ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA
NOMOR 2 TAHUN 2011
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)
KABUPATEN JEPARA TAHUN 2011-2031
I.
UMUM
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Jepara ini, yaitu antara lain:
a. Faktor eksternal
Adanya perubahan dan atau penyempurnaan peraturan dan atau rujukan
sistem penataan ruang. Perubahan rujukan tersebut berupa perubahan
Undang-undang Penataan Ruang yang semula UU No 24 tahun 1992
menjadi UU No 26 Tahun 2007. Dalam Undang-undang penataan ruang
yang baru ini terjadi beberapa perubahan yang signifikan dibandingkan
undang-undang yang lama. Perubahan tersebut terutama dalam jangka
waktu pelaksanaan rencana yang semula 10 tahun menjadi 20 tahun dan
adanya sanksi (pidana dan administratif) bagi setiap orang yang tidak
menaati rencana ruang yang telah disepakati. Selain itu, terdapat pula
penambahan dalam materi yang harus menjadi cakupan RTRW dan proses
pelaksanaan rencana seperti pemenuhan Ruang Terbuka Hijau dan
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi. Kondisi ini perlu dicermati dalam
penyusunan RTRW Jepara karena akan berpengaruh besar dalam
penyusunan materi rencana.
b. Faktor internal
1. Pemekaran wilayah Kabupaten Jepara yang semula 14 (empat belas)
kecamatan menjadi 16 (enam belas) Kecamatan dengan penambahan
Kecamatan Pakisaji dan Donorojo.
2. Pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan yaitu adalah
bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan
dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi
kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.
3. Adanya program kawasan lindung abadi sehingga perlu mempertahankan
kawasan yang mempunyai fungsi lindung seperti hutan.
4. Semakin berkembangnya usaha pertambangan yang selalu merubah
bentang alam dan mempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Dalam
skala besar akan mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup.
Kondisi seperti ini diperburuk dengan semakin banyaknya usaha
pertambangan yang belum berijin.
5. Terjadinya abrasi pantai yang menyebabkan luasan daratan berkurang.
Hal ini akan mempengaruhi pemanfaatan ruang yang ada.
6. Aktivitas di Kabupaten Jepara yang semakin berkembang pesat dan
mengakibatkan perkembangan kebutuhan ruang yang mengarah pada
perkembangan perluasan fisik Kabupaten Jepara.
Berdasarkan beberapa faktor tersebut diatas, maka perlu dilakukan evaluasi dan
revisi RTRW Kabupaten Jepara yang diatur dan ditetapkan dalam suatu
Peraturan Daerah. RTRW Kabupaten Jepara memuat rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang yang meliputi:
a.
tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang;
b.
rencana struktur ruang;
c.
rencana pola ruang;
d.
penetapan kawasan strategis;
e.
arahan pemanfaatan ruang;
f.
ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang; dan
g.
hak, kewajiban dan peran masyarakat.
RTRW Kabupaten Jepara Tahun 2011 sampai dengan 2031, disusun sesuai
amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Secara subtansi mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Nasional dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW Kabupaten,
sedang secara mekanisme telah dilaksanakan sesuai Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 28 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
11/PRT/M/2009.
II.
huruf b
Ditetapkan berdasarkan Kepmen ESDM No. 2026 K/20/MEM/2010
tentang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN
(Persero) 2010-2019.
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Cukup jelas
Ayat (5)
Ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor
6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2009-2029 dan Rekomendasi Kepala Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Tengah Nomor: 660.1/BLH.II/1154
Ayat 6
Cukup jelas
Ayat 7
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
huruf a dan b
Ditetapkan berdasarkan Permen PU No. 11 A/PRT/M/2009 tentang
Penetapan dan Kriteria Wilayah Sungai
huruf c
Cukup jelas
Ayat (3)
Ditetapkan berdasarkan Kepmen PU No. 390/KPTS/M/2007 tentang
Penetapan Status Daerah Irigasi yang Pengelolaannya menjadi
Wewenang dan Tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten/Kota
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pemanfaatan air baku untuk air bersih dilakukan dengan tetap menjaga
kelestarian lingkungan dan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Air permukaan meliputi sungai, mata air, sumur dangkal dan sumbersumber air baku lainnya yang dapat dimanfaatkan secara langsung dan
dikembangkan untuk berbagai kepentingan.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Jalur evakuasi adalah jalur keluar untuk proses evakuasi akibat dampak
bencana dan diarahkan pada zona aman yang terdapat pada kecamatan
terdampak dan kecamatan di sekitar kawasan rawan bencana
Penetapan jalur evakuasi disusun dengan mempertimbangkan beberapa
aspek antara lain:
a. untuk semua rawan bencana: kepadatan penduduk dan lokasi shelter
terdekat
b. untuk kebakaran dan dampak kerusakan pembangkit listrik: arah angin
c. untuk banjir dan gelombang pasang : arah angin, arah gelombang, aliran
banjir; dan
d. untuk longsor dan abrasi: arah longsoran dan abrasi
e. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
Pasal 22
Rencana pola ruang wilayah kabupaten dirumuskan berdasarkan:
a. kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten
b. daya dukung dan daya tampung lingungan hidup wilayah kabupaten
c. kebutuhan rungan untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi dan
lingkungan; dan
d. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang
kiri kanan sungai/sungai buatan yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai/sungai buatan.
Kriteria sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan adalah
3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
Kriteria sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan adalah 5
(lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.
Kriteria sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
dengan kedalaman kurang dari 3 (tiga) meter adalah 10 (sepuluh) meter.
Kriteria sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
dengan kedalaman 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter
adalah 15 (lima belas) meter.
Kriteria sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
dengan kedalaman lebih dari 20 (dua puluh) meter adalah 30 (tiga puluh)
meter.
Garis Sempadan Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan
untuk sungai besar adalah 100 (seratus) meter, untuk sungai kecil 50
(lima puluh) meter.
Garis Sempadan diukur dari tepi sungai pada waktu ditetapkan pada
setiap ruas daerah pengaliran sungai.
Ayat (3)
Yang dimaksud Sempadan Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang
pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan
kelestarian fungsi pantai.
Sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria:
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ditetapkan berdasarkan Kepmen ESDM/716K/40/MEM/2003 tentang Batas
Horisontal Cekungan Air Tanah di Pulau Jawa dan Pulau Madura
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Kawasan peruntukan pertanian lahan kering antara lain:
a. jagung di Kecamatan Pecangaan, Mayong, Batealit, Bangsri,
Welahan, Kembang, Keling, Donorojo, Mlonggo, Kalinyamatan,
Nalumsari dan Pakisaji;
b. ubi kayu di Kecamatan Donorojo, Keling, Kembang, Bangsri, Mlonggo,
Pakisaji, Batealit, Tahunan, Mayong, Nalumsari, Pecangaan dan
Kalinyamatan;
c. ubi jalar di Kecamatan Kalinyamatan, Mayong, Nalumsari dan
Welahan;
d. kacang tanah di Kecamatan Batealit, Nalumsari, Pakisaji, Mlonggo,
Bangsri, Kembang, Keling, Donorojo dan Tahunan;
e. kacang hijau di Kecamatan Welahan, Nalumsari, dan Bangsri;
f. kedelai di Kecamatan Welahan, Mayong, dan Bangsri;
g. labu siam di Kecamatan Keling, Donorojo dan Kembang;
h. kacang panjang di Kecamatan Pecangaan, Welahan, Mayong,
Nalumsari, Batealit, Bangsri, dan Kembang;
i. cabe besar di Kecamatan Welahan, Nalumsari, dan Bangsri, Keling,
Donorojo dan Batealit;
j. tomat di Kecamatan Welahan dan Nalumsari;
k. bawang merah di Kecamatan Welahan;
l. ketimun di Kecamatan Welahan, Mayong, Bangsri, Nalumsari dan
Keling;
m. terung di Kecamatan Pecangaan, Welahan, Mayong, Nalumsari,
Mlonggo, dan Bangsri;
n. bayam di Kecamatan Pecangaan, Keling, Donorojo dan Welahan;
o. kangkung di Kecamatan Pecangaan, Welahan, Kalinyamatan,
Nalumsari, Bangsri, Mlonggo dan Pakisaji; dan
p. jamur di Kecamatan Batealit, Bangsri, Keling dan Donorojo.
Ayat (5)
Kawasan peruntukan hortikultura, antara lain:
a. sentra buah belimbing di Kecamatan Welahan;
b. sentra buah jambu biji di Kecamatan Keling, Donorojo dan Kembang;
c. sentra buah jambu air di Kecamatan Mayong dan Welahan;
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Ayat (1)
Penyusunan ketentuan umum peraturan zonasi disusun berdasarkan
rencana rinci dan diprioritaskan pada kawasan-kawasan strategis yang
berpotensi menjadi kawasan cepat berkembang, dan kawasan yang
berpotensi terjadi konflik pemanfaatan.
Ayat (2)
Penetapan izin dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) terkait dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang ada. Rekomendasi BKPRD dilaksanakan pada pemanfaatan ruang
dengan batasan luasan tanah lebih dari 5.000 (lima ribu meter persegi)
m2.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pelaksanaan
prosedur
izin
pemanfaatan
ruang
dengan
mempertimbangkan rekomendasi hasil forum koordinasi BKPRD
dilaksanakan pada pemanfaatan ruang dengan batasan luasan tanah
lebih dari 5.000 (lima ribu meter persegi) m2.
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
huruf a
Cukup jelas
huruf b
Cukup jelas
huruf c
Cukup jelas
huruf d
Yang dimaksud dengan penggantian yang layak adalah bahwa nilai
atau besarnya penggantian tidak menurunkan tingkat kesejahteraan
orang yang diberi penggantian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Cukup jelas
Pasal 90
Cukup jelas
Pasal 91
Cukup jelas