Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

KAJIAN PUSTAKA

4.1

Tinjauan Teori yang Relevan dengan Fenomena yang Diteliti


Dalam Kajian Teoritis ini, Penulis menggunakan Teori-teori yang

berkaitan dengan penelitian yang penulis butuhkan, Adapun teoti-teori


yang peneliti gunakan adalah tentang Pengertian Koordinasi.
4.1.1 Koordinasi
Menurut Handayaningrat dalam Moekijat (1994 : 42-43) Ciri-ciri
koordinasi terdiri dari :
a. Tanggung Jawab Koordinasi terletak pada pimpinan.
Menurut Moekijat (1994 : 1)
Koordinasi adalah penting dalam organisasi-organisasi yang
kompleks, karena disitu terdapat banyak kegiatan yang
berlainan dilakukan oleh banyak orang dalam banyak
bagian. Kebutuhan akan koordinasi timbul sewaktu-waktu
apabila satu orang atau kelompok bertanggung jawab dalam
kesempurnaan suatu tugas.
Dale Yoder dalam Moekijat (1994:9) menyatakan bahwa
pengkoordinasian adalah memelihara hubungan-hubungan efektif
diantara sumbangan-sumbangan para peserta menurut penentuan
waktu dan imbangan dalam operasi secara keseluruhan.
Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam hal tanggung
jawab dalam koordinasi, Moekijat (1994:35) menyatakan bahwa

100

101

organisasi yang masih kecil mungkin tidak memerlukan


spesialisasi. Akan tetapi apabila organisasi itu tumbuh menjadi
besar dan mengandung banyak kegiatan berlainan, maka perlu
membagi tugas-tugas yang penting dalam tanggung jawab bagianbagian.bagian ini perlu dikoordinasikan dalam suatu unit kerja.
Follet dalam Moekijat (1994:39) menyatakan bahwa
koordinasi dapat lebih muda dicapai melalui hubungan probadi
langsung diantara orang-orang yang bertanggung jawab. Melalui
hubungan pribadi langsung, ide-ide, cita-cita, tujuan-tujuan,
pandangan-pandangan dapat dibicarakan dan salah paham,
apabila ada, dapat dijelaskan jauh lebih baik ketimbang metode de
apapun lainnya.
Suksesnya koordinasi mempengaruhi produkfitas pada
tingkat kepemimpinan dan supervise. Moekijat (1994 : 91)
menyatakan bahwa Kepemimpinan yang efktif menjamin koordinasi
kegiatan orang-orang, baik pada tingkat perencanaan maupun
pada tingkat pelaksanaan. Pemimpin yang efektif membuat
kepercayaan terhadap orang-orang bawahan dan memelihara juga
semanat kerja mereka.
b. Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama
Menurut Moekijat (1994:42) Koordinasi adalah suatu usaha
kerja sama. Hal ini disebabkan karena kerja sama merupakan syarat
mutlak terselenggaranya koordinasi dengan sebaik-baiknya.
Menurut Nitisemito dalam Moekijat (1994:7) Koordinasi adalah
tindakan

seorang

manajer

untuk

mengusahakan

terjadinya

102

keselarasan,

antara

tugas/pekerjaan

yang

dilakukan

oleh

seseorang/bagian yang satu dengan orang/bagian yang lain.


Kerja sama dalam Koordinasi seperti Ateng dalam Moekijat
(1994:7) menyatakan bahwa Koordinasi disini adalah suatu proses
rangkaian kegiatan menghubungi,bertujuan untuk mengserasikan tiap
langkah dan kegiatan dalam organisasi agar tercapai gerak yang cepat
untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
c. Koordinasi adalah Proses yang terus menerus (Continues Process)
Menurut Moekijat (1994:40) Koordinasi merupakan suatu proses
yang kontinu dan harus berlangsung pada semua waktu mulai dari
tahap perencanaan. Oleh karena koordinasi merupakan dasar struktur
organisasi, maka koordinasi harus berlangsung selama perusahaan
melaksanakan fungsinya.
Menurut Pamudji dalam Moekijat (1994:38) menyatakan bahwa,
empat prinsip utama koordinasi adalah :
1. Koordinasi harus dimulai dari permulaan sekali;
2. Koordinasi adalah tahap yang terus menerus;
3. Sepanjang kemungkinan koordinasi harus merupakan
pertemuan-pertemuan bersama;
4. Perbedaan-perbedaan dalam pandangan harus dikemukakan
secara terbuka dan diselidiki dalam hubungan situasi
seluruhnya.
Pentingnya Pengaturan dalam Proses yang terus menerus
terdapat pada pernyataan Moekijat (1994:38) yang menyatakan bahwa
adanya ketaatan atau loyalitas dari setiap pihak terhadap bagian tugas
masing-masing serta jadwal yang telah ditetapkan dan adanya saling

103

tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai


kegiatan dan hasilnya pada suatu saat tertentu, termasuk masalahmasalah yang dihadapi masing-masing.
Henry dan Carroll dalam Moekijat (1994:4) menyatakan bahwa
Coordination is the development and maintenance of the proper
integrative

relationships

between

activities

in

an

organization

(Koordinasi adalah pengembangan dan pemeliharaan hubungan


hubungan secara terpadu diantara kegiatan-kegiatan dalam suatu
organisasi). Selanjutnya Henry dan Carroll dalam Moekijat (1994:5)
menyatakan
memelihara

Koordinasi

adalah

hubungan-hubungan

proses
yang

mengembangkan
baik

diantara

dan

kegiatan-

kegiatan, apakah kegiatan-kegiatan itu kegiatan Badaniah atau


rohaniah.
d. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur
Moekijat (1994:2) menyatakan

bahwa

Koordinasi

adalah

penyelerasan secara teratur atau penyusunan kembali kegiatankegiatan yang saling bergantung dari individu-individu untuk mencapai
tujuan bersama.
Handayaningrat dalam Moekijat (1994:43) menyatakan bahwa
koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan
terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerjasama di
dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

104

James

Mooney

dalam

Moekijat

(1994:4)

merumuskan

koordinasi sebagai the orderly arrangement of group effort, to provide


unity of action in the pursuit of a common purpose (pengaturan usaha
kelompok secara rapi untuk memberikan kesatuan tindakan guna
mencapai tujuan bersama.
Colquitt, LePine, dan Wesson dalam Moekijat (1994 : 49)
mengemukakan bahwa Kinerja adalah nilai serangkaian perilaku
pekerja yang memberikan kontribusi baik secara positif maupun
negatif, pada penyelesaian tujuan organisasi.
Dalam pengaturan usaha juga terdapat efisiensi sebagaimana
Pitfield dalam Moekijat (1994:5) menyatakan bahwa Coordination. This
refers to efficient organization of work within a team as a contribution
to the total efficiency (Koordinasi. Ini menunjukkan pengaturan
pekerjaan dalam suatu tim yang efisien sebagai suatu bantuan kepada
efisiensi secara keseluruhan).

e. Konsep Kesatuan Tindakan


Handayaningrat dalam Moekijat (1994:6) menyatakan bahwa
Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang berbedabeda. Agar kegiatan daripada bagian-bagian itu selesai pada
waktunya, sehingga masing-masing dapat memberikan sumbangan

105

usaha-usaha

secara

maksimal,

agar

diperoleh

hasil

secara

keseluruhan.
Dalam Konsep Kesatuan Tindakan tentu harus diatur dengan
perencanaan, Moekijat (1994:39) menyatakan bahwa
Koordinasi dapat dicapai lebih mudah dalam tingkat-tingkat awal
perencanaan dan pembuatan kebijaksanaan. Misalnya sambal
mempersiapkan rencana itu sendiri harus ada konsultasi bersama.
Dengan cara demikian tugas penyesuaian dan penyatuan dalam
proses pelaksanaan rencana menjadi lebih mudah.
Selain

itu

Hicks

dan

Gullet

dalam

Moekijat

(1994:37)

menyatakan bahwa hasil kerja organisasi yang efektif tercapai apabila


semua orang dan sumber daya diselaraskan, diseimbangkan, dan
diberikan pengarahan. Berkaitan dengan pernyataan dalam hal
sumber daya maka pendanaan menjadi bagian dari sumber daya
untuk mencapai hasil kerja organisasi yang efektif.
f. Tujuan Koordinasi adalah tujuan bersama (Common Purpose)
Koontz

dalam

Moekijat

(1994:3)

menyatakan

bahwa

Coordination is achieving harmony of individual and group efforts


toward the accomplishment of group purposes and objectives.
Selaras dengan pendapat diatas, Hampton dalam Moekijat
(1994:5) menyatakan bahwa agar pelaksanaan pekerjaan menjadi
sukses maka organisasi memerlukan penyatupaduansumbangan dari
unit-unti khusus. Untuk tujuan kita, ini yang dimaksud dengan
koordinasi.

106

Purwanto

dalam

Moekijat

(1994:7)

menyatakan

bahwa

Koordinasi adalah aktivitas membawa orang-orang, material, pikiranpikiran, teknik-teknik dan tujuan-tujuan ke dalam hubungan yang
harmonis dan produktif dalam mencapai suatu tujuan, oleh karena itu
untuk memaksimalkan hal tersebut, maka diperlukan ketepatan
penggunaan. Ketepatan Penggunaan merupakan salah satu hal yang
harus diperhatikan dalam melaksanakan tujuan agar hasil yang
didapat berguna dan efektif.
Dalam mewujudkan tujuan bersama maka perlu adanya
sasaran, sebagaimana Stoner dan Wankel dalam Moekijat (1994:4)
menyatakan bahwa Koordinasi adalah penyatupaduan kegiatankegiatan dari bagian-bagian organisasi yang terpisah untuk mencapai
sasaran-sasaran organisasi.

4.2 Tinjauan Normatif yang Relevan dengan Fenomena


4.2.1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Penanggulangan Kemiskinan merupakan salah satu target agar
tercapainya tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 Alinea ke-4 yaitu melindungi segenap bangsa

107

Indonesia

dan

kesejahteraan
melaksanakan

seluruh

umum,

tumpah

darah

mencerdaskan

ketertiban

dunia

yang

Indonesia,

kehidupan

memajukan

bangsa

berdasarkan

dan

ikut

kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan yang dibuat
berlandaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 terlihat pada pasal 34
yang bahwa :
1. Fakir Miskin dan Anak-anak terlantar dipelihara oleh negara
2. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat
dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
4.2.2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan
Sosial
Dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial, diperlukan peran
masyarakat yang seluas-luasnya baik perseorangan, keluarga, organisasi
keagamaan,

organisasi

sosial

kemasyarakatan,

lembaga

swadaya

masyarakat, organisasi profesi, badan usaham lembaga kesejahteraan


sosial,

maupun

lembaga

kesejahteraan

sosial

asing

demi

terselenggaranya kesejahteraan sosial yang terarah, terpadu dan


berkelanjutan.

108

UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial mengatur


tentang tujuan Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang terlihat
tercantum pada Pasal 3 UU Nomor 11 Tahun 2009 bahwa ;
1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bertujuan :
a. Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan
hidup;
b. Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian;
c. Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan
menangani masalah kesejahteraan sosial;
d. Meningkatkan kemampuan, kepedulian, dan tanggung jawab sosial
dunia usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara
melembaga dan berkelanjutan;
e. Meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan, dan
f. Meningkatkan
kualitas
manajemen
Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial.
Adapun Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ditujukan Kepada
Perseorangan, Keluarga, Kelompok, dan Masyarakat, sebagaimana
tercantum pada Pasal 5 dan 6 UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang
Kesejahteraan Sosial, bahwa ;
1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial ditujukan kepada :
a. Perseorangan;
b. Keluarga :
c. Kelompok; dan / atau
d. Masyarakat.
2. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial diprioritaskan kepada
mereka yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara
kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial :
a. Kemiskinan;
b. Ketelantaran;
c. Kecacatan;
d. Keterpencilan;
e. Ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku;
f. Korban Bencana; dan / atau

109

g. Korban tindak kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.


3. Adapun penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial meliputi :
a. Rehabilitasi Sosial;
b. Jaminan Sosial;
c. Pemberdayaan Sosial; dan
d. Perlindungan Sosial.
4.2.3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan
Fakir Miskin
Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Negara
berkewajiban mensejahterahkan seluruh warga negaranya dari kondisi
kefakiran dan kemiskinan sebagaimana diamantkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kewajiban Negara dalam membebaskan dari kondisi tersebut
dilakukan melalui upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan
hak atas kebutuhan dasar. Upaya tersebut harus dilakukan oleh negara
sebagai prioritas utama dalam pembangunan nasional termasuk untuk
mensejahterakan fakir miskin.
Dalam

mewujudkan

hal

diatas

Penanganan

Fakir

Miskin

sebagaimana terlihat pada pasal 3,5,6,7,12,17 Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin bahwa ;
1. Fakir Miskin berhak :
a. Memperoleh kecukupan pangan, sandang dan perumahan;
b. Memperoleh Pelayanan Kesehatan;
c. Memperoleh Pendidikan yang dapat meningkatkan martabatnya;

110

d. Mendapat
perlindungan
sosial
dalam
membangun,
mengembangkan dan memberdayakan diri dan keluarganya
sesuai dengan karakter budayanya;
e. Mendapat pelayanan sosial dalam membangun, mengembangkan
dan memberdayakan diri dan keluarganya sesuai dengan
karakter budayanya;
f. Memperoleh derajat kehidupan yang layak;
g. Memperoleh lingkungan hidup yang sehat;
h. Meningkatkan kondisi kesejahteraan yang berkesinambungan;
dan
i. Memperoleh pekerjaan dan kesempatan berusaha.
2. Penanganan fakir miskin dilaksanakan secara terarah, terpadu dan
berkelanjutan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
3. Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada :
a. Perseorangan ;
b. Keluarga ;
c. Kelompok; dan/atau
d. Masyarakat.
4. Penanganan Fakir Miskin dilaksanakan dalam bentuk :
a. Pengembangan Potensi diri;
b. Bantuan Pangan dan Sandang;
c. Penyediaan Pelayanan Perumahan;
d. Penyediaan Pelayanan Kesehatan;
e. Penyediaan Pelayanan Pendidikan;
f. Penyediaan akses kesempatan kerja dan berusaha;
g. Bantuan hukum;dan/atau
h. Pelayanan Sosial.
5. Penanganan fakir miskin dapat dilakukan melalui :
a. Pemberdayaan kelembagaan masyarakat;
b. Peningkatan kapasitas fakir miskin untuk mengembangkan
kemampuan dasar dan kemampuan berusaha;
c. Jaminan dan perlindungan sosial untuk memberikan rasa aman
bagi fakir miskin;
d. Kemitraan dan Kerja sama antar pemangku kepentingan;
dan/atau
e. Koordinasi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
6. Pemerintah
dan
Pemerintah
daerah
bertanggung
jawab
mengembangkan potensi diri bagi perseorangan, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat.

111

7. Pengembangan potensi diri dilaksanakan mellui bimbingan mental,


spiritual, dan keterampilan.
8. Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
menyediakan akses kesempatan kerja dan berusaha, yang dilakukan
melalui upaya :
a. Penyediaan Informasi Lapangan Kerja;
b. Pemberian Fasilitas Pelatihan dan Keterampilan;
c. Peningkatan akses terhadp pengembangan usaha mikro;
dan/atau
d. Penyediaan Fasilitas bantuan permodalan.
4.2.4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah mengatur bahwa urusan Pemerintahan Wajib dibagi menjadi dua
yaitu Urusan Wajib berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan tidak
wajib yang tidak berkaitan dengan non-pelayanan dasar. Urusan
Pemerintahan Wajib tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar diatur pada
Pasal 12 Ayat (2) bahwa ;
1. Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi :
a. Tenaga Kerja;
b. Pemberdayaan Masyarakat;
c. Pangan;
d. Pertanahan;
e. Lingkungan Hidup;
f. Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil;
g. Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
h. Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana;
i. Perhubungan;
j. Komunikasi dan Informatika;
k. Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah;
l. Penamaman Modal;

112

m. Kepemudaan dan Olah raga;


n. Statistik;
o. Persandian;
p. Kebudayaan;
q. Perpustakaan; dan
r. Kearsipan.

4.2.5

Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009 Tentang Koordinasi


Penanggulangan Kemiskinan.
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan

memerlukan

langkah-langkah

penanganan

dan

pendekatan

yang

sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan


memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak untuk menempuh
dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Penulis menggunakan Peraturan Presiden ini untuk meninjau halhal normatif tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan, seperti
yang terdapat pada pasal 4,6 dan 7 Perpres Nomor 13 Tahun 2009
Tentang Penanggulangan Kemiskinan bahwa;
1. Program penanggulanan kemiskinan dikelompokkan menjadi 3
(tiga) kelompok program sebagai berikut :
a. Kelompok Program penanggulangan kemiskinan berbasis
bantuan dan perlindungan sosial yang terdiri atas programprogram yang bertujuan untuk melakukan pemenuhan hak
dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup
masyarakat miskin;
b. Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas program-program
yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan
memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk

113

terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsipprinsip Pemberdayaan Masyarakat;


c. Kelompok Program Penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil terdiri atas
program-program yang bertujuan untuk memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil.
2. Kelompok Penanggulangan Kemiskinan berbasis Pemberdayaan
Masyarakat mempunyai karakteristik :
a. Pendekatan partisipatif berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b. Penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat;
c. Pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan
berkelompok.
3. Perencanaan Program dilakukan secara partisipatif, terbuka,
dengan prinsip dari, oleh, untuk masyarakat serta hasilnya menjadi
bagian dari perencanaan pembangunan di tingkat desa/kelurahan,
kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional.
4. Pengelola kelompok program terdiri dari :
a. Kementerian/lembaga pemerintah yang melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat dan pemerintah daerah;
b. Organisasi masyarakat, dunia usaha, lembaga donor, dan
lembaga internasional yang memiliki misi untuk pemberdayaan
masyarakat
5. Kelompok Program Penanggulangan Kemiskinan Berbasis
Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil mempunyai karakteristik :
a. Memberikan bantuan modal atau pembiayaan dalam skala
mikro;
b. Memperkuat kemandirian berusaha dan akses pada pasar;
c. Meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha.
6. Pengelola Kelompok Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan
kecil terdiri dari :
a. Kementerian/lembaga pemerintah yang melaksanakan
program pemberdayaan usaha mikro dan kecil dan
pemerintah daerah ;
b. Organisasi masyarakat, dunia usaha, lembaga keuangan,
lembaga donor, dan lembaga internasional yang memiliki misi
untuk pemberdayaan usaha mikro dan kecil.

114

4.2.6 Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan


Penanggulangan Kemiskinan
Upaya percepatan penanggulangan kemiskinan perlu dilakukan
langkah-langkah koordinasi secara terpadu lintas pelaku dalam penyiapan
perumusan dan penyelenggaraan kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan tersebut
diperlukan

upaya

penajaman

yang

meliputi

penetapan

sasaran,

perancangan dan keterpaduan program, monitoring dan evaluasi, serta


efektifitas anggaran, perlu dilakukan penguatan kelembagaan di tingkat
nasional yang menangani penanggulangan kemiskinan.
Dalam Perpres Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan mengatur tentang Strategi dan Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan seperti yang terdapat pada
Pasal 3 dan 5 bahwa ;
1. Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan
:
a. Mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;
b. Meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin;
c. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan
Kecil;
d. Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan
2. Program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari :
a. Kelompok Program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga,
bertujuan
untuk melakukan pemenuhan
hak dasar,
pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup
masyarakat miskin;

115

b. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis


pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan
potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat
miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan
pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;
c. Kelompok Program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan usasha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan
untuk memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku
usaha berskala mikro dan kecil;
d. Program-program lainnya yang baik secara langsung ataupun
tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat miskin.
3. Pengelola kelompok program percepatan penanggulangan
kemiskinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdri dari :
a. Kementerian/lembaga pemerintah dan pemrintah daerah yang
melaksanakan
program
percepatan
penanggulangan
kemiskinan;
b. Organisasi masyarakat, dunia usaha, dan lembaga internasional
yang memiliki misi untuk percepatan penanggulangan
kemiskinan.
4.2.7 Peraturan

Pemerintah

Nomor

39

Tahun

2012

Tentang

Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial


Kesejahteraan Sosial merupakan suatu kondisi yang harus
diwujudkan bagi seluruh warga negara di dalam pemenuhan kebutuhan
material, spiritual, dan sosial agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Pada kenyataannya permasalahan yang berkaitan dengan kesejahteraan
sosial cendeung meningkat baik kualitas maupun kuantitas.
Penyelenggaraan
Kesejahteraan
Sosial
juga

mengalami

permasalahan sebagai akibat dari belum optimalnya dukungan sumber


daya manusia, peran masyarakat, dan dukungan pendanaan. Untuk

116

mengatasi malasah tersebut dibutuhkan adanya upaya terarah, terpadu,


dan berkelanjutan .
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 mengatur
beberapa

pasal

yang

berhubungan

dengan

Penyelenggaraan

Kesejahteraan Sosial, salah satunya adalah pemberdayaan sosial yang


menjadi salah satu dasar dibentuknya program KUBE sebagaimana
terdapat dalam Pasal 15, 16, 17, dan 18 bahwa;
1. Pemberdayaan sosial dimaksudkan untuk:
a. Memberdayakan
seseorang,
keluarga,
kelompok
dan
masyarakat yang mengalami masalah kesejahteraan sosial agar
mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
b. Meningkatkan peran serta lembaga dan/atau perseorangan
sebagai potensi dan sumber daya dalam Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial.
2. Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dilakukan melalui :
a. Peningkatan kemauan dan kemampuan;
b. Penggalian potensi dan sumber daya;
c. Penggalian nilai-nilai dasar;
d. Pemberian akses; dan/atau
e. Pemberian bantuan usaha.
3. Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf a dilakukan dalam bentuk :
a. Diagnosis dan pemberian motivasi;
b. Pelatihan keterampilan;
c. Pendampingan;
d. Pemberian stimulant modal, peralatan usaha dan tempat usaha;
e. Peningkatan akses pemasaran hasil usaha;
f. Supervisi dan advokasi sosial;
g. Penguatan keserasian sosial;
h. Penataan lingkungan; dan/atau
i. Bimbingan lanjut.
4. Pemberdayaan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
huruf b dilakukan dalam bentuk :
a. Diagnosis dan Pemberian motivasi;
b. Penguatan Kelembagaan masyarakat;
c. Kemitraan dan penggalangan dana;dan/atau
d. Pemberian stimulan.

117

4.2.8 Peraturan

Pemerintah

Pelaksanaan

Upaya

Nomor

63

Penanganan

Tahun
Fakir

2013

Tentang

Miskin

melalui

Pendekatan Wilayah
Peraturan Pemerintah ini dibentuk untuk menjalankan UndangUndang Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin. Dalam
Peraturan Pemerintah ini mencakup mengenai Penanganan Fakir Miskin
melalui pendekatan wilayah, baik bagi fakir miskin yang tinggal di wilayah
perdesaan, perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil, tertinggal dan
terpencil, dan perbatasan antar negara sebagaimana terdapat pada Pasal
3 dan 4, bahwa ;
1. Upaya Penanganan Fakir Miskin melalui Pendekatan Wilayah
dimaksudkan untuk :
a. Memberikan arah agar penanganan Fakir Miskin dilakukan
secara terpadu, terarah, dan berkesinambungan sehingga dapat
meningkatkan derajat Kesejahteraan Fakir Miskin; dan
b. Memberikan pedoman bagi pengambilan kebijakan yang
berpihak kepada peningkatan kesejahteraan Fakir Miskin,
berbasiskan wilayah dengan memperhatikan kearifan lokal.
2. Upaya Penanganan Fakir Miskin melalui Pendekatan Wilayah
dimaksudkan untuk :
a. Terpenuhinya Kebutuhan Dasar Fakir Miskin agar memperoleh
kehidupan yang layak dan bermartabat yang dilaksanakan oleh
Menteri, menteri/pimpinan lembaga terkait sesuai dengan tugas
dan fungsinya;
b. Meningkatnya kapasitas dan berkembangnya kemampuan
dasar serta kemampuan berusaha bagi Fakir Miskin; dan
c. Terentaskannya Fakir Miskin dari kemiskinan.

4.2.9 Keputusan Bupati Tapanuli Tengah Nomor 119/BPTT/2014


Tentang

Pembentukan

Tim

Koordinasi

Penanggulangan

Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Tapanuli Tengah


Tahun Anggaran 2014.

118

Keputusan
melaksanakan
Percepatan

Bupati
Peraturan

Tapanuli
Presiden

Penanggulangan

Tengah

ini

Republik

Kemiskinan

untuk

dibentuk

Indonesia

untuk
tentang

membentuk

Tim

Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten


Tapanuli Tengah.
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD)
Kabupaten Tapanuli Tengah bertugas sebagaimana dalam diktum
KESATU menyatakan bahwa TKPKD bertugas :
1. Melakukan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten
Tapanuli Tengah;
2. Mengendalikan

Tapanuli Tengah.

pelaksanaan

penanggulangan

kemiskinan

di

Anda mungkin juga menyukai