Anda di halaman 1dari 6

JAKSA AGUNG

REPUBLIK INDONESIA

REVOLUSI MENTAL
UNTUK KEJAKSAAN YANG LEBIH BAIK1
Jakarta, 7 Maret 2016

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Salam Sejahtera Bagi Kita Sekalian,
Om Swastiastu,
Yang Saya Hormati :
Para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Diklat dan Para Staf Ahli Jaksa Agung

;
-

Para Kepala Kejaksaan Tinggi Se-Indonesia ; serta

Para hadirin yang berbahagia.


Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, Allah Subhanahu Wattaala atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kita dapat
hadir dalam acara Pendidikan dan Pelatihan Revolusi Mental Eselon II Tahun 2016 yang
dilaksanakan mulai tanggal 7 s/d 8 Maret 2016.
Saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Badan Pendidikan dan
Pelatihan Kejaksaan RI yang telah bekerja keras dalam menyelenggarakan acara yang
penting ini. Saya katakan penting karena acara ini memiliki nilai strategis tidak hanya dalam
rangka mensukseskan program Pemerintah RI tetapi juga diharapkan dapat membentuk
Pemimpin yang berkarakter dan inovatif guna memajukan institusi yang kita cintai ini.
Selain itu, saya juga berharap Diklat Revolusi Mental ini dapat memberikan dampak
nyata untuk mengubah sikap mental para Pimpinan dan jajaran Kejaksaan menjadi melayani
publik/masyarakat (paradigma ndoro menjadi abdi), sehingga mampu mewujudkan
pelayanan publik yang prima dan memuaskan bagi masyarakat, khususnya para pencari
keadilan.

Ceramah Jaksa Agung Republik Indonesia dalam Acara Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun 2016.

Hadirin yang berbahagia,


Sebagaimana kita ketahui bersama, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, secara gamblang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara
hukum (rechstaat). Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa hukum haruslah ditempatkan
sebagai panglima karena memiliki peranan fundamental dalam setiap aspek kehidupan
bernegara dan berbangsa guna mewujudkan tatanan kehidupan bermasyarakat yang tertib
dan seimbang.
Fakta tidak bisa dipungkiri, saat ini hukum di Indonesia belum benar-benar mampu
menjadi suatu guideline atau pedoman untuk menciptakan keadilan, perlindungan terhadap
harkat martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum. Kondisi tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adanya tumpang tindih dalam legislasi, masih
rendahnya kualitas dan integritas Aparat Penegak Hukum, serta belum transparannya
lembaga dan proses penegakan hukum.
Fenomena tersebut pada gilirannya telah menurunkan kepercayaan publik (public
trust) terhadap penegakan hukum, dimana hal tersebut tergambar jelas dengan adanya
anggapan bahwa telah terjadi pengkhianatan terhadap asas equality before the law karena
harus diakui bahwa hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Bahkan dalam
tataran yang lebih ekstrem, dinyatakan bahwa Indonesia telah menjadi negara tanpa
hukum karena hukum hanya bersifat tekstual dan menjadi lip-service belaka.
Bapak dan Ibu yang saya banggakan,
Kondisi penegakan hukum tersebut tentu haruslah direspon sesegera mungkin melalui
langkah-langkah konstruktif oleh seluruh pihak tanpa terkecuali, khususnya Kejaksaan
sebagai lembaga penegak hukum, karena pada hakikatnya Kejaksaan memiliki tugas, pokok
dan fungsi yang sentral dalam mewujudkan supremasi hukum yang berkeadilan sosial,
sekaligus memastikan bahwa pembangunan nasional yang sejatinya untuk rakyat benarbenar terlaksana dan manfaatnya dapat dinikmati sepenuhnya oleh rakyat.
Pada dasarnya reformasi di tubuh Kejaksaan telah dimulai sejak tahun 2008 dan telah
banyak pula perbaikan yang dilaksanakan, akan tetapi upaya tersebut seringkali ternoda
dengan adanya perbuatan segelintir oknum Kejaksaan yang tidak profesional dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya sehingga menjatuhkan reputasi Kejaksaan secara
keseluruhan. Kondisi tersebut seolah menegaskan bahwa Reformasi Birokrasi Kejaksaan
Ceramah Jaksa Agung RI
Dalam Acara Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun
2016

belum sepenuhnya mampu menciptakan kondisi ideal untuk merubah mindset, culture and
behaviour dari SDM Kejaksaan.
Pada hakekatnya, Reformasi Birokrasi ditujukan untuk membangun perilaku pegawai
Kejaksaan

yang

berintegritas

tinggi,

produktif

dan

bertanggungjawab

serta

mengutamakan pelayanan masyarakat. Dimana untuk mewujudkannya peranan Pemimpin


yang mampu memberi teladan sekaligus menjadi sumber inspirasi bagi segenap jajarannya
adalah sebuah keniscayaan.
Para Peserta Diklat yang berbahagia,
Sebagai Pimpinan tertinggi Kejaksaan di masing-masing daerah, sudah tentu setiap
ucapan dan tindakan saudara-saudara diperhatikan secara seksama tidak hanya oleh jajaran
Kejaksaan tetapi juga oleh pihak lain termasuk masyarakat. Oleh karenanya, saya mengajak
agar saudara-saudara sekalian tetap memegang teguh amanah yang telah diberikan
sekaligus mengamalkan doktrin Tri Krama Adhyaksa, dan Perintah Harian Jaksa Agung
baik dalam pelaksanaan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Secara khusus, saya mengharapkan saudara-saudara sekalian mampu meneladani 4
(empat) sifat utama kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu :
1. Shiddiq, yaitu seorang Pemimpin haruslah jujur dan benar, bukan hanya dalam
perkataan tetapi juga dalam perbuatan.
2. Amanah, yaitu seorang Pemimpin harus dapat dipercaya dan tidak khianat terhadap
tanggung jawab yang diembannya.
3. Fathonah, yaitu seorang Pemimpin harus cerdas dan berwibawa serta mampu
menyelesaikan masalah dengan tangkas dan bijaksana.
4. Tabligh, yaitu seorang Pemimpin harus menyampaikan segala sesuatu sesuai dengan
kenyataan atau faktanya.
Saudara juga dapat menghayati 8 (delapan) sifat alam yang agung sebagaimana
ajaran Hasta Brata yang menjadi filosofi kepemimpinan, yakni :
1. Sifat Bumi, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harus dapat memberikan
perhatian kepada orang kecil atau masyarakat kalangan bawah dan mengarahkan
kekuasaannya untuk memberikan keadilan kepada masyarakat.

Ceramah Jaksa Agung RI


Dalam Acara Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun
2016

2. Sifat Matahari, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harus menjadi sumber
energi yang memberi kekuatan, inspirasi dan semangat kepada jajarannya dalam
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi.
3. Sifat Bulan, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harus dapat menjadi
penerang dari kegelapan, penuntun dan memberikan pencerahan kepada jajarannya,
dapat memahami dan mengamalkan ajaran luhur yang terkandung dalam agama serta
menjunjung tinggi moralitas.
4. Sifat Samudra, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harus terbuka terhadap
masukan dan kritik sekalipun oleh bawahan maupun masyarakat, lapang dada dan
luas hati, tidak melihat siapa yang berbicara tetapi apa yang dibicarakan, selalu
menyediakan waktu terbuka untuk menampung keluhan bawahan / masyarakat.
5. Sifat Bintang, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harus memiliki
kepribadian mulia sehingga dihormati oleh bawahan maupun masyarakat serta
disegani lawan-lawannya.
6. Sifat Angin, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin dapat menyusup ke segala
tempat dan sebagai suatu bentuk ketelitian dan kehati-hatian, tidak boleh asal bicara,
setiap perkataannya haruslah disertai argumentasi serta dilengkapi data dan fakta
serta selalu check dan recheck sebelum berbicara dan mengambil keputusan.
7. Sifat Api, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin haruslah cekatan, tegas dan
tuntas dalam menyelesaikan persoalan serta

konsisten

dan objektif

dalam

menegakkan aturan, tegas dan tidak pandang bulu serta tidak memihak.
8. Sifat Air, yaitu dapat diartikan bahwa seorang pemimpin harus selalu rendah hati, tidak
sombong dan tidak sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaannya serta
selalu mencari tempat yang rendah.
Selain itu, karakter Pemimpin yang ideal juga pernah diungkapkan oleh Bapak
Pendidikan Nasional Indonesia, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau biasa dikenal
sebagai Ki Hadjar Dewantara yang tentu masih sangat relevan untuk diterapkan dalam
kondisi saat ini, yakni :
1. Ing Ngarso Sung Tulodo, yaitu di depan jajarannya, seorang Pemimpin harus mampu
menjadi teladan yang baik dalam bersikap dan pola pikir.

Ceramah Jaksa Agung RI


Dalam Acara Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun
2016

2. Ing Madya Mangun Karso, yaitu seorang Pemimpin di tengah-tengah jajarannya harus
mampu memberikan inspirasi dan motivasi sehingga dapat memicu semangat dari
jajarannya untuk bekerja lebih baik.
3. Tut Wuri Handayani, yaitu seorang Pemimpin harus mampu memberikan penghargaan
dan kepercayaan kepada bawahannya untuk mengemban suatu tanggung jawab,
sehingga mendorong bawahannya untuk lebih maju.
Filosofi-filosofi dan ajaran-ajaran tersebut mengandung makna yang abadi sepanjang
zaman untuk dapat kita jadikan pedoman dalam memimpin.
Hadirin yang saya banggakan,
Menjadi Pemimpin yang ideal tentu sangatlah mudah untuk diucapkan tetapi akan
sangat sulit untuk diwujudkan. Maka dari itu, dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya
menegaskan perlunya Revolusi Mental di tubuh Kejaksaan melalui internalisasi nilai-nilai
esensial yang meliputi etos kemajuan, etika kerja, motivasi berprestasi, disiplin, taat
hukum dan aturan, berpandangan optimistis, produktif-inovatif-adaptif, kerja sama dan
gotong royong, dan berorientasi pada kebajikan publik dan kemaslahatan umum.
Revolusi Mental harus dilakukan guna mengubah paradigma lama yang cepat puas
atas kinerja yang telah dicapai dan hanya terpaku dengan rutinitas belaka, sehingga
Revolusi Mental tidak hanya menjadi slogan belaka, dengan kata lain, Revolusi Mental
bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan guna mewujudkan Kejaksaan dan Negara
Indonesia yang lebih baik.
Hadirin yang saya banggakan,
Saya mengingatkan bahwa Revolusi Mental yang kita lakukan bukanlah hanya untuk
kepentingan institusi semata tetapi juga untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Oleh karena itu, setiap Pimpinan Kejaksaan harus mampu melakukan terobosan-terobosan
inovatif baik secara internal maupun eksternal guna merespon kepentingan masyarakat
meskipun hanya permasalahan kecil, karena apabila tidak ditangani secara baik maka hal
tersebut berpotensi untuk memicu timbulnya masalah yang lebih besar.
Revolusi Mental juga mengandung pengertian bahwa harus adanya peningkatan
profesionalisme dalam pelaksanaan tugas kita, jangan sampai kita mudah terombangambing dengan kepentingan-kepentingan tertentu, yang hanya mementingkan kelompok,
Ceramah Jaksa Agung RI
Dalam Acara Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun
2016

golongan, keluarga dan pribadi. Selain itu, dalam kesehariannya seorang Pemimpin haruslah
berani untuk melakukan introspeksi diri, mawas diri dan mengakui kesalahannya kalau
memang salah, karena dengan mengakui sebuah kesalahan menunjukkan kebesaran jiwa
seorang Pemimpin, bukan berarti
Sehingga untuk menjadi seorang Pemimpin yang ideal memerlukan waktu yang tidak
singkat dan pengalaman yang tidak sedikit serta pemahaman yang mumpuni dengan
disertai ketulusan dalam melaksanakan pengabdiannya.
Hadirin yang berbahagia,
Mengakhiri sambutan ini, tentunya saya menyadari tidak ada satupun manusia yang
benar-benar bersih seputih kapas akan tetapi dalam kesempatan ini saya mengajak
saudara-saudara sekalian untuk mengingat kembali sumpah jabatan yang pernah diucapkan,
sehingga dapat menjadi pelecut untuk selalu berbuat dan bekerja mengemban amanah
dengan baik.
Setelah apa yang diuraikan di atas, Saya berharap saudara-saudara sekalian
merenungkan dan melaksanakannya, sebagaimana kata-kata dari Bruce Lee mengetahui
dan niat saja tidak cukup, kita harus melakukannya.
Akhirnya, saya ucapkan selamat mengikuti Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun
2016 ini dan semoga para peserta Diklat dapat memperhatikan secara sungguh-sungguh
serta berperan aktif, sehingga mampu menjadi bahan motivasi sekaligus memodifikasi pola
pikir, pola sikap maupun pola tindak kita dalam rangka peningkatan kinerja guna
mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Semoga Allah SWT, Tuhan yang Maha Bijaksana senantiasa memberikan kekuatan
dan perlindungan kepada kita dalam melaksanakan tugas dan pengabdian kepada Bangsa
dan Negara.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Om shanti shanti shanti om.
Jakarta, 7 Maret 2016
JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA
H.M. PRASETYO
Ceramah Jaksa Agung RI
Dalam Acara Diklat Revolusi Mental Eselon II Tahun
2016

Anda mungkin juga menyukai