Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan bukan merupakan profesi yang statis dan tidak berubah. Keperawatan
merupakan profesi yang dinamis karena profesi ini terus-menerus berkembang dan
terlibat dalam masyarakat yang berubah, sehingga pemenuhan dan metode perawatan
berubah, karena gaya hidup berubah. Berbicara tentang keperawatan ada hal penting
yang harus dibahas yaitu Model Praktik Keperawatan Profesioanal yang dapat
diterapkan dalam pemberian asuhan keperawatan.
Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien termasuk individu, keluarga dan
masyarakat. Perawat menerima tanggung jawab untuk membuat keadaan lingkungan
fisik, sosial dan spiritual yang memungkinkan untuk penyembuhan dan menekankan
pencegahan penyakit, serta meningkatkan kesehatan dengan penyuluhan
kesehatan. Karena beberapa fenomena diatas wajib diketahui oleh seorang perawat yang
profesional, sehingga profesi keperawatan mampu memilih dan menerapkan Model
Praktik Keperawatan Profesioanl yang paling tepat bagi klien. Sehingga diharapkan nilai
profesional dapat diaplikasikan secara nyata, sehingga meningkatkan mutu asuhan dan
pelayanan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) ?
2. Apa tujuan dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) ?
3. Apa pilar dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) ?
4. Apa karakteristik dalam Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) ?
5. Apa langkah-langkah dalam implementasi Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP) ?
6. Apa metode penugasan dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).
2. Untuk mengetahui tujuan dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).
3. Untuk mengetahui pilar dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).
4. Untuk mengetahui karakteristik dalam Model Praktik Keperawatan Profesional
(MPKP).
5. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam implementasi Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP).
6. Untuk metode penugasan dari Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP).

BAB II
PEMBAHASAN
1

A. DEFINISI
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna
Sitorus & Yuli, 2006).
Aspek struktur ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai
dengan derajat ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien
menjadi hal penting, karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang
dibutuhkan, tidak ada waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.
Selain jumlah, perlu ditetapkan pula jenis tenaga yaitu PP dan PA, sehingga peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuan dan terdapat tanggung jawab
yang jelas. Pada aspek struktur ditetapkan juga standar renpra, artinya pada setiap ruang
rawat sudah tersedia standar renpra berdasarkan diagnosa medik dan atau berdasarkan
sistem tubuh.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer
(kombinasi metode tim dan keperawatan primer).
B. TUJUAN
1. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2. Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan.
3. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan.
5. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap
tim keperawatan.
C. Pilar-pilar Dalam Model Praktik Keperawatan Profesional
Dalam model praktik keperawatan professional terdiri dari empat pilar diantaranya
adalah :
1. Pilar I : Pendekatan Manajemen (manajemen approach)
Dalam model praktik keperawatan mensyaratkaan pendekatan manajemen
sebagai pilar praktik perawatan professional yang pertama. Pada pilar I yaitu
pendekatan manajemen terdiri dari :
a. Perencanaan
Dengan kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi
(perumusan visi, misi, filosofi, kebijakan dan rencana jangka pendek ;
harian,bulanan,dan tahunan). Perencanaan merupakan usaha sadar dan pembuatan
keputusan yang telah diperhitungkan secara matang tentang hal-hal yang akan
dikerjakan di masa depan dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka
pencapaian tujuan yang talah ditetapkan (Siagian, 2007). Perencanaan dapat juga
diartikan sebagai sebuah keputusan yang menjadi pedoman untuk mencapai suatu
tujuan tertentu (Hasibuan,2005)
Jenis-jenis perencanaan terdiri dari :
1) Rencana jangka panjang, yang disebut juga perencanaan strategis yang disusun
untuk 3 sampai 10 tahun.
2) Rencana jangka menengah dibuat dan berlaku 1 sampai 5 tahun.
3) Rencana jangka pendek dibuat 1 jam sampai dengan 1 tahun.
2

Kegiatan perencanaan yang dipakai di ruang MPKP meliputi perumusan visi,


misi, filosofi dan kebijakan. Sedangkan untuk jenis perencanaan yang diterapkan
adalah perencanaan jangka pendek yang meliputi rencana kegiatan harian,
bulanan, dan tahunan.
1) Visi (Asmuji, 2012)
Istilah lain dari visi adalah mimpi, cita-cita. Visi merupakan dasar untuk
membuat suatu perencanaan sehingga harus disusun secara singkat, jelas, dan
mendasar, serta harus ada batas waktu pencapaiannya. Visi merupakan
pernyataan yang berisi tentang mengapa organisasi pelayanan keperawatan
dibentuk.
Contoh visi di Ruang MPKP adalah Menjadi Ruang Anak yang Mampu
Menyelenggarakan Pelayanan Keperawatan Secara Profesional Tahun 2015) .
2) Misi
Misi adalah uraian yang berisi pernyataan-pernyataan operasional guna
mencapai visi yang telah ditetapkan.
Contoh misi ruang perawatan :
- Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif.
3) Filosofi
Filosofi adalah seperangkat nilai-nilai kegiatan yang menjadi rujukan
semua kegiatan dalam organisasi dan menjadi landasan dan arahan seluruh
perencanaan jangka panjang. Nilai-nilai dalam filosofi dapat lebih dari satu.
Beberapa contoh pernyataan filosofi :
- Individu memiliki harkat dan martabat
- Individu mempunyai tujuan tumbuh dan berkembang
- Setiap individu memiliki potensi berubah
- Setiap orang berfungsi holistik (berinteraksi dan bereaksi terhadap
lingkungan)
4) Kebijakan
Kebijakan adalah pernyataan yang menjadi acuan organisasi dalam
pengambilan keputusan. Contoh kebijakan di ruang MPKP:
- Kepala Ruangan MPKP dipilih melalui fit and proper test
- Staf MPKP bertugas berdasarkan SK
5) Rencana harian
Rencana harian adalah kegiatan yang akan dilaksanakan oleh perawat
sesuai dengan perannya masing-masing, yang dibuat pada setiap shift. Isi
kegiatan disesuaikan dengan peran dan fungsi perawat. Rencana harian dibuat
sebelum operan dilakukan dan dilengkapi pada saat operan dan preconference.
a) Rencana Harian Kepala Ruangan
Isi rencana harian kepala ruangan meliputi :
Asuhan keperawatan
Supervisi Katim dan Perawat pelaksana
Supervisi tenaga selain perawat dan kerja sama dengan unit lain yang
terkait
Kegiatan tersebut meliputi antara lain :
Operan
Pre conference dan Post conference
Mengecek SDM dan sarana prasarana
Melakukan interaksi dengan pasien baru atau pasien yang memerlukan
perhatian khusus
3

Melakukan supervisi pada ketua tim/perawat pelaksana


Hubungan dengan bagian lain terkait rapat-rapat terstruktur/insidentil
Mengecek ulang keadaan pasien, perawat, lingkungan yang belum
teratasi.
Mempersiapkan dan merencanakan kegiatan asuhan keperawatan untuk
sore, malam, dan besok sesuai tingkat ketergantungan pasien.
b) Rencana Harian Ketua Tim
Isi rencana harian Ketua Tim adalah :
Penyelenggaraan asuhan keperawatan pasien pada tim yang menjadi
tanggung jawabnya.
Melakukan supervisi perawat pelaksana.
Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain.
Alokasi pasien sesuai perawat yang dinas.
Kegiatan tersebut meliputi antara lain :
Operan
Pre conference dan Post conference
Merencanakan asuhan keperawatan
Melakukan supervisi perawat pelaksana.
Menulis dokumentasi
Memeriksa kelengkapan dokumentasi askep
Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas
c) Rencana Harian Perawat Pelaksana
Isi rencana harian perawat pelaksana adalah tindakan keperawatan untuk
sejumlah pasien yang dirawat pada shift dinasnya. Rencana harian perawat
pelaksana shift sore dan malam agak berbeda jika hanya satu orang dalam
satu tim maka perawat tersebut berperan sebagai ketua tim dan perawat
pelaksana sehingga tidak ada kegiatan pre dan post conference. Kegiatan
tersebut meliputi antara lain :
Operan
Pre conference dan Post conference
Mendokumentasikan askep
6) Rencana Bulanan
Rencana bulanan merupakan rencana tindak lanjut yang dibuat oleh
kepala ruangan dan ketua tim.
a) Rencana bulanan kepala ruangan
Setiap akhir bulan Kepala Ruangan melakukan evaluasi hasil keempat pilar
atau nilai MPKP dan berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan
akan membuat rencana tindak lanjut dalam rangka peningkatan kualitas
hasil. Kegiatan yang mencakup rencana bulanan karu adalah :
Membuat jadwal dan memimpin case conference
Membuat jadwal dan memimpin pendidikan kesehatan kelompok
keluarga
Membuat jadwal dinas
Membuat jadwal dan memimpin rapat bulanan perawat
Membuat jadwal dan memimpin rapat tim kesehatan
Membuat jadwal supervisi dan penilaian kinerja ketua tim dan perawat
pelaksana
4

Melakukan audit dokumentasi


Membuat laporan bulanan

b) Rencana bulanan ketua Tim


Setiap akhir bulan ketua tim melakukan evaluasi tentang keberhasilan
kegiatan yang dilakukan ditimnya. Kegiatan-kegiatan yang mencakup
rencana bulanan katim adalah :
Mempresentasikan kasus dalam case conference
Memimpin pendidikan kesehatan kelompok keluarga
Melakukan supervisi perawat pelaksana.
c) Rencana Tahunan
Setiap akhir tahun Kepala Ruangan melakukan evaluasi hasil kegiatan
dalam satu tahun yang dijadikan sebagai acuan rencana tindak lanjut serta
penyusunan rencana tahunan berikutnya. Rencana kegiatan tahunan
mencakup :
Menyusun laporan tahunan yang berisi tentang kinerja MPKP baik
proses kegiatan (aktifitas yang sudah dilaksanakan dari 4 pilar praktek
professional) serta evaluasi mutu pelayanan.
Melaksanakan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing-masing
tim.
Penyegaran terkait materi MPKP khusus kegiatan yang masih rendah
pencapaiannya. Ini bertujuan mempertahankan kinerja yang telah
dicapai MPKP bahkan meningkatkannya dimasa mendatang.
Pengembangan SDM dalam bentuk rekomendasi peningkatan jenjang
karier perawat (pelaksana menjadi katim, katim menjadi karu),
rekomendasi untuk melanjutkan pendidikan formal, membuat jadual
untuk mengikuti pelatihan-pelatihan.
b. Pengorganisasian
Dengan menyusun stuktur organisasi, jadwal dinas dan daftar alokasi pasien.
Pengorganisasian adalah pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan,
penugasan suatu kelompok tenaga keperawatan, menentukan cara dari
pengkoordinasian aktivitas yang tepat, baik vertikal maupun horizontal, yang
bertanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi.
Pengorganisasian kegiatan dan tenaga perawat di ruang MPKP menggunakan
pendekatan sistem penugasan modifikasi Keperawatan Tim-Primer. Secara
vertikal ada kepala ruangan, ketua tim, dan perawat pelaksana. Setiap tim
bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien.
Pengorganisasian di ruang MPKP terdiri dari:
1) Struktur organisasi
Struktur organisasi adalah susunan komponen-komponen dalam suatu
organisasi (Sutopo, 2000). Pada pengertian struktur organisasi menunjukkan
adanya pembagian kerja dan menunjukkan bagaimana fungsi-fungsi atau
kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan. Struktur
organiosasi juga menunjukkan spesialisasi pekerjaan.
Struktur organisasi Ruang MPKP menggunakan sistem penugasan Timprimer keperawatan. Ruang MPKP dipimpin oleh Kepala Ruangan yang
membawahi dua atau lebih Ketua Tim. Ketua Tim berperan sebagai perawat
5

primer membawahi beberapa Perawat Pelaksana yang memberikan asuhan


keperawatan secara menyeluruh kepada sekelompok pasien.
Mekanisme Pelaksanaan Pengorganisasian di Ruang MPKP terdiri dari
beberapa hal, yaitu :
a) Kepala ruangan membagi perawat yang ada menjadi 2 tim dan tiap tim
diketuai masing-masing oleh seorang ketua Tim yang terpilih melalui
suatu uji.
b) Kepala ruangan bekerja sama dengan ketua Tim mengatur jadual dinas
(pagi, sore, malam)
c) Kepala Ruangan membagi pasien untuk masing-masing Tim.
d) Apabila suatu ketika satu Tim kekurangan Perawat Pelaksana karena
kondisi tertentu. Kepala Ruangan dapat memindahkan Perawat Pelaksana
dari Tim ke Tim yang mengalami kekurangan anggota.
e) Kepala ruangan menunjuk penanggung jawab shift sore, malam, dan shift
pagi apabila karena sesuatu hal kepala ruangan sedang tidak bertugas.
Oleh sebab, itu yang dipilih adalah perawat yang paling kompeten dari
perawat yang ada.
f) Sebagai pengganti Kepala Ruangan adalah Ketua Tim, sedangkan jika
Ketua Tim berhalangan, tugasnya digantikan oleh anggota Tim (perawat
pelaksana) yang paling kompeten di antara anggota tim.
g) Ketua Tim menetapkan perawat pelaksana untuk masing-masing pasien.
h) Ketua mengendalikan asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
baik yang diterapkan oleh dirinya maupun oleh Perawat Pelaksana
anggota Timnya.
i) Kolaborasi dengan Tim Kesehatan lain dilakukan oleh Ketua Tim. Bila
Ketua Tim karena suatu hal tidak sedang bertugas maka tanggung
jawabnya didelegasikan kepada perawat paling kompeten yang ada di
dalam Tim.
j) Masing-masing Tim memiliki buku Komunikasi.
k) Perawat pelaksana melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien yang
menjadi tanggung jawabnya.
2) Daftar Dinas Ruangan
Daftar yang berisi jadwal dinas, perawat yang bertugas, penanggung
jawab dinas/shift. Daftar dinas disusun berdasarkan Tim, dibuat dalam 1
minggu sehingga perawat sudah mengetahui dan mempersiapkan dirinya untuk
melakukan dinas. Pembuatan jadual dinas perawat dilakukan oleh kepala
ruangan pada hari terakhir minggu tersebut untuk jadual dinas pada minggu
yang selanjutnya bekerjasama dengan Ketua Tim. Setiap Tim mempunyai
anggota yang berdinas pada pagi, sore, dan malam, dan yang lepas dari dinas
(libur) terutama yang telah berdinas pada malam hari.
3) Daftar Pasien
Daftar pasien adalah daftar yang berisi nama pasien, nama dokter, nama
perawat dalam tim, penanggung jawab pasien, dan alokasi perawat saat
menjalankan dinas di tiap shift. Daftar pasien adalah daftar sejumlah pasien
yang menjadi tanggung jawab tiap Tim selama 24 jam. Setiap pasien
mempunyai perawat yang bertanggung jawab secara total selama dirawat dan
juga setiap shift dinas. Dalam daftar pasien tidak perlu mencantumkan
diagnosa dan alamat agar kerahasiaan pasien terjaga. Daftar pasien dapat juga
6

menggambarkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat atas asuhan


keperawatan pasien sehingga terwujudlah keperawatan pasien yang holistik.
Daftar pasien juga memberi informasi bagi kolega kesehatan lain keluarga
untuk berkolaborasi tentang perkembangan dan keperawatan pasien. Daftar
pasien di Ruangan diisi oleh ketua Tim sebelum operan dengan dinas
berikutnya dan dapat dimodifikasi sesuai kebutuhan.
Alokasi pasien terhadap perawat yang dinas pagi, sore atau malam
dilakukan oleh ketua Tim berdasarkan jadual dinas. Kegiatan ini dilakukan
sebelum operan dari dinas pagi ke dinas sore.
c. Pengarahan
Dalam pengarahan terdapat kegiatan delegasi, supervise, menciptakan iklim
motifasi, manajemen waktu, komunikasi efektif yang mencangkup pre dan post
conference, dan manajemen konflik. Pengarahan yaitu penerapan perencanaan
dalam bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya. Istilah lain yang digunakan sebagai padanan pengarahan
adalah pengkoordinasian, pengaktifan. Apapun istilah yang digunakan pada
akhirnya yang bermuara pada melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan
sebelumnya (Marquis & Houston, 1998).
Dalam pengarahan, pekerjaan diuraikan dalam tugas-tugas yang mampu
kelola, jika perlu dilakukan pendelegasian. Untuk memaksimalkan pelaksanaan
pekerjaan oleh staf, seorang manajer harus melakukan upaya-upaya (Marquis &
Houston, 1998) sebagai berikut:
1) Menciptakan iklim motivasi
2) Mengelola waktu secara efisien
3) Mendemonstarikan keterampilan komunikasi yang terbaik
4) Mengelola konflik dan memfasilitasi kolaborasi
5) Melaksanakan sistem pendelegasian dan supervisi
6) Negosiasi
Di ruangan MPKP pengarahan diterapkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
1) Menciptakan iklim motivasi
2) Komunikasi efektif pada operan antar-shift
3) Komunikasi efektif pada preconference
4) Komunikasi efektif pada postconference
5) Manajemen konflik
6) Supervisi
7) Pendelegasian

2. Pilar II: Sistem Penghargaan (Compensatory Reward)


Manajemen sumber daya manusia diruang model praktik keperawatan
professional berfokus pada proses rekruitmen, seleksi kerja orientasi, penilaian
kinerja, staf perawat. Proses ini selalu dilakukan sebelum membuka ruang MPKP dan
setiap ada penambahan perawatan baru.
Compensatory reward (kompensasi penghargaan) menjelaskan manajemen
keperawatan khususnya manajemen sumber daya manusia (SDM) keperawatan.
Fokus utama manajemen keperawatan adalah pengelolaan tenaga keperawatan agar
dapat produktif sehingga misi dan tujuan organisasi dapat tercapai. Perawat
7

merupakan SDM kesehatan yang mempunyai kesempatan paling banyak melakukan


praktek profesionalnya pada pasien yang dirawat di Rumah Sakit. Seorang perawat
akan mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan yang profesional
apabila perawat tersebut sejak awal bekerja diberikan program pengembangan staf
yang terstruktur. Metode dalam menyusun tenaga keperawatan seharusnya teratur,
sistematis, rasional, yang digunakan untuk menentukan jumlah dan jenis tenaga
keperawatan yang dibutuhkan agar dapat memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien sesuai yang diharapkan.
3. Pilar III: Hubungan Profesional
Hubungan professional dalam pemberian pelayanan keperawata (tim kesehatan)
dalam penerima palayana keperawatan (klien dan keluarga). Pada pelaksanaan nya
hubungan professional secara interal artinya hubungan yang terjadi antara pembentuk
pelayanan kesehatan misalnya antara perawat dengan perawat, perawat dengan tim
kesehatan dan lainlain. Sedangkan hubungan professional secara eksternal adalah
hubungan antara pemberi dan penerima pelayanan kesehatan.
4. Pilar IV: Manajemen Asuhan Keperawatan
Salah satu pilar praktik professional perawatan adalah pelayanan keperawat
dengan mengunakan manajemen asuhan keperawatan di MPKP tertentu. Manajemen
asuhan keperawat yang diterapkan di MPKP adalah asuhan keperawatan dengan
menerapkan proses keperawatan.
D. Karakteristik Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
1. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
2. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat
beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care
Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis
tenaga tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab
terhadap manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat
tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
3. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra perlu
ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra sangat menyita
waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia (Potter
& Perry, 1997).
4. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan metode
modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang perawat profesional
yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
asuhan keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan asuhan
keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada masa yang
akan datang.
E. Langkah-Langkah Dalam Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP)
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan,
yaitu (Sitorus, 2006).:
8

a. Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai
tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini
melibatkan staf dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim
ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala
ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2006).
b. Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan
perawat terhadap standar yang diniali dari dokumentasi keperawatan, lama hari
rawat dan angka infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
c. Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang
terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
d. Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi
MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
1) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini
diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat
pembinaan tentang kerangka kerja MPKP
2) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta
dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan
bagi perawat dari ruang rawat lain.
e. Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat ditetapkan dari
klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk menetapkan jumlah
tenaga keperawatan di suatu ruang rawat didahului dengan menghitung jumlah
klien berdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu tertentu, minimal selama 7
hari berturut-turut. (Sitorus, 2006).
f. Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah
metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam suatu ruang
rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
1) Kepala ruang rawat
2) Clinical care manager
3) Perawat primer
4) Perawat asosiet
g. Pengembangan Standar Rencana Asuhan Keperawatan
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu perawat
menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk melakukan
tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar renpra menunjukan asuhan
keperawatan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori keperwatan yang
kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan professional. Format
standar renpra yang digunakan biasanya terdiri dari bagian-bagian tindakan
keperawatan: diagnose keperawatan dan data penunjang, tujuan, tindakan
keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus, 2006).
h. Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan

Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang diperlukan


adalah (Sitorus, 2006) :
1) Format pengkajian awal keperawatan
2) Format implementasi tindakan keperawatan
3) Format kardex
4) Format catatan perkembangan
5) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
6) Format laporan pergantian shif
7) Resume perawatan
i. Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas
yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di
perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
1) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi nama PP
dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali saat melakukan
kontrak dengan klien/keluarga
2) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta dokter
yang merawat klien.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,
2006):
a. Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang yang
sudah ditentukan.
b. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari. Konferensi
dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal
dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri sehingga dapat
mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
c. Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde dengan
porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan setiap hari.
Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana bagi PP untuk
memperoleh tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus, 2006).
d. Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada
standar tersebut. (Sitorus, 2006).
e. Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara perawat
dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan. Kontrak ini
diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan klien dapat terbina.
Kontrak diawali dengan pemberian orientasi bagi klien dan keluarganya. (Sitorus,
2006).
f. Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.

10

PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang


dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
g. Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam membimbing
PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi MPKP
dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat kesinambungan
bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini menjadi sangat
diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu anggota tim/panitia
yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan kepada PP dan PA. Bila
sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku komunikasi CCM tidak
diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
h. Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat kepada klien.
Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi penting.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen evaluasi
MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali dalam seminggu.
Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini maslah-masalah yang
ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau bimbingan. Evluasi hasil
(outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
a.
Memberikan instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien
pulang.
b.
Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai berdasarkan
dokumentasi.
c.
Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d.
Penilaian rata-rata lama hari rawat.
4. Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian asuhan
keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang lebih optimal,
perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan keperawatan. Pada ruang
MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan karena sudah ada sistem yang
tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
a. MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP pemula
diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga mempunyai kemampuan
sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan pendidikan tambahan tersebut berperan
sebagai PP (bukan PP pemula). (Sitorus, 2006).
b. MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP tingkat I, PP
adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan keperawatan berdasarkan ilmu
dan teknologi mutakhir, diperlukan kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan
berperan sebagai CCM. Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan
menjadi ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c. MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini perawat
dengan kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi doktor keperawatan.
Perawat diharapkan lebih banyak melakukan penelitian keperawatan eksperimen yang
dapat meningkatkan asuhan keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu
keperawatan. (Sitorus, 2006).
11

F. Macam-macam Metode Penugasan MPKP dalam Keperawatan


1. Metode Kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali
digunakan. Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian
asuhan keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat
akan memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada
kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien. (Sitorus, 2006).
Agar pemanfaatan tenaga yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga
tuntutan peran yang diharapkan dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu
kedokteran, kemudian dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).
2. Metode Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien.
Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila
jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang
diterimanya. (Sitorus, 2006).
Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik
Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi
Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
3. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif
(Douglas, 1992). Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota
kelompok mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus,
2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan.
12

2) Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,


supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan.
3) Tanggung jawab ketua tim adalah :
Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok dan
memberikan bimbingan melalui konferensi
Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra tertulis
yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi. Anggota tim
harus menghargai kepemimpinan ketua tim. Peran kepala ruangan penting dalam
metode tim. Metode tim akan berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang
untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
1) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
2) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
3) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
4) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
5) Menjadi narasumber bagi ketua tim
6) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
7) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka
Hasil penelitian Lambertson dalam Douglas (1992) menunjukkan bahwa
metode tim jika dilakukan dengan benar adalah metode pemberian asuhan yang tepat
untuk meningkatkan kemanfaatan tenaga keperawatan yang bervariasi
kemampuannya. (Sitorus, 2006).
Kekurangan metode ini, kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal
sehingga pakar mengembangkan metode keperawatan primer. (Sitorus, 2006).
4. Metode perawatan primer
Menurrut Gillies (1989) Keperawatan primer merupakan suatu metode
pemberian asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan
berkesinambungan antara klien dan seorang perawat tertentu yang
bertanggungjawab dalam perencanaan, pemberian, dan koordinasi asuhan
keperawatan klien, selama klien dirawat. (Sitorus, 2006).
Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) disingkat
dengan PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006).
Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien dan bertanggungjawab selama
24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di suatu unit. Perawat akan
melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan merencanakan asuhan
keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan klien. Jika PP tidak sedang
bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain (associated
nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff
keperawatan. (Sitorus, 2006).
13

Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan


keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal
perjanjian klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya
kewenangan, dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan
yang diberikan. Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan
terhadap klien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan
koordinasi
asuhan keperawatan.
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk
pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan
klien. Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa
mendapat informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif. (Sitorus,
2006).
Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui
keadaan klien. Keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit
tidak harus memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus
merupakan perawat yang bermutu tinggi. (Sitorus, 2006)
Huber (1996) menjelaskan bahwa pada keperawatan primer dengan asuhan
berfoukus pada kebutuhan klien, terdapat otonomi perawat dan kesinambungan
asuhan yang tinggi. Hasil penelitian Gardner (1991) dan Lee (1993) dalam Huber
(1996) mengatakan bahwa mutu asuhan keperawatan lebih tinggi dengan
keperawatan primer daripada dengan metode tim. Dalam menetapkan seseorang
menjadi PP perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa kriteria, yaitu perawat
yang menunjukkan kemampuan asertif, perawat yang mandiri, kemampuan
menmgambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klini, akuntabel,
bertanggung jawab serta mampu berkolaborasi dengan baik dengan berbagai
disiplin. Di negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai PP adalah
seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist) dengan kualifikasi master
keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995), Kozier et al (1997) seorang PP
bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang terkait dengan asuhan
keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah sarjana
keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006)
5. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan
bahwa differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin
mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat
dua model yaitu model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi,
perawat terdaftar (registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan
struktur peran yang sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan,
14

penetapan tugas keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan


pendidikan, perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap
perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
6. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara
multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota
tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir
asuhan kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000)
mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan
kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup,
dan efisiensi pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi,
koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan
pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama
yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar
institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus, 2006).

BAB III
PENUTUP

15

A. Kesimpulan
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) memiliki salah satu tujuan yaitu
menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan, MPKP juga memiliki
4 pilar yaitu Pendekatan Manajemen Keperawatan, System Penghargaan, Hubungan
Professional dan Manajemen Asuhan Keperawatan.
MPKP adalah suatu system yang terstruktur, berproses dan terdapat nilai-nilai
professional yang memungkinkan perawat professional mengatur pemberian asuhan
keperawatan, termasuk lingkungan untu menopang pemberian asuhan keperawatan
terrsebut. Saat ini, praktik pelayanan keperawatan di banyak rumah sakit di Indonesia
belum mencerminkan praktik pelayanan professional. Metode pemberian asuhan
keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan
kebutuhan klien, melaikan lebih berorientasi pada pelaksaan tugas.
B. Saran
Sebagai perawat, kita diharapkan kita mampu memahami konsep MPKP sehingga
nantinya kita dapat menerapkan konsep tersebut ketika kita sudah bekerja.

Daftar Pustaka
Asmuji. 2012. Manajemen Keperawatan Konsep & Aplikasi. Ar-Ruz Media:
Jogjakarta
16

Hasibuan, Malayu. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi
Aksara, Jakarta
Sitorus, Ratna Dr. 2006. Model Praktik Keperawatan Profrsionaldi Rumah Sakit. EGC
: Jakarta
Siagian, Sondang P. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama,
Cetakan keempatbelas. Bumi Aksara : Jakarta
Sutopo. 2000. Pelayanan Prima. Lembaga Administrani Negara : Jakarta

17

Anda mungkin juga menyukai