Anda di halaman 1dari 5

Sejarah pengembangan obat:

Sildenafil dikembangkan oleh sekelompok ilmuwan yang bekerja pada Pfizer


Sandwich, di Inggris. Pada awalnya senyawa ini dikembangkan dengan
maksud untuk terapi hipertensi dan angina pektoris, yang merupakan
penyakit jantung iskemik. Hasil uji klinis pertama menunjukan bahwa
senyawa ini tidak memberikan efek yang berarti pada angina, namun
ditengarai dapat meningkatkan kemampuan ereksi. Sehingga obat ini pun
kemudian dipasarkan sebagai antidisfungsi ereksi dan dipatenkan pada
tahun 1996 dan disetujui oleh FDA pada 27 Maret 1998. Sildenafil yang
dipasarkan dengan nama dagang Viagra ini menjadi obat oral pertama
dalam terapi disfungsi ereksi.
Sildenafil sitrat merupakan salah satu jenis obat baru yang masih dipasarkan
sebagai produk patennya yaitu Viagra dan Revatio. Sildenafil merupakan
salah satu senyawa yang digunakan dalam terapi disfungsi ereksi atau lebih
dikenal dengan istilah antiimpotensi golongan inhibitor fosfodiesterase.
Selain digunakan dalam terapi disfungsi ereksi, sildenafil juga digunakan
dalam pulmonary arterial hypertension (PAH).
Pada tahun 2000, penjualan Viagra menyumbang 92 persen dari pasar global
untuk resep disfungsi ereksi pil. Pada tahun 2007, global saham yang Viagra
telah jatuh menjadi sekitar 50 persen disebabkan oleh beberapa faktor,
termasuk masuknya Cialis dan Levitra, bersama dengan beberapa
pemalsuan dan klon, dan laporan kehilangan penglihatan pada orang yang
memakai inhibitor PDE5. Pfizer paten di seluruh dunia pada sildenafil sitrat
akan berakhir pada 2011-2013.
Mekanisme kerja :
Mekanisme kerja obat ini adalah melalui penghambatan konversi trifosfat
guanilat menjadi cGMP. Saat adanya rangsangan seksual, oksida nitrat
dilepaskan oleh neuron atau sel endotel dijaringan penis sehingga
meningkatkan aktivitas enzim guanilat siklase, suatu enzim yang
bertanggung jawab mengkonversi trifosfat guanilat menjadi cGMP. cGMP
merupakan neurotransmiter vasodilator pada jaringan. Katabolisme cGMP
dimediasi oleh enzim fosfodiesterase.
Tiga isoenzim fosfodiesterase tipe 5 dengan selektivitas yang tinggi
ditemukan pada jaringan genital, yang menurunkan katabolisme cGMP.
Walaupun isoenzim ini juga ditemukan pada pembuluh darah perifer, otot
polos trakea dan platelet. Penghambatan fosfodiesterase pada jaringan
nongenital menghasilkan efek yang merugikan.
Ketiga senyawa penghambat fosfodiesterase yang beredar dimasyarakat
(sildenafil, vardenafil, dan tadalafil) memiliki profil farmakokinetik, interaksi
obat-makanan, dan efek merugikan yang berbeda. Peringatan dan perhatian

khusus harus diberikan pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler yang


juga menerima sildenafil atau penghambat fosfodiesterase lainnya.
Sildenafil telah digunakan dalam rentang waktu yang lebih lama dibanding
vardenafi maupun tadalafil dan memberikan hasil studi yang lebih baik.
Kegunaan Medis Sildenafil
Sildenafil digunakan dalam berbagai kondisi berikut:
Disfungsi seksual. Penggunaan utama sildenafil adalah dalam terapi
disfungsi ereksi. Disfungsi ereksi adalah ketidakmampuan mempertahankan
ereksi untuk menyelesaikan satu periode hubungan seksual. Sildenafil kini
merupakan terapi obat standar dalam penanganan disfungsi ereksi pada
semua kondisi, termasuk pada pasien dengan diabetes melitus. Seseorang
dengan terapi antidepresan mungkin akan mengalami disfungsi seksual yang
dapat merupakan akibat dari penyakitnya ataupun sebagai akibat atas
pengobatannya. Penelitian pada tahun 2003 menunjukan bahwa sildenafil
mampu memperbaiki kemampuan seksual pria dengan depresi dan terapi
antidepresan. Demikian pun pada wanita.
Pulmonary arterial hipertension (PAH). Sildenafil bekerja dengan merelaksasi
dinding arteri sehingga menyebabkan penurunan resistensi dan tekanan
arteri. Dan pada akhirnya akan mengurangi beban kerja dari ventrikel kanan
jantung dan memperbaiki gejala gagal jantung. Karena PDE-5 terutama
tersebar pada otot halus dinding arteri pada paru dan penis, sildenafil
bertindak selektif pada kedua daerah tersebut tanpa menvasodilatasi daerah
lain ditubuh. Penggunaan sildenafil untuk indikasi ini disetujui oleh FDA pada
tahun 2005. Sediaan sildenafil untuk indikasi PAH ini dipasarkan dengan
nama dagang Ravetio, yang merupakan sediaan tablet putih bulat dengan isi
sildenafil 20 mg pertablet.
Keluhan sakit yang berhubungan dengan tempat yang tinggi. Sildenafil juga
telah terbukti efektif dalam pencegahan edema paru yang berhubungan
dengan tempat tinggi seperti yang dialami pendaki gunung.
Karena alasan efektivitasnya, kemudahan cara pemberian obat, dan
rendahnya kejadian efek merugikan dari obat golongan inhibitor
fosfodiesterase ini, maka obat-obat ini dijadikan terapi lini pertama untuk
penanganan disfungsi ereksi terutama pada penderita muda.
Dosis 25-100 mg sildenafil mampu memperbaiki kemampuan ereksi pada 5682% pasien. Dosis yang sama akan menghasilkan efek 65-80% pasien
pengguna vardenafil dan 62-77% pasien pengguna tadalafil.
Sekitar 55% pasien disfungsi ereksi gagal merespon terapi sildenafil, pada
kasus ini edukasi diperlukan untuk memperbaiki responnya, diantaranya
dengan:

1. Pasien harus terlibat dalam rangsangan seksual (foreplay).


2. Sildenafil harus dikonsumsi saat perut kosong, setidaknya 2 jam
sebelum makan untuk mendapatkan respon terbaik.
3. Konsumsi sildenafil disertai makanan berlemak akan mengurangi
absorpsinya.
4. Seorang pasien yang gagal merespon terapi sildenafil pertama kali
harus melanjutkan terapi hingga 5-8 dosis sebelum terapi ini dapat
benar-benar dinyatakan gagal.
5. Beberapa pasien mungkin memerlukan titrasi (peningkatan bertahap)
dosis sildenafil hingga 100 mg.
6. Sildenafil dan semua inhibitor fosfodiesterase lainnya tidak
diperbolehkan digunakan pada seseorang dengan fungsi ereksi normal
dan tidak boleh dikombinasikan dengan agen antidisfungsi ereksi
lainnya karena dapat mengakibatkan ereksi berkepanjangan.

Farmakokinetik
Sildenafil dengan dosis harian yang direkomendasikan sebesar 25-100
mg/hari memberikan onset sekitar 1 jam dengan durasi kerja yang pendek.
Absorpsi sildenafil berkurang secara signifikan dari saluran cerna dengan
adanya bahan makanan berlemak. Dosis yang lebih rendah dapat digunakan
pada pasien dengan gagal ginjal atau gagal jantung berat, dosis yang
direkomendasikan hanya 25 mg/hari. Semua inhibitor fosfodiesterase
dikatabolisme melalui hati oleh enzim sitokrom P450 3A4 dan sebagian kecil
melalui isoenzim lain pada enzim sitokrom tersebut. Sildenafil diekskresikan
terutama melalui feses dan sebagian kecil melalui urin.
Penurunan dosis diperlukan pada pasien yang juga menerima terapi obat
yang menghambat kerja enzim sitokrom P450 seperti simetidin, eritromisin,
klaritromisin, ketokonazole, itrakonazole, ritonavir dan saquinavir.
Efek Merugikan
Efek merugikan sildenafil dapat bersifat ringan hingga sedang yang terbatas
pada beberapa individu. Penghentian penggunaan obat ini umumnya tidak
memerlukan terapi khusus. Pada dosis yang direkomendasikan efek samping
yang sering terjadi adalah sakit kepala, wajah pucat, dispepsia, hidung
tersumbat dan pusing. Semua efek samping tersebut terjadi karena adanya
penghambatan isoenzim fosfodiesterase pada jaringan ekstra genital.
Sildenafil menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sekitar 8-10
mmHg dan penurunan tekanan diastolik sekitar 5-6 mmHg selama 1-4 jam
setelah pemberian sildenafil. Maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya
efek hipotensi pada pasien yang cenderung hipotensi atau pasien dengan
penggunaan beberapa antihipertensi.

Sildenafil dapat meningkatkan sensitivitas terhadap cahaya, kaburnya


penglihatan, dan kesulitan membedakan warna biru dan hijau yang terjadi
pada sekitar 3-10% pasien. Hal ini terjadi karena hasil penghambatan
fosfodiesterase tipe 6 pada sel-sel fotoreseptor diretina, efek ini terutama
terjadi pada pasien yang menggunakan dosis lebih dari 100 mg/hari.
Sildenafil dikontraindikasikan pada pasien dengan resiko masalah
opthalmologik seperti Retinitis pigmentosa, yaitu suatu penyakit yang
berhubungan dengan defisiensi fosfodiesterse.
Sildenafil juga menghambat isoenzim fosfodiestearse tipe 5 di trombosit
yang secara teoritis dapat mengakibatkan penghambatan agregasi platelet.
Meskipun sildenafil dalam kasus ini tidak mengakibatkan perdarahan, tapi
penggunaan sildenafil bersamaan dengan agen antiplatelet harus
diwaspadai kemungkinan terjadinya perdarahan.

Interaksi Obat
Penggunaan bersama senyawa nitrat organik dengan sildenafil dapat
mengakibatkan hipotensi berat, melalui 2 faktor berikut:
1. Dengan sendirinya senyawa nitrat organik berpotensi mengakibatkan
hipotensi.
2. Senyawa nitrat organik memasok oksida nitrat tambahan yang
menyebabkan stimulasi guanilat siklase dan meningkatkan level cGMP
jaringan.
Atas kenyataan tersebut maka penggunaan sildenafil atau agen inhibitor
fosfodiesterase lainnya kontraindikasi untuk digunakan bersama dengan
nitrat organik.
Jika hipotensi berat terjadi selama pasien terpapar nitrat organik dan
inhibitor fosfodiesterase maka pasien harus ditempatkan di Tredelenburg dan
pemberian cairan secara agresif harus segera dilakukan. Jika hipotensi terus
berlanjut maka pemberian agonis adrenergik seperti dopamin, levarterrenol,
atau epinefrin dapat diberikan secara berhati-hati.
Menariknya, sumber makanan yang mengandung nitrat, nitrit atau L-arginin
(suatu prekursor senyawa nitrat) tidak berinteraksi dengan inhibitor
fosfodiesterase. Hal ini karena sumber makanan tersebut tidak
meningkatkan kadar oksida nitrat dalam sirkulasi manusia.
Sildenafil tidak berinteraksi dengan obat antihipertensi. Metabolisme hepatik
dari sildenafil dapat terhambat dengan adanya senyawa-senyawa obat yang
menghambat enzim sitokrom P450 terutama pada isoenzim CYP 3A4 seperti
simetidin, eritromisin, klaritromisin, ketokonazole, itrakonazole, ritonavir dan
saquinavir, sehingga pasien ini memerlukan inisiasi dosis yang lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai