Lapkas Panjang
Lapkas Panjang
PENDAHULUAN
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sumsum
tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih (leukosit), dengan
manifestasi adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Leukosit dalam darah
berproliferasi secara tidak teratur dan tidak terkendali dan fungsinya pun menjadi
tidak normal. Oleh karena proses tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal
juga terganggu hingga menimbulkan gejala leukemia yang dikenal dalam klinik.
Leukemia akut dibagi atas leukemia limfoblastik akut (LLA) dan leukemia
mieloblastik akut (LMA).1-3 Leukemia akut yang tersering pada anak adalah LLA
(80%), sedangkan LMA adalah leukemia kedua tersering (50-60%).4-6 Leukemia
mieloblastik akut ditandai dengan blokade maturasi yang menyebabkan proses
diferensiasi sel-sel mieloid terhenti pada sel-sel mieloblast akibat terjadinya
akumulasi blast dalam sumsum tulang, insufisiensi hemopoietik (dengan atau
tanpa leukositosis), dan infiltrasi sumsum tulang serta jaringan lainnya oleh sel-sel
blast.7,8
Angka kejadian leukemia akut merupakan 30-40% dari semua keganasan
pada masa anak-anak. Insiden rata-rata 4 - 4,5 kasus/tahun/100.000 anak di bawah
15 tahun dengan puncak insidens usia 2-5 tahun.1,9 Proporsi LMA adalah sekitar
15-20% dari semua leukemia pada anak dengan insidens 7,1 per satu juta populasi
dan sebanyak 6000 kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. 4,9,10 Tujuh dari satu juta
anak-anak mengembangkan LMA setiap tahunnya. Kejadian pada anak laki-laki
dan perempuan hampir sama.6,9 Di negara berkembang 83% LLA, 17% LMA,
ditemukan pada anak kulit putih dibandingkan kulit hitam.1
Penyebab LMA belum diketahui dengan pasti.9.10 Beberapa faktor yang
sering dihubungkan dengan timbulnya leukemia antara lain adalah faktor genetik,
masalah sistem kekebalan tubuh, riwayat keluarga menderita leukemia, gaya
hidup dan faktor lingkungan yang tidak sehat.9,11
Berbeda dengan LLA, LMA lebih sulit diobati. Namun demikian,
pengobatan LMA mengalami kemajuan dari waktu ke waktu yang berdampak
pada membaiknya prognosis LMA, baik pada anak maupun dewasa yang
meningkat pada dekade terakhir. Di negara maju, angka harapan hidup mencapai
65%.4
Berikut ini akan dilaporkan sebuah laporan kasus, seorang anak dengan
Leukemia mieloblastik akut yang dirawat di Pusat Kanker Anak Estella RSUP
Prof. Dr. R.D Kandou Manado pada Desember 2015.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
Identitas
a. Identitas Pasien
Nama
: JR
Jenis Kelamin
: Perempuan
: 3500 gram
Ditolong oleh
: Bidan
Kebangsaan
: Indonesia
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: 24 Oktober 2015
Ruangan
: Estella
Tanggal pemeriksaan
: 15 Desember 2015
: Tn. NR
Umur Ayah
: 38 tahun
Status Perkawinan
:I
: Swasta
Ibu
Nama Ibu
: Ny. ST (almarhum)
Umur Ibu
:-
Status Perkawinan
:I
Pendidikan Terakhir : SD
Pekerjaan
II.
: IRT
Anamnesis (Alloanamnesis)
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan tante dan kakak penderita
a. Keluhan Utama
3
Tidak diketahui
g. Imunisasi
Jenis Imunisasi
Dasar
I
II
Ulangan
III
II
BCG
Polio
-- Tidak diketahui
DTP -Campak
Hepatitis B
III
Keterangan :
: Perempuan
: Penderita
: Laki-laki
j. Ikhtisar Keluarga
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara
No.
Jenis Kelamin
Umur
Keterangan
1.
Perempuan
13 tahun
Sehat
2.
Perempuan
7 tahun 6 bulan
Penderita
pertama
pada
bulan
November
2015.
Pasien
kemudian
III.
: Tampak sakit
Kesadaran
Antropometri
: Berat Badan
: 17,6 kg
Tinggi Badan
: 126 cm
BSA
=
= 0,78 m2
Status gizi (CDC) :
Gizi Kurang
Tanda Vital
TD
: 100/60 mmHg
Nadi
Respirasi
: 24 x/m
Suhu
: 36,5C (axilla)
Kulit
Warna
: Sawo matang
Efloresensi
: Normal
Pigmentasi
: Tidak ada
: Kembali Cepat
Tonus
: Eutoni
Kepala
Bentuk
: Normal
Rambut
: Tidak ada
Mata
Sclera
Pupil
Lensa
: Jernih
Gerakan
: Normal
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
: Sianosis (-)
Lidah
: Beslag (-)
Gigi
: Caries (-)
Gusi
: Perdarahan (-)
Faring
: Hiperemis (+)
Leher
Trakea
: Letak di tengah
Kelenjar
Kaku Kuduk
: Tidak ada
Thorax
Bentuk
: Simetris
Retraksi
: Tidak ada
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Iktus
: tidak tampak
Batas Kiri
Batas Kanan
Batas atas
: ICS II III
BJ Apeks
: M1 > M2
BJ Aorta
: A1 < A2
BJ Pulmo
: P1 < P2
Bising
: (-)
Abdomen
Inspeksi
: Datar
Palpasi
Hepar
Lien
: Teraba, Schuffner I.
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Ekstremitas
Refleks
IV.
Pemeriksaan penunjang
a. Hasil Laboratorium (15 Desember 2015 pukul 16.00)
Leukosit
: 7400 /uL
Eritrosit
10
: 2,58 x 106/uL
Hematokrit
: 21,3 %
Limfosit
: 22%
Hemoglobin
: 7,9 g/dL
Monosit
: 2%
Trombosit
: 54.000 /uL
SGOT
: 18 U/L
MCH
: 30,6 pg
SGPT
: 27 U/L
MCHC
: 37,1 g/dL
Ureum
: 11 mg/dL
MCV
: 82,6 fL
Creatinin
: 0,3 mg/dL
Eosinofil
: 1%
Natrium
: 132 mEq/L
Basofil
: 0%
Kalium
: 3,08 mEq/L
Netrofil Batang : 0%
Chlorida
: 66 mEq/L
Calsium
: 8,52 mg/dL
ANC
: 5550
V.
Makroskopis
Mikroskopis
Warna
Eritrosit
: Negatif/LPB
Konsentrasi : Lembek
Epitel
: 6-8
Bau
: Khas
Telur Cacing
: Negatif
Darah
: Negatif
Bakteri
: Negatif
Cacing
: Negatif
Jamur
: Negatif
: Kuning
Diagnosis
Leukemia Mieloblastik Akut + Gizi Kurang + Diare akut tanpa dehidrasi +
Hipokalemia + Hiponatremia + Hipokloremia + Faringitis
VI.
Penatalaksanaan
-
KCL 4x12 ml
Oralit ad libitum
11
Rencana
Transfusi PRC
Kebutuhan PRC = (10-7,9) x 17,6 x 4
= 147,84 ml Pro transfusi PRC 150 ml
Koreksi Kalium
4 jam I = 0,4 x 17,6 (3,5 3,08) + (2x17,6)
= 2,96 + 35,2
= 38,16
20 jam II = 2,96 + (1/6 x35,2)
= 8,83
Total = 46,99 mEq
Asuhan Gizi
Kebutuhan : - Energi = 1309 kkal/hari
- Protein = 18,7 gram/hari
- Cairan = 1309 1589 ml/hari
Diberikan secara oral
Dalam bentuk : - Makanan lunak 3x1 porsi @ 350 kkal, 5 gram protein
- Susu 3x200 ml @200 kkal, 6 gram protein
- Buah 2x1 porsi
- Air putih 1000 ml
Monitoring dan evaluasi berat badan
VII.
Follow Up
a. Rabu, 16 Desember 2015
S : Demam (-), diare (+) berkurang (frequensi 1x, volume gelas
aqua, darah -, lendir -), mual/muntah (-), batuk (+), lendir (+)
O
R : 24 x/m
S : 36,2 oC
12
13
14
15
hemoglobin sekitar 7,0 sampai 8,5 g/dL, jumlah trombosit umumnya <50.000/uL,
dan jumlah leukositnya sekitar 24.000/uL. Sekitar 20% pasien jumlah leukositnya
>100.000/uL.1 Biasanya pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan hiperseluler,
kadang-kadang hipoplastik yang kemudian berkembang menjadi leukemia akut.
Sumsum tulang yang tidak menunjukkan leukemia, tetapi ada perubahan
morfologi yang jelas sering mengarah pada sindrom mielodisplastik (MDS). 1
Hasil pemeriksaan gambaran darah tepi pada pasien ini sesuai dengan teori yang
menunjukkan anemia gravis dengan eritrosit normositik-normokrom, leukositosis
ringan dengan predominan mieloblas dan sebagian kecil dengan Auer Rod dan
trombositopenia sedang, dengan kesan sugestif AML FAB Class M1. Sesuai
klasifikasi FAB (tabel 1), menunjukkan LMA tanpa maturasi. Hasil pemeriksaan
aspirasi sumsum tulang menunjukkan kesan Mieloid Lineage with abberant exp
CD 19. Berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tersebut, pasien kemudian didiagnosis dengan leukemia mieloblastik akut (LMA).
Leukemia mieloblastik akut diklasifikasikan berdasarkan morfologi,
sitokimia, imunofenotip, sitogenetik, dan ciri molekuler dari sel leukemia.13
Berdasarkan klasifikasi dari French-American-British, LMA dibagi menjadi 8
tipe.4,15
Tabel 1. Klasifikasi FAB untuk LMA4
M0
LMA dengan diferensiasi minimal
M1
LMA tanpa maturasi
M2
LMA dengan maturasi
M3
Leukemia promielositik akut
M4
Leukemia mielomonositik akut
M5
Leukemia monoblatik akut
M6
Leukemia eritroblastik akut
M7
Leukemia megakarioblastik akut
*FAB: French-American-British; LMA: Leukemia Mieloblastik Akut
minggu V, minggu IX, dan minggu XIII). Kemoterapi yang diberikan yaitu
Doxorubicin, Cytarabine, Triple Intratechal Drugs (Methotrexate, Hydrocortison,
dan Ara-C). Tidak seperti antibiotik yang hanya membunuh bakteri dan
membiarkan sel normal di sekitar kanker tetap hidup, kemoterapi juga dapat
membunuh sel normal. Kejadian inilah yang disebut efek samping, yang dapat
mengenai sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit), sel rambut, kulit, organ-organ
tubuh lain, dan sel di dalam saluran cerna.16 Efek samping dari kemoterapi yang
ditemukan pada pasien ini berupa rambut rontok dan mual/muntah. Pada kasus
ini, pasien sudah pernah diberikan ondansentron untuk mengobati mual dan
muntah akibat kemoterapi.
Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai
leukemia dan pengobatan komplikasi.1 Terapi yang diberikan pada pasien ini
berupa transfusi darah untuk mengatasi anemia, dan pengaturan kebutuhan nutrisi
sesuai dengan terapi dari subbagian gizi dimana pasien ini termasuk dalam status
gizi kurang. Pada pasien ini, kebutuhan kalori 1309 kkal/hari, protein 18,7 gr/hari,
dan kebutuhan cairan 1309-1509 ml/hari. Secara umum kebutuhan nutrisi anak,
baik yang sehat dengan status gizi cukup maupun yang berstatus gizi kurang atau
lebih, pada prinsipnya bertujuan mencapai berat badan ideal. Pasien juga
diberikan oralit dan KCL untuk mengatasi kekurangan elektrolit, dan diberikan
ambroxol untuk mengatasi faringitis.
Komplikasi jangka pendek utama yang terjadi adalah pasien mungkin
mengalami perdarahan dan anemia yang signifikan yang memerlukan transfusi
trombosit atau darah. Jumlah neutrofil rendah juga mempengaruhi pasien untuk
infeksi bakteri yang signifikan. Pasien yang sebelumnya belum menderita
varicella atau vaksin varicella beresiko untuk mengalami infeksi berat. Pasien
LMA dengan periode neutropenia yang lama, meningkatkan risiko untuk
mengalami infeksi bakteri dan jamur.14
Akibat terbentuknya populasi sel leukemia yang makin lama makin
banyak akan menimbulkan dampak yang buruk bagi populasi sel normal, dan bagi
faal tubuh maupun dampak karena infiltrasi sel leukemia ke dalam organ tubuh.
Kematian pada pasien leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan
17
sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula akibat infiltrasi sel
leukemia tersebut ke organ tubuh pasien.1
Tingkat penyembuhan LMA secara keseluruhan saat masa kanak-kanak
adalah sekitar 50%. Hal ini lebih tinggi untuk pasien yang menerima transplantasi
sel induk di remisi pertama daripada pasien yang diobati dengan kemoterapi saja.
Prognosis LMA untuk kambuh rendah.14 Faktor prognosis LMA lebih sulit untuk
diidentifikasi. Faktor-faktor tersebut antara lain1:
1. Umur saat diagnosis tidak terlalu penting seperti pada LLA. Pengalaman
beberapa peneliti menunjukkan bahwa bayi mempunyai prognosis yang
lebih baik
2. Leukosit tinggi, tetapi tidak pada semua studi
3. FAB M3 bereaksi pada asam retinoik, sebaiknya diterapi dengan
kombinasi vitamin dan kemoterapi
4. Anak-anak dengan sindrom Down terdapat 10% kasus. Sebagian besar
merupakan FAB M7 dan mempunyai respon baik dengan kemoterapi.
Prognosis baik berhubungan dengan t(8;21), t(15;17) dan inversi 16.
5. Respon awal terhadap terapi
DAFTAR PUSTAKA
1.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
19
11. Lubis B, Rosdiana N, Siregar OR. Pajanan pestisida sebagai faktor resiko
leukemia pada anak. CDK-208. 2013;40:711-13.
12. Ilyas AM, Ahmad S, Faheem M, Naseer MI, Kumosani TA, Al-Qahtani MH,
et al. Next generation sequencing of acute myeloid leukemia: influencing
prognosis. BMC Genomics. 2015;16:55.
13. Bonilla M, Riberio RC. Acute myeloid leukemia. In: Stefan DC, Galindo CR,
editors. Pediatric hematology-oncology in countries with limited resources.
New York: Springer; 2014. p. 239-43.
14. McLean TW, Wofford MM. Oncology. In: Kliegman RM, Marcdante KJ,
Jenson HB, Behrman RE, editors. Nelson Essentials of Pediatrics. 5 th Ed.
Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. p. 737-40.
15. Shah M, Agarwal B. Recent advances management of acute myeloid
leukemia (AML). Indian J Pediatr. 2008;75:831-35.
16. Sutandyo N. Nutrisi pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi.
Indonesian Journal of Cancer. 2007;4:144-8.
20