Anda di halaman 1dari 3

Perkembangan seni patung Indonesia memang tak sepesat seni lukis.

Namun akankah seni ini selalu tertinggal ? Nampaknya sekaranglah saatnya untuk 'unjuk gigi'. Semenjak kemunculan seni rupa modern Indonesia pada awal abad 20, seni patung terkesan tidak penting, kurang diperhatikan, dan tidak sepopuler seni lukis. Perannya pun tidak banyak dibicarakan dalam perkembangan seni rupa modern Indonesia, walaupun tak pernah benar-benar surut. Ketika seni kontemporer semakin nyata perkembangannya dalam wacana seni rupa Indonesiapun, posisi seni patung seperti jalan di tempat, tidak giat dan terabaikan. Padahal jika dilihat lebih jeli, seni patung memiliki peran dalam perkembangan seni rupa kontemporer Indonesia. Buktinya pada tahun 1977 pernah diadakan suatu exibition yang diberi judul Pameran Seni Patung Kontemporer Indonesia. Di sinilah untuk pertama kalinya label kontemporer digunakan sengaja dipakai untuk menghindari penggunaan label patung modern. Ketimbang menggunakan istilah patung modern atau patung kontemporer itu sendiri sesungguhnya lebih berpangkal pada keraguan menyatukan patung formalis berorientasi pada pengolahan asapek bentuk yang dikenal sebagai patung modern, dengan patung yang memasukkan unsur tradisi. Pada waktu itu disangsikan, apakah patung-patung yang dipamerkan bisa dikatagorikan sebagai patung modern. Keraguan ini menimbulkan perdebatan yang diakhiri dengan kesepakatan digunakannya label patung kontemporer. Dan bukanlah satu kebetulan, jika pematung G Sidharta soegijo yang memparakarsai berdirinya Asosiasi Pematung Indonesia (API) pada 7 juli 2000, adalah seniman yang mempelopori Pameran Seni Patung Indonesia tahun 1977. Didirikannya asosiasi tersebut merupakan tanggapan para pematung terhadap kurang dinamisnya kehidupan seni patung di Indonesia sekarang ini. Bila kita menengok beberapa tahun ke belakang, seni patung seolah olah hanya diwakili oleh segelintir pematung saja, yang aktif berkarya dan berpameran. Sepertinya di negeri kita tidak ada pematung lain kecuali pematung terkenal tersebut. Karena itulah sesuatu harus dilakukan oleh para pematung. Saya berharap banyak pihak mau peduli dan campur tangan untuk mencari solusi bermanfaat bagi kemajuan seni patung, ungkap Sidharta yang menjabt sebagai Ketua Asosiasi Seni Patung Indonesia. Keputusan untuk mendirikan asosiasi ini dilandasi oleh kebutuhan kerjasama antara pematung, dan menciptakan suatu iklim yang baik bagi pertumbuhan seni patung di tanah air. API pun menyadari, suasan tersebut tidak dapat diciptakan hanya oleh beberapa orang saja. Harus diupayakan bersama-sama oleh sejumlah besar pematung dan didukung oleh ligkungan masyarakat yang mengapresiasi seni patung. Karena tentunya, kegiatan berkesenian tidaklah dapat dipisahkan dari penerimaan masyarakat. Berdirinya API diharapkan akan menumbuhkan kerjasama antara asosiasi dengan pihak lain untuk meningkatkan apresiasi di kalangan masyarakat. Selain dengan pihak pemerintah dan swasta yang menaruh perhatian pada dunia patung, juga dengan para jurnalis, kolektor, pemilik galeri, kurator, dan masyarakat umum, Selain itu, jalinan kerjasama dengan asosiasi sejenis yang berada di mancanegara pun perlu dibina, sehingga ruang lingkupnya menjadi semakin luas. Wawasan serta informasi tentunya akan bertambah luas pula. Terlaksananya Pameran Patung 2001 API ynag berskala nasional kali ini pameran kedua sejak API berdiri diharapkan akan membuat dunia seni patung Indonesia semakin eksis. Dalam pameran yang berlangsung di Galeri Nasional, Jakarta, tanggal 20 November sampai 4 Desember 2001 ini akan berkumpul sekitar 77 pematung senior dan yunior Indonesia dari berbagai daerah. Rasanya tak berlebihan kalau kita berharap, diadakannya pameran ini akan membuka jalan mulus bagi seni patung Indonesia.

Perkembangan Seni Pahat Patung di Indonesia Seni pahat memiliki ciri yang agak sedikit berbeda dengan seni ukir. Memang bahan yang digunakan sama persis dengan yang digunakan oleh seni ukir. Tetapi di dalam seni pahat, bukan hanya sekedar melukis di atas batu, kayu, atau bahan lainnya. Dalam seni pahat kita harus dapat membuat suatu bentuk yang sesuai dengan keinginnan kita. Jadi nanti jadinya akan berupa bentuk yang didalamnya terdapat ukiran-ukiran yang tampak indah jika dilihat.

Seni pahat yang ada di Indonesia mula-mula dapat kita lihat dari perkembangan seni ukir yang ada di Indonesia. Bangsa Indonesia mulai mengenal ukir sejak zaman batu muda (Neolitik), yakni sekitar tahun 1500 SM. Pada zaman itu nenek moyang bangsa Indonesia telahmembuat ukiran pada kapak batu, tempaan tanah liat atau bahan lain yang ditemuinya. Motif dan pengerjaan ukiran pada zaman itu masih sangat sederhana. Umumnya bermotif geometris yang berupa garis, titik, dan lengkungan, dengan bahan tanah liat, batu, kayu, bambu, kulit, dan tanduk hewan. Pada zaman yang lebih dikenal sebagai zaman perunggu, yaitu berkisar tahun 500 hingga 300 SM. Bahan untuk membuat ukiran telah mengalami perkembangan yanitu menggunakan bahan perunggu, emas, perak dan lain sebagainya. Dalam pembuatan ukirannya adalah menggunakan teknologi cor. Motif-motif yang di gunakan pada masa zaman perunggu adalah motif meander, tumpal, pilin berganda, topeng, serta binatang maupun manusia. Motif meander ditemukan pada nekara perunggu dari Gunung merapi dekat Bima. Motif tumpal ditemukan pada sebuah buyung perunggu dari kerinci Sumatera Barat, dan pada pinggiran sebuah nekara (moko dari Alor, NTT. Motif pilin berganda ditemukan pada nekara perunggu dari Jawa Barat dan pada bejana perunggu dari kerinci, Sumatera. Motif topeng ditemukan pada leher kendi dari Sumba. Nusa Tenggara, dan pada kapak perunggu dari danau Sentani, Irian Jaya. Motif ini menggambarkan muka dan mata orang yang memberi kekuatan magis yang dapat menangkis kejahatan. Motif binatang dan manusia ditemukan pada nekara dari Sangean.

Arca

Setelah agama Hindu, Budha, Islam masuk ke Indonesia, seni ukir mengalami perkembangan yang sangat pesat, dalam bentuk desain produksi, dan motif. Ukiran banyak ditemukan pada badan-badan candi dan prasasti-prasasti yang di buat orang pada masa itu untuk memperingati para raja-raja.

Bentuk ukiran juga ditemukan pada senjata-senjata, seperti keris dan tombak, batu nisan, masjid, keraton, alat-alat musik, termasuk gamelan dan wayang. Motif ukiran, selain menggambarkan bentuk, kadang-kadang berisi tentang kisah para dewa, mitos kepahlawanan, dll. Bukti-bukti sejarah peninggalan ukiran pada periode tersebut dapat dilihat pada relief candi Penataran di Blitar, candi Prambanan dan Mendut di Jawa Tengah. Pada masa kemasan seni ukir inilah masyarakat mulai mengenal seni pahat. Masyarakat tidak lagi hanya mengukir pada batu atau kayu saja melainkan sudah mulai berusaha untuk membuat suatu bentuk agar seni ukirannya lebih menarik. Saat sekarang ukir kayu dan logam mengalami perkembangan pesat. Dan fungsinyapun sudah bergeser dari hal-hal yang berbau magis berubah menjadi hanya sebagai alat penghias saja. Hai ini terlihat pada makin banyaknya beredar di masyarakat ukiran-ukiran atau patung-patung yang sifatnya hanya sebagai hiasan di dalam rumah saja. Biasanya pada ukiran kayu meliputi motif Pejajaran, Majapahit, Mataram, Pekalongan, Bali, Jepara, Madura, Cirebon, Surakarta, Yogyakarta, dan berbagai macam motif yang berasal dari luar jawa. Motif-motif tersebut yang dulunya mat berbau dengan hal-hal yang sifatnya mistis, kini sudah menjadi hal yang lazim. Mungkin karena masyarakat sekarang kurang memahami sejarah maka hal-hal kecil seperti ini sudah mulai terlupakan. Apabila kita melihat sebuah kursi yang kita duduki memiliki ukiranukiran yang bermotif. Mungkin anak muda jaman sekarang kurang mampu memahami apa sebenarnya maksud dan arti dari motif yang mereka duduki tersebut. Contoh lain lagi mengenai pergeseran fungsi dari seni pahat adalah mengenai patung. Saya sering melihat ada 2 patung besar ada di depan sebuah rumah megah. Biasanya kita menyebutnya dengan sebutan Gupolo dalam bahasa jawa. Sebernarnya dulunya benda itu merupakan patung yang merupakan perlambangan dari seorang yang dihormati. Namun, kita lihat sekarang, konotasinya hanya menjadi patung penjaga rumah saja. Menurut saya perkembangan dunia seni pahat di Indonesia ini ada baiknya juga. Ada juga yang membantu perekonomian negara. Di sebuah desa di bantul yogyakarta, seni pahat sangat berguna sebagai mata pencaharian dari warga desa itu. Dalam satu desa itu, warganya sama-sama mengembangkan seni pahat menjadi sebuah seni yang laku untuk diperdagangkan bahkan sampai ke luar negri. Pengembangan seni pahat ini ternyata membuat seni pahat menjadi semakin digemari dikalangan masyarakat. Walaupun mungkin telah bergeser fungsi menjadi hanya sekedar hiasan atau cinderamata. Dalam perkembangan terbaru yang saya dengar, seni pahat telah lagi bergeser fungsinya, yang ini menurut saya adalah yang paling ekstreem. Seni pahat bukan lagi suatu karya yang menuh mistis dan misteri, bukan juga menjadi hiasan suatu tempat. Melainkan yang baru saja saya lihat, seni pahat telah berubah fungsi sebagai alat untuk memberikan kritik sosial bagi pemerintah. Pahatan seperti ini dikembangan oleh salah satu dosen dari unversitas kesenian yang letaknya di jakarta

Anda mungkin juga menyukai