kesehatan
pada
dasarnya
bertujuan
untuk
melaksanakan
Etika Kedokteran
Etik merupakan seperangkat perilaku yang benar atau norma-norma dalam
suatu profesi. Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang perilau professional para
dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya, sebagaimana tercantum
dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing, yang telah disusun oleh organisasi
profesinya bersama-sama pemerintah.2
Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia terdapat kewajiban umum, kewajiban
dokter terhadap sesama, kewajiban dokter terhadap pasien, kewajiban dokter terhadap
diri sendiri. Pada Pasal 10 KODEKI :Setiap harus dokter harus senantiasa mengingat
akan kewajiban melindungi hidup insane. Dalam arti bahwa segala perbuatan atau
tindakan dokter bertujuan untuk memelihara kesehatan pasien, karena itu kehidupan
manusia harus dipertahankan dengan segala daya. Namun kadangkala dokter harus
mengorbankan salah satu kehidupan untuk menyelamatkan kehidupan lain, yang lebih
penting. Misalnya terpaksa melakukan abortus provocatus medisinalis (abortus
terapetik), pada beberapa keadaan dimana keselamatan dan keadaan ibu mendapat
prioritas, karena besarnya peranan ibu dalam keluarga. 3
Dalam melakukan tindakan medik diperlukan adanya komunikasi antara
dokter-pasien. Bagian yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan dimulai dari
informed consent:3
Penolakan . Tidak selamanya pasien dan kelurga setuju dengan tindakan medic
yang akan dilakukan dokter . Dalam situasi demikian, kalangan dokter
maupun kalangan kesehatan lainnya harus memahami bahwa pasien atau
keluarga mempunyai hak untuk menolak usul tindakan yang akan
dilakukan.Tidak ada hak dokter untuk memaksa pasien mengikuti anjurannya,
walaupun dokter menggangap bahwa penolakan ini bias berakibat gawat atau
kematian pasien. Bila tindakan dokter gagal dalam meyakinkan pasien, untuk
keamanan dikemudian hari maka dokter atau rumah sakit meminta pasien atau
keluarganya untuk menandatangani surat penolakan terhadap anjuran tindakan
medic yang diperlukan.3
Disiplin Kedokteran
Disiplin kedokteran adalah aturan-aturan atau ketentuan penerapan keilmuan
dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter. Dalam disiplin
kedokteran terdapat beberapa pelanggaran seperti:
Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis dan memadai (adequate information)
kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran. Penjelasan:
a.
information), dan oleh karenanya, dokter wajib memberikan informasi dengan bahasa
yang dipahami oleh pasien atau penterjemahnya, kecuali bila informasi tersebut dapat
membahayakan kesehatan pasien.
b.
Informasi yang berkaitan dengan tindakan medik yang akan dilakukan meliputi:
diagnosis medik, tata cara tindakan medik, tujuan tindakan medik, alternatif tindakan
medik lain, risiko tindakan medik, komplikasi yang mungkin terjadi serta prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan.
c. Pasien juga berhak memperoleh informasi tentang biaya pelayanan kesehatan yang
akan dijalaninya.
d. Keluarga pasien berhak memperoleh informasi tentang sebab-sebab terjadinya
kematian pasien, kecuali atas kehendak pasien
Melakukan tindakan medik tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga
dekat atau wali atau pengampunya. Penjelasan:
a. Setelah menerima informasi yang cukup dari dokter dan memahami maknanya
(well informed) sehingga pasien dapat mengambil keputusan bagi dirinya sendiri (the
right to self determination) untuk menyetujui (consent) atau menolak (refuse)
tindakan medik yang akan dilakukan dokter kepadanya.
b. Setiap tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien, mensyaratkan
persetujuan (otorisasi) dari pasien yang bersangkutan. Dalam kondisi dimana pasien
tidak dapat memberikan persetujuan secara pribadi (dibawah umur atau keadaan
fisik/mental tidak memungkinkan), maka persetujuan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat (suami/istri, bapak/ibu, anak atau saudara kandung) atau wali atau
pengampunya (proxy).
c. Persetujuan tindakan medik (informed consent) dapat dinyatakan secara tertulis
atau lisan, termasuk dengan menggunakan bahasa tubuh. Setiap tindakan medik yang
mempunyai risiko tinggi mensyaratkan persetujuan tertulis.
d. Dalam kondisi dimana pasien tidak memberikan persetujuan dan tidak memiliki
pendamping, maka dengan tujuan untuk penyelamatan atau mencegah kecacatan
pasien yang berada dalam keadaan darurat, tindakan medik dapat dilakukan tanpa
persetujuan pasien.
e. Dalam hal tindakan medik yang menyangkut kesehatan reproduksi persetujuan
harus dari pihak suami/istrif.
Dengan sengaja, tidak membuat atau menyimpan rekam medik sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan atau etika profesi. Penjelasan:
a. Dalam melaksanakan praktik kedokteran, tenaga medik wajib membuat rekam
medik secara benar dan lengkap serta menyimpan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
b.
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MKDKI berdasarkan Undang- undang No.
29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 69 ayat (3) adalah: 5
a) Pemberian peringatan tertulis
b) Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik;
dan/atau
c) Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat
Izin Praktik sementara selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau Rekomendasi pencabutan
Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau selamannya;Kewajiban
mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau
Hukum Kedokteran
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan.
Hukum
kesehatan
adalah
peraturan
perundang-undangan
yang
tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan utnuk melakukannya
yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Sebelum melakukan
tindakan medis tertentu tenaga kesehatan harus terlebih dahulu meminta
pertimbangan tim ahli yang dapat terdiri dari berbagai bidang seperti medis, agama,
hukum dan psikologi. Butir C. Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada
ibu hamil yang bersangkutan kecuali dalam keadaan tidak sadar stau tidak dapat
memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. Butir D.
Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan
yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah. 3) Dalam
Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Pasal ini dijabarkan antara lain
mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan, bentuk persetujuan dan
sarana kesehatan yang ditunjuk.7,8
Informed Consent segi Hukum dan Etika
Dalam sejarahnya, informed consent berakar pada banyak disiplin ilmu
pengetahuan, termasuk dalam ilmu kesehatan atau kedokteran, ilmu hukum, ilmu
perilaku sosial, dan ilmu filsafat moral/etika. Belakangan ini, bidang ilmu yang sangat
berpengaruh dalam hal informed consent adalah ilmu hukum dan ilmu filsafat moral
atau filsafat etika. Kedua disiplin ilmu ini, keduanya dengan metoda dan objektifnya
tersendiri, mempunyai fungsi sosial dan intelektual yang berbeda.6
Hukum memfokuskan diri terutama pada konteks klinis, tidak pada riset.
Dalam kacamata hukum, dokter mempunyai kewajiban untuk pertama memberi
informasi kepada pasiennya dan kedua untuk mendapatkan izinnya. Apabila seorang
pasien cedera akibat dokter lalai dengan tidak memberikan informasi yang lengkap
mengenai suatu pengobatan atau tindakan, maka pasien dapat menerima kompensasi
finansial dari si dokter karena telah menyebabkan cedera tersebut. Dalam masalah
informed consent dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis, disamping terikat
oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga tetap tidak dapat
melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana maupun
hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan. 6
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur
yang digunakan adalah kesalahan kecil (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata
secara umum berlaku adagium barang siapa merugikan orang lain harus memberikan
ganti
rugi.
Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolok ukur yang dipergunakan adalah
kesalahan berat (culpa lata). Oleh karena itu adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolok ukur untuk
menjatuhkan sanksi pidana. 6
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana
jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa
tindakan medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPer). Hal ini karena pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan
harus menghormatinya. 6
Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan
adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology
invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak
pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak
pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP. 6
Dari segi filsafat etika, informed consent terutama menyangkut pilihan secara
otonomi dari pasien dan subyek penelitian. Secara sederhana kita bisa menyingkat
kedua pendekatan ini sebagai berikut: Pendekatan hukum datang dari teori pragmatis.
Pasien mempunyai hak untuk memberi izin atau menolak, akan tetapi fokusnya adalah
pada dokter, yang mempunyai kewajiban dan mempunyai risiko membayar ganti rugi
apabila tidak melaksanakan kewajibannya. Pendekatan filsafat moral atau etika datang
dari prinsip menghargai otonomi, dan fokusnya adalah pada pasien atau subyek, yang
mempunyai hak untuk membuat pilihan secara otonomi. Dengan demikian, kedua
kerangka berfikir ini sangatlah sederhana, akan tetapi ternyata sulit untuk
diinterpretasikan dan diperbandingkan. Terdapat banyak sekali beda pendapat
mengenai hal ini. 6
Pemikiran etika mendasari diri pada prinsip, aturan, dan hak. Ada empat prinsip etika
di dalam informed concent : 6
1. Autonomy
Dalam semua proses pengambilan keputusan, dianggap bahwa keputusan yang
dibuat setelah mendapatkan penjelasan itu dibuat secara sukarela dan
berdasarkan pemikiran rasional. Di dalam dunia kedokteran, dokter
menghargai otonomi pasien berarti bahwa si pasien atau klien mempunyai
kemampuan untuk berlaku atau bertindak secara sadar dan intensional, dengan
pengertian penuh, dan tanpa pengaruh-pengaruh yang bisa menghilangkan
kebebasannya.6
2. Non-maleficence
Di dalam prinsip ini, dokter tidak boleh secara sengaja menyebabkan
perburukan atau cedera pada pasien, baik akibat tindakan (commission) atau
tidak dilakukannya tindakan (omission). Dalam bahasa sehari-hari: Akan
dianggap lalai apabila seseorang memaparkan risiko atau cedera yang tidak
layak
(unreasonable)
kepada
orang
lain.
Standar
perawatan
yang
1.Diagnose
2.Terapi dan kemungkinan alternative terapi lain
3.Cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukannya
4.Kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lain misalnya gatal-gtal)
5.Risiko
6.Keuntungan terapi
7.Prognosa
Berpedoman kepada Peraturan Menteri Kesehatan tentang persetujuan
tindakan medis maka yang menadatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang
sudah dewasa (diatas 21 tahun atau telah menikah) dan dalam keadaan sehat mental.
Dalam banyak perjanjian tindakan medis yang ada selama ini, penandatanganan
persetujuan ini sering tidak dilakukan oleh pasien sendiri, tetapi oleh keluarganya. Hal
ini berkaitan dengan kesangsian terhadap persiapan mental pasien untuk menerima
penjelasan tindakan opersi dan tindakan medis ynang invasive tadi serta keberanian
untuk menandatangani surat tersebut, sehingga beban demikian diambil alih oleh
keluarga pasien.
Untuk pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien penderita gangguan jiwa
yang menadatanganinya adalah orangtua/wali/keluarga terdekat. Untuk pasien dalam
keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan
secara medis berada dalam keadaan gawat atau darurat yang memerlukan tindakan
medis segera, maka tidak diperlukan persetujuan dari siapapun (pasal 11 BAB IV
PerMenKes No.585).Mengenai saksi untuk keamanan sebaiknya dalam persetujuan
tindakan medis dari kalangan keluarga pasien dan dari kalangan rumah sakit turut
serta menadatangani persetujuan ini. Mengenai banyaknya saksi tidak terdapat
pedoman, begitu pula dengan hubungan atau kedudukan saksi. Dalam konsep yang
diajukan, jumlah saksi sebanyak 2 orang dengan pertimbangan satu mewakili pihak
pasien dan satu lagi mewakili pihak dokter atau rumah sakit.8
Jadi, pada hakekatnya informed consent adalah untuk melindungi pasien dari
segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diizinkan oleh
pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap kemungkinan
akibat yang tak terduga dan bersifat negatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah dalam
memberikan informasi tidak boleh bersifat memperdaya menekan atau menciptakan
ketakutan sebab ketiga hal itu akan membuat persetujuan yang diberikan menjadi
cacat hukum. Sudah seharusnya informasi diberikan oleh dokter yang akan
melakukan tindakan medis tertentu, sebab hanya ia sendiri yang tahu persis mengenai
kondisi pasien dan segala seluk beluk dari tindakan medis yang akan dilakukan.3
Berikut adalah persamaan etik dan hukum adalah :2
1. Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup bermasyarakat
2. Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia
3. Mengandung hak dan kewajiban anggota-anggota masyarakat, agar tidak
saling merugikan
4. Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi
5. Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para
anggota senior
Sedangkan, perbedaan etik dan hukum adalah :6
1. Etik berlaku untuk lingkungan profesi, sedangkan hukum berlaku untuk umum
2. Etik disusun berdasarkan kesepakatan anggota profesi. Hukum disusun oleh
badan pemerintahan
3. Etik tidak seluruhnya tertulis. Hukum tercantum secara terinci dalam kitab
undang-undang dan lembaran /berita negara
4. Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntutan. Sanksi terhadap
pelanggaran hukum juga berupa tuntan
5. Pelanggaran etik diselesaikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
(MKEK), yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan kalau perlu
diteruskan kepada panitia pertimbangan dan Pembinaan Etika Kedokteran
(P3EK), yang dibentuk oleh Departemen Kesehatan (DEPKES), pelanggaran
hukum diselesaikan melalui pengadilan. Pengadilan
6. Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik. Namun,
penyelesaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik
Kelalaian Medik
Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan
oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi
yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-perorang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan
oleh orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan
telah mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain. 6
(criminal), kelainan mennunjukan kepada adanya suatu sikap yang sifatnya lebih
serius, yaitu sikap yang sangat sembarangan atau sikap sangat tidak hati-hati terhadap
kemungkinan timbulnya resiko yang bisa meyebabkan orang lain terluka atau mati.
Sehingga harus bertanggung jawab terhadap tuntutan criminal oleh Negara. Jadi
permasalahan malpraktek menjadi hal yang sangat umum karena berkait dengan
banyak hal. Malpraktek sendiri memiliki arti harafiah, kegagalan melakukan tugas.
Kegagalan tersebut dapat disebabkan berbagai macam factor :6
1.
2.
3.
4.
Kesimpulan
Dalam penyelenggaraan kesehatan seharusnya ada komunikasi yang baik
antara dokter dan pasien sehingga pemeriksaan, penatalaksanaan dan hasil yang
diharapkan bisa tercapai dengan baik. Dalam hal ini pula seorang dokter harus
beretika yang baik, mengikuti disiplin dan hukum yang telah berlaku. Namun, dalam
segi etika dan disiplin kedokteran dokter P dianggap tidak profesional karena
menyalahi ikatan antara dokter-pasien dengan tidak melanjutkan pemberian pelayanan
dan keterangan yang cukup baik kepada pasien maupun kepada dokter pengganti yang
merupakan pelanggaran kewajiban dokter sehingga tidak terpenuhinya hak-hak
pasien.
Daftar Pustaka
1. Nasution BJ.Hukum kesehatan pertanggungjawaban dokter.Jakarta:Rineka
Cipta;2005.h.11-35
2. Samil RS. Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
2013;4:45-6
3. Harafiah M, Amir A. Etika kedokteran dan hukum kesehatan. Ed. 3. Jakarta
:EGC;1999: 22-25,95.
4. Cahyono JBSB. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik
kedokteran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2008: 225-30.
5. Konsil Kedokteran Indonesia. Peraturan konsil kedokteran Indonesia nomor
15/KKI/PER/VIII/2006 tentang organisasi dan tata kerja majelis kehormatan
dan disiplin kedokteran Indonesia di tingkat provinsi. Diunduh dari
http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/Buku_MKDKI.pdf, 2016.
6. Jacobalis,Samsi. Perkembangan ilmu kedokteran, etika medis, dan Bioetika.
Jakarta : Sagung Seto, 2005. Hal 228, 238-40.
7. Redaksi Best Publisher. Undang-undang kesehatan dan praktik kedokteran.
Yogyakarta: Penerbit Best Publisher;2009: 12.
8. Undang-undang republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
dan undang-undang republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran. Jakarta: Visimedia; 2007: 40-41.