Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk
ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Diare adalah penyebab kematian
kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar
kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anakanak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap
episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk
tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).
Selama diare akan terjadi peningkatan kehilangan cairan dan elektrolit melalui feses.
Kehilangan cairan yang terus berlangsung dan tidak diimbangi dengan penggantian yang
cukup akan berakhir menjadi dehidrasi. Dan jika keadaan ini berlangsung terus maka
dapat terjadi dehidrasi berat dan bahkan kematian (WHO, 2005).
Terdapat banyak penyebab diare pada anak. Pada sebagian besar kasus penyebabnya
adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit, akan
tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare termasuk sindrom
malabsorbsi. Diare karena virus umunya self limiting sehingga aspek terpenting yang
harus dieperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab
utama kematian dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan
akibat diare (UKK Gastroenterology hepatologi IDAI 2010).
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan
kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), penyebab utama kematian akibat diare adalah
tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Sehingga ntuk
menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat (Kemenkes,
2011).
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI DIARE
Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani
yaitu diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan abnormal dari
pengeluaran tinja yang terlalu frekuen. Menurut DepKes RI (2005), diare adalah
suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari
tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Menurut World health organization 2005 adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai
mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya,
yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari disertai dengan atau tanpa muntah dan dengan
atau tanpa darah atau lendir.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut di Negara berkembang. Sebagai gambaran 17 % kematian anak
didunaia disebabkan oleh diare, sedangkan di Indonesia hasil Riskesdes 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1 4 tahun penyebab
kematian

karena

diare

25,2%

dibanding

pneumonia

15,5%.

(UKK

Gastroenterology hepatologi IDAI 2010).


Data nasional Depkes menyebutkan setiap tahunnya di Indonesia 100.000 balita
meninggal dunia karena diare. Itu artinya setiap hari ada 273 balita yang
meninggal dunia dengan sia-sia, sama dengan 11 jiwa meninggal setiap jamnya
atau 1 jiwa meninggal setiap 5,5 menit akibat diare (Depkes RI, 2011).

2.3 CARA PENULARAN DAN FACTOR RESIKO


Cara penularan diare melalui cara faecal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak

langsung

melalui lalat ( melalui 5F = Finger, flies, fluid, field). (UKK

gastroenterology hepatologi IDAI 2010)


Faktor risiko terjadinya diare adalah:
1. Faktor perilaku
2. Faktor lingkungan
Faktor perilaku antara lain:
a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan Makanan
Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap
kuman
b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare
karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu
c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah membersihkan
BAB anak
d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis
Faktor lingkungan antara lain:
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan Mandi
Cuci Kakus (MCK)
b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita
yang dapat

meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang

gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi


dan penderita campak (Kemenkes RI, 2011)
Faktor resiko terjadinya diare persisten :
a. Faktor bayi

seperti : Bayi usia < 12 bulan, BBLR, Malnutrisi, Gangguan

imunitas, riwayat infeksi saluran nafas


b. Fakktor maternal seperti: Ibu usia muda, pengetahuan ibu yang kurang
c. Faktor pemberian susu pada bayi pengenalan susu non asi, penggunaan botol
susu
d. Riwayat infeksi sebelumnya, riwayat diare akut dalam waktu dekat, riwayat
diare persisten sebelumnya
3

e. Riwayat penggunaan obat sebelumnya seperti obat antidiare, antimikroba dan


antiparasit.
2.4 KLASIFIKASI DIARE DAN PATOFISOLOGI
Secara umum diare dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
1. Diare menurut lamanya diare
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non
infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi
infeksi
2. Diare menurut mekanisme kerja
a. Diare sekretorik
Diare sekretorik mempunyai karakteristik adanya peningkatan
kehilangan banyak air dan elektrolit dari saluran cerna. Diare sekretorik
terjadi karena adanaya hambatan absorbs Na ole vilus entrosit serta
peningkatan sekresi Cl oleh kripte. Na+ masuk ke dalam saluran cerna
dengan 2 mekanisme pompa Na+ yang memungkinkan terjadinya
pertukaran Na+ - glukosa, Na+ - asam amino. Na+ - H+ dan proses
elektrogenik melalui Na chanel. Peningkatan sekresi intestinal diperantai
oleh hormone vasoaktif intestinal polypeptide VIP, toksin dari bakteri
yang dapt mengaktivasi adenil siklase melalui rangsangan pada protein G
enterosit. Akan terjadi peningkatan cyclic AMP intraseluler pada mukosa
intestinal akan mengaktifasi protein signaling tertentu, akan membuka
chanel chloride. Enterotoksin lain akan meningkatkan sekresi intestinal
dengan meningktkan cGMP atau konsentrasi kalsium intraseluler.
Peningkatan sekresi pada sel kripte dengan hasila akhir berupa
peningkatan

sekresi

cairan

yang

melebihi

kemampuan

absorbs

maksimum dari kolon dan berakibat diare. Pada diare sekretorik biasanya
pengeluaran tinja dalam dalam jumlah besar, menetap meskipun di
puasakan dan memiliki komposisi elektrolit yang isotonic.
4

b. Diare osmotic
Pada diare osmotic didapatkan substansi intraluminal yang tidak
dapat diabsorbsi dan menginduksi sekresi cairan. Biasanya keadaan ini
berhbungan dengan kerusakan dari mukosa saluran cerna. Akumulasi dar
zat yang tidak dapat diserap dalam lumen usus akan menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic intraluminal sehingga terjadi pergeseran
cairan plasma ke intestinal.
Akumulasi karbohidrat merupakan contoh tipe dari diare ini dan
paling sering terjadi. Karbohidrat seperti alktosa, sukrosa, glukosa dan
galaktosa dalam jumlah cukup besar di intestinal dapat disebabkan oleh
gangguan transportasi baik congenital maupun dapatan. Laktosa tidak
dapat dipecah sehingga tidak dpaat diabsorbsi. Laktosa tidak tercerna
menarik air ke dalam lumen sehingga terjadi diare. Karakteristik dari
diare osmotic adalah diare akan membaik bila penderita di puasakan atau
membatasi asupan.
c. Diare invasive
Diare

invasive

adalh

diare

yang

terjadi

akibat

invasi

mikroorganisme dalam mukosa usus sehingga menimbulkan kerusakan


pada mukosa usus. Diare invasive ini disebabkan oleh rotavirus, bakteri
(shigella, salmonella, campylobacter, EIEC, yersinia), parasit. Diare
invasive yang disebabkan oleh bakteri dan amoeba menyebabkan tinja
berlendir den sering disebut sebagai dysentriform diarrhea.
Di dalam usus pada shigella setelah kuman mmelewati barier
asam lambung, kuman masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak
sambil menegeluarkan enterotoksin. Toksin ini akan merangsang enzim
adenil siklase untuk mengubah ATP menjadi cAMP sehingga terjadi diare
sekretorik. Selanjutnya kuman ini dengan bantuan peristaltic usus sampai
5

di kolon.. di kolon kuman ini bias keluar bersama bersama tinja atau
melakukan invasi kedalam mukosa kolon, sehingga terjadi kerusakan
mukosa berupa mikro mikro ulkus yang disertai dengan serbukan PMN
dan menimbulkan gejala tinja berlendir dan berdarah.
Gambar 2.1 Alur perjalanan diare akut menjadi diare persisten
Diare infeksisus
Malnutrisi sejak awal

Pengobatan tidak
optimal,

Defisiensi imun
Malnutrisi
mikronutrien : zink, vit
A

Infeksi diare berulang

Diare berkepanjangan

Diare persisten dan enteropati

2.5 ETIOLOGI
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6
besar. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:
(DepKes RI, 2005)
1. Infeksi :
a. Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium

perfringens,

Staphilococ

Usaurfus,

Camfylobacter,

Aeromonas, Clostridium dificeli, yersinia enterocolitika, Stapylokokus


aureus)
6

b. Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus,coronavirus)


c. Parasit
Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,
Crypto Sparidium)
Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
2. Malabsorpsi
a. Malabsorpsi karbohidrat : Disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan
sukrosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah
intoleransi laktrosa.
b. Malabsorpsi lemak
c. Malabsorpsi protein
3. Alergi (fructose dan lactose)
4. Intoksikasi makanan : makanan basi, makanan mengandung bakteri atau
toksin seperti clostridium perfringens, B. cereus, S.aureus, streptococcus
anhaemo lyticus.
5. Imunodefisiensi : hipogamaglobulinemia, penyakit granulomatosa kronik,
defisiensi igA.

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan bisa
meningkat, nafsu makan berkurang yang disertai dengannya timbul diare. Tinja
makin cair, bisa mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi
kehijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya defekasi, anus dan
7

sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapt di absorpsi usus
selama diare. (Ilmu Kesehatan Anak, FKUI).

Tabel gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab (UKK gastroenterology
hepatologi IDAI 2010)
Gejala klinik

Rotavirus

Shigela

salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

Masa tunas

12 72

24 48 jam

6 72 jam

6 72 jam

6 72 jam

48 72

Panas

jam
++

++

++

++

jam
-

Mual muntah

sering

jarang

sering

sering

Nyeri perut

tenesmus

Tenesmus,

Tenesmus,

Tenesmus,

kram

Nyeri kepala

kram
+

kolik
+

kram
_

Lama sakit

5 7 hari

> 7 hari

3 7 hari

2 3 hari

variasi

3 hari

Volume

sedang

sedikit

Frekuensi

> 10 x /hari

Sifat tinja
sedikit

banyak

sedikit

banyak

sering

sering

sering

Terus -

10x/hari

terusan

Konsistensi
Lendir
Darah
Bau

cair
_
_
Langu

lembek
_
sering

lembek
_
kadang
busuk

warna

Kuning

Merah hijau kehijauan

Lekosit

hijau
_

Lain - lain

anoreksia

Kejang

Sepsis

cair
_
_
+

Lembek
_
+
Tidak

cair
_
+
amis

Tak warna

Merah hijau

Cucian

beras
_

Meteorismu

Infeksi

2.7 DIAGNOSIS
2.7.1 Anamnesa
Anamnesa diperlukan untuk menggali informasi sebanyak- banyaknya
mengenai keadaan penderita. Pada anamnesa perlu ditanyakan hal hal sebagai
seperti :

Lama diare berlangsung, frekuensi diare sehari, warna dan

konsentrasi tinja, adanya lendir dan darah dalam tinja


Muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran menurun,buang

air kecil terakhir, demam, sesak, kejang, kembung


Jumlah cairan yang masuk selama diare,
Jenis makanan dan minuman yang diminum selama diare,
mengkonsumsi makanan yang tidk biasa

2.7.2

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik yang selalu diperiksa adalah keadaan umum dan
tanda vital, menentukan derajat dehidrasi
keseimbangan asam basa dan elektrolit.
9

dan tanda- tanda gangguan

Tanda utama : keadaan umum gelisah/cengeng, lemah/letargi/koma,

rasa haus turgor kulit abdomen menurun.


Tanda tambahan : ubun- ubun besar, kelopak mata,air mata, mukosa

bibir,
Berat badan
Tanda gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit seperti napas
cepat dan dalam pada asidosis metabolik, terjadinya kejang akibat hipo
atau hipernatremi, kembung dan bising usus lemah bila terdapat
hipokalemi.

Penilaian beratnya atau derajad dehidrasi dapat ditentuan dengan cara


Tanpa dehidrasi (kehilangan cairan < 5 % berat badan) :

Tidak ditemukan tanda utama dan tanda tambahan.


Keadaan umum baik dan sadar
Ubun besar tidak cekung, mata tidak cekung, air mata ada, mukosa mulut

dan bibir basah


Turgor abdomen baik, bising usus normal
Akral hangat

Dehidrasi ringan-sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan)

Apabila didapatkan 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih tanda tambahan


Keadaan umum gelisah atau cengeng
Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang,

mukosa sedikit kering


Turgor kembali lambat
Akral hangat

Dehidrasi berat ( kehilangan cairan > 10% berat badan)

Terdapat 2 tanda utama dan 2 atau lebih tanda tambahan


Keadaan umum lemah, letargi atau koma.
Ubun- ubun sangat cekung, mata cekung, air mata tidak ada, mukosa

kering
Turgor kulit kembali sangat lambat dan akral dingin

10

Tabel penentuan derajad dehidrasi menurut MWR (2003)


Symptom

Minimal
dehidrasi

Kesadaran
Denyut jantung

atau

tanpa Dehidrasi

ringan Dehidrasi

kehilangan sedang kehilangan kehilangan BB > 9%

BB < 3 %
Baik

BB 3% - 9%
Normal,
lelah, Apatis , letargi, tidak

Normal

gelisah, iritable
Normal

sadar
Takikardi,

meningkat
Kualitas nadi
Normal
Normal melemah
Pernapasan
Normal
Normal cepat
Mata
Normal
Sedikit cowong
Air mata
Ada
Berkurang
Mulut dan lidah
Basah
Kering
Cubitan kulit
Segera kembali
Kembali < 2 detik
CRT
Normal
Memanjang
Ektremitas
Hangat
Dingin
Kencing
Normal
Berkurang
Penentuan derajad dehidrasi menurut WHO (2005)

berat

bradikardi

pada kasus berat


Lemah kecil tidak teraba
Dalam
Sangat cowong
Tidak ada
Sangat kering
Kembali > 2 detik
Memanjang, minimal
Dingin, mottled, sianotik
Minimal

Dikatakan dehidrasi ringan sedang dan berat apabila ditemukan 2 tanda


dehidrasi.
11

Standar Dehidrasi menurut banyaknya cairan hilang)

Dehidrasi ringan(kehilangan BB 1-5%)

dehidrasi sedang(kehilanganBB 6-9%)

dehidrasi berat

(kehilanganBB >10%)

2.7.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.7.3.1 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat.
Pemeriksaan yang kadang kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
2.7.3.2 Pemeriksaan tinja
A. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi virus dluar gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mucus biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang
menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B.
coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E. hystolitica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis garis darah pada
12

tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan salmonella,
giardia, cryptosporidium dan strongyloides.
B. Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik

untuk

mencari

adanya

lekosit

dapat

memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya


proses peradangan mukosa. Lekosit dalam tinja di produksi sebagai respon
terhadap bakteri yang meneyrang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti shigella, salmonella, C jejuni, EIEC. Lekosit
yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S typhii
lekosit mononuclear.
Analisis gas darah dan elektrolit bila secara klinis dicurigai adanya
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2.7.4

PENATALAKSANAAN
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satusatunya cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta
mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan
gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program
LINTAS DIARE yaitu: (UKK gastroenterology hepatology IDAI 2010)
1. Rehidrasi menggunakan Oralit Baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan
4. Antibiotik Selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

A. Rehidrasi menggunakan Oralit Baru

13

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah


tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia
berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini
yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah,
yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah.
Berikan larutan oralit pada anak setiap kali mencret 5- 10 mL/Kg BB dengan
ketentuan sebagai berikut :

Untuk anak berumur < 1 tahun berikan 50 100 ml tiap kali BAB

Untuk anak 1- 5 tahun berikan 100 200 ml tiap BAB

a) Diare tanpa dehidrasi


Diberi cairan rumah tangga :

Air tajin

Larutan garam gula

Jumlah cairan yang diberikan 10 ml/kgBB atau


a. Anak usia < th 50 100 ml
b. Anak usia 1 5 th 100 200 ml

b) Diare dehidrasi ringan/ sedang (rencana B)

Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan diberikan 75 mL/KgBB


dalam 3 jam pertama untuk mengganti kehilangan ciran yang telah terjadi dan
sebanyak 5-10 mL/Kg tiap diare cair.

Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setelah diberi


minum walaupun telah diberikan dengan cara sedikit- sedikit,atau melalui
pipa NTG. Cairan intravena yang diberikan adalah riger laktat dan kaEN 3 B
nasogastric, kaEN 3B atau Nacl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala sambil memberi edukasi
kepada orang tua tentang rehidrasi.

Berat badan 3-10 kg : 200 mL/Kg BB/hari


14

Berat badan 10-15kg : 175 mL/Kg BB/hari

Berat badan > 15 kg : 135 mL/Kg BB/hari

Diare dehidrasi berat (rencana C)

Ringer laktat (RL) atau riger asetat dengan dosis 100 mg/kgBB

Umur

1 tahun :

o 1 jam pertama 30 ml/kgBB


o 5 jam berikutnya 70 ml/kgBB

Umur 1 tahun :
o jam pertama 30 ml/kgBB
o 2 berikutnya 70 ml/kgBB

B. Zinc diberikan selama 10 14 hari berturut-turut


Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian
Zinc mampu menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan
mempercepat penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistim kekebalan
tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah
anak sembuh dari diare, sehingga zinc dapat diberikan meskipun anak sudah tidak
mengalami diare.
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya
meningkatkan sistim kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi
tubuh. Lebih 300 enzim dalam tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga
dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti kulit dan mukosa saluran cerna.
Semua yang berperan dalam fungsi imun, membutuhkan zinc. Jika zinc diberikan
pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat
meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah
sebabnya mengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari
berturut - turut berisiko lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan
pneumonia. (DepKes 2011)
15

Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut


didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selam diare.
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh
usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah
brush border apical daan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan pathogen dari usus. (UKK gastroenterology hepatologi IDAI
2010)
Dosis zinc untuk anak anak :

Anak dibawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan

: 20 mg (1 tablet) per hari

C. Pemberian Nutrisi
Pemberian ASI dan makanan bertujuan sebagai pengganti nutrisi yang
hilang serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna yang pemberiannya sedikit- sedikit tetapi sering (> 6x
sehari), rendah serat, buah- buahan diberikan terutama pisang . adanya perbaikan
nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan (DepKes RI, 2011).

D. Pemberian antibiotic selektif


Antibiotic diberikan bila ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera.
Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya
diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan clostridium difficile
yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit dsembuhkan. Selain itu
pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotic.

16

Tabel antibiotic pada diare

E. Nasihat kepada orang tua atau pengasuh


Orang tua atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus
diberi nasehat pengetahuan tentang:
a. Cara memberikan rehidrasi dengan oralit secara benar
b. Membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila ditemukan diare lebih
sering, muntah berulang, sangat haus, makan/minum sedikit, timbul demam,
tinja berdarah, tidak membaik dalam 3 hari.
c. Melakukan langkah preventif seperti :

Pemberian ASI

Kebersihan perorangan

Mencuci tangan sebelum makan

Kebersihan lingkungan

Imunisasi Campak

Memberikan makanan dengan benar

Penggunaan air bersih

Makanan yang matang atau air minum yang sudah dimasak

17

PROBIOTIK
Probiotik merupakan bakteri hidup yang mempunyai efek yang menguntungkan
pada host dengan cara meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik didalam lumen saluran
cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri probiotik melalui
reseptor dalam sel epitel usus. Dengan mencermati penomena tersebut bakteri probiotik
dapat dipakai dengan cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik yang
disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain, pseudomembran colitis
maupun diare yang disebabkan oleh karena pemakaian antibiotika yang tidak rasional
(antibiotik asociatek diarrhea ) dan travellers,s diarrhea.
Terdapat banyak laporan tentang penggunaan probiotik dalam tatalaksana diare
akut pada anak. Hasil meta analisa Van Niel dkk menyatakan lactobacillus aman dan
efektif dalam pengobatan diare akut infeksi pada anak, menurunkan lamanya diare kirakira 2/3 lamanya diare, dan m enurunkan frekuensi diare pada hari ke dua pemberian
sebanyak 1 2 kali. Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pengobatan diare
adalah : Perubahan lingkungan mikro lumen usus, produksi bahan anti mikroba terhadap
beberapa patogen, kompetisi nutrien, mencegah adhesi patogen pada anterosit,
modifikasi toksin atau reseptor toksin, efektrofik pada mukosa usus dan imunno
modulasi.
2.7.5 PENCEGAHAN
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara :
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi :
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Penggunaan air bersih
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang
air besar
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun

18

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member i makan


dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki gizi anak
c. Imunisasi campak.

DAFTAR PUSTAKA
Antonius H, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. 2010

19

Alasiry, E. 2010. Probiotik Pada Diare.Diakses minggu 17 januari 2015 melalui


http://www.sarpediatri.idai.or.id
Anwar,Y. 2013.Gambaran Perilaku Ibu Tentang Penanganan Awal Diare. Diakses 17
januari 2015 melalui http://www.repository.usu.ac.id
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Berhman. 2000. Ilmu Kesehatan Anak.vol II. Jilid 15.Jakarta.EGC
Depatemen Kesehatan (2010). Diare Pada Anak . diakses pada tanggal 3 agustus 2014
melalui http://www.depkes.go.id
Departemen Kesehatan RI. 2011. Situasi diare di Indonesia. Diakses minggu 17 januari
2015 melalui http://www.depkes.go.id
Fediani,T. 2012. Tindakan Ibu Terhadap Kejadian Diare pada balita.diakses 17 januari
2015 melalui http://www.repository.usu.ac.id
Juffrie muhammad, UKK gastroennterologi hepatologi, jilid I, cetakan pertama, Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2010.
Mupidah, P. Evaluasi skor Dehidrasi Who Modifikasi Pasca Unhas. Diakses minggu 17
januari 2015-01-19 diakses melalui http://www.pasca.unhas.ac.id.
Unicef Indonesia.2012.Pengendalian diare. Diakses 17 januari 2015 melalui
http://www.unicef.org

20

Anda mungkin juga menyukai