KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Studi Kasus Evaluasi Program Kesejahteran Sosial Anak
di Provinsi DKI Jakarta, DI. Yogyakarta,
dan Provinsi Aceh
Editor
Drs. Edi Suharto, Ph.D.
PENGANTAR PENERBIT
Penerbit
iii
PENGANTAR EDITOR
Puji syukur patut kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
berkah dan rahmatNya, penulisan buku ini dapat selesai pada waktunya.
Buku ini, sesuai dengan judulnya, berisi tentang Kebijakan Kesejahteraan
dan Perlindungan Anak.
Permasalahan anak menjadi perhatian besar sejak lama.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah anak Indonesia
usia di bawah 18 tahun mencapai 79.898.000 jiwa, dan mengalami
peningkatan menjadi 85.146.600 jiwa pada tahun 2008. Sementara itu,
Kementerian Sosial melalui Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA),
sejak tahun 2005 sampai 2013, rata-rata baru bisa menangani 3,7% atau
sekitar 170.000 anak/tahun.
Pada tahun 2013, penerima manfaat Program Kesejahteraan
Sosial Anak sebesar 175.611 anak. Program ini bertujuan mewujudkan
pemenuhan hak dasar anak dan perlindungan terhadap anak dari
keterlantaran, kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi sehingga tumbuh
kembang, kelangsungan hidup dan partisipasi anak dapat terwujud.
Program Kesejahteraan Sosial Anak merupakan bagian dari
sistem Kesejahteraan Sosial secara luas. Kesejahteraan sosial sendiri
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya (menurut UndangUndang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial). Dalam
konsep kesejahteraan sosial, harus terdapat aspek pencegahan (primer),
penanganan resiko (sekunder), maupun penanganan korban (tersier).
Program Kesejahteraan Sosial Anak juga mencakup aspek
perlindungan anak. Disini, titik berat ada pada penanganan masalah
yang dialami anak. Konsep ini masuk dalam pelayanan tersier. Dalam
PKSA, terdapat 5 cluster pelayanan anak. Cluster tersebut adalah, Anak
Balita Terlantar, Anak Terlantar yang tercakup di dalamnya Anak Jalanan,
iv
EDITOR
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENERBIT .................................................................. iii
PENGANTAR EDITOR ....................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1
BAB II : KESEJAHTERAN, PENGASUHAN,
DAN PERLINDUNGAN ANAK ........................................ 13
A. Kesejahteraan Anak .......................................................... 13
B. Pengasuhan Anak ............................................................. 14
C. Perlindungan Anak .......................................................... 16
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan,
Pengasuhan dan Perlindungan Anak ............................. 24
BAB III : MASALAH DAN KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN,
PENGASUHAN DAN PERLINDUNGAN ANAK ........... 27
A. Masalah Kesejahteraan, Pengasuhan dan
Perlindungan Anak ........................................................... 27
B. Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan dan
Perlindungan Anak .......................................................... 52
BAB IV : EFEKTIVITAS PROGRAM
KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK .................................. 75
A. Dampak PKSA terhadap Penguatan Kelembagaan
Kesejahteraan Sosial Anak .............................................. 76
B. Dampak PKSA terhadap Penguatan Tanggung
Jawab Orangtua/ Keluarga dalam Pengasuhan
dan Perlindungan Anak ................................................ 84
C. Dampak PKSA terhadap Kesejahteraan Anak ........... 87
BAB V : ALTERNATIF KEBIJAKAN ............................................. 93
A. Alternatif Kebijakan ...................................................... 93
B. Analisis dan Evaluasi Alternatif Kebijakan ................. 94
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
Jenis Pelayanan
1.
2.
3.
2010
2011
2012
2.575
2.470
2.460
138.641
158.015
170.461
350
855
1.111
5.833
5.833
6.728
DKI:
xx Jakarta Timur
xx Jakarta Pusat
Fokus
xx ABT
xx ABH
xx ADK
xx Antar
xx ABH
xx AMPK
xx ABT
xx Anjal
DIY:
xx Antar
xx Kabupaten Sleman xx AMPK
xx Kota Yogyakarta xx ADK
xx Anjal
Informan
Anak
Orangtua
LKS
Pendamping
Pengawas kab & prov
Tokoh masyarakat
Anak
Orangtua
LKS
Pendamping
Pengawas kab & prov
Tokoh masyarakat
Anak
Orangtua
LKS
Pendamping
Pelaksana kab & prov
Tokoh masyarakat
Jumlah
8 orang
8 orang
4 orang
4 orang
3 orang
4 orang
Keterangan
Masing-masing fokus 2
anak+ 2 Ortu + 1 SP +1
LKS +1 petugas prov + 2
petugas kab/kota + tokoh
masyarakat 4
8 orang
8 orang
4 orang
4 orang
3 orang
4 orang
8 orang
8 orang
4 orang
4 orang
3 orang
4 orang
Jumlah keseluruhan
93 orang
10
11
12
BAB II
KESEJAHTERAN, PENGASUHAN,
DAN PERLINDUNGAN ANAK
Kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak adalah tiga
konsep yang tidak terpisahkan dimana untuk mencapai kesejahteraan,
anak membutuhkan pengasuhan dan perlindungan. Bab ini
menguraikan tentang ketiga konsep tersebut dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
A. Kesejahteraan Anak
Sebagaimana diuraikan dalam Child and Family Services Review
process, ada tiga variabel kesejahteraan. Tiga variabel kesejahteraan
dikonseptualisasikan dalam kerangka berikut yaitu: Pertama,
kesejahteraan dalam arti keluarga memiliki peningkatan kapasitas
untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka. Konsep ini
mencakup pertimbangan kebutuhan dan pelayanan kepada anakanak, orangtua, dan orangtua asuh serta keterlibatan anak-anak,
remaja, dan keluarga dalam perencanaan pemecahan masalah.
Dalam hal ini kunjungan pekerja sosial dengan anak-anak dan
orangtua merupakan hal yang penting, karena hasil penelitian pada
52 negara bagian dan teritori telah menemukan hubungan yang kuat
dan positif yang signifikan secara statistik antara kunjungan petugas
sosial dengan anak-anak dan hasil keselamatan dan/kesejahteraan
anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Biro Anak, ada nilai
"kekuatan" untuk kunjungan petugas sosial dengan anak yang
berkaitan secara bermakna dengan nilai pencapaian substansial
untuk peringkat kelima dari tujuh hasil (www.acf.hhs.gov/program/
cb, diambil September 28, 2004). Kedua, kesejahteraan dalam
arti: anak-anak dan remaja menerima layanan yang sesuai untuk
memenuhi kebutuhan pendidikan mereka. Ketiga, kesejahteraan
dalam arti: anak-anak dan remaja menerima pelayanan yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan fisik dan kesehatan mental
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Rencana Intervensi
Untuk mencapai hasil program CPS yaitu, keselamatan,
kestabilan, dan kesejahteraan anak, serta keluarga, intervensi harus
direncanakan dan bertujuan. Hasil ini dicapai melalui tiga jenis
rencana: (1) rencana keselamatan, yang dikembangkan berdasarkan
bahwa anak berada pada risiko kerusakan parah dalam waktu
dekat, (2) rencana kasus, yang mengikuti asesmen keluarga dan
menetapkan hasil dan tujuan dan menjelaskan bagaimana keluarga
bekerja menuju hasil tersebut, dan (3) jika seorang anak atau
remaja telah ditempatkan dalam pengasuhan luar rumah (out-ofhome care), dalam waktu bersamaan disusun rencana kasus dengan
mengidentifikasi bentuk-bentuk alternatif bagaimana penyatuan
kembali atau keajekan dengan orangtua baru dapat tercapai jika
usaha untuk menyatukan kembali gagal.
Keputusan penting pada tahap perencanaan kasus adalah
untuk menentukan: (1) hasil kasus yang menjadi target intervensi
(misalnya, fungsi keluarga ditingkatkan, mengontrol perilaku emosi,
meningkatkan harga diri, meningkatkan interaksi orangtua-anak),
(2) tujuan kasus yang akan membantu anggota keluarga berhasil, (3)
intervensi terbaik yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan dan
hasil, dan (4) penyedia terbaik intervensi.
Penyediaan layanan
Tahap di mana rencana kasus diimplementasikan. Pada tahap
ini peran pekerja CPS adalah untuk mengatur, memberikan,
dan/atau mengkoordinasikan pelayanan kepada anak-anak
yang teraniaya, orangtua atau pengasuh lainnya, serta keluarga.
Pelayanan selektif untuk membantu keluarga mencapai manfaat
dan tujuan berdasarkan kesesuaian pelayanan dengan tujuan dan
prinsip-prinsip praktak terbaik. Keputusan penting pada tahap ini
meliputi: (1) mengidentifikasi layanan khusus yang akan diberikan
dan intensitas serta durasi pelayanan, (2) menentukan siapa yang
22
23
24
25
26
BAB III
MASALAH DAN KEBIJAKAN KESEJAHTERAAN,
PENGASUHAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Anak merupakan anggota masyarakat yang mempunyai posisi
strategis dalam menentukan kelangsungan hidup bangsa. Anak yang
tumbuh kembang secara wajar dapat memberikan kontribusi positif
bagi masyarakat dan pembangunan bangsa. Sebaliknya jika mereka
mengalami berbagai hambatan dalam tumbuh kembangnya akan
menjadi beban bagi masyarakat dan Negara. Hambatan dalam tumbuh
kembang anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain
tidak terpenuhi hak-haknya oleh orangtua, keluarga, msyarakat, dan
pemerintah.
Bab tiga ini menguraikan tentang masalah/isu-isu dalam kontek
kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan anak serta kebijakan
Kementerian Sosial RI dan K/L lainnya dalam merespon masalah/isuisu tersebut. Masalah dan kebijakan yang disajikan merupakan hasil
kajian data sekunder maupun primer hasil penelitian lapangan.
A. Masalah Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan Anak
Masalah/isu-isu yang terkait dengan kesejahteraan, pengasuhan
dan perlindungan anak tidaklah berdiri sendiri, tetapi saling
mempengaruhi. Kesejahteraan sosial anak sangat dipengaruhi
oleh kewajiban orangtua dalam pengasuhan anak, dan kewajiban
orangtua, keluarga, masyarakat dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya melindungi anak dari tindak kekerasan dan
perlakuan salah. Ditinjau dari kesejahteraan sosial, permasalahan
anak disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan anak baik
jasmani, rohani, dan sosial sehingga akan mempengaruhi tumbuh
kembang anak secara wajar. Bila dilihat dari konvensi hak anak,
permasalahan anak disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak
anak yaitu 1) Hak sipil dan kebebasan fundamental, 2) Kesehatan,
27
Jumlah
Balita
di
Indonesia pada tahun 2009
diperkirakan 21,22 juta jiwa
(Susenas, 2009). Persentase
Balita Terlantar tercatat 5,77
persen, hampir terlantar
20,17 persen, dan tidak
terlantar 74,06. Kebanyakan
mereka barada di Perdesaan
yaitu 6,25 persen dan di
Perkotaan 5,23 persen.
28
29
30
Berdasarkan pendekatan
kebutuhan minimum, baik
kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial, jumlah anak
usia 5-17 tahun berjumlah
58,17 juta anak. Dilihat
dari kategori keterlantaran
jumlah anak dengan kategori
terlantar sebanyak 3,1 juta
anak (5,36 persen) dan
hampir terlantar 7,2 juta anak
(12,23 persen).
Bila dilihat dari jenis kelamin, proporsi anak terlantar lakilaki lebih besar dibanding anak terlantar perempuan (5,82 persen
dibanding 4,85 persen). Tempat tinggalnya lebih banyak di perdesaan
dibanding perkotaan (7,62 persen berbanding 2,69 persen).
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
cuma berteman biasa. Tapi kita tetap takut, buktinya anak itu tertular
dari orangtuanya. Jadi kita tetap aja was-was menjaga diri, demikian
pengakuan seorang tetangga anak yang menjadi informan.
Dari hasil wawancara dengan pendamping, gambaran kasus anak
terinfeksi HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
Pada bulan Maret klien opname di rumah sakit selama dua
minggu. Di rumah sakit ini klien diperiksa penyakit dan gejala
penyakit lainnya. Orangtua setuju anaknya diperiksa HIV. Orangtua
tidak menduga anaknya positif HIV, karena anak pertama dan kedua
hasilnya negatif. Namun orangtua baru menyadari ketika melahirkan
klien, saat itu mereka sudah positif HIV. Keluarga lain tidak ada yang
tahu kecuali orangtua klien, bahkan klien saja tidak mengetahui
bahwa mereka menderita HIV/AIDS.
Dahulu ayah klien sering mabuk-mabukan dan masuk penjara.
Dua tahun yang lalu keluar dari penjara. Setelah keluar dari penjara
ayah klien sudah tobat dan sekarang ayah banyak berdiam di rumah.
Ketika ada orang yang menawarkan kerjaan serabutan ia kerjakan.
Isteri yang menderita sakit HIV saat ini tetap bekerja untuk
kebutuhan hidup dalam keluarganya.
Kasus klien di atas, anak terinfeksi melalui ibunya. Dan ibu
terkena karena bapaknya yang suka mabuk-mabukan dan pernah
masuk penjara. Jadi permasalahan tidak hanya dialami anak tetapi
juga orangtua. Selanjutnya penilaian subjektif ini menghambat
proses tumbuh kembang anak secara maksimal karena masyarakat
cenderung membatasi diri dalam interaksi sosialnya. Secara langsung
atau tidak langsung, sadar atau tidak disadari, anak menjadi sulit
mengakses layanan sosial yang dibutuhkan, bahkan mengalami
pengucilan dalam pergaulannya. Kondisi ini terungkap dari
pengakuan seorang nenek yang merawat cucunya yang mengalami
HIV/AIDS, sebagai berikut:
50
Kalo sepintas sih gak ada masalah, mereka baik-baik aja melihat
cucu saya, tapi sebagai neneknya, saya kan bisa merasakan. Gimana ya,
mereka agak jaga jarak, ngomong seperlunya, dan kayak dibuat-buat,
gitu lo mas.
51
52
53
54
kota. Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah
berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi
anggota BPJS. Ini sesuai Pasal 14 UU BPJS. Setiap perusahaan
wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan
orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib
mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap
peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan
kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung
pemerintah melalui program bantuan iuran. Menjadi peserta
BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga
pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota
BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan
membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa
dimulai secara bertahap pada 2014, dan pada 2019 diharapkan
seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan
tersebut. Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi menyatakan BPJS
Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis
penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi. Ini berarti
bahwa hingga saat ini perlindungan sosial sebagai serangkaian
hak dasar dan bantuan sosial langsung yang memungkinkan
dan memberdayakan semua anggota masyarakat untuk dapat
mengakses barang dan jasa minimum kapan saja belum
terlaksana di Indonesia. Secara ekplisit kenyataan di lapangan
masih menunjukkan belum semua warga memiliki akses
terhadap perawatan kesehatan pokok dan pendidikan, belum
semua anak mendapatkan jaminan untuk memastikan akses
terhadap nutrisi, pendidikan, dan pengasuhan.
2. Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan dan Perlindungan
Sosial Anak di Indonesia
Untuk merespon masalah/isu-isu tentang anak, berbagai
kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah sebagai dasar dalam
Penelitian Kebijakan Kesejahteraan, Pengasuhan Dan Perlindungan Anak
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
BAB IV
EFEKTIVITAS PROGRAM KESEJAHTERAAN
SOSIAL ANAK
Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) dirancang sebagai upaya
yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial dan
bantuan kesejahteraan sosial anak bersyarat (conditional cash transfer)
yang meliputi: 1). Bantuan sosial/subsidi pemenuhan hak dasar (akta
kelahiran, tempat tinggal, nutrisi, air bersih, dan lain-lain) 2) Peningkatan
aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar (akses pendidikan dasar,
akses pelayanan kesehatan, akses pelayanan rehabilitasi sosial, dan lainlain 3) Pengembangan potensi diri dan kreatifitas anak. 4) Penguatan
tanggung jawab orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan
anak 5) Penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial anak.
Anak sebagai penerima manfaat PKSA dikelompokkan dalam
enam kluster yaitu, anak Balita Terlantar, Anak Terlantar, Anak Jalanan,
Anak dengan Kecacatan, Anak yang Berhadapan dengan Hukum dan
Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus. Hasil evaluasi terhadap
PKSA masing-masing kluster disajikan pada uraian berikut ini.
Populasi penyandang masalah kesejahteraan sosial anak masingmasing kluster dapat dilihat pada gambar berikut:
Diagram 3. Populasi PMKS anak
75
76
77
78
79
80
81
82
83
dan ABH dperlukan lebih dari itu misalnya 10 kali per anak per
tahun.
3. Rasio penerima pendamping dan manfaat. Hasil penelitian
menunjukkan belum ada ketentuan tentang hal ini. Dari 6 kasus
LKSA yang ada sangat bervariasi misalnya untuk Puspelkesos di
Aceh 87 anak didampingi oleh 2 orang pendamping, di LKSA
Akur Kurnia Jakarta 272 anak didampingi oleh dua orang Sakti
Peksos bahkan banyak yang tidak didampingi oleh Sakti Peksos.
4. Dukungan masyarakat, adanya sumbangan dari tingkat
gampong/kecamatan/kabupaten yaitu berupa ATK dan dana
operasional sebesar Rp1.750.000,- di tahun 2013 termasuk dari
Dinas Sosial Provinsi sudah memberikan ATK sebanyak dua
kali. Masyarakat pada umumnya mendukung kegiatan PKSA,
namun belum banyak yang tau persis tentang kegiatan PKSA.
5. Dukungan sarana dan prasarana seperti alat transportasi (motor).
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa dampak PKSA
terhadap penguatan kelembagaan kesejahteraan sosial anak adalah
peningkatan peran LKSA dalam perlindungan anak walaupun
peningkatan belum maksimal. Hal ini disebabkan karena lembaga
belum didukung oleh pedoman pelaksanaan LKSA (masing-masing
kluster), manajemen SDM, manajemen keuangan dan manajemen
data yang memadai.
B. Dampak PKSA terhadap Penguatan Tanggung Jawab Orangtua/
Keluarga dalam Pengasuhan dan Perlindungan Anak
Salah satu aspek dalam kesejahteraan sosial sebagaimana
konsep yang telah dikemukakan pada bab dua adalah peningkatan
kapasitas orangtua/orangtua pengganti dalam pengasuhan anak.
Aspek ini juga merupakan tujuan PKSA yaitu penguatan tanggung
jawab orangtua/keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan
anak. Dampak PKSA tehadap penguatan tanggung jawab orangtua/
keluarga dalam pengasuhan dan perlindungan anak hasil penelitian
adalah sebagai berikut:
84
85
86
87
88
perlindungan
89
90
91
92
BAB V
ALTERNATIF KEBIJAKAN
A. Alternatif Kebijakan
Dari hasil studi kebijakan sebagaimana telah diuraikan pada
bab-bab sebelumnya dapat dikatakan bahwa: Pertama, masalah/
isu-isu tentang kesejahteraan, pengasuhan dan perlindungan
anak sebenarnya sudah banyak direspon oleh pemerintah sebagai
pengemban tugas bertanggung jawab untuk bertindak dan
memenuhi/melindungi/menghormati hak-hak pemangku hak
(anak). Namun dalam implementasi dari kebijakan tersebut oleh K/L
terkait masih terdapat kelemahan dan hambatan, seperti masalah
manajemen SDM, data, dana, pemahaman pelaksana, koordinasi
pelaksanaan sehingga hasilnya masih belum maksimal. Kedua,
PKSA baru bermanfaat bagi anak yaitu dalam hal pemenuhan
kebutuhan makan dan gizi, akses ke pelayanan sosial dasar seperti
pendidikan (membeli perlengkapan dan peralatan sekolah,
transportasi dan bahkan untuk uang sekolah) dan kesehatan
(transportasi kerumah sakit atau tempat rehabilitasi). Orangtua
atau keluarga dan masyarakat yang direpresentasikan melalui LKSA
belum begitu menjadi sasaran utama sebagaimana diprogramkan
pada Panduan Umum PKSA yaitu 1) pemenuhan kebutuhan dasar,
2) aksesibilitas terhadap pelayanan sosial dasar, 3) pengembangan
potensi dan kreatifitas anak, 4) penguatan tanggung jawab orangtua,
dan 5) penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Secara
konseptual kesejahteraan dan perlindungan sangat tergantung pada
peran orangtua dan masyarakat dalam hal ini adalah LKSA. Oleh
sebab itu peningkatan kapasitas orangtua dalam pengasuhan dan
perlindungan anak untuk memenuhi kebutuhan anak-anak mereka
adalah kegiatan sangat strategis yang perlu mendapat perhatian
khusus program kesejahteraan sosial anak.
93
94
02
Kekuatan
(Sthrengtheness)
01
Kelemahan
(Weaknesses)
No
Kriteria
Peluang (Opportunities)
PP yang mengatur
Penanganan Masalah Anak
secara Terintegrasi antar
K/L Terkait
03
xx Keterbatasan
SDM untuk
mensosialisasikan
xx Keterbatasan
anggaran
xx Meningkatnya
partisipasi
masyarakat dalam
pelaksanaan
kesejahteraan dan
perlindungan anak
xx Beban pemerintah
akan berkurang
95
02
Masalah (Problem)
01
4
Tindakan
(Action)
03
xx Hambatan dalam
koordinasi perencanaan,
antar K/L terkait
xx Hambatan di tingkat
pelaksana yang paling
bawah
04
05
xx Hambatan dalam koordinasi xx Besarnya Jumlah
perencanaan antar
LKSA dan tersebar di
direktorat terkait
seluruh Indonesia
xx Pengetahuan
LKSA tentang
Kesejahteraan anak
terbatas
xx MoU di tingkat pelaksana xx Menyusun Perencanaan
xx Sosialisasi ke seluruh
di pusat, provinsi dan
yang dikoordinasikan Biro
LKSA
kabupaten/Kota
Perencanan
xx Pelatihan
xx Koordinasi dalam
Pendamping/
pelaksanaan, terutama
xx Pekerja Sosial LKSA
dalam penentuan sasaran
96
BAB VI
REKOMENDASI KEBIJAKAN PRIORITAS
Dari tiga alternatif kebijakan yang dikemukan dalam bab lima,
setelah melakukan analisis dengan menggunakan SWOPA, dan dengan
mempertimbangkan kemungkinan dapat dilaksanakan dengan segera,
maka dipilih suatu kebijakan yang dianggap dapat memperluas jangkauan
dan meningkatkan kualitas penerima manfaat yaitu Perumusan
Peraturan Menteri Sosial RI Tentang Integrasi PKSA dengan Direktorat
Terkait di lingkungan Kementerian Sosial.
A. Tujuan Kebijakan
1. Pemenuhan kebutuhan dan hak Anak, melalui penguatan
kapasitas orangtua/orangtua pengganti dan penguatan lembaga
kesejahteraan sosial dan masyarakat lingkungan dalam
penagsuhan dan perlindungan anak.
2. Meningkatkan jangkauan pelayanan dan fungsi pencegahan
3. Meningkatkan kualitas hidup anak
B. Sasaran
1. Anak
2. Orangtua /orangtua pengganti
3. Masyarakat lingkungannya
4. LKSA
5. Pendamping/Pekerja Sosial Anak yang ada di LKSA
C. Strategi
1. Sosialisasi Peraturan Menteri Sosial dan PKSA
2. Pemberdayaan (ekonomi dan parenting skill)
3. Partisipasi masyarakat (community development)
97
D. Komponen Program
1. Penyuluhan Sosial
2. Bantuan Sosial
3. Pemberdayaan Keluarga Miskin dan Pengembangan Masyarakat
4. Diklat pendamping /Tenaga Kesejahteraan Sosial Anak
5. Penguatan orangtua /orangtua pengganti dalam hal Parenting Skill
E. Kelembagaan
1. Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak
Peran dan tugas Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak
diarahkan pada penguatan keluarga dalam rangka peningkatan
kapasitas keluarga untuk memenuhi kebutuhan anak-anak
mereka. Peningkatan kapasitas keluarga atau keluarga pengganti
dilakukan oleh pekerja sosial anak yang bernaung di bawah
lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA), melalui kunjungan
rumah.
Dalam mendukung kesejahteraan anak dan remaja pekerja
sosial fokus pada beberapa faktor kunci dalam bekerja dengan
keluarga yaitu melibatkan anak dan remaja, keluarga dan
masyarakat dalam proses asesmen melalui suatu konfrensi tim.
Secara filosofis dengan pendekatan keterlibatan berpengaruh
terhadap efektivitas penilaian, yang pada gilirannya, ditemukan
kesepakan dalam merumuskan rencana pelaksanaan pemecahan
masalah dan akhirnya bermanfaat bagi anak-anak, remaja, dan
keluarga.
2. Direktorat Jaminan Sosial - Ditjen Jaminan dan Perlindungan
Sosial
Peran dan tugas Direktorat Jaminan Sosial diarahkan
pada Bantuan langsung tunai bersyarat terhadap anak untuk
pemenuhan kebutudan dasar, akses ke pelayanan sosial dasar
pendidikan dan kesehatan. Kegiatan ini bisa digabung dengan
98
99
100
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-undangan:
UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Kekerasan Dalam
Rumah Tangga.
Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia.
Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS).
Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
Undang Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Penyandang Cacat.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, mengenai Pengangkatan
Anak.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan
yang Berkeadilan.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan
Prioritas Pembangunan Nasional.
101
102
103
104
105
INDEK
Community development 99
CPS 17, 19, 20, 21, 22, 23
Cross cutting program 102
106
Dekadensi moral 45
Disabilitas 2, 6, 44, 54, 63, 64, 69
DIY 9, 10, 72, 77
DKI 2, 9, 10, 30, 38, 70, 77, 83
Duty 8
Efektif 102
Eksploitasi 18, 19, 44, 58, 70
Evaluasi 4, 20, 58, 59, 69, 75, 76,
79, 81, 83, 92, 94, 96
FCU 101
FGD 10, 70, 73
FKKADK 9
Fundamental 27, 28, 57
KB 9, 62
Kebijakan 1, 2, 4, 5, 6, 7, 10, 11,
12, 25, 27, 52, 55, 56, 60,
MCK 30, 37
Monitoring 69, 79, 83, 92
NAD 9, 14
NAPZA 16, 41
107
UEP 99
Undang Undang Dasar 1945 1,
52
Undang Undang RI Nomor 11
Tahun 2009, 57, 64
Undang Undang RI Nomor 4
Tahun 1979, 56
Unicef 3, 9, 39, 69, 70
108
SEKILAS PENULIS
Dra. Mulia Astuti, M.Si. Lahir di Payakumbuh, Sumatera Barat
109
110
111