Anda di halaman 1dari 3

Nama : Bella Yunita Putri

Nim : 20020075
Matkul : Kriya Ukir Dasar

Resume

1. Pengertian Kriya Ukir


Dalam Diksi Seni Rupa (Susanto, 2003), disebutkan bahwa: “Secara harfiah kriya
berarti kerajinan, atau dikenal dalam bahasa Inggrisnya sama dengan craft. Berarti,
seni kriya merupakan cabang seni rupa yang sangat memerlukan keahlian kekriyaan
(craftmanship) yang tinggi, seperti; ukir, keramik, anyam dan lain sebagainya.”
Menurut Gie (1976) ciri-ciri yang membedakan kerajinan (craft) dan seni rupa (art)
adalah kerajinan merupakan pekerjaan rutin yang disesuaikan dengan kegunaan
praktis, sedangkan seni rupa bersifat perlambang dan menciptakan realita baru.
Bahkan dalam perdagangan secara besar- besaran dewasa ini, maka reproduksi dan
karya seni, misalkan lukisan dapat digolongkan sebagai benda kerajinan, karena
kegiatan reproduksi tersebut meniru sesuatu yang telah ada. Tetapi bila dalam
melakukan reproduksi tersebut meniru sudah ditambahkan ide-ide baru, maka
benda yang direproduksi itu digolongkan sebagai benda seni rupa.

2. Perkembangan Kriya Ukir


Kriya ukir kayu sudah berkembang sejak lama di Indonesia. Perkembangan kriya ukir
kayu ini dapat dikelompok-kelompokkan menurut periode dan fase-fase tertentu,
seperti:
a. Zaman prasejarah (zaman batu) ditandai dengan corak primitif
Beberapa benda yang bisa dikelompokkan sebagai peninggalan zaman batu di
antaranya:
gerabah, patung, cincin, gelang, dan kalung (terbuat dan batu). Fungsi utama dan
bendabenda zaman ini adalah untuk kebutuhan sakral (kepercayaan), dan profan
(keduniaan).

b. Zaman kebudayaan Dongson


kebudayaan perunggu, khusus pada zaman ini kriya yang di hasilkan lebih
didominasi oleh barang-barang seperti genderang, patung, kapak, bejana, dan
perhiasan berupa gelang perunggu.

c. Zaman Hindu dan Budha di Indonesia


Kriya yang dihasilkan pada zaman ini hampir sama bentuknya dengan benda pada
zaman prasejarah. Fungsi utamanya lebih diperuntukkan bagi pemenuhan
kebutuhan keagamaan, dan juga untuk kebutuhan sehani-hari.

Bentuk benda yang dihasilkan pada zaman ini, antara lain: lonceng, cerinin, bejana
gantung, lampu gantung. tombak. punah, keris, kentongan, tempat kemenyan,
jambangan air
suci, kendi, wayang, dan topeng. Namun kepemilikan benda-benda ini masih
didominasi sekaligus dimonopoli oleh kaum bangsawan atau kalangan istana saja,
sehingga pengembangannya tidak terlalu menyebar di masyarakat luas. Bila kriya ukir
kayu yang memperoleh pengaruh Hindu lebih banyuk berkembang di daerah
pedalaman, maka pengaruh Budha lebih banyak berkembang di daerah tepi-tepi
pantai atau sungai seperti yang ditemukan di daerah Sriwijaya di Sumatera (Gustaini,
2003).

d. Zaman setelah jatuhnya kerajaan Majapahit Zaman kerajaan Islam.


Pengaruh Hindu dan Budha pada benda-benda kriya selanjutnya masih
mewarnai periode setelah itu, meski saat itu pun berkembang pengaruh Islam.
Sebenarnya Islam hadir di Nusantara sebelum kekuasaan Hindu berakhir, sehingga
bentuk kriya pada zaman Islam, banyak yang mendapat pengaruh dari corak Hindu
dan Budha tersebut. Perbedaan penekanannya terletak pada tidak dijumpainya bentuk-
bentuk makhluk hidup pada motif Islam, karena pembuatnya memang dilarang
melakukan hal tersebut.
Kriya yang paling menonjol yang paling banyak dijumpai pada masa Islam ini
adalah wayang kulit. Media ini dijadikan sebagai sarana dakwah guna
menyebarluaskan ajaranajaran agama Islam. Karena dengan wayang kulit itu dapat
diselenggarakannya pagelaran-pagelaran wayang. Bersamaan dengan itu pengaruh
Islam tersebut berbaur pula dengan pengaruh dari Arab, Cina, dan India.

e. Zaman kemerdekaan Republik Indonesia Hingga Sekarang.


Setelah lebih dan 350 tahun lamanya Belanda bercokol di Indonesia, tidak
mustahil bila pengaruh budaya negara itu ikut masuk ke dalam corak ragam hias kriya
Nusantara. Pengaruh ini dapat diamati dari bentuk-bentuk realistas yang ditampilkan
dalam satu karya, seperti pada kaki kursi, meja yang menyerupai bentuk-bentuk kaki
singa. Kemudian dijumpainya pilar yang berbentuk daun sawi.
pada zaman kemerdekaan, hadir bentuk-bentuk ukiran
bersamaan dengan corak dan motifnya tersendiri sebagai salah satu bentuk
penyempurnaan duri apa yang ditinggalkan dari zaman Hindu. Kemunculan bentuk-
bentuk kriya yang beragam corak dan polanya untuk masing-masing strata tersebut.
Sama seperti yang terjadi pada zaman perunggu, dimana yang memiliki benda-benda
kriya hanya orang-orang tertentu saja atau terbatas di kalangan orang terhormat dan
mampu saja. Kriyawan pada masa lalu memegang peranan penting untuk
menyelesaikan proyek-proyek pembangunan rumah ibadat, stupa, kuil, candi. dan
rumah-rumah adat.
. Kriya ukir kayu, mulai marak berkembang dari sisa-sisa kejayaannya masih bisa
ditemui saat ini. Saat masuknya pcngaruh Hindu, Budha, dan Islam.

3. Bentuk-bentuk Motif Ukir


b. Bentuk-bentuk motif primitif
motif primitif adalah seni ukir pada taraf permulaan. Hal ini disebabkan karena
tingkat pengetahuan dalam bidang serii ukir pada masa itu, baik ditinjau dan segi
motif, teknik dan akan yang dipakai masih tergolong sangat sederhana. Bentuk motif
primitif cenderung berwujud titik-titik, garis-garis, baik garis lurus maupun lengkung
atau segi tiga, dan kadang-kadang juga berupa bentuk geometris lainnya. Kriya ukir
yang bercorakkan primitif ini biasa dianggap memiliki kekuatan gaib atau bernilai
magis.

c. Bentuk-bentuk motif tradisional


Motif tradisional adalah corak ukir yang bersifat kedaerahan yang turun
termurun dari generasi ke generasi berikutnya. Di Indonesia terdapat beraneka ragam
kriya ukir kayu, mulai dari yang bercorak Minangkabau, Toraja, Kalimantan, Asmat,
Batak, Majapahit, Jepara, Bali, Madura. Cirebon, lain-lain. Tidak pernah disebutkan
secara eksplisit maupun implisit, siapa sesungguhnya.

Menurut Efrizal (1987) pada dasarnya ragam hias di Indonesia dapat dibagi dua
bagian, yakni: (1) ragam hias Indonesia bagian Tengah dan Timur; (2) ragam hias
Indonesia bagian Barat. Semula, daerah Indenesia bagian tengah dan timur lebih
sedikit menerima pengaruh dari luar, dibandingkan dengan daerah Indonesia bagian
barat, terutama terhadap pengaruh kebudayaan yang datang kemudian, seperti Budha,
Hindu dan Islam. Ciri khas ragam hias Indonesia bagian tengah dan timur adalah
kekuatan perlambangan, dan penerapan motif-motif geometrisnya (Soemarjadi, 1983).

d. Bentuk-bentuk motif klasik


Dalam motif kriya ukir kayu dikenal juga akan keberadaan motif-motif klasik.
Sukannan (1980) menyebutkan: “yang dimaksud dengan motif klasik adalah pola-
pola hias atau seni ukir yang berakar dari seni ukir tradisional yang telah meñcapai
puncak perkembangannya”. Dengan perkataan lain, dapat diartikan bahwa motif
klasik merupakan sejenis seni yang telah sempurna menurut ukuran tertentu atau
ditinjau dari teknik mapun nilai-nilai artistiknya. Pada umumnya corak-corak yang
dikategorikan kepada motif klasik ini mencerminkan kehidupan masyarakat pada
zamannya.

kehadiran seni ukir klasik di Indonesia sudah mulai berkembang


semenjak zaman purba, di saat kesenian Indonesia menerima unsur-unsur seni
Hindu (Soedarmono, 1979). Hal ini dapat kita temukan dalam bentuk-bentuk seni
dan kriya Indonesia lama yang menampilkan gaya dan corak kesenian Hindu yang
lemah gemulai di zaman Gupta. Yang kemudian lama kelamaan diakui sebagai
milik bangsa Indonesia. Gaya dan corak ini dapat ditemukan pada dinding-dinding
arsitektur terutama pada rumah-rumah adat di Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai