat,


12.
mencuci insisi dengan
hati-hati. Hindari mandi di
bak sampai dokter
mengizinkan.

Mempertahankan insisi
bersih, meningkatkan
sirkulasi/penyembuhan.
Catatan: Memajat ke
dalam bak menggunakan
otot tangan dan pektoral,
dapat meregang insisi.

13. Sokong insisi dengan 13.


plester steril sesuai
kebutuhan bila
jahitan/staples diangkat.

Alat untuk
mempertahankan tepi
jahitan dan meningkatkan
penyembuhan.

14. Anjurkan/berikan rasional


14.
latihan
tangan/bahu. Biarkan
pasien/orang terdekat
menunjukkan latiha.
Dorong mengikuti
peningkatan tahap
jumlah/intensitas
pengulangan.

Melingkarkan lengan dan


mengangkat lengan
melintasi kepala atau
keluar daerah yang sakit
pada hari pertama atau
kedua pascaoperasi untuk
memperbaiki rentang

4
gerak bahu dan untuk
mencegah ankilosis pada
bahu yang sakit.

Pola nafas tidak


1.
efektif berhubungan
dengan penurunan
ekspansi paru ditandai
dengan perubahan
kedalaman dan/atau
kecepatan pernafasan.

Kaji frekuensi, kedalaman1.


pernapasan dan ekspansi
dada. Catat upaya
pernapasan, termasuk
penggunaan otot
bantu/pelebaran nasal.

Kecepatan biasanya
meningkat. Dispnea dan
terjadi peningkatan kerja
napas (pada awal atau
hanya tanda EP subakut).
Kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung
derajat gagal napas.
Ekspansi dada terbatas
yang berhubungan dengan
atelektasis dan/atau nyeri
dada pleuritik.

2. Auskultasi bunyi napas 2.


dan catat adanya bunyi
napas adventisius, seperi
krekels, mengi, gesekan
pleural.

Bunyi napas menurun/tak


ada bila jalan napas
obstruksi sekunder
terhadap perdarahan,
bekuan atau kolaps jalan
napas kecil (atelektasis).
Ronki dan mengi
menyertai obstruksi jalan
napas/ kegagalan
pernapasan.

3. Tinggikan kepala dan 3.


bantu mengubah posisi.
Bangunkan pasien turun
tempat tidur dan ambulasi
sesegera mungkin.

Duduk tinggi
memungkinkan ekspansi
paru dan memudahkan
pernapasan. Pengubahan
posisi dan ambulasi
meningkatkan pengisian
udara

4
segmen paru berbeda
sehingga memperbaiki
difusi gas.

4. Observasi pola batuk dan4. Kongesti alveolar


karakter sekret.
mengakibatkan batuk
kering/iritasi. Sputum
bedarah dapat diakibatkan
oleh kerusakan jaringan
(infark paru) atau
antikougulan berlebihan.
5. Dorong/bantu pasien
5.
dalam napas dalam dan
latihan batuk.
Penghiasapan per oral atau
nasotrakeal bila
diindikasikan.
6. Berikan oksigen
tamabahan

Dapat meningkatkan/
banyaknya sputum
dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidaknyamanan upaya
bernapas.

6. Memaksimalkan bernapas
dan menurunkan kerja
napas.

7. Berikan humidifikasi
7. Memberikan kelembaban
tambahan, mis., nebuliser pada membran mukosa
ultrasonik.
dan membantu
pengenceran sekret untuk
memudahkan
pembersihan.
8. Bantu fisioterapi dada 8.
(mis. Drainase postural
dan perkusi area yang tak
sakit, tiupan
botol/spirometri insentif)

Memudahkan upaya
pernapasan dalam dan
meningkatkan drainase
sekret dari segmen paru
kedalam bronkus, dimana
dapat

9. Siapkan untuk/bantu
bronkoskopi

Perubahan pola tidur 1.


berhubungan dengan
perubahan pada
sensori, tekanan
psikologis ditandai
dengan pasien terus
menerus terjaga/tidak
bisa tidur

4
lebih mempercepat
pembuangan dengan
batuk/penghisapan
9. Kadang-kadang beruna
untuk membuang bekuan
dan arah dan
membersihkan jalan
napas.

Berikan kesempatan untuk


1.
beristirahat/tidur sejenak,
anjurkan latihan saat siang
hari, turunkan aktivitas
mental/fisik pada sore
hari.

Karena aktivitas fisik dan


mental yang lama
mengakibatkan kelelahan
yang dapat meningkatkan
kebingungan, aktivitas
terprogram tanpa
stimulasi berlebihan yang
meningkatkan waktu
tidur.

2. Hindari penggunaan
2. Risiko gangguan sensori,
pengikatan secara terus meningkatakn agitasi dan
menerus.
menghambat waktu
istirahat.
3. Evaluasi tingkat
3.
stres/orientasi sesuai
perkembangan hari demi
hari.

Peningkatan
kebingungan, disorientasi
dan tingkah laku yang
tidak kooperatif (sindrom
sundowner) dapat
melanggar pola tidur yang
mencapai tidur pulas.

3
4. Lengkapi jadwal tidur dan4.
ritual secara teratur.
Katakan pada pasien
bahwa saat ini adalah
waktu untuk tidur.

4
Penguatan bahwa saatnya
tidur dan
mempertahankan
kestabilan lingkungan.
Catatan: penundaan waktu
tidur mungkin
diindikasikan untuk
memungkinkan pasien
membuang kelebihan
energi dan memfasilitasi
tidur.

5. Berikan makanan kecil 5. Meningkatkan relaksasi


sore hari, susu hangat,
dengan perasaan
mandi dan masase
mengantuk
punggung
6. Turunkan jumlah minum 6. Menurunkan kebutuhan
pada sore hari. Lakukan
akan bangun untuk pergi
berkemih sebelum tidur
kekamar mandi/berkemih
selama malam hari.
7. Putarkan musik yang
7. Menurunkan stimulasi
lembut atau suara yang
sensori dengan
jernih
menghambat suara-suara
lain dari lingkungan
sekitar yang akan
menghambat tidur
nyenyak.
8

PK Anemi

1. Pantai tanda-tanda vital 1. Hipotensi, takikardi,


peningkatan pernafasan
mengindikasikan
kekurangan cairan
(hipovolemia), turgor dan
kelembaban kulit.
3
4
2. Observasi dan catat
2. Perdarahan yang
frekuensi serta volume
berlebihan dapat mengacu
perdarahan
kepada
hipovolemia/hemoragi
3. Pantau suhu kulit, palpasi3. Kulit yang
denyut perifer dan warna
dingin/lembab, denyut
konjungtiva
yang lemah
mengidentikasikan
penurunan sirkulasi
perifer dan butuhkan

untuk penggantian cairan


tambahan.
4. Kolaborasi dalam
4.
pemberian cairan
parenteral, produksi darah
dan/atau plasma ekspander
sesuai petunjuk

Bersihan jalan nafas 1.


tidak efektif
berhubungan dengan
peningkatan
jumlah/viscositas
sekret ditandai dengan
batuk tidak efektif.
2.

Gantikan kehilangan
cairan yang telah
didokumentasikan catat
waktu penggantian
volume sirkulasi yang
potensial bagi penurunan
komplikasi

Auskultasi dada untuk 1. Pernafasan bising, ronki,


karakter bunyi napas dan
dan mengi menunjukkan
adanya sekret.
tertahannya sekret
dan/atau obstruksi jalan
napas.
Bantu pasien
2.
dengan/instruksikan untuk
napas dalam efektif dan
batuk dengan posisi duduk
tinggi dan menekan
daerah insisi.

Posisi duduk
memungkinan ekspansi
paru maksimal dan
penekanan menguatkan
upaya batuk untuk
memobilisasi membuang
sekret. Penekanan
dilakukan perawat.

3
3. Observasi jumlah dan 3.
karakter sputum/aspirasi
sekret. Selidiki perubahan
sesuai indikasi.

4
Peningkatan jumlah
sekret tak berwarna (atau
bercak darah berair
awalnya normal dan harus
menurun sesuai kemajuan
penyembuhan. Adanya
sputum yang tebal/kental,
berdarah, atau purulen
diduga terjadi sebagai
masalah sekunder
(mis.dehidrasi, edema
paru, perdarahan lokal
atau infeksi) yang
memerlukan
perbaikan/pengobatan.

4. Penghisapan bila batuk 4.


lemah atau ronki tidak
bersih dengan upaya
batuk. Hindari
penghisapan endotrakeal/
nasotrakeal yang dalam
pada pasien
pneumonektomi bila
mungkin.

Penghisapan rutin
peningkatan risiko
hipoksemia dan kerusakan
mukosa. Penghisapan
trakeal dalam secara
umum kontraindikasi
pada pasien
pneumonektomi untuk
menurunkan risiko ruptur
jahitan bronkia. Bila
penghisapan tidak
dihindari, harus dilakukan
dengan hati-hati hanya
untuk merangsang batuk
efektif.

3
4
5. Dorong masukan cairan 5. Hindari adekuat untuk
per oral (Sedikitnya
mempertahankan sekret
2500ml/hari) dalam
hilang/peningkatan
toleransi jantung
pengeluaran.
6. Kaji nyeri/
6. Mendorong pasien untuk
ketidaknyamanan dan
bergerak, batuk lebih
obati dengan dosis rutin
efektif, dan napas lebih
dan lakukan latihan
dalam untuk mencegah
pernapasan
kegagalan pernapasan.

10

Ansietas berhubungan1.
dengan kurangnya
pengetahuan dan
ancaman kematian
ditandai dengan
pasien gelisah,
2.
insomia

Identifikasi persepsi
1. Mendefinisikan lingkup
pasien tentang ancaman
masalah individu dan
yang ada dari situasi.
mempengaruhi pilihan
intervensi
Observasi/awasi respons 2.
fisik, contoh gelisah,
perubahan tanda vital,
gerakan berulang. Catat
kesesuaian komunikasi
verbal/non-verbal.

Berguna dalam evaluasi


luas/derajat masalah,
khususnya bila
dibandingkan dengan
pernyataan verbal.

3. Dorong pasien/orang
3. Memberikan kesempatan
terdekat untuk mengakui
untuk menerima masalah,
dan menyatakan rasa takut mempejelas kenyataan
takut, dan menurunkan
ansietas sampai ke tingkat
yang dapat diterima.

4. Akui ansietas dan takut 4.


terhadap situasi. Hindari
pemberian keyakinan yang
tak
3
berarti bahwa segalanya
akan baik

Menvalidasi kenyataan
situasi tanpa
meminimalkan dampak
emosi.
4
Memberikan kesempatan
pada pasien/orang
terdepat menerima dan
mulai menerima apa yang
terjadi, menurunkan
ansietas.

5. Identifikasi/kaji dengan 5.
pasien/orang terdekat
pencegahan keamanan
yang diambil, contoh
marah dan suplai oksigen,
alat darurat pada tangan

Memberikan keyakinan
untuk membantu ansietas
yang tak perlu,
menurunkan masalah
ketidaktahuan dan
perencanaan untuk

untuk menghisap.
Diskusian/kaji arti sistem
alaram.

respons dalam situasi


darurat.

6. Catat reaksi organ


6.
terdekat. Berikan
kesempatan untuk diskusi
perasaan pribadi/masalah
dan harapan yang akan
datang.

Anggota keluarga
mempunyai respons
individual terhadap apa
yang terjadi, dan ansietas
mereka dapat
dikomunikasikan pada
pasien, memperberat
emosi ini.

7. Identifikasi kekuatan
7.
koping sebelumnya dari
pasien/orang terdekat dan
area kontrol/kemampuan

Memfokuskan perhatian
pada kemampuan sendiri,
meningkatkan rasa
kontrol.

8. Tunjukan/dorong
8. Memberikan manajemen
penggunaan teknik
aktif situasi untuk
relaksasi, contoh fokus
menurunkan perasaan tak
pernapasan, bimbingan
berdaya.
imajinasi, relaksasi
progresif.

5.
a.

3
9. Berikan/dorong aktivitas9.
olahraga, waktu senggang
dalam kemampuan
individu, contoh kerajinan
tangan, menulis,
menonton televisi.

4
Meskipun tidak mampu
dengan tergantung pada
ventilator, aktivitas yang
normal dengan individual
harus didorong untuk
meningkatkan kualitas
hidup.

E va lu a si

Dx 1
K a ra kt e ria ha sil ya n g dih a rap kan :

1)

Me la po rka n n ye ri h ilan g/ t e rkon t ro l

2)

Tam pa k rile ks d an t id u r/ ist ira ha t de n gan b a ik

3)

B e rp a rt isip a si da lam a kt i vit a s ya n g d iin gin ka n/ d ibu t uh kan

b.

Dx 2
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Men ya ta kan p em ah am an pe n ye ba b /f a kto r ris iko in d ivid ua l


2 ) Men g ide n t if ika si in t e rve n si u nt u k m en ce gah /m e nu ru n ka n risiko inf e ksi.
3 ) Men un ju kkan t e kn ik, pe ru ba ha n po la h idu p un tu k me n in gka t kan lin gku n ga n ya n g
a ma n.

c.

Dx 3
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Men un ju kkan p en in gka ta n be rat b ad an me nu ju tu jua n ya n g t ep at .


2 ) Men un ju kkan

p e rila ku / pe ru ba h an

po la

hid up

un tu k

m en in gka t ka n

m em pe rt ah an kan b e ra t ya n g t ep a t.
d. Dx 4
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :
1 ) Me lap o rkan pe rb a ika n ra sa b e re ne r gi
2 ) Be rp a rt isipa si p ad a a kt ivita s ya n g d iin g in ka n
e.

Dx 5
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Men ya ta kan p em ah am an se lu k be lu k d ia gn o sa , p ro gram p en go ba t an .

d a ri/ at au

2 ) Me la ku kan d en ga n b en a r p ro sed u r ya n g pe rlu da n m en je la ska n a la sa n t in da ka n


t e rseb ut .
3 ) Be rp a rt isipa si d a la m p ro se s b e la ja r
4 ) Me la ku kan p e ru ba ha n po la hid up .
f.

Dx 6
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Men un ju kkan po la naf as ef e kt if de n gan f re kue n si d an ked a lam an da lam re n ta n g


n o rm a l da n p a ru je la s/b e rsih
2 ) Be rp a rt isipa si d a la m a kt ivit a s/ pe r ila ku m en in gka t ka n f u n gsi pa ru .
g.

Dx 7
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Mam pu me ncip ta kan po la t idu r ya n g ad eku at de n gan p en u run an te rha d ap p ikira n


ya n g me la ya n g- la ya n g.
2 ) Tamp a k at au me lap o rkan d ap at ist ira ha t ya n g cu ku p
h.

Dx 8
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Pe rd a ra h an m in ima l sa mp a i hila n g/ t ida k a da


2 ) Mem pe rt a ha n ka n h id ra si ad e ku a t de n gan bu kt i m emb ra n mu ko sa le mb ab t u rgo r
ku lit ba ik d an pe n gisia n kap ile r ba ik, ta nd a vit a l sta b il.
i.

Dx 9
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan

1 ) Men un ju kkan p ot en si ja la n n af a s de n ga n ca ira n se kre t mu da h d ike lua rka n b un yi


n af a s je la s da n p en af asan t ak b isin g.
j.

Dx 10
K rit e ria ha sil ya n g d ih a rap kan :

1 ) Men ya ta kan / me n gkom un ika sika n

ke sa da ra n

p e ra saa n

d an

ca ra

se h at

un tu k

m en e rim a n ya .
2 ) Men un ju kkan ke t e ram p ilan / p rila ku pe me cah an ma sa la h un tu k me n ga t a si sit ua si
ya n g ad a.
3 ) Me lap o rkan an sie ta s/ ta ku t m en u run sa mp a i t in gka t d ap at d ita n ga n i
4 ) Tamp a k rile ks da n t idu r/ ist i rah a t se sua i

http://askepterkini.blogspot.com/2014/05/laporan-pendahuluan-asuhankeperawatan_6835.html
LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU

A. LAPORAN PENDAHULUAN
1.

Definisi
Tumor paru adalah tumor gans pada paru, 95% tumor ganas ini bronkogenik
karsinoma (Price and Wilsons, 1994)
Proses kanker paru berasal dari saluran napas sendiri yang mengalami
degenerasi maligna:

a.

Sel-sel bronkus

b.

Sel-sel alveolus

c.

Sel-sel mucus

d.

Jaringan ikat diluar pernapasan


Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang mengalami proliferasi
dalam paru. Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru ( price,
patofisiologi, 1995)

2.

Jenis kanker paru dan sifat-sifatnya

a.

Kanker paru epidermoid ( squamous cell lung cancer)


Adalah sel kanker mirip dengan sel epitel epitel saluran napas atas /
permukaan epitel bronkus. Terletak sentral disekitar hilus menonjol ke dalam
bronkus besar.

1)

Pertumbuhan paling lambat

2)

Penderita dapat bertahan hidup lebih dari satu tahun, kadang-kadang bisa
sampai 2-3 tahun meninggal karena metastasis ataupun komplikasi

b.

Adenokarsinoma paru (adeno carcinoma of the lung)


Sel kanker mirip dengan kelenjar mkcus dalam paru. Memperlihatkan susunan
seluler seperti bronkus dan dapat mengaandung mukus. Kebanyakan timbul di
bagain perifer segmen bronkus kadang-kadang dikaitkan dengan jaringan parut
lokal dan interstisial

1)

Pertumbuhannya termasuk sedang

c.

Kanker paru dengan sel berdiferensiasi rendah


Pertumbuhan cepat sekali. Pada karsinoma sel kecil sudah ada metastasis
saat didiagnosis.

1)

Karsinoma sel kecil ( small cell lung cancer)

a)

Terletak di sekitar percabangan utama bronkus

b)

Timbul dari sel-sel kulchitsky, komponen dari epitetel bronkus

c)

Berbentuk sel kecil menyerupai biji oat (karsinoma sel oat)

d)

Waktu pembelahan tercepat dan prognosis terburuk

2)

Karsinoma sel besar ( large cell lung cancer)

a)

Adalah sel-sel ganas besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar

b)

Cenderung

timbul

pada

jaringan

paru

perifer,

tumbuh

cepat,

dengan

penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat jauh

3.

Etiologi
Timbul secara langsung paru (kanker paru primer). Dapat menimbulkan
metastasis dibeberapa organ lain : otak, tulang, hati. Metastasis dari proses
keganasan pada organ lain ( kanker paru sekunder), seperti:

a.

Kanker payudara

b.

Kanker serviks

c.

Kanker korpus uteri

d.

Kanker testis

e.

Kanker hati dan usus

f.

Kanker tulang

g.

Kanker kanker tiroid


Etiologi pasti belum diketahui. Ada faktor yang dianggap berpengaruh:

a.

Inhalasi jangka panjang bahan karsinogenik

1)

Asap rokok / merokok

Tak diragukan lagi merupakan factor utama. Suatu hubungan statistik yang
defenitif. Telah ditenggakkan antara perokok berat (lebih dari 20 batang sehari)
dari aknker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
cenderung sepuluh kali lebih besar daari pada perokok ringan. Selanjutnya orang
perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaanya akan
kembali ke pola resikobukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam tembakau rokok yang jika dikenakan pada
kulit hewan, menimbulkan tumor.
2)

Paparan industri : asbes, uranium, kromat, arsen (insektisida), besi dan oksida
besi (iradiasi).
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal lebih dari 50% meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.

3)

Kanker paru akibat kerja


Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel
(pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematitie
(paru-paru hemaatitie) dan orang-orang yang bekerja dengan asbestos dan
dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.

4)

Predisposisi hubungan keluarga / ras

5)

Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi
dari mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya
karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.

6)

Diet / konsumsi bahan pengawet


Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. ( Ilmu Penyakit Dalam,
2001)

7)

Jaringan parut paru : TB paru, infark paru.


Thomson, Catatan Kuliah Patologi, 1997)

4.

Manifestasi klinis
Kanker paru primer dengan gejala tidak berbeda dengan TB paru, hanya saja:

a.

Kemunduran kondisi pasien berjalan cepat, misalnya batuk-batuk selama 1


bulan, berat badan turun > 5kg, nyeri dada/sesak napas

b.

Keadaan umum mundur secara cepat

c.

Tidak selalu dimulai dengan batuk, bisa dimulai dengan nyeri dada ataupun
kemunduran keadaan umum, penurunan BB, dan sebagainya

d.

Salah satu cirri yng agak khas yaitu timbulnya nyeri dada maupun pada tempattempat metastase

e.

Nyeri pleuritik bila terjadi serangan sekunder pada pleura atau pneumonia

f.

Batuk darah merupakan gejala umum lainnya

g.

Stridor local atau dispnea ringan atau mungkin diakibatkan obstruksi bronkus

h.

Pembengkakan jari-jari

KARSINOMA IN SITU :
a.

Sama sekali belum ada metastasis atau pertumbuhan invasif

b.

Proses keganasan masih terbatas pada mukosa bronkus dan belum menembus
membrane basalis

PANCOATS TUMOR
a.

Semua kanker paru berlokasi diawal aspeks yang disertai nyeri bahu ataupun
lengan

b.

Diakibatkan oleh invasi proses maligna kejaringan sekitarnya, yaitu ; tulang iga,
pleksus basalis, KGB

c.

Kadang-kadang disertai destruksi tulang-tulang setempat, atropi otot lengan,


edema lengan, gangguan sensoris atau motoris.

5.

Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada kanker paru di antaranya adalah
sebagai berikut:

a.

Reseksi Bedah dapat mengakibatkan gagal napas

b.

Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru

c.

Kemoterapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan pneumonitis

d.

Kemoterapi menyebabkan toksisitas paru dan leukemia

6.

Patofisiologi
Dari

etiologi

yang

menyerang

percabangan

segmen/

sub

bronkus

menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan


karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak,
tulang rangka.

PATHWAY CA PARU

7.

Gambaran klinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :

a.

Lokal (tumor setempat)

1)

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

2)

Hemoptisis

3)

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

4)

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

5)

Aelektasis

b.

Invasi local :

1)

Nyeri dada

2)

Dispnea karena efusi pleura

3)

Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia

4)

Sindrom vena cava superior

5)

Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

6)

Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

7)

Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis

c.

Gejala penyakit metastasis :

1)

Pada otak, tulang, hati, adrenal

2)

Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis

3)

Sindrom Paraneoplastik : Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala

4)

Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam

5)

Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

6)

Hipertrofi : osteoartropati

7)

Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

8)

Neuromiopati

9)

Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)

10) Dermatologi : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh


11) Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
d.

Asimtomatik dengan kelainan radiologist :

1)

Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara


radiologis

2)

Kelainan berupa nodul soliter

8.

Stadium
Tabel Sistem Stadium TNM untuk kanker Paru paru: 1986 American Joint
Committee on Cancer.
Gambarn TNM

Definisi

Tumor primer (T)


T0

Tidak

terbukti

adanya

tumor

primer
Tx

Kanker yang tersembunyi terlihat


pada
tetapi

sitologi

bilasan

tidak

bronkus

terlihat

pada

radiogram atau bronkoskopi


TIS

Karsinoma in situ

T1

Tumor dengan diameter 3 cm


dikelilingi paru paru atau pleura
viseralis yang normal.

T2

Tumor dengan diameter 3 cm atau


dalam

setiap

ukuran

dimana

sudah menyerang pleura viseralis


atau
yang

mengakibatkan
meluas

ke

atelektasis

hilus;

harus

berjarak 2 cm distal dari karina.


T3

Tumor

dalam

setiap

ukuran

dengan perluasan langsung pada


dinding dada, diafragma, pleura
mediastinalis,
tanpa
pembuluh

atau

pericardium

mengenai

jantung,

darah

besar,

trakea,

esofagus, atau korpus vertebra;


atau dalam jarak 2 cm dari karina
tetapi tidak melibat karina.
T4

Tumor dalam setiap ukuran yang


sudah

menyerang

mediastinum

atau mengenai jantung, pembuluh


darah

besar,

trakea,

esofagus,

koepua vertebra, atau karina; atau


adanya efusi pleura yang maligna.
Kelenjar limfe regional (N)
N0

Tidak

dapat

terlihat

metastasis

pada kelenjar limfe regional.


N1

Metastasis pada peribronkial dan/


atau

kelenjar

kelenjar

hilus

ipsilateral.
N2

Metastasis pada mediastinal ipsi


lateral

atau

kelenjar

limfe

subkarina.
N3

Metastasis pada mediastinal atau


kelenjar

kelenjar

limfe

hilus

kontralateral; kelenjar kelenjar


limfe

skalenus

supraklavikular

atau

ipsilateral

atau

kontralateral.
Metastasis jauh (M)
M0

Tidak diketahui adanya metastasis


jauh

M1

Metastasis

jauh

terdapat

pada

tempat tertentu (seperti otak).


Kelompok stadium
Karsinoma
tersembunyi

Sputum mengandung sel sel


TxN0M0

ganas

tetapi

tidak

dapat

dibuktikan adanya tumor primer


atau metastasis.
Stadium
0

Karsinoma in situ
TISN0M0

Stadium
I

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau


T1N0M0

T2 tanpa adanya bukti metastasis

T2N0M0

pada kelenjar limfe regional atau


tempat yang jauh

Stadium

Tumor termasuk klasifikasi T1 atau

II

T1N1M0

T2
T2N

1M0
Stadium
T3N0M0

terdapat

metastasis

termasuk

dengan
T3N

0M0

pada

bukti

adanya

kelenjar

limfe

peribronkial atau hilus ipsilateral.


Tumor

IIIa

Stadium

dan

atau

metastasis

pada

klasifikasi

T3

tanpa

bukti

kelenjar

limfe

peribronkial atau hilus ipsilateral;


tidak ada metastasis jauh.

IIIb

Setiap

T Setiap tumor dengan metastasis

N3M0

pada
T4

NM0

setiap

kelenjar

mediastinal

limfe

hilus

kontralateral,

tau
atau

pada kelenjar limfe skalenus atau


supraklavikular; atau setiap tumor
yang
dengan

termasuk
atau

klasifikasi

tanpa

T4

metastasis

kelenjar limfe regional; tidak ada


metastasis jauh.
Stadium IV

Setiap T, setiap Setiap tumor dengan metastsis

N,M1

jauh.

Sumber: (Price, Patofisiologi, 1995).

9.

Pemeriksaan diagnostik

a.

Radiologi.

1)

Foto thorax posterior anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru.Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan
massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk
atau vertebra.

2)

Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

b.

Laboratorium.

1)

Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).


Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.

2)

Pemeriksaan fungsi paru dan GDA


Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.

3)

Tes kulit, jumlah absolute limfosit.


Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker
paru).

c. Histopatologi.
1)

Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).

2)

Biopsi Trans Torakal (TTB).


Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
< 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 95 %.

3)

Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.

4)

Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.

5)

Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.

d.

Pencitraan.

1)

CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.

2)

MR untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

10. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a.

Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup klien.

b.

Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

c.

Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.


Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.

d.

Suportif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Penatalaksanaan pada kanker paru dapat dilakukan dengan :

a.

Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru paru yang tidak terkena kanker.

1)

Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

2)

Pneumonektomi (pengangkatan paru).


Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.

3)

Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb


atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
4)

Resesi segmental.
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru.

5)

Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru
paru berbentuk baji (potongan es).

6)

Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan bahan fibrin dari pleura viscelaris.

b.

Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti
mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
Terapi radiasi dilakukan dengan indikasi sebagai berikut.

1)

klien tumor paru yang operable tetapi risiko jika dilakukan pembedahan.

2)

klien adenokarsinoma atau sel skuamosa inoperable yang mengalami


pembesaran kelenjar getah bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.

3)

klien kanker bronkus dengan oat cell.

4)

klien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.


Dosis umum 5000-6000 rad dalam jangka waktu 5-6 minggu. Pengobatan
dilakukan dalam 5 kali seminggu dengan dosis 180-200 rad/hari. Komplikasi yang
mungkin terjadi adalah :

a)

Esofagitis, hilang 1 minggu sampai dengan 10 hari sesudah pengobatan.

b)

Pneumonitis, pada rontgen terlihat bayangan eksudat di daerah penyinaran.

c.

Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta
untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker paru,
terutama pada SCLC karena metastasis. Kemoterapi dapat juga diberikan

bersamaan dengan terapi bedah. Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan


untuk menangani kanker, termasuk kombinasi dari obat-obat berikut.
1)

Cyclophosphamide, Dexorubicin, Methrotexate, dan Procarbazine.

2)

Etoposide dan Cisplatin

3)

Mitomycin, Vinblastine, dan Cisplatin.

d.

Imunoterapi
Banyak klien kanker paru yang mengalami gangguan imun. Obat imunoterapi
(Cytokin) biasa diberikan.

e.
f.

Terapi Laser
Torakosentesis dan Pleurodesis

1) Efusi pleura dapat menjadi masalah bagi klien kanker paru.


2) Efusi timbul akibat adanya tumor pada pleura visceralis dan parietalis serta
obstruksi kelenjar limfe mediastinal.
3) Tujuan akhir dari terapi ini adalah mengeluarkan dan mencegah akumulasi
cairan.

B.

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1.

a.

PENGKAJIAN

Identitas
Nama klien, umur, pekerjaan, pendidikan, agama, suku bangsa, dan alamat
klien.

b.

Riwayat kesehatan

1)

Riwayat kesehatan sekarang

a)

Batuk produktif, dahak bersifat mukoid atau purulen, atau batuh darah

b)

Malaise

c)

Anorexia

d)

Badan makin kurus

e)

Sesak nafas pada penyakit yang lanjut dengn kerusakan paru yang makin luas

f)

Nyeri dada dapat bersifat okal atau pleuritik

2)

Riwayat kesehatan dahulu

a)

Terpapar asap rokok

b)

Industri asbes, uranium, kromat, arsen (insektisda), besi dan oksida besi

c)

Konsumsi bahan pengawet

3)

Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat keluarga penderita kanker

c. Data dasar pengkajian pasien


Pemeriksaan bermacam-macam, tergantung pada jumlah akumulasi cairan,
kecepatan akumulasi dan fungsi paru sebelumnya.
1)

Aktifitas / istirahat

Gejala : kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin, dispnea akibat


aktivitas.
Tanda : kelesuan (biasanya tahap lanjut)
2)

Sirkulasi
Gejala : JVD ( obstruksi vena kava)

unyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi). Takikardi / disritmia


3)

Integritas ego

Gejala : perasaan takut. Takut hasil pembedahan, menolak kondisi yang berat / potensi
keganasan.
Tanda : kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang
4)

Eliminasi

Gejala : diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil), peningkatan frekuensi / jumlah
urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid.
5)

Makanan / cairan

Gejala : penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan makanan.
Kesulitan menelan, haus / peningkatan masukan cairan.

Tanda : kurus, atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut) edema wajah/leher, dada
punggung (obstruksi vena cava), edema wajah / periorbital (keidakseimbangan
hormonal, karsinoma sel kecil) glukosa urine (ketidakseimbangan hormonal,
tumor epidermoid)
6)

Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada (biasaya tidak ada pada tahap dini dan tidak selalu pada tahap
lanjut) dimana dapat / tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7)

Pernafasan.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau produksi
sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan polutan, debu industry. Serak,
paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja, Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan
konsolidasi), Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran
udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami
lesi). Hemoptisis.
8)

Keamanan.

Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma), Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9)

Seksualitas.

Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel besar), Amenorea/


impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker (khususnya paru), tuberculosis, Kegagalan untuk
membaik.
d. Pengkajian fisik
1)

Integument
Pucat atau sianosis sentral atau perifer, yang dapat dilihat pada bibir atau
ujung jari/dasar kuku mnandakan penurunan perfusi perifer.

2)

Kepala dan leher


Peningkatan tekanan vena jugularis, deviasi trakea.

3)

Telinga
Biasanya tak ada kelainan

4)

Mata
Pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia atau gangguan nutrisi

5)

Muka, hidung, dan rongga mulut

a)

Pucat atau sianosis bibir / mukosa menandakan penurunan perfusi

b)

Ketidakmampuan menelan

c)

Suara serak

6)

Thoraks dan paru-paru

a)

Pernafasan takipnea (50/menit atau lebih pada saat istirahat)

b)

Nafas dangkal

c)

Penurunan otot aksesoris pernafasan

d)

Batuk kering / nyaring / non produktif atau mungkin batuk terus menerus
dengan atau tanpa sputum

e)

Peningkatan fremitus, kreleks inspirasi atau ekspirasi

7)

System CV

a)

Frekuensi jantung mungkin meningkat / takikardi (150/menit atau lebih pda sat
istirahat)

b)

Bunyi gerakan pericardial (pericardial effusion)

8)

Abdomen
Bising usus meningkat / menurun

9)

System urogenital
Peningkatan frekuensi atau jumlah urine

10) System reproduksi


Ginekomastia, amenorrhea, impotensi

11) System limfatik


Pembesaran kelenjar limfe regional : leher, ketiak (metastase)
12) System muskuluskeletal
a)

Penurunan kekuatan otot

b)

Jari-jari tubuh (clubbing fingers)

13) System persrafan


Perubahan status mental / kesadaran : apatis, letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi, kesulitan berkonsentrasi
e. Data psikologis
kegelisahan, pertanyaan yang diulang-ulang, perasaan tidak berdaya, putus
asa, emosi yang labil, marah, sedih.
f. Pemeriksaan diagnostic
1)

Pemeriksaan non invasif

a.

Sinar X (PA dan lateral), tomografi dada : menggambarkan bentuk, ukuran dan
lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, efusi pleural,
atelektasis, erosi tulang rusuk atau vertebrata.

b.

Pemeriksaan sitologi (sputum, pleura, atau nodus limfe) ; dilakukan untuk


mengkaji adanya tahap karsinoma

c.

Mediastinoskopi : digunakan untuk per tahapan karsinoma

d.

Scan radioisotope : dapat dilakukan pada paru, hati, otak, tulang dan organ lain
untuk bukt metastasis

e.

Pemeriksaan fungsi paru dan GDA : dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas
untuk memenuhi kebutuhan ventilasi pasca operasi

2)

Pemeriksaan invasif

a.

Bronkoskopi dan biopsi dan penyikatan mukosa bronkus serta pengambilan


bilasan bronkus yang kemudian diperiksa secara patologianatomik. Bronkoskopi
serat optik: memungkinkan visualisasi, pencucian bagian dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya kasrinoma bronkogenik dapat dilihat)

b.

Biopsi transtorakal dengan bimbingan USG atau CT Scan

c.

Biopsi dapat dilakukan pada nodus skalen, odus limfe hilus, atau pleura untuk
membuat diagnose

d.

Tes kulit, jumlah absolute limfosit: dapat dilakukan untuk mengevaluasi


kompetensi imun (umum pada kanker paru)

2.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi

b.

Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah /


viskositas sekret, sekresi darah

c.

Nyeri akut berhubungan dengan invasi sel kanker

d.

Ketakutan / ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap perubahan


status kesehatan, ancaman kematian

3.
a.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi


Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukkan perbaikan
pertukaran gas. Kriteria hasil :

1)

Klien akan menunjukkan hasil GDA dalam rentang batas normal

2)

Kulit akan bebas dari gejala distress pernapasan

3)

Klien akan memperhatikan perbaikan status mental


Intervensi dan rasioanal :

1)

Catat

frekuensi

kedalaman

pernapasan,

kesukaran

bernapas.

Observasi

penggunaan otot bantu pernapasan, napas bibir, perubahan kulit / membrane


mukosa, misalnya pucat, sianosis.
Rasional : pernapasn meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai mekanisme kompensi
awal terhadap kerusakan jaringan paru.
2)

Auskultasi paru

Rasional : konsolidasi dan berkurangnyaaliran udara pada sisi menunjukkan area paru yang
terlibat
3)

Selidiki perubahan status mental / tingkat kesadaran

Rasional : dapat menunjukkan peningkatan hipoksia atau komplikasi seperti pergeseran


mediastinal bila disertai dengan takipnea, takikardia, deviasi trakea
4)

Pertahankan

kepatenan

jalan

napas

dengan

posisi,

penghisapan,

dan

penggunaan alat bantu pernapasan


Rasional : obstruksi jalan napas mempengaruhi ventilasi dan mengganggu pertukaran gas
5)

Ubah posisi dengan sering, tempatkan pasien dalam posisi duduk, dan atau
berbaring
Rasional : memaksimalkan ekspansi paru dan drainase secret

6)

Dorong / bantu latihan napas dalam

Rasional : meningkatkan ventilasi dan oksigenasi maksimal dan mencegah atelektasis


7)

Kaji rspon klien terhadap aktivitas, dorong periode istirahat atau batsi aktivitas
sesuai toleransi klien

Rasional : peningkatan konsumsi kebutuhan oksigen dan stress mengakibatkan peningkatan


dispnea dan perubahan tanda vital
8)

Berikan oksigen tambahan dengan humidifikasi sesuai indikasi


Rasional : memaksimalkan sediaan oksigen

9)

Pantau AGD, oksimetri nadi. Catat kadar Hb


Rasional : penurunanPO2 tau peningkatan PCO2 daat menunjukkan kebutuhan
untuk dukungan ventilasi. Kehilangan darah bermakna dapat mengakibatkan
penurunan kapasitas pembawa oksigen

b.

Tak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan jumlah /


viskositas sekret, sekresi darah

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, klien menunjukkan kepatenan jalan


napas. Kriteria hasil :
1)

Klien akan menunjukkan bunyi napas bersih, bebas kering / bunyi tambahan

2)

Klien akan melaporkan secret mudah dikeluarkan

Intervensi dan rasional :


1)

Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi napas dan adanya secret

Rasional : pernapasan bising, ronki dan mengi menunjukkan tertahannya sekret atau
obstruksi jalan napas
2)

Bantu klien dan intruksikan untuk napas dalam dan batuk efektif dedngan
posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi

Rasional : posisi duduk memkungkinkan eksansi paru maksimal dan penekanan upaya
batuk membantu untuk memobilisasi / membuang sekret
3)

Observasi jumlah dan karakter sputum

Rasional : adanya sputum yang kental, berdarah, purulen memerlukan pengobatan lebih
lanjut
4)

Lakukan penghisapan bila batuk lemah atau ronki tidak hilang dengan upaya
batuk. Hindari penghisapan ETT dan OTT yang dalam pada klien pneunomektomi
bila mungkin

Rasional : penghisapan meningkatkan resiko hipoksia dan kerusakan mukosa. Penghisapan


trakeal

secara

umum

kontraindikasi

pada

klien

pneunomektomiuntuk

memnurunkan resiko rupture jahitan bronchial


5)

Dorong masukan cairan peroral (sedikitnya 2500ml/hari) dalam toleransi


jantung
Rasional : hidrasi adekuat untuk meningkatkan pengeluaran secret

6)

Kaji nyeri / ketidaknyamanan dan lakukan latihan pernapasan

Rasional : mendorrong klien untuk bergerak, batuk lebih efektif, dan napas dalam untuk
mencegah kegagalan pernafasan
7)

Gunakan oksigen humidifikasi / nebulixer ultrasonic. Berikan cairan tambahan


secara IV sesuai indikasi
Rasional : mmberikan hidrasi maksimal membantu pengenceran sekret.

8)

Berian bronkodilator, ekspektoran, atau analgesic sesuai indikasi


Rasional : menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara,
meningkatkan upaya pengeluarn secret melalui pengenceran dan penurunan
viskositas serta penghilangan ketidaknyamanan.

c.

Nyeri akut berhubungan dengan invasi sel kanker

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan skala nyeri klien


berkurang. Kriteria hasil :
1)

Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol.

2)

Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

3)

Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.


Intervensi dan rasional :

1)

Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang


intensitas pada skala 0 10.

Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan skala rentang
membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk
evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
2)

Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.

Rasional : Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
3)

Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.

Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
4)

Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri.

Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang
persepsi nyeri.
5)

Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik


relaksasi
Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.

d.

Ketakutan / ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap perubahan


status kesehatan, ancaman kematian

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan cemas dapat berkurang


atau hilang. Kriteria hasil :

1)

Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah

2)

Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak


rileks/ istirahat

3)

Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi


Intervensi dan rasional :

1)

Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang diagnosa.

Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi informasi baru yang
meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini
melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi yang
perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2)

Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan.

Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau menerima kenyataan


kanker dan pengobatannya.
3)

Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.

Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas mempengaruhi kemajuan penyembuhan,


menghadapi isu pasien perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
4)

Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa
pasien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang sama.

Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi/ salah interpretasi


terhadap informasi.
5)

Libatkan pasien / orang terdekat dalam perencanaan perawatan. Berikan waktu


untuk menyiapkan peristiwa / pengobatan

Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/ kemandirian pada


pasien yang merasa tak berdaya dalam menerima pengobatan dan diagnosa.
6)

Berikan kenyamanan fisik pasien.

Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/
ketidaknyamanan fisik menetap.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.

2013. Ca

Paru.

(dalam http://www.slideshare.net/septianraha/ca-paru?

related=1) diakses pada tanggal 15 September 2014 pukul 18.10 WITA


Carpenito,

1998 Buku

Klinis,
Doenges.

saku:

Diagnosa

Keperawatan

Aplikasi

Pada

Praktek

Edisi 6. Jakarta: EGC

2000. Rencana

Asuhan

Keperawatan:

Pedoman

untuk

perencanaan

dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC


Nugroho, Taufan. 2011. ASUHAN KEPERAWATAN Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam. Yogyakarta:Nuha Medika
Saferi Wijaya, Andra. 2013. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH keperawatan dewasa teori
dan contoh konsep askep.Yogyakarta:Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8
Vol.3. : Jakarta: EGC.
Nugraha,

junior.

2012. Kanker

Paru

Lung

Cancer

Laporan. (dalamhttp://udarajunior.blogspot.com/2012/03/kanker-paru-lungcancer-laporan.html). Diakses pada tanggal 15 September 2014 pukul 18.00


WITA
http://daek-chin.blogspot.com/2014/12/laporan-pendahuluan-ca-paru.html

Tidak dapat dipungkiri bahwa merokok menjadi faktor risiko paling besar terkait kanker
paru-paru. Sekitar 85% dari pengidap kanker paru-paru merupakan perokok aktif. Hal ini
tidak mengherankan karena risiko kanker paru-paru meningkat berbanding lurus dengan
durasi, intensitas, dan kedalaman paru-paru menghirup asap. Rokok mengandung
beberapa zat karsinogen (pemicu sel kanker) seperti Polycyclic aromatic
hydrocarbons (PAH) yang memiliki sifat seperti benzo [] pyrene sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi pada gen p53 (suatu molekul tumor paru) yang
disebabkan oleh mutagen tembakau. Senyawa N-nitroso adalah senyawa selanjutnya
yang menjadi kelompok utama bahan kimia yang ditemukan dalam asap tembakau.
Selain itu zat yang paling berbahaya adalah Nikotin, zat ini
menyebabkan kecanduan merokok dan juga merupakan zat karsinogenik.

Nikotin yang diikat oleh darah dapat merangsang saraf simpatis (yang berhubungan
dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah), serta sistem saraf parasimpatis
(yang berhubungan dengan motilitas usus dan relaksasi). Kecanduan pada nikotin dapat
menyebabkan pelepasan hormon dopamin dari nucleus accumbens, yang kemudian
menyebabkan kecanduan.
Perokok non-aktif atau pasif didefinisikan sebagai orang-orang yang merokok kurang
dari 100 batang rokok selama hidup mereka. Di seluruh dunia, ada sekitar 25%
penderita kanker paru-paru yang merupakan perokok pasif. Sejumlah faktor risiko dari
lingkungan juga diidentifikasi menjadi penyebab lain dari kanker paru-paru seperti
timbunan zat penyusun asbes, tar, dan sejumlah logam seperti arsenik, kromium, dan
nikel.
Pathway
Kanker paru-paru tak berbeda dengan kanker jenis lainnya, dimulai dengan adanya
inisiasi karsinogen yang diinduksi, kemudian diikuti dengan periode perparahan dan
kemajuan dalamproses tahapan. Rokok dan semua faktor risiko lainnya berperan
sebagai agen karsinogenesis yang mendukung mutasi genetik pada pengidapnya.
Paparan asap yang terus-menerus memungkinkan terjadinya mutasi tambahan, apalagi
jika mengandung senyawa seperti nikotin, fenol, dan formaldehida.
Waktu tunda antara onset merokok dan timbulnya kanker biasanya memerlukan waktu
yang panjang, yaitu sekitar 20-25 tahun untuk pembentukan kanker. Risiko kanker dapat
berkurang jika seseorang telah berhenti merokok, namun pertumbuhan sel kanker dapat
tetap berlanjut selama proses karsinogenesis masih terjadi.

DEFINISI
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94 inci),
melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan
mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua

umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith
(batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi
karena
parasit
seperti Entamoeba
histolytica,
Trichuris
trichiura, danEnterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab yang
jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau
pembuluh darahya (Corwin, 2009).

APENDISITIS

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa
tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks

d. Kelainan katup di pangkal appendiks


(Nuzulul, 2009)
C. KLASIFIKASI
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari
apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat
keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga
menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding apendiks.
Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ
lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang
ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri
lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri
dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda
peritonitis umum.
3. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopikdan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5
persen.
4. Apendissitis rekurens

Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh
spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi
fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen.
Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa secara
patologik.
Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita
datang dalam serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika
isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat
disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan
bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi
infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas
indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan
hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding
hanya apendektomi.
7. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen
apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme bronkus,
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid perut. Sel
tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan
adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen patologik
apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor, dilakukan operasi
ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan

APENDISITIS

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. ANATOMI
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10 cm
dan berpangkal pada sekum. Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan
embriologi minggu ke delapan yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada
saatantenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi
appendiks yang akan berpindah dari medial menuju katup ileocaecal.
Pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkal dan menyempit kearah
ujung. Keadaan ini menjadi sebab rendahnya insidens Apendisitis pada usia
tersebut. Appendiks memiliki lumen sempit di bagian proksimal dan melebar pada
bagian distal. Pada appendiks terdapat tiga tanea coli yang menyatu
dipersambungan sekum dan berguna untuk mendeteksi posisi appendiks. Gejala
klinik Apendisitis ditentukan oleh letak appendiks. Posisi appendiks
adalahretrocaecal (di
belakang
sekum)
65,28%, pelvic (panggul)
31,01%, subcaecal (di bawah sekum) 2,26%, preileal (di depan usus halus) 1%,
dan postileal (di belakang usus halus) 0,4%, seperti terlihat pada gambar dibawah
ini.

Appendiks pada saluran pencernaan

Anatomi appendiks

Posisi Appendiks

2. FISIOLOGI
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di
muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (IgA). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika
dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

E. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada
orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2007) .
Pathway

Pathway APENDISITIS

F. MANIFESTASI KLINIK
1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual,
muntah dan hilangnya nafsu makan.
2. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
3. Nyeri tekan lepas dijumpai.
4. Terdapat konstipasi atau diare.
5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.

9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi
akibat ileus paralitik.
11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan
Rovsings sign
Psoas sign atau Obraztsovas
sign
Obturator sign
Dunphys sign
Ten Horn sign
Kocher (Kosher)s sign
Sitkovskiy (Rosenstein)s sign
Aure-Rozanovas sign
Blumberg sign

Tanda dan gejala


Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau vagina.
Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan
(akan
positif
ShchetkinBloombergs sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba

APENDISITIS

G. KOMPLIKASI

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor


keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka
morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering
pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2
tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada
anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya
perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun
jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,
demam, dan leukositosis.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang

2.

3.
4.
5.
6.

7.

akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography
Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada
tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CTscan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith dan perluasan dari
appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%,
sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi yaitu 90-100% dan 96-97%.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi
saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan
hati, kandung empedu, dan pankreas.
Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya
kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium
enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan
karsinoma colon.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi
mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus
halus atau batu ureter kanan.

APENDISITIS

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi.
1. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak


mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis perforasi,
sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian
antibiotik sistemik
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan
appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan
perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang
lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka
dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci
dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi diperlukan perawatan
intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan besar
infeksi intra-abdomen.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
WawancaraDapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai:

Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke

perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa
jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa
waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul
nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh
rasa mual dan muntah, panas.
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah. kesehatan

klien sekarang.

Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.

Kebiasaan eliminasi.
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

Sirkulasi : Takikardia.

Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.

Aktivitas/istirahat : Malaise.

Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.

Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada
bising usus.

Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang

meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
Demam lebih dari 38oC.
Data psikologis klien nampak gelisah.
Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri

pada daerah prolitotomi.


Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

APENDISITIS

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh
inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan).
3. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN
PRE OPERASI
N
O
1.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

NOC

Nyeri akut berhubungan


dengan agen injuri biologi
(distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)

2.

NIC

Setelah dilakukan asuhan


1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan U
keperawatan,
diharapkan karasteristik nyeri.
m
nyeri klien berkurang dengan
m
kriteria hasil:
d
Klien mampu mengontrol
ti
nyeri (tahu penyebab nyeri,
2. Jelaskan pada pasien tentang i
mampu menggunakan tehnik penyebab nyeri
m
nonfarmakologi
untuk
k
mengurangi nyeri, mencari
m
bantuan)
p
Melaporkan bahwa nyeri
3. Ajarkan
tehnik
untuk n
berkurang
dengan pernafasan diafragmatik lambat O
menggunakan manajemen / napas dalam
o
nyeri
s
Tanda vital dalam rentang
r
m
normal
4. Berikan
aktivitas
hiburan
TD (systole 110-130mmHg,
d
(ngobrol
dengan
anggota
diastole
70-90mmHg),
k
keluarga)
d
HR(60-100x/menit), RR (165. Observasi tanda-tanda vital
24x/menit),
suhu
(36,5p
37,50C)
p
Klien tampak rileks mampu
s
6. Kolaborasi dengan tim medis m
tidur/istirahat
dalam pemberian analgetik

Pastikan
kebiasaan m
defekasi klien dan gaya hidup p
sebelumnya.
e
Auskultasi bising usus
k
g
te
3. Tinjau ulang pola diet dan p
jumlah / tipe masukan cairan. m
m
b
p

Perubahan pola eliminasi Setelah dilakukan asuhan


1.
(konstipasi)
berhubungan keperawatan,
diharapkan
dengan
penurunan konstipasi
klien
teratasi
peritaltik.
dengan kriteria hasil:
2.
BAB 1-2 kali/hari
Feses lunak
Bising usus 5-30 kali/menit

k
4. Berikan makanan tinggi serat. m
d
p
te

5. Berikan obat sesuai indikasi, o


contoh : pelunak feses
m
ti
3.

Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan asuhan


1.
berhubungan dengan mual keperawatan
diharapkan
muntah.
keseimbangan cairan dapat
dipertahankan
dengan
2.
kriteria hasil:
kelembaban
membrane
mukosa
3.
turgor kulit baik
Haluaran urin adekuat: 1
cc/kg BB/jam
Tanda-tanda

vital

dalam
4.

batas normal
TD (systole 110-130mmHg,
diastole
70-90mmHg),
5.
HR(60-100x/menit), RR (1624x/menit),
suhu
(36,50
37,5 C)
6.

7.

T
m
v
Kaji membrane mukosa, kaji I
tugor kulit dan pengisian p
kapiler.
Awasi masukan dan haluaran, P
catat warna urine/konsentrasi, d
berat jenis.
d
p
Auskultasi bising usus, catat I
kelancaran flatus, gerakan p
usus.
p
Berikan perawatan mulut sering D
dengan perhatian khusus pada d
perlindungan bibir.
p
Pertahankan
penghisapan
S
gaster/usus.
d
d
s
d
m
Kolaborasi pemberiancairan IV m
P
dan elektrolit
ir
m
c
v
m
D
Monitor tanda-tanda vital

k
4.

Evaluasi tingkat ansietas, catat k


verbal dan non verbal pasien.
n
p
p
Jelaskan dan persiapkan untuk d
tindakan prosedur sebelum te
dilakukan
te
p
3. Jadwalkan istirahat adekuat m
dan periode menghentikan m
tidur.
m
k
4. Anjurkan
keluarga
untuk M
menemani disamping klien

Cemas
berhubungan Setelah dilakukan asuhan
1.
dengan akan dilaksanakan keperawatan,
diharapkan
operasi.
kecemasab klien berkurang
dengan kriteria hasil:
Melaporkan
ansietas
2.
menurun sampai tingkat
teratasi
Tampak rileks

POST OPERASI
N
O
1.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

NOC

Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan


1.
agen injuri fisik (luka insisi keperawatan,
diharapkan
post operasi appenditomi).
nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
Melaporkan nyeri berkurang2.
Klien tampak rileks
Dapat tidur dengan tepat
3.
Tanda-tanda vital dalam
batas normal
TD (systole 110-130mmHg,
4.
diastole
70-90mmHg),
HR(60-100x/menit), RR (1624x/menit),
suhu
(36,55.
0
37,5 C)
6.

2.

Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan


1.
dengan tindakan invasif keperawatan
diharapkan
(insisi post pembedahan).
infeksi dapat diatasi dengan
2.
kriteria hasil:

NIC

Kaji
skala
nyeri
lokasi, B
karakteristik
dan
laporkan d
perubahan nyeri dengan tepat. k
p
Monitor tanda-tanda vital
d
d
p
Pertahankan istirahat dengan p
posisi semi powler.
M
a
Dorong ambulasi dini.
d
M
fu
Berikan aktivitas hiburan.
m
Kolborasi tim dokter dalam
M
pemberian analgetika.
Kaji adanya tanda-tanda infeksi D
pada area insisi
D
Monitor tanda-tanda vital.
Perhatikan demam, menggigil, in

tanda- berkeringat, perubahan mental a


tanda infeksi
3. Lakukan teknik isolasi untuk m
Menunjukkan kemampuan infeksi enterik, termasuk cuci v
untuk mencegah timbulnya tangan efektif.
infeksi
4. Pertahankan teknik aseptik m
Nilai leukosit (4,5-11ribu/ul)
ketat pada perawatan luka m
insisi / terbuka, bersihkan o
dengan betadine.
k
5. Awasi / batasi pengunjung dan m
siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis dalam t
pemberian antibiotik
b
a

3.

Klien

bebas

dari

Defisit
self
care Setelah dilakukan asuhan
1.
berhubungan dengan nyeri. keperawatan
diharapkan
kebersihan
klien
dapt
dipertahankan
dengan
kriteria hasil:
klien bebas dari bau badan 2.
klien tampak bersih
ADLs klien dapat mandiri
atau dengan bantuan

3.

4.

5.
6.

4.

Kurang

pengetahuan Setelah

dilakukan

Mandikan pasien setiap hari A


sampai
klien
mampu m
melaksanakan sendiri serta d
cuci rambut dan potong kuku k
klien.
Ganti pakaian yang kotor
U
dengan yang bersih.
k
Berikan Hynege Edukasipada r
klien dan keluarganya tentang A
pentingnya kebersihan diri.
d
Berikan pujian pada klien m
A
tentang kebersihannya.
d
Bimbing
keluarga
klien k
memandikan / menyeka pasien A
Bersihkan dan atur posisi serta d
tempat tidur klien.
K
d
s
in

asuhan
1. Kaji ulang pembatasan aktivitas M

tentang kondisi prognosis keperawatan


diharapkan pascaoperasi
p
dan kebutuhan pengobatan pengetahuan
bertambah
k
b.d kurang informasi.
dengan kriteria hasil:
m
menyatakan
pemahaman
2. Anjuran
menggunakan M
proses penyakit, pengobatan laksatif/pelembek feses ringan u
dan
bila perlu dan hindari enema
n
berpartisipasi
dalam
3. Diskusikan perawatan insisi,
program pengobatan
termasuk mengamati balutan, P
pembatasan
mandi,
dan k
kembali ke dokter untuk m
mengangkat jahitan/pengikat
4. Identifikasi
gejala
yang
memerlukan evaluasi medic, U
contoh
peningkatan
nyeri r
edema/eritema luka, adanya p
drainase, demam

DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askepappendicitis.html pada tanggal 09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nuzulul.
(2009).
Askep
Appendicitis.
Diakseshttp://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep%20Pencernaan
Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart. Edisi 8.
Volume 2. Jakarta, EGC
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2014/01/laporan-pendahuluanapendisitis.html#.VXZbsf6G_LU

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDICITIS

A.

Pengertian

Apendisitis merupakan peradangan pada apendik periformis. Apendik


periformis merupakan saluran kecil dengan diameter kurang lebih sebesar pensil
dengan panjang 2-6 inci. Lokasi apendik pada daerah illiaka kanan, di bawah
katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen di bawah titik Mc Burney.

B.

Patofisiologi

Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat


disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,
adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing,

stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya


keganasan (karsinoma karsinoid).
Massa/Tinja/Benda Asing

Obstruksi lumen apendiks

Peradangan

Sekresi mukus tidak dapat keluar


Pembengkakan jaringan limfoid

Peregangan apendiks

Tekanan intra-luminal
Suplai darah terganggu

Hipoksia jaringan

Nyeri

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa


terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan
dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium
viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X
maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah,
kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu,
peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat,
sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan
appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut
dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu
pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan
dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu
masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak anak
karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang ,
dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang,
demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah,
maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan
kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis
kronis (Junaidi ; 1982).

C.

Etiologi

1. Ulserasi pada mukosa


2. Obstruksi pada colon oleh fecalit (faeses yang keras)
3. Pemberian barium
4. Berbagai macam penyakit cacing
5. Tumor
6. Striktur karena fibrosis pada dinding usus

D.

Insiden

Apendisitis sering terjadi pada usia tertentu dengan range 20-30 tahun.
Pada wanita dan laki-laki insidennya sama kecuali pada usia pubertas dan usia
25 tahun wanita lebih banyak dari laki-laki dengan perbandingan 3 : 2

E.

Pencegahan

Pencegahan pada apendisitis yaitu dengan menurunkan resiko obstruksi


atau peradangan pada lumen apendik. Pola eliminasi klien harus dikaji, sebab

obstruksi oleh fecalit dapat terjadi karena tidak adekuatnya diit serat, diit tinggi
serat.
Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga meminimalkan resiko.
Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda apendiksitis meminimalkan
resiko terjadinya gangren, perforasi, dan peritonitis.

II.

ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

2.1.1
1)

Anamnese
Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah
sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan,
pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.

2)

Riwayat penyakit sekarang


Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang
disebabkan insisi abdomen.

3)

Riwayat penyakit dahulu


Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi
abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang
pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang
pernah diderita.

4)

Riwayat penyakit keluarga


Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi,
gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan
bagaimana genogramnya.

5)

Pola Fungsi Kesehatan

Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat


Adakah

kebiasaan

merokok,

penggunaan

obat-obatan,

alkohol

dan

kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga


kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.

Pola Tidur dan Istirahat


Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka
operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya
setelah pembedahan.

Pola hubungan dan peran


Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran
baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat, penderita mengalami emosi
yang tidak stabil.

Pola sensorik dan kognitif


Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta pendengaran,
kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu
dan tempat.

Pola penanggulangan stress


Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.

Pola tata nilai dan kepercayaan


Bagaimana

keyakinan

klien

pada

agamanya

dan

bagaimana

cara

klien

mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.

2.1.2
1)

Pemeriksaan Fisik
Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit
ada tidaknya kelemahan.

2)

Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada
abdomen sebelah kanan bawah.

3)

Kepala dan Leher


Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.

4)

Thoraks dan Paru


Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping
hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 20
kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.

5)

Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing
spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine
cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter
periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan
baik.

6)

Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga
apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.

2.1.3

1)

Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan Laboratorium
Darah

: Ditemukan leukosit 10.000 18.0000 mn.

Urine

: Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .

2)

Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.

2.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

No

1.

Diagnosa
Keperawatan

Nyeri

abdomen Nyeri berkurang.

berhu-bungan
dengan obstruksi dan
peradangan

Subyektif :
Nyeri daerah pusar
menjalar ke daerah
perut kanan bawah.

Kriteria :

Intervensi

Kaji tanda vital

Kaji

mengungkapkan rasa
sakit berkurang.
Wajah

dan

posisi

tubuh tampak rileks

nyeri.

Ukur

dengan skala 1-10.


Jelaskan

penyebab

rasa

sakit, cara mengurangi.


Beri posisi duduk untuk

Ajarkan tehnik relaksasi.

Kompres es pada daerah


sakit

untuk

mengurangi

nyeri.

Nyeri tekan di titik


Mc Burney.

intensitas

feksi pada abdomen.

Obyektif :

nyeri,

mengurangi penyebaran in-

Tungkai kanan tidak


dapat diluruskan.

keluhan

tentukan lokasi, jenis dan

apen- Klien

diks.

Tujuan/Kriteria

Anjurkan klien untuk tidur


pada posisi nyaman (miring
dengan

menekuk

lutut

kanan).

Puasa
apabila
tindakan.

makan
akan

minum
dilakukan

Ciptakan lingkungan yang


tenang.

Laksanakan

program

medik.

Pantau efek terapeutik dan


non terapeutik dari pemberian analgetik.

2.

kekurangan Cairan dan elektrolit

Resiko
vo

lume

cairan da-lam

berhubung
tah,

keadaan nadi, tekanan darah, perna-

an seimbang.

dengan mual, munanoreksia

dan

diare.

pasan tiap 4 jam.

Kriteria :

yang

dan

Observsi

cairan

yang

keluar dan yang masuk.

Turgor kulit baik.


Cairan

Observasi tanda vital suhu,

keluar
masuk

seimbang.

Jauhkan
bauan

makanan/bau-

yang

merangsang

mual atau muntah.


Kolaborasi pemberian infus
dan pipa lambung

3.

diberikan

Kurang pengetahuan Setelah


tentang

prosedur penje-lasan

per-siapan

klien persiapan operasi.

prosedur

tentang
pemasangan infus.
per-siapan

dan sesudah operasi puasa

Subyektif

makan

&

minum

sebelumnya 6 - 8 jam.

Klien / keluarga berprosedur

prosedur

dan memahami

sesudah operasi.

tanya

Jelaskan

tentang Kriteria
persiapan

dan sesudah operasi

Klien
dengan

cukur daerah operasi.

kooperatif
tindakan

Jelaskan
bedah.

situasi

dikamar

Obyektif

persiapan

Klien tidak kooperatif


terhadap

tindakan

per-siapan operasi.

maupun

operasi

Jelaskan

sesudah perlu

operasi.

aktivitas

dilakukan

yang
setelah

operasi.
Latihan batuk efektif.

Klien
mendemonstrasikan
latihan
diberikan.

4.

Kerusakan integritas Luka


ku-lit

insisi

berhubungan tanpa

dengan

ada

mobilisasi dini secara pasif


yang
dan aktif bertahap.

sembuh

Pantau luka pembedahan

tanda dari

luka infeksi.

tanda-tanda

peradangan:

pembedahan.

kemerahan,

demam,
bengkak

dan

cairan yang keluar, warna


jumlah dan karak-teristik.

Rawat luka secara steril.

Beri makanan berkualitas


atau dukungan klien untuk
makan.

Makanan

mencukupi
mempercepat

untuk
proses

penyembuhan.

Beri

antibiotika

program medik.

DAFTAR PUSTAKA :

Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.

sesuai

Doengoes,

M.E.

(2000), Rencana

Asuhan

Keperawatan:Pedoman

untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.

Rothrock, J.C.

(2000), Perencanaan

Asuhan

Keperawatan

Perioperatif, EGC,

Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC,
Jakarta.

Diposkan oleh andika prastyono di 23.32

http://dunia-ilmukita.blogspot.com/2012/01/laporan-pendahuluanappendicitis.html

Anda mungkin juga menyukai

  • Woc SN
    Woc SN
    Dokumen1 halaman
    Woc SN
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat
  • Proposal BHD
    Proposal BHD
    Dokumen32 halaman
    Proposal BHD
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat
  • Proposal BHD
    Proposal BHD
    Dokumen32 halaman
    Proposal BHD
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat
  • BHD 3
    BHD 3
    Dokumen36 halaman
    BHD 3
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat
  • Itihasa Paper
    Itihasa Paper
    Dokumen49 halaman
    Itihasa Paper
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat
  • Anumana Pramana
    Anumana Pramana
    Dokumen1 halaman
    Anumana Pramana
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat
  • Bahasa Sanskerta
    Bahasa Sanskerta
    Dokumen40 halaman
    Bahasa Sanskerta
    DayuPradnyawati
    100% (1)
  • Acara Agama Hindu
    Acara Agama Hindu
    Dokumen10 halaman
    Acara Agama Hindu
    DayuPradnyawati
    Belum ada peringkat