Anda di halaman 1dari 5

Tugas Materi 5

Nama : Kevin Pratama


NIM : 21027124
Zaman Klasik
Zaman Hindu Indonesia berlangsung sejak permulaan tahun Masehi, sampai akhir abad ke limabelas.
Masyarakat Indonesia mulai mengadaptasi sistem kerajaan yang merupakan perluasan dari sistem
pemukiman yang telah mereka kenal. Kemudian sekitar abad ke 5, perkembangan sistem kerajaan di
Indonesia, secara positif telah berasimilasi dengan kebudayaan Indonesia. Feodalisme terlihat secara
signifikan sejak masuknya pengaruh India (Hindu) yang menyebarkan pula sistem kemasyarakatan
berdasarkan kasta. Feodalisme merupakan suatu sebutan bagi pemerintahan negara di zaman
Pertengahan di Eropah (abad ke 14-15), Pada masa Hindu-Budha (abad 5 sampai 15 Masehi)
periode gaya terdiri dari tiga karakteristik yaitu

1. Periode Pra-Hindu-Budha,

karakteristiknya adalah bercampurnya unsur dari India dari luar dengan unsur lokal melalui kota-
kota dan kerajaan di Indonesia. Fungsi- fungsi seni pada masa ini untuk menunjang gaya hidup
feodal-agraris sebagai kelanjutan masa Prasejarah.

2. Periode Puncak Hindu-Budha Indonesia.

Karakteristiknya adalah dominasi ciri India khas Etnik Indonesia, dan penyebarannya sampai ke kota
dan kerajaan di pedalaman. Fungsi- seni adalah dalam rangka pencarian jati diri yang bernafaskan
Hindu-Budha, Etnik (khas lokal).

3. Periode Hindu-Budha akhir

karakteristiknya adalah berkembangnya perdagangan internasional di Indonesia yang membawa


serta agama Islam. Unsur baru ini dianggap lebih menarik dan meninggalkan gaya Hidup Hindu-
Budha yang sebelumnya mendominasi.

Unsur-unsur seni Indonesia Hindu-Budha dipengaruhi oleh India hal ini

1. Huruf Pallawa, dan kemudian huruf Kawi, serta nama-nama tempat di India Selatan terdapat
dalam piagam-piagam kuno.

2. Ciri-ciri candi India Selatan (Dravida), memperlihatkan pengaruhnya kepada bentuk candi tertua di
Indonesia

3. Gaya seni patung tertua di Indonesia dapat memperlihatkan ciri seni patung India .

Pengaruh hindu terhadap teknik yang masih dipertahankan adalah pengolahan batu besar
berbentuk piramida berundak, teknik menuang logam, pengolahan pertanian serta peralatannya,
teknik memahat atau mengukir. pada masa ini juga telah berkembang teknik batik, teknik tenunan
dan anyam-anyaman.
Produk Seni Rupa Era Hindu-Budha

1. Produk yang terbuat dari tanah liat (teracotta). Produk gerabah atau tanah liat banyak ditemukan
di bekas keraton Majapahit, Trowulan.

Fungsinaya:

a. Untuk keperluan sehari-hari, misalnya bak air, kendi, guci, pelita, celengan berbentuk semar,
celengan bentuk bulan berhias geometris, dan bentuk babi.

b. Untuk permainan seperti boneka-boneka berbentuk putri kecil, yang terkenal adalah disebut
dengan “putri Campa” berupa patung memakai gelung tinggi, mata agak memanjang (sipit), dengan
kelopak mata agak tebal, dan berbentuk binatang-binatang dan sebagainya.

c. Sebagai arca-arca kecil berbentuk arca Cina, orang memikul keranjang, laki-laki yang mengenakan
ikat kepala seperti twedapat di Bali. Arca Panji, dikenal karena adanya tokoh Panji dalam sastra
Jawa, arca- arca ini ditemukan disekitar gunung Penanggungan

d. Produk gerabah dalam bentuk stupika-stupika kecil banyak ditemukan di Borobudur, Banyuwangi,
Palembang dan Pejeng, biasanya berisi materai dengan mantera-mantera agama Budha

e. Produk gerabah untuk dekorasi dan bangunan rumah seperti hiasan atap berbentuk guci, atau
miniatur bangunan, saluran- saluran air, genteng

2. Produk dari bahan logam seperti runggu, emas dan besi

a. Produk dari perunggu yang dipakai dalam kehidupan sehari- hari antara lain lampu yang
berbentuk daun. Kemudian lampu berbentuk segi empat dengan ceret di empat sudutnya,
ditambahkan gantungan sebagai hiasan. Bentuk hiasan adalah tokoh dewa, binatang,
rumahrumahan

b. Produk perunggu untuk peralatan memasak seperti gayung, dandang, mangkuk, sendok, tempat
wangi-wangian, cermin. Kebanyakan benda ini ditemukan di Jawa Timur

c. Produk perunggu untuk permainan anak-anak seperti keledai atau domba di atas papan, diberi
roda empat dan lubang untuk mengikat tali

d. Produk perunggu untuk peralatan upacara seperti wajra (peralatan upacara untuk pendeta), genta
dengan hiasan cakra, lembu dan naga, ujung tombak, Bejana untuk menyimpan air suci, kentongan,
talam untuk sesaji, piala zodiak dengan 12 tanda zodiak

e. Produk dari emas untuk perhiasan dan upacara antara lain: cincin, anting-anting, gelang, bandul
kalung dan bodong. Perhiasan ini ada yang diberi batu akik berwarna merah, putih dan hijau.

f. Produk emas, untuk upacara penguburan antara lain: bentuk kurakura, bunga, garuda, lembu,
kadang-kadang dengan ukuran besar berbentuk topeng atau wayang. Kemungkinan sekali topeng ini

adalah wajah raja yang meninggal. Benda-benda ini biasanya ditemukan dalam peti batu di dalam
sumuran candi.

g. Produk dari besi sebagai berikut: keris, tombak. Keris biasanya dibuat oleh empu yang tinggal
disekitar keraton karena keris dianggap memiliki kekuatan magis dan menambah keagungan raja.
3. Produk dari bahan kayu, sebagai berikut

Bangunan istana, ukiran dan peralatan kayu di istana. Umumnya produk dari kayu tidak ditemukan
lagi, misalnya keraton yang dibangun dari kayu, perabot di dalamnya, ukiran-ukiran kayu, alat-alat
dari kayu umumnya sudah punah. Produk yang dibuat dari kayu sebagai berikut: bangunan istana,
ukiran dan peralatan kayu di istana. Bagaimana gambaran keraton itu hanya dapat di bayangkan dari
laporan asing seperti di atas, dan juga dari relief candi.

4. Kriya dari batu seperti relief, patung, candi dan sebagainya.

Produk yang dibuat dari batu, seperti candi, ornamen candi masih dapat kita lihat sampai abad ke
20. Produk dari batu berupa relief. Relief atau ornamen candi umumnya dipahatkan pada bidang
atau dinding bangunan. Ada dua fungsi relief yaitu sebagai

a) penghias bangunan,

b) sebagai medium untuk menceritakan sesuatu. Beberapa motif hias relief itu antara lain 1)
gaya hiasan dinding dengan motif caplokan dengan sulur-suluran. Pada candi Panataran ditemukan
motif hias binatang, yang pada zaman Islam juga dibuat tetapi dalam bentuk yang disamarkan. 2)
Gaya ornamen bercerita, pada candi Borobudur dan Prambanan. Gaya ornamen ini ditemukan juga
pada candi Mendut, candi Sajiwa dalam bentuk fabel (kisah binatangbinatang). Ornamen bercerita
banyak ditemukan pada candi di Jawa Timur antara lain candi Surawana, candi Kedaton. Candi Jago
menceritakan Angling Darma, relief Gua Selamangkeng menceritakan cerita Mintaraga, Candi Kidal
dengan cerita Garudeya.

5. Bahan-bahan lain seperti sutra, kapas.

Produk tekstil berupa pakaian dan perhiasan. Bahan tekstil seperti sutra, katun dan sebagainya
hanya dapat dibayangkan saja. Demikian juga patung-patung Hindu-Budha yang masih ada sampai
abad ke 20, dapat menggambarkan bagaimana pakaian seorang raja dan atribut yang dipakainya.

Gaya Dekorasi Hindu-Budha Indonesia

Gaya dekorasi zaman Hindu-Budha kadang-kadang disebut dengan gaya klassik. Gaya klasik adalah
corak/gaya yang dipengaruhi kaidah-kaidah formal kerajaan yang bentuknya sudah mencapai
kesempurnaan, contoh wayang kulit, relief candi borobudur, patung, mesin kuno. Tujuan seni klassik
umumnya mencari harmoni dan kestabilan, misalnya dalam hal bangunan, musik dan sastra, corak
bangunan klassik, maupun musik klassik. Dalam hal ini seni bangunan Hindu-Budha, mungkin
gayanya mirip dengan seni zaman Barok atau Rokoko di Eropah, dimana yang diutamakan adalah
dekorasi yang menyelimuti sebagian besar bangunan. khususnya seni patung bukan ditujukan untuk
penggambaran manusia secara realistis sebagaimana seni Yunani klassik, tetapi untuk
menggambarkan alam dewa-dewa, atau para raja yang dianggap sebagai dewa-dewi dalam mitologi
Hindu (simbolik). Sifat seni Hindu-Budha sering disebut iconografis yaitu, penggambaran yang
bersifat arca/patung, sedangkan seni Islam disebut iconoclastic (menentang penggambaran secara
icon (ikon), misalnya penggambaran patung mirip dengan bentuk alam, seperti bentuk peng-arcaan
manusia, dan binatang.

Gaya Dekorasi Candi (Jawa Tengah, Jawa Timur)

gaya dekorasi Hindu-Budha pada bangunan candi, sebab sisa-sisa kebudayaan Hindu, selain dari
bahan logam, hanya ada pada produk yang berbahan batu yang awet sampai sekarang. Dekorasi
bangunan sering juga disebut dengan ornamen. Ornamen candi dapat dilihat dalam dua bentuk a)
ornamen konstruktif (menjadi bagian dari bentuk candi); b) ornamen dinding candi (pelengkap)

a) Ornamen konstruktif

1) Patung kepala yang mengisi relung-relung atap pada candi Bima di dieng, sehingga seperti
kepala yang menjenguk dari jendela. Bentuk kepala patung ini mirip dengan seni topeng yang kita
kenal sekarang

2) Ornamen Kala (Jawa Timur) dan Kala makara (Jawa Tengah) dalam bentuk naturalistik (C.
Borobudur) dan sulur-suluran (C.Puntadewa). Di Jawa Timur dibuat dalam bentuk yang besar,
berdagu dan bercakar, yang naturalistik pada candi Jago dan sulur-suluran pada candi Singosari.

b) Ornamen dinding Ornamen pelengkap misalnya bentuk tumpal (segitiga) pada sayap tangga candi
induk Panataran. Ornamen pelengkap lainnya adalah dalam bentuk hiasan dinding yang menebar
keseluruh dinding dengan bentuk yang geometris. Bentuk dasar hiasan ini ada yang berbentuk bunga
ros, garis-garis jajaran genjang, ceplokan, kawung. Penempatan pada candipun tidak sama ada yang
dipasang pada dinding atap (candi Gedongsanga), pada dinding luar (candi Badut),

pada dinding dalam (candi Siwa).

Gagasan seni yang masuk ke Indonesia dari India berasal dari agama Hindu dan Budha. Namun tidak
seluruhnya agama Hindu dan Budha itu murni diterapkan di Indonesia, beberapa hal dapat dicatat
sebagai berikut:

1. Silpasastra, merupakan buku petunjuk seni sebagai pedoman pembuatan bangunan dan
seni pada umumnya, termasuk pembuatan candi dan hiasan-hiasannya.

2. Filsafat India, merupakan pandangan hidup bangsa India berisi inti ajaran Hindu dan
Budha. Penerapan filsafat India ini terdapat pada bangunanbangunan dan hi asan-hiasan. Ajaran
tradisional India yang asli adalah bahwa apa yang kelihatan ini adalah maya, palsu. Sesuatu yang
terlihat aneka ragam seperti kelahiran, besar, dewasa, mati, senang, susah, gembira adalah palsu
(maya). Aneka ragam tadi (keruwetan, multipleks,kompleks) diungkapkan dalam hiasan yang
berlebihan, untuk menggambarkan maya atau kepalsuan dunia

3. Nirvana, merupakan pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian karena kehidupan
manusia diyakini penuh dengan rasa sakit dan penderitaan. Untuk membebaskan diri dari maya
(kepalsuan), dan inkarnasi yang tidak berujung pangkal, disebut samsara (terbelenggu). Situasi
manusia dilambangkan dalam bentuk cakra, atau roda, sebagai nasib. Untuk mencapai pembebasan,
manusia harus membersihkan diri dari nafsu, bebas, tanpa rupa, tanpa nafsu, tanpa hasrat kedalam
keheningan murni (nirvana). Simbol-simbol pembersihan diri manusia itu digambarkan dalam tahap
kama-datu, (kama = hasrat, nafsu, dalam diri manusia yang sifatnya abstrak), kemudian tahap rupa-
datu, (rupa = ujud dunia fana, yang serba ramai, semu, maya, dimana manusia terbelenggu
diatasnya). Tahap rupa ujudnya kongkrit, atau nyata, dan kesemrawutan duniawi itu dapat
digambarkan, dirasakan. Kemudian tahap a-rupa-datu (a =tidak, rupa =berujud), yaitu alam
keheningan, yang lepas dari tipuan dunia. Demikian penghayatan yang diberikan kepada Candi
Borobudur, dan candi-candi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai