Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERANAN KEUANGAN NEGARA DALAM


PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN SWASEMBADA
PANGAN

Kelompok X :

RIZKY ADITYA P 18.150.044

SYAMSUL NAHAR 18.150.046

SULEHAN JAMEL 18.150.047

TOMY BUSTANIL 18.150.048

TEUKU RIZKI AFRIANDI 18.150.049

TRI ANDI DHARMA 18.150.050

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS ISKANDAR MUDA

2019
A. LATAR BELAKANG

Di tengah krisis dan ketidakpedulian baik pemerintah maupun


stakeholder, sektor pertanian ternyata mampu tegar di tengah badai krisis,
setidaknya dapat dilihat pada badai krisis tahun 1997-1998. Kehidupan petani
tetap kokoh meskipun serba kekurangan. Terpaan krisis justru mampu
mengangkat taraf hidup sebagian mereka karena dapat insentif dari harga
jual komoditas yang di panen.
Berikut adalah beberapa argumentasi mengenai mengapa bidang
pertanian mampu bertahan bahkan dapat menjadi penopang perekonomian
disaat krisis. Pertama, adanya kemungkinan peningkatan penghasilan yang
tinggi dari ekspor yang disebabkan oleh depresiasi rupiah terhadap dollar
Amerika dan oleh relatif rendahnya biaya produksi pertanian. Kedua,
pertanian banyak menyerap tenaga kerja dan sangat penting dalam
mengatasi masalah pengangguran di saat pemerintah merasa bahwa
memelihara kondisi pemerintahan yang stabil merupakan prioritas strategi
utama. Ketiga, sama pentingnya dalam upaya pemerintah untuk memelihara
kestabilan, pertanian menyediakan pasokan komoditi kebutuhan dasar.
Keempat, produksi tanaman pertanian domestik yang jika tidak dihasilkan
sendiri harus diimpor tidak hanya mengurangi pengangguran dan memasok
kebutuhan dasar, tetapi juga memberikan kebebasan penggunaan cadangan
mata uang asing yang langka untuk dipakai bagi keperluan lainnya. Untuk
berbagai alasan yang disebutkan di sini, sektor pertanian tampaknya lebih
baik dibandingkan perekonomian secara keseluruhan. Di banyak negara
kontribusi relatif sektor pertanian cenderung menurun seiring dengan
perkembangan ekonomi yang cepat, dan cenderung meningkat dengan
menurunnya pertumbuhan ekonomi (Wiliam D. Sunderlin dkk, 2000).
Silih bergantinya pemerintahan di Indonesia kesemuanya menjanjikan
kedaulatan pangan atau biasa di sebut swasembada pangan. Namun
kesemuanya ibarat janji manis di masa kampanye kecuali di era
pemerintahan orde baru yang di kemudian hari Presiden Soeharto
mendapatkan penghargaan dari Food and Agriculture Organization of the
United Nations (FAO) pada tahun 1985. Kini pemerintahan baru di tahun 2014
pun juga mencanangkan swasembada pangan, tentu mustahil jika program ini
hanya di pikul oleh pemerintah. Kerja keras petani tentu sebuah keniscayaan,
lalu bagaimana dengan modal untuk mewujudkan swasembada pangan
tersebut?

B. PEMBAHASAN

Tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter,


namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran).
Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti
oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas
keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu
pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur
transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara
normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi
sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas
sistem keuangan juga masih merupakan  tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia (BI 2013).
Bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
merupakan badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakatdalam bentuk kredit dan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Sebagai suatu lembaga keuangan, bank mempunyai kegiatan baik funding
maupun financing atau menghimpun dan menyalurkan dana. Jadi sebagai
lembaga intermediasi bank berperan menjadi perantara antara pihak yang
kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.
Sebelum lahirnya undang-undang tersebut, bank di sebut-sebut
sebagai biang keladi krisis karena banyaknya kelemahan sistemik. Mulai dari
stok hutang luar negeri swasta yang sangat besar dan berjangka waktu
pendek dan beratnya persyaratan yang menciptakan ketidakstabilan.
Pinjaman luar negeri berupa dollar yang kemudian di salurkan dalam bentuk
rupiah memicu krisis saat rupiah terdepresiasi terhadap dollar. Sedangkan di
sisi lain pemerintah pada saat itu belum memiliki sistem pengendalian dan
pengawasan yang efektif terhadap hutang luar negeri sektor swasta di
Indonesia (Ginanjar kartasasmita 2002).
Tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter,
namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran).
Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti
oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas
keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan
moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu
pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur
transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem
keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara
normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi
sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas
sistem keuangan juga masih merupakan  tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia (BI 2013 www.bi.go.id).
Menurut Arsitektur Perbankan Indonesia (2006), Profitabilitas dan
efisiensi operasional bank yang tidak sustainable, tingkat profitabilitas pada
umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang sustainable. Hal
ini disebabkan oleh lemahnya struktur aktiva produktif bank-bank. Berbagai
permasalahan yang ada mengenai peran perbankan sebagai lembaga
intermediasi Kegiatan menghimpun dan menyalurkan kredit ini hendaknya
dilakukan secara optimal oleh bank, seperti kita ketahui suatu kebijakan yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral bahwa hendaknya
posisis Loans Deposit Ratio (LDR) antara 78%- 100 %( kebijakan BI 1 Maret
2011).
Kebijakan Bank Indonesia yang mengatur LDR secara umum dalam
pelaksanaan kepatuhan sudah tidak menjadi masalah pada perbankkan di
Indonesia. Masalah yang ada justru kesesuaian antara penyaluran kredit
dengan kebutuhan perekonomian belum menunjukkan dukungan yang
memadai bagi sektor pertanian. Padahal pertanian masih merupakan sektor
primer bagi perekonomian nasional, hal tersebut dapat di lihat pada kontribusi
Produk Domestik Bruto (PDB) yang menduduki peringkat 2 di bawah industri
pengolahan sebesar 14,44% pada tahun 2012. Disisi lain jumlah penyaluran
KMK bank umum pada tahun yang sama pada sektor pertanian sebesar
5,26%.
Di sisi lain sifat kehati-hatian bank (prudential banking) merupakan
keniscayaan bagi dunia perbankan. Sedangkan corak pertanian di Indonesia
masih tradisional, hal ini di tandai dengan ketergantungan pada alam (cuaca
ekstrim) sangat tinggi, kemudian juga komoditi pertanian tidak tahan lama
atau mudah busuk. Hal tersebut bisa jadi menjadikan sektor pertanian kurang
di minati perbankan di Indonesia.
Walaupun sektor pertanian di sebut tidak bankable nyatanya masih
menjadi sektor primer bagi perekonomian, kontribusinya masih besar juga
pertumbuhannya tetap positif. Walaupun dibayangi dengan penurunan harga
komoditas pertanian di pasar internasional, namun produktivitas yang tinggi
dan kondisi cuaca yang cukup baik membuat produksi pertanian relatif lebih
baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Masyarakat di sektor pertanian mendambakan perbankan yang tidak
saja sehat dan kuat, tapi juga berperan secara efektif dan efisien dalam
pembiayaan perekonomian. Terciptanya perbankan yang sehat dan kuat di
satu sisi, dan perbankan yang dapat menjalankan fungsi intermediasinya
secara efektif dan efisien sesuai kebutuhan perekonomian di sisi lainnya,
bukanlah dua hal yang dapat dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi mata uang
yang menjadi satu kesatuan.
Sumbangan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Dewasa ini di sepakati bahwa pertanian dapat memberi sumbangan


besar pada pembangunan ekonomi Negara perkembang dengan alasan
sebagai berikut:
1. Pertanian pada umumnya merupakan sektor dominan di Negara
berkembang, dilihat menurt proporsi PDB yang di hasilkan dalam
sektor ini atau menurut sumbanganya terhadap penyerapan tenaga
kerja total.
2. Pertumbuhan sektor nonpertanian sangat tergantung pada
peningkatan penyediaan pangan yang mantap karena hal itu
menyebabkan inflasi dan upah tetap rendah.
3. Sektor pertanian menyediakan tenaga kerja bagi sektor non pertanian.
Transfer tenaga kerja demikian menguntungkan kedua sektor yang
mempunyai surplus tenaga kerja pada saat produktivitas hasil tenaga
kerja rendah.
4. Laju pemupukan modal di Negara berkembang dapat meningkat
dengan adanya kemajuan sektor pertanian. Proses pemupukan modal
tersebut sangat di tentukan oleh elastisitas pasokan pangan. Pertanian
yang efisien di perlukan agar penawaran pangan lebih elastis,
mengurangi laju kenaikan upah dan biaya dan memperbesar margin
laba yang di perlukan untuk pemupukan modal.
5. Pertanian dapat memberi sumbangan yang bermanfaat kepada neraca
pembayaran dengan meningkatkan penerimaan suatu Negara dari
ekspor atau dengan meningkatkan hasil-hasil pengganti impor. Dengan
demikian devisa dapat di dapat saat ekspor atau di pertahankan saat
meniadakan impor bahan pangan (Subrata Gatak 1992).

Ringkasnya menurut pandangan Kuznets (1961) kita dapat


menyatakan bahwa pertanian dapat memberikan sumbangan dengan 4 jenis,
yaitu sumbangan “produk” misal pangan dan bahan mentah, kedua “factor”
misal tenaga kerja, ketiga “pasar” dengan memperbesar permintaan dan
terakhir sumbangan devisa.
Adalah bermanfaat bila kita menganalisa sifat dan komposisi lembaga
keuangan pedesaan di Negara berkembang untuk merumuskan kebijakan
kredit yang tepat, guna memajukan pembangunan daerah pedesaan. Pasar
uang pedesaan lazimnya meliputi para pelepas uang pinjaman
(moneylenders), para pedagang, tuan tanah, koperasi perkreditan dan bank
desa. Permintaan akan kredit berasal dari kebutuhan konsumsi dan dari
pengeluaran untuk modal, tetapi suku bunga di pedesaan biasanya tinggi.
Beberapa orang berpendapat bahwa suku bunga di pedesaan tinggi karena
kemampuan petani untuk membayar kembali utang mereka rendah (sebagai
akibat pendapatan yang rendah) dan karenanya pemberi pinjaman
mengenakan suku bunga yang tinggi utnuk mengimbangi risiko yang tinggi
tersebut.

Oleh karena itu untuk membantu para petani kecil perlu di buatkan
rumusan kebijakan finansial untuk meningkatkan laju pertumbuhan
pendapatan riil pertanian, menaikkan kemampuan membayar kembali hutang,
mengurangi suku bunga yang lebih tinggi karena adanya risiko yang tinggi
dan suku bunga pedesaan yang mencekik leher. Namun diperlukan juga kita
mengubah kerangka social ekonomi dan perundang-undangan yang
membantu melestarikan system penguasaan lahan yang seudah berlaku
berabad-abad yang menimbulkan ketidakadilan untuk menjangkau sumber
daya, termasuk kredit. Land reform yang lebih egaliter dapat meningkatkan
kelaikan para petani miskin untuk menapat kredit dan lembaga kredit yang
teroganisir akan lebih bersedia memperluas kredit yang di perlukan. Pilihan
kebijakan lainya ialah menaikkan suku bunga deposito yang ditawarkan oleh
lembaga keuangan di pedesaan

Fungsi bank pada dasarnya adalah sebagai penghubung (intermidiary)


antara para penanam modal dan peminjam modal , sebagai penghubung
bank melaksanakan kegiatan : (1) mencari dan mengumpulkan dana, (2)
menyalurkan/memberi pinjaman, (3) memperkirakan resiko suku bunga
(interst rate risk) karena harus menanggung resiko perubahan suku bunga
akibat penarikan dana oleh penanam modal (terutama dalam hal deposito
berjangka pendek untuk membiayai pinjaman berjangka panjang). Efisiensi
kegiatan perbankan tersebut biasanya diukur dengan tingkat keuntungan
(Sunardji Daromi 1989).

Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan tugas pengaturan dan


pengawasan bank, kepada bank Indonesia diberi wewenang untuk
menetapkan peraturan dan perijinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha
bank serta mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tugas pengaturan Bank Indonesia antara
lain juga menetapkan prioritas penyaluran dana kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah dan koperasi (Penjelasan Umum Undang-Undang No 32
Tahun 1999 Tentang BI).

Dukungan terhadap sektor pertanian sebagai public goods dalam


konteks food security dan landscape preservational masih dilakukan oleh
negara-negara maju seperti Norwegia. Untuk mengetahui instrumen kebijakan
optimal maka hasil simulasi yang dilakukan oleh Brunstad et al. (2005)
menunjukkan bahwa dukungan terhadap sektor pertanian masih layak untuk
diberikan maksimal sebesar 40 persen. Ini merupakan batas dukungan yang
dapat dipertahankan dengan alasan sektor pertanian sebagai public
goods (Galih Permatasari, 2012).

Pada pasal 2 Peraturan Bank Indonesia No 16/11/PBI/2014 di jelaskan


tugas BI melakukan pengaturan dan pengawasan makroprudensial dalam
rangka (a) mencegah dan mengurangi risiko sistemik (b) mendorong fungsi
intermediasi yang seimbang dan berkualitas (c) meningkatkan efisiensi
keuangan dan akses keuangan. Dari ke tiga tugas tersebut menarik untuk di
apresiai poin b yakni Bank Indonesia mendorong fungsi intermediasi yang
seimbang dan berkualitas artinya ada power untuk mengarahkan fungsi
intermediasi perbankan pada sector yang sangat penting di Indonesia yaitu
sector pertanian.

Meningkatnya intensitas kredit pada sektor pertanian berupa modal


kerja yang menjadi input bagi ketersediaan benih dan bibit unggul, teknologi
pertanian yang lebih maju akan sangat signifikan perannya dalam mendorong
kontribusi sektor pertanian pada PDB. Dengan demikian dibutuhkan kebijakan
untuk mendorong perbankan umum berkreasi membuat produk kredit yang
cocok dan bunga rendah pada sektor pertanian. Sehingga pertumbuhan kredit
pada sektor pertanian akan meningkat tanpa mengesampingkan sifat kehati-
hatian perbankan pada umumnya.

Peningkatan kredit pada sektor pertanian akan meningkatkan pasokan


pangan, artinya sektor pertanian sebagai sektor penyedia input bagi sektor
lain akan dapat mudah terpenuhi. Dengan perombakan system kelembagaan
baik pada sektor perbankan maupun petani akan merangsang ketahanan
pangan bahkan surplus pangan.

Adalah ironis untuk membayangkan bahwa ditengah-tengah kontribusi


pertanian yang cukup besar pada PDB maupun PDRB di berbagai daerah di
Indonesia, banyak petani yang hidup bergelut dengan kemiskinan.
Infrastruktur yang tak kunjung membaik, biaya kesehatan yang tak terjangkau,
pendidikan yang mahal membuat petani menjaminkan apa saja yang mereka
punya termasuk sawah ladang tempat mereka berproduksi pangan untuk
menghidupi seluruh wilayah bahkan satu Negara. Yang dengan itu semua
para petani berusaha sangat keras untuk memperbaiki kualitas pendidikan
anak-anak mereka, sangat di sayangkan bahwa menurut petani untuk
meningkatkan taraf hidup tersebut dengan cara pindah ke sektor lain (non
pertanian).

Kebijakan makropudensial untuk mewujudkan perbankan yang kuat


nampaknya akan semakin memperlebar jurang
ketidakmerataan (redistribusi) pendapatan pada masyarakat antara mereka
yang bekerja pada sektor pertanian dengan yang bekerja pada sektor lain.
Sehingga dibutuhkan dorongan untuk meningkatkan fungsi intermediasi
perbankan pada sektor pertanian dengan syarat mudah dan bunga rendah. Di
beberapa Negara lain baik maju maupun berkembang suku bunga kredit
hanya pada kisaran 4-6% untuk sektor pertanian yang pada akhirnya menjadi
sektor primer bagi pertumbuhan ekonomi.
C. PENUTUP

Beberapa penelitian menunjukkan peranan penting yang dapat


dimainkan oleh sektor pertanian di Jawa Tengah maupun di daerah lain
Indonesia. Dua sebab menurunnya kontribusi sektor pertanian pada PDRB
maupun PDB di berbagai wilayah Indonesia adalah tidak tersedianya sarana
informasi (pengetahuan pertanian) dan modal untuk mendapatkan teknologi
baru bagi sebagian besar petani di Indonesia. Kesimpulannya untuk
memperbesar kontribusi sektor pertanian pada PDRB maupun PDB dan
meningkatkan pendapatan dan pengeluaaran petani, adalah sebuah
keniscayaan memperkecil kendala untuk mengakses, mendapatkan dan
menggunakan sarana kredit untuk memperbarui teknologi produksi,
pengolahan maupun pemanfaatan hasil pertanian. Dengan memperbarui
teknologi petani akan dapat mengubah sikap dan cara berfikir sehingga dapat
merombak kelembagaan-kelembagaan yang ada agar mudah dan sesuai
denga kebutuhan perekonomian. Sistem distribusi pendapatan yang lebih
merata dapat di capai setelah tercapainya peningkatan produksi dan
pendapatan dengan penerapan secara hati-hati kebijakan fungsi intermediasi
perbankan pada sektor pertanian.
Bank Indonesia dalam tugasnya mendorong fungsi intermediasi yang
seimbang dan berkualitas tentu menjadi bagian penting untuk menciptakan
swasembada pangan. Jika menilik presentase penyaluran kredit di sector
pertanian khususnya pada bank umum di Jawa Tengah besarannya tidak
lebih dari 3% padahal sector pertanian merupakan sector terbesar pertama
atau kedua bagi PDRB. Artinya kewajiban BI untuk mendorong intermediasi
perbankan perlu di lakukan dengan serius tanpa mengurangi sifat kehati-
hatian bank.

Anda mungkin juga menyukai