Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)


A. Definisi
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut
terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang
dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian. (Depkes, 2006). Infeksi virus
dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF),
dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan
meningkat pada musim hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang
masih menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya
angka morbiditas dan mortalitas (Depkes, 2006).
Adapun derajat beratnya penyakit DHF sesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa
penderita DHF dalam perjalanan penyakit terdapat derajat I dan IV. (Sumarmo, 1983)
antara lain :
1. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi
perdarahan ringan. Yaitu uji tes rumple leed yang positif.
2. Derajat II (Sedang )
Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena ditemukan perdarahan
spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan
gusi, hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan aliran darah perifer ringan yaitu
kulit yang teraba dingin dan lembab.
3. Derajat III ( Berat )
Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi
cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang
dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.

4. Derajat IV
Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat diukur dan nadi yang
tidak dapat diraba.
B. Anatomi Fisiologi
Menurut Syaifuddin, 1997 hal 4:
a.

Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu:

1) Eritrosit (Sel Darah Merah)


Eritrosit merupaka sel darah yang telah berdeferensiasi jauh dan mempunyai fungsi khusus
untuk transport oksigen. Pada pria jumlah eritrosit 5-5,5 juta/mmk dan wanita 4,5-5
juta/mm3.
2) Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5000-9000/mm3. lekosit ikut serta
dalam pertahanan seluler dan hormonal (zat setengah cair) organisme asing dan
melakukan fungsinya di dalam jaringan ikat, melakukan gerakan amuboid, membantu
untuk menerobos dinding pembuluh darah ke dalam jaringan ikat.
3) Trombosit (Sel Pembeku Darah)
Keping darah berwujud cakaram. Protoplasmanya kecil yang dalam peredaran darah tidak
berwarna, jumlahnya bervariasi antara 200.000-300.000/mm3 darah. Fungsi trombosit
penting dalam pembekuan darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit dengan cepat
menggumpal melekat satu sama lain dan menjadi fibrin. Masa trombosit yang
menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk pembekuan.
b.

Struktur Sel:

1) Membran Sel (Selaput Sel)


Membran sel merupakan struktur elastis yang sangat tipis, tebalnya hanya 7,5-10nm (nano
meter). Hampir seluruhnya terdiri dari keping0keping halus gabungan protein lemak yang
merupakan tempat lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas
untuk mengatur hidup sel dan menerima segala bentuk rangsangan yang datang.

2) Plasma (Sitoplasma)
Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma adalah bahan anorganik (garam, mineral, air,
oksigen, karbon dioksida dan amoniak), bahan organis (karbohidrat, lemak, protein,
hormon, vitamin dan asam nukleat) dan peralatan sel yang disebut organes sel yang terdiri
dari ribosom, retikulum endoplasma, mitokondria, sentrosom, alat golgi, lisosom dan
nukleus.
C. Penyebab Timbulnya Penyakit DHF (Etiologi)
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya virus
yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina).
Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vektor
virus dia juga menjadi hospes. reservoir virus tersebut yang paling bertindak menjadi
vektor adalah berturut-turut nyamuk. (Soegijanto,2004)
Menurut WHO Penyebaran dari virus dengue yaitu:
1) Telur
Telur Aedes Aegypti diletakkan satu persatu pada permukaan lembab tepat di atas
batas air. Masa perkembangan embrio adalah 48 jam pada lingkungan yang hangat
dan lemba, telur menetap bila wadah tergenang air.
2) Jentik dan Pupa
Tempat bertelur Aedes Aegypti adalah di perumahan yaitu, wadah air buatan manusia,
meliputi botol minuman, bak mandi, bambu, botol, kaleng, cangkir, plastik, pipa saluran
dan perangkap semut di kaki meja.
3) Kebiasaan menghisap darah
Menggigit aktif di siang hari, nyamuk betina mempunyai dua waktu aktifitas
menggigit, yaitu beberapa jam di pagi hari dan beberapa jam sebelum gelap.
4) Kebiasaan hinggap

Aedes Aegypti lebih suka beristirahat di tempat yang gelap, lembab. Misalnya: tempat
tidur, kloset, kamar mandi dan dapur. Tempat berisitirahat di dalam rumah di bawah
perabotan benda-benda yang digantung, seperti baju, tirai dan dinding.
5) Jangkauan terbang
Nyamuk betina dewasa menyebar lebih dari 400 meter untuk mencari tempat bertelur.
Morbilitas dan mortalitas demam berdarah dengue bervariasi dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain status imunologi penderita, kepadatan vektor nyamuk,
transmisi virus dengue, virulensi virus dan kondisi geografi setempat.
6) Siklus penularan
Nyamuk Aedes Aegypti biasanya terinfeksi virus dengue pada saat nyamuk Aedes Aegypti
menghisap darah dari seseorang yang sedang berada pada tahap demam akut. Setelah
melalui periode inkubasi ekistik selama 8-10 hari, kelenjar ludah yang bersangkutan akan
menjadi terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut mengigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa
inkubasi di tubuh manusia selama 3-14 hari timbul gejala-gejala awal penyakit secara
mendadak yang ditandai dengan demam, pusing, myalgia, hilangya nafsu makan dan
berbagai tanda dan gejala non-spesifik seperti nausea, muntah dan ruam pada kulit.
D. Patofisiologi penyakit DHF
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan
kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody.
Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan
dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh
darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.
Fenomena patologis utama yang menentukan berat penyakit DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah (kapiler), yang mengakibatkan
terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler
mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang otomatis jumlah trombosit berkurang
(trombositopenia), terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah) yang dikarenakan
kekurangan haemoglobin, plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari

permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa terjadinya hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai hematokrit menimbulkan dugaan
bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerahekstra vaskuler melalui
kapiler yang rusak. (Sri rejeki H.Hadinegoro,2001)
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel
dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik.
Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian.
E. Gambaran Klinis DHF
Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu
self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus Dengue
pada manusia mengakibatkan suatu spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara
penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic fever dan dengue shock
syndrom. (Depkes,2006)
a. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti anoreksia,
lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya gejala klinik ini
tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis.
b. Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk perdarahan dapat berupa
uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang
paling parah adalah melena.
c. Hepatomegali

Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadangkadang juga di
temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.
d. Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan ketujuh sakit.
Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai prognosa buruk. Penderita
DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab
dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan akhirnya shock.
e. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila dibawah 150.000/mm3
biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh sakit.
f. Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator yang peka terhadap terjadinya shock
sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara periodik.
g. Gejala Klinik Lain
Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium, muntah-muntah,
diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006)
F. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang
Setiap penderita dilakukan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan lengkap
darah, sangatlah penting karena pemeriksaan ini berfungsi untuk mengikuti perkembangan
dan diagnosa penyakit. Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bagian
cairan disebut plasma dan bagian padat disebut sel darah. Volume dari darah secara
keseluruhan sekitar 5 liter, yaitu 55 % cairan dan 45 % sisanya terdiri dari sel darah yang
dipadatkan yang berkisar 40-47 % (Evelyn Pearce,1990) Sel darah meliputi sel darah
merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan trombosit. Eritrosit bentukya seperti cakram
kecil bikonkaf, cekung pada sisinya. Jumlah eritrosit pada darah normalnya 5.000.000/l.
Lekosit terdiri dari dua yaitu non granulosit dan granulosit. Sel granulosit terdiri dari
neutrofil, eosinofil, basofil. Sel non granulosit terdiri dari limfosit dan monosit. Sel lekosit
merupakan sel yang peka terhadap masuknya agen asing dalam tubuh dan berfungsi
sebagai sistim pertahanan tubuh. Jumlah normal dalam darah 8.000 l. Sel ini diproduksi

di sumsum tulang belakang. Trombosit ukurannya sepertiga ukuran sel darah merah.
Jumlahnya

sekitar

300.000/l.

Perannya

penting

dalam

penggumpalan

darah

(A.V.Hoffbrand,J.e.Pettit,1996). Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :


1. Pemeriksaan uji Tourniquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF. Uji
rumpel leed merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan
sistem vaskuler dan trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae
dalam diameter 2,8 cm di lengan bawah bagian depan termasuk lipatan siku
(Depkes,2006). Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan pembendungan akan
tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang di sebut Ptechiae (R.Ganda
Soebrata,2004).
2. Radiologi photo thorax
50% ditemukan efusi pleura, terjadi karena adanya rembesan plasma.
3 Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran
/perembesan pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan menyebabkan
terjadinya hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan
kadar hemaglobin dapat dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth
hemoglobin), metode yang dilakukan adalah metode fotoelektrik. Prinsip : Metode
fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth
hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi
larutan diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau (R.Ganda Soebrata,2004).
b. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan terjadinya hemokonsentrasi, yang
merupakan indikator terjadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%.
Pemeriksaan kadar hematokrit dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro. Prinsip :
Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut
dengan % dari volume darah itu (R.Ganda Soebrata,2004).

c. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa
sebagai pasien DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti
bahwa jumlah trombosit tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit <
100.000 /l atau kurang dari 1-2 trombosit/ lapang pandang dengan rata-rata pemeriksaan
10 lapang pandang pada pemeriksaan hapusan darah tepi. Prinsip : Darah diencerkan
dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel trombosit)
dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah trombosit per /l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
d. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai lekopenia
ringan. Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua
sel kecuali sel lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi
jumlah lekosit per /l darah (R.Ganda Soebrata,2004).
e. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup kebocoran
dinding pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang.
Berkurangnya jumlah trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan
hemostatis sehingga waktu perdarahan dan pembekuan menjadi memanjang. Prinsip :
Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah dilakukan
penusukan pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut secara spontan.
(R.Ganda Soebrata,2004).
f. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis. Prinsip :
Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari keluarnya
darah sampai membeku. (R.Ganda Soebrata,2004).
g. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru 4 %
dengan berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit

Monositoid mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan
limfosit non monositoid (plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM
positif. (E.N Kosasih,1984). Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100
sel jenis-jenis lekosit.
Penderita DHF sering muncul limfosit plasma biru, hal ini disebabkan karna limfosit
merupakan satu-satunya sel tubuh yang mampu mengenal antigen secara spesifik dan
mampu membedakan penentu antigenik, sehingga respon imunnya bersifat spesifik.
Respon imun spesifik adalah reaksi tubuh terhadap antigen mencakup rangkain interaksi
selluler yang di ekspresikan dengan panyebaran produk-produk sel spesifik. Sel yang
berperan dalam respon imun spesifik adalah limfosit, yaitu limfosit B dan limfosit T.
Limfosit yang normal berukuran kecil, kira-kira sebesar eritrosit, berbentuk bulat dengan
diameter 8-10 . Inti limfosit penuh hampir mengisi sebagian besar dari ukuran sel,
kromatin padat dan berwarna biru, sitoplasma tidak mengandung granula (A.V.Hoffbard
1996). Limfosit yang berstimulasi dengan antigen akan mengalami perubahan struktural
dan biokimia. Istilah yang biasa untuk menggambarkan perubahan morfologi tersebut
antara lain limfosit plasma biru, limfosit reaktif, limfosit atipik. Limfosit Plasma Biru
adalah mononucleus yang besar dengan kromatin nucleus yang homogen dan halus dengan
sitoplasma biru tua dan bervakuola, berdiameter 20. Jumlah limfosit plasma biru yang
ditemukan pada preparat darah hapus untuk penyakit DHF biasanya 4 % dan apabila
dilakukan pemeriksaan lmfosit plasma biru pada buffy coat akan terlihat lebih banyak /
meningkat 20% - 50%. (Imam Budiwiyono,2002) Peningkatan jumlah limfosit
atipik/limfosit plasma biru 4 % di daerah darah tepi dan dijumpai pada hari sakit 3-7 (Sri
Rejeki Hadinegoro,2001). Limfosit plasma biru pada preparat darah tepi ada bermacammacam. Macam-macam limfosit plasma biru yang dapat kita lihat pada preparat darah
hapus adalah bentuk monositoid, plasmasitoid, dan bentuk blastoid. Bentuk monositoid
cirinya yaitu set oval besar, inti berbentuk oval atau melekuk kromatin inti menggumpal.
Irregular pada sitoplasma terdapat vakuolisasi. Bentuk plasmasitoid cirinya yaitu
sitoplasma lebar dengan inti seperti pada sel plasma sitoplasma biru muda/biru gelap dan
ada daerah perinuklear yang jernih. Bentuk blastoid cirinya yaitu sel bulat inti terdapat
nukleoli sitoplasma biru gelap. Terdapat limfosit plasma biru dalam bentuk monositoid
dengan IgG positif berhubungan dengan DBD derajat penyakit II, sedangkan bila
ditemukan limfosit plasma biru dalam bentuk blastoid dan plasmasitoid IgM positif
berhubungan dengan DHF derajat penyakit I (Imam Budiwiyono,2002). Selain

ditemukannya peningkatan jumlah limfosit pada darah tepi juga dapat dilakukan
pemeriksaan lain yang juga menunjukkan kespesifikan daripada penyakit DHF (Dengue
Hemorrhagic Fever).
f. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif
menandakan infeksi primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada infeksi
sekunder lebih tinggi, tetapi pada infeksi primer lebih rendah, dan harganya relatif lebih
mahal. Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh antihuman IgM dan IgG yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa (Suroso
dan Torry Chrishantoro,2004).
G. Komplikasi
a. Menurut WHO, 1999, komplikasi Dengue Haemorrhagic fever adalah:
b. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada demam berdarah dengue dengan shock atau
tanpa shock.
c. Kejang halus terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin hanya kejang
demam sederhana, karena cairan cerebrospinal ditemukan normal.
d. Oedema paru dapat terjadi karena hidrasi yang berlebihan selama proses penggantian
cairan.
e. Pneumonia mungkin terjadi karena adanya komplikasi iatrogenik serta tirah baring
yang lama.
f. Sepsis gram negatif dapat terjadi karena penggunaan i.v line terkontaminasi
H. Penatalaksanaan Medik
Menurut Depkes RI, 2000, hal 26, penatalaksanaan dari DBD adalah sebagai berikut:
a. kasus ringan sampai sedang (Derajat I dan II), pemberian terapi cairan i.v bagi pasien
dilakukan selama jangka waktu 2-24 jam.
b. pasien yang menunjukkan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang dari
50.000/mm3 atau menunjukkan perdarahan spontan selain ptekie harus dirawat.
c. tatalaksana demam DBD adalah memberikan obat antipiretik tetapi jangan diberikan
salisilat.
d. demam tinggi, anoreksia, mual dan muntah akan menyebabkan rasa haus dan
dehidrasi, oleh karena itu harus terus menerus diberi minum sampai pada batas
kemampuannya. Cairan rehidrasi oral yaitu cairan yang biasa digunakan untuk
mengobati diare dan atau jus buah lebih dianjurkan dari pada air putih.

e. pemeriksaan hematokrit berkala akan mencerminkan tingkat kebocoran plasma dan


kebutuhan pemberian cairan i.v. Kadar hematokrit harus pula diamati setiap hari,
terhitung mulai hari ketiga sampai suhu tubuh menjadi normal kembali selam satu
atau dua hari.
f. penggantian cairan plasma pada pasien Dengue Syok Syndrome.
g. koreksi gangguan elektrolit dan metabolik harus dilakukan secara berkala. Tindakan
awal pemberian cairan pengganti dan tindakan awal koreksi asidosis dengan natrium
bikarbonat akan memberikan hasil yang memuaskan.
h. pemberian obat sedatif kadang diperlukan untuk menenangkan pasien yang gelisah.
i. terapi oksigen harus diberikan pada pasien yang mengalami syok.
j. transfusi darah dianjurkan untuk diberikan pada kasus yang menunjukkan tanda
perdarahan.
k. penggantian cairan pada DBD harus sama dengan jumlah cairan elektrolit yang
hilang, jadi harus diberika 10mg/kgBB untuk seiap 1% hilangnya berat badan.

Anda mungkin juga menyukai