MENINGITIS BAKTERIA
Disediakan oleh
Nama : Vishalini Sreetharan
NIM : 080100435
DEPARTEMENT NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT H. ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Daftar Isi................................................................................................................................i
BAB 1 : PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................3
4.1 Definisi Meningitis bakteri, klasifikasi serta faktor penyebab.................5
4.2 Patofisiologi Meningitis bakteri................................................................6
4.3 Diagnostik Meningitis Bakteri................................................................10
4.4 Penatalaksanaan.......................................................................................11
4.5. Prognosis dan pencegahan......................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................23
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
DEFINISI
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai
jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
ETIOLOGI
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan protozoa.
Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang disebabkan oleh bakteri
berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Penyebab meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada golongan umur
tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan oleh E.Coli, S.beta hemolitikus
dan Listeria monositogenes. Golongan umur dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh
H.influenzae, Meningococcus dan Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan
oleh Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan
pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus, Stafilocccus,
Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah kuman
Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang
lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling
sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes
simplex , Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik(viral).
KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis serosa ditandai dengan
jumlah sel dan protein yang meninggi disertai cairan serebrospinal yang jernih. Penyebab
yang paling sering dijumpai adalah kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis purulenta atau
meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa
pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus.
PENULARAN MENINGITIS
Meningitis Meningococcus merupakan meningitis purulenta
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita.
Saluran nafas merupakan port dentree utama pada penularan penyakit ini.
Bakteri-bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan
sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan
pada selaput otak dan otak.
Patofisiologi Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia dan
Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan
organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi
akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kumankuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS
(Cairan Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi;
dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang selain pada arteri juga
terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak
dan degenerasi neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrinopurulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan
serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri.
. Gejala Klinis Meningitis
Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak, letargi, muntah
dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS)
melalui pungsi lumbal.
Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan dan
gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan gejala panas
tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, dehidrasi dan
konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang mencembung. Kejang dialami
lebih
seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah lebih hebat.
Stadium III atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan
kesadaran sampai koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga
minggu bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa
sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan oleh
Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti oleh
pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada meningitis
yang disebabkan oleh
tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam makopapular yang tidak
gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada
meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah
dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku leher, dan
nyeri punggung.
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
MENINGITIS
MENINGITIS
MENINGITIS
BAKTERIAL
VIRUS
TUBERKULOSA
Tekanan
Meningkat
Normal
Bervariasi
Warna
Keruh
Jernih
Xanthochromia
Jumlah Sel
100-5000/ml
10-300/ml
100-500/ml
Jenis Sel
Predominan PMN
MN > PMN
MN >PMN
Protein
>100 mg/dL
Normal/sedikit
Meningkat
meningkat
mg/dL
>
100
Glukosa
<40 mg/ dL
Normal
Rendah, <40mg/dL
Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. Pada Meningitis Serosa didapatkan
peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
Pemeriksaan Radiologis
Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT
Scan. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi
geligi) dan foto dada.
Prognosis Meningitis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang menimbulkan
penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit
sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai
prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan kematian.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh
persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan
berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10% penderita mengalami kematian.
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya tinggi.
Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC dipengaruhi oleh
umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan. Penderita dapat meninggal
dalam waktu 6-8 minggu.
Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih
ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki prognosis yang jauh
lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan dengan pengobatan yang
tepat penyembuhan total bisa terjadi.
TERAPI KONSERVATIF/MEDIKAL
Antibiotika
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan
Lumbal Punksi guna pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab. Berikut ini
pilihan antibiotika atas dasar umur: Pemilihan antimikrobial pada meningitis tergantung pada
pemilihan antibiotika yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta
perubahan dari sumber dasar infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala klinis kemungkinan
akan menjadi lambat, dan pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil
kultur CSF akan menjadi negatif.
Kortikosteroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi
tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika ke
dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaaan
secara rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan
untuk tujuanmengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan
menimbulkan deficit neurologik fokal. Lebel et al (1988) melakukan penelitian pada 200
bayi dan anak yang menderita meningitis bacterial karena H. influenzae dan mendapat terapi
deksamethason 0,15 mg/kgBB/x tiap 6 jam selama 4 hari, 20 menit sebelum pemberian
antibiotika.
Ternyata pada pemeriksaan 24 jam kemudian didapatkan penurunan tekanan CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Yang mengesankan dari
penelitian ini bahwa gejala sisa berupa gangguan pendengaran pada kelompok yang
mendapatkan deksamethason adalah lebih rendah dibandingkan kontrol. Tunkel dan Scheld
(1995) menganjurkan pemberian deksamethason hanya pada penderita dengan resiko tinggi,
atau pada penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan
intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek samping penggunaan deksamethason yang cukup
Rubella). Imunisasi Hib Conjugate vaccine (HbOC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2
bulan dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan
MMR.
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib
hingga 97%. Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada
bayi 2-6 bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2
dosis dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis
imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum
dapat membentuk antibodi. Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian
kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan
penderita.
Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. meningitis
TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara memenuhi
kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya memenuhi syarat
kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m 2/orang), ventilasi 10 20% dari
luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di
lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis
juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang
bersih sebelum makan dan setelah dari toilet.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih
tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan
penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan
segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga
untuk mengenali gejala awal meningitisDalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan
pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test
darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .
Selain itu juga dapat
penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan penderita
secara dini. Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis penyebab meningitis yaitu :
Meningitis Purulenta
Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.
Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.
Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia
Sehat 2010, Jakarta.
2. Noor, N., 1997. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Rineka Cipta,Jakarta.
3. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
4. WHO, 2005. Meningitis. http://www.who.int/emc/diseases/meningitis.
5.
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan,
2002.
Meningitis:
http://www.depkes.go.id.
6.
WHO,
2005.
Meningococcal
Disease
in
India.
http://www.who.int/emc/diseases/meningitis.
7. Muliawan, S., 2008. Haemophilus Influenzae As a Cause of Bacterial Meningitis in
Children. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol58, No.11, Hal 438-443, Jakarta.
8.Swierzewski,
S.,
2002.
Meningitis,
Insidens
and
Prevalence
http://www.neurologychannel.com/meningitis/incidence.shtml
9. Kandun, I., 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika, Jakarta.
10. Isbagia, D., 2003. Kemajuan Dalam Pengembangan Vaksin Terhadap Infeksi Saluran
Pernapasan dan Meningitis.