Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi dalam proses
pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata “Kr” (bhs Sanskerta) yang berarti ‘mengerjakan’, dari akar
kata tersebut kemudian menjadi karya, kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu
untuk menghasilkan benda atau obyek yang bernilai seni” (Prof. Dr. Timbul Haryono: 2002).
Dalam pergulatan mengenai asal muasal kriya Prof. Dr. Seodarso Sp dengan mengutif dari kamus,
mengungkapkan “perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam bahasa Indonesia; perkataan kriya
itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus Wojowasito diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan
dari kamus Winter diartikan sebagai ‘demel’ atau membuat”. (Prof. Dr. Soedarso Sp, dalam Asmudjo J.
Irianto, 2000)
Sementara menurut Prof. Dr. I Made Bandem kata “kriya” dalam bahasa indonesia berarti pekerjaan
(ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti energi atau kekuatan. Pada
kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau
ketrampilan seseorang”. (Prof. Dr. I Made Bandem, 2002)
Dari tiga uraian ini dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pengertian kriya adalah; kerja,
pekerjaan, perbuatan, yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai penciptaan karya seni yang didukung
oleh ketrampilan (skill) yang tinggi.
Seni Kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan menggunakan keterampilan tangan (hand skill)
dan memperhatikan segi fungsional (kebutuhan fisik) dan keindahan (kebutuhan emosional). Karya seni
kriya dikategorikan sebagai karya seni rupa terapan nusantara. Dalam perkembangannya, karya seni
kriya identik dengan seni kerajinan karena terlihat dari cara pembuatan Karya Seni Kriya dengan
menggunakan tangan (hand made).
Seni Kriya telah ada sejak zaman Prasejarah dilihat dari benda-benda temuan sejak zaman Batu Muda
(Neolitikum) yang mana manusia sudah mula tinggal menetap. Benda karya seni kriya tersebut adalah
tembikar dimana tembikar terbuat dari tanah liat dan digunakan sebagai wadah.
Tembikar di zaman Neolitikum menjadi sebuah hiasan sebagai lambang atua simbol kehidupan spritual.
Di periode selanjutnya, seni kriya berkembang baik dalam aspek fungsi, peningkatan kualitas bahan,
bentuk dan corak hiasannya. Awalnya benda tersebut berbentuk sederhana, dalam perkembangannya
menjadi bentuk macam-macam dan rumit yang disertai hiasan yang membuat banyak variasi dan
detailnya.
Budaya zaman batu tua (Palaeolithikum) merupakan bentuk kebudayaan tertua di Indonesia yang lahir
dari komunitas manusia purba. Contoh peninggalannya antara lain chooper yang ditemukan di Pacitan,
flakes yang ditemukan di Ngandong, serta peralatan dari tulang yang ditemukan di sekitar Ngandong
dan Sidoarjo. Benda-benda yang dihasilkan tersebut bentuknya masih kasar (masih seperti bentuk
aslinya, misalnya batu).
Zaman Batu Tengah
Budaya zaman batu tengah (mesolithikum) merupakan bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh
manusia purba(umumnya telah memiliki akal dan sanggup untuk menuangkan dan mengekspresikan ide
yang ada) yang bentuknya sudah mulai memperhatikan nilai estetika. Contoh peninggalan pada zaman
kebudayaan ini antara lain benda-benda pakai seperti wadah, tembikar, perhiasan, serta berbagai
bentuk kapak persegi dan kapak lonjong.
Budaya zaman batu besar (megalithikum) merupakan bentuk kebudayaan manusia purba yang
bahannya berasal dari batu-batu besar. Contoh peninggalannya adalah menhir, punden berundak, dan
waruga.
Zaman Perundagian
Budaya perundagian atau budaya logam ( logam disini diartikan dengan perunggu, emas dan besi,
karena di Indonesia tidak dilewati oleh kebudayaan tembaga) adalah jenis kebudayaan dari masyarakat
pra-sejarah yang menggunakan logam dalam pembuatan benda-benda dan seni kriya untuk melengkapi
kebutuhan hidupnya. Kebudayaan ini diperkirakan mulai berkembang sekitar 500 SM. Contoh
peninggalan pada zaman perundagian yang dapat kita temui antara lain kapak corong, candrasa, nekara,
moko, topeng emas, serta bejana.
Budaya zaman kerajaan Hindu-Budha di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh kedatangan para
pedagang-pedagang dari wilayah Persia, Gujarat, dan India. Kedatangan para pedagang tersebut
mengakibatkan adanya akulturasi pada kebudayaan asli Indonesia. Contohnya dapat dilihat dari
peralatan rumah tangga pada zaman kerajaan Hindu-Budha yang dihiasi ornamen-ornamen yang berupa
stilasi (penggayaan) tumbuhan, bunga, kala, dan naga dalam bentuk yang bervariasi.
Budaya zaman kerajaan Islam di Indonesia lebih dipengaruhi oleh para pedagang dan pemuka agama
(ulama) yang berasal dari Gujarat. Contoh kebudayaan yang masi dapat kita jumpai di masa sekarang
adalah bentuk arsitektur-arsitektur masjid, wayang kulit, dan lukisan-lukisan yang bertuliskan
huruf/aksara Arab.
Zaman Modern
Bentuk budaya modern adalah segala sesuatu yang dapat kita temui di masa sekarang ini. Masyarakat
telah mengenal dan mengembangan seluruh kebudayaan yang ada pada masa lalu. Masyarakat telah
mengenal modernisasi, sehingga seluruh pengerjaan pembuatan benda-benda kriya tidak hanya
menggunakan tangan, tetapi juga telah menggunakan alat/mesin. Contohnya dalam pembuatan batik,
masyarakat telah mengenal teknik pembuatan dengan cara cap ataupun dengan sablon printing.
Pembuatan gerabah, keramik, dan guci pun telah menggunakan cetakan-cetakan yang terbuat dari besi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekarang telah dapat memadukan dan mengembangkan
segala kebudayaan yang ada untuk menunjang pembuatan seni kriya yang ada.
Seni kriya mengutamakan terapan atau fungsi maka sebaiknya terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Hiasan (Dekorasi). Banyak hasil produk dari seni kriya digunakan untuk benda pajangan. Seni kriya
tersebut lebih mengutamakan keindahan dari pada fungsinya sehingga seni kriya jenis ini mengalami
berbagai pengembangan. Contohnya hiasan dinding, karya seni ukir, patung, cinderamata dan lain
sebagainya..
2. Benda Terapan (Siap Pakai). Seni kriya ini lebih mengutamakan fungsinya sebagai benda yang siap
pakai, nyaman, namun tidak menghilangkan unsur keindahannya. Contohnya senjata, furnitur, keramik
dan lain sebagainya.
3. Benda Mainan. Mungkin kita sering menjumpai seni kriya sebagai alat permainan yang biasanya
dengan bentuk sederhana dan bahan yang mudah didapatkan dan dikerjakan, dengan harga yang relatif
murah. Contohnya adalah boneka, kipas kertas, congklak dll.
Kriya kayu merupakan suatu jenis seni kriya dalam pekerjaannya membuat benda selalu
menggabungkan antara nilai fungsi sekaligus hias dengan menggunakan bahan kayu. Dalam seni kriya
kayu, terdapat pekerjaan dengan tingkat dasar atau tingkat permulaan. Kayu sangat banyak
dimanfaatkan dalam pembuatan berbagai benda kerajinan seperti patung, wayang golek, topeng,
furnitur, dan hiasan ukir-ukiran.
Seni kriya tekstil adalah kriya dengan bahan dasar kain. Istilah tekstil memiliki lingkup yang luas dan
mencakup dengan macam aneka jenis kain yang cara pembuatannya baik dengan cara diikat, ditenun
dipres dan masih banyak cara teknik pembuatan kain. Umumnya kain terbuat dari serat yang dipintar
atau dipin untuk menghasilkan benang yang panjang dan selanjutnya ditenun atau dirajut agar
menghasilkan kain berupa barang jadi. Jenis seni kriya tektil nusantara dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu karya batik dan karya tenun.
c. Seni Kriya Keramik
Seni kriya keramik adalah benda yang terbuat dari tanah liat yang dibakar. Pembuatan seni kriya
keramik adalah dengan teknik slab/lempeng, putar/throwing, pilin/pinching, dan cetak tuang. Daerah-
daerah penghasil seni kriya keramik adalah bandung, jepara, cirebon, banjarnegara, malang, purwerejo,
jogyakarta, banjar negara, dan sulawesi selatan.
Seni kriya batu merupakan seni kriya dengan bahan dasar batu yang dibentuk sedemikian rupa agar
terlihat indah. Batu dengan tektur keras, dan kaku ternyata dapat diolah. Contoh di daerah sukami dan
sukaraja. Daerah tersebut sering ditemukan hiasan-hiasan dan dekorasi rumah dari batu. Contohnya
batu akik, fosil, jesper, dan batu permata seta masih banyak lagi.
Ada beberapa teknik pembuatan benda-benda kriya yang disesuaikan dengan bahan. Alat dan cara yang
digunakan antara lain cor atau tuang, mengukir, membatik, menganyam, menenun, dan membentuk.
Ketika kebudayaan perunggu mulai masuk ke Indonesia, maka mulai dikenal teknik pengolahan
perunggu. Terdapat beberapa benda kriya dari bahan perunggu seperti gendering perunggu, kapak,
bejana, dan perhiasan.
Teknik Tuang Berulang (Bivalve). Teknik bivalve disebut juga teknik menuang berulang kali karena
menggunakan dua keeping cetakan terbuat dari batu dan dapat dipakai berulang kali sesuai dengan
kebutuhan (bi berarti dua dan valve berarti kepingan). Teknik ini digunakan untuk mencetak benda-
benda yang sederhana baik bentuk maupun hiasannya.
Teknik Tuang Sekali Pakai (A Cire Perdue). Teknik a cire perdue dibuat untuk membuat benda perunggu
yang bentuk dan hiasannya lebih rumit, seperti arca dan patung perunggu. Teknik ini diawali dengan
membuat model dari tanah liat, selanjutnya dilapisi lilin, lalu ditutup lagi dengan tanah liat, kemudian
dibakar untuk mengeluarkan lilin sehingga terjadilah rongga, sehingga perunggu dapat dituang ke
dalamnya. Setelah dingin cetakan tanah liat dapat dipecah sehingga diperoleh benda perunggu yang
diinginkan. Disamping teknik cor ada juga teknik menempa yang bahan-bahannya berasal dari perunggu,
tembaga, kuningan, perak, dan emas. Bahan tersebut dapat dibuat menjadi benda-benda seni kerajinan,
seperti keris, piring, teko, dan tempat lilin. Saat ini banyak terdapat sentra-sentra kerajinan cor logam
seperti kerajinan perak. Tempat-tempat terkenal itu antara lain kerajinan perak di Kota Gede Yogyakarta
dan kerajinan kuningan yang terdapat di Juwana dan Mojokerto.
Teknik Ukir
Di Indonesia, karya ukir sudah dikenal sejak zaman batu muda. Pada masa itu banyak peralatan yang
dibuat dari batu seperti perkakas rumah tangga dan benda-benda dari gerabah atau kayu. Benda- benda
itu diberi ukiran bermotif geometris, seperti tumpal, lingkaran, garis, swastika, zig zag, dan segitiga.
Umumnya ukiran tersebut selain sebagai hiasan juga mengandung makna simbolis dan religius.
Dilihat dari jenisnya, ada beberapa jenis ukiran antara lain ukiran tembus (krawangan), ukiran rendah,
Ukiran tinggi (timbul), dan ukiran utuh. Karya seni ukir memiliki macam-macam fungsi antara lain:
ü Fungsi hias,
Yaitu ukiran yang dibuat semata-mata sebagai hiasan dan tidak memiliki makna tertentu.
ü Fungsi magis,
Yaitu ukiran yang mengandung simbol-simbol tertentu dan berfungsi sebagai benda magis berkaitan
dengan kepercayaan dan spiritual.
ü Fungsi simbolik
Yaitu ukiran tradisional yang selain sebagai hiasan juga berfungsi menyimbolkan hal tertentu yang
berhubungan dengan spiritual.
ü Fungsi konstruksi,
Yaitu ukiran yang selain sebagai hiasan juga berfungsi sebagai pendukung sebuah bangunan.
ü Fungsi ekonomis, yaitu ukiran yang berfungsi untuk menambah nilai jual suatu benda.
Teknik Membatik
Kerajinan batik telah dikenal lama di Nusantara. Akan tetapi kemunculannya belum diketahui secara
pasti. Batik merupakan karya seni rupa yang umumnya berupa gambar pada kain. Proses pembuatannya
adalah dengan cara menambahkan lapisan malam dan kemudian diproses dengan cara tertentu atau
melalui beberapa tahapan pewarnaan dan tahap nglorod yaitu penghilangan malam.
Alat dan bahan yang dipakai untuk membatik pada umumnya sebagai berikut:
Kain polos, sebagai bahan yang akan diberi motif (gambar). Bahan kain tersebut umumnya berupa kain
mori, primissima, prima, blaco, dan baju kaos.
Malam, sebagai bahan untuk membuat motif sekaligus sebagai perintang masuknya warna ke serat kain
(benang).
Bahan pewarna, untuk mewarnai kain yaitu naptol dan garam diasol.
Kuas untuk nemboki yaitu menutup malam pada permukaan kain yang lebar.
Sesuai dengan perkembangan zaman, saat ini dikenal beberapa teknik membatik antara lain sebagai
berikut:
Batik Celup Ikat, adalah pembuatan batik tanpa menggunakan malam sebagaia bahan penghalang, akan
tetapi menggunakan tali untuk menghalangi masuknya warna ke dalam serat kain. Membatik dengan
proses ini disebut batik jumputan.
Batik Tulis adalah batik yang dibuat melalui cara memberikan malam dengan menggunakan canting
pada motif yang telah digambar pada kain.
Batik Cap, adalah batik yang dibuat menggunakan alat cap (stempel yang umumnya terbuat dari
tembaga) sebagai alat untuk membuat motif sehingga kain tidak perlu digambar terlebih dahulu.
Batik Lukis, adalah batik yang dibuat dengan cara melukis. Pada teknik ini seniman bebas menggunakan
alat untuk mendapatkan efek-efek tertentu. Seniman batik lukis yang terkenal di Indonesia antara lain
Amri Yahya.
Batik Modern, adalah batik yang cara pembuatannya bebas, tidak terikat oleh aturan teknik yang ada.
Hal tersebut termasuk pemilihan motif dan warna, oleh karena itu pada hasil akhirnya tidak ada motif,
bentuk, komposisi, dan pewarnaan yang sama di setiap produknya.
Batik Printing, adalah kain yang motifnya seperti batik. Proses pembuatan batik ini tidak menggunakan
teknik batik, tetapi dengan teknik sablon (screen printing). Jenis kain ini banyak dipakai untuk kain
seragam sekolah.
Daerah penghasil batik di Jawa yang terkenal diantaranya Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Rembang dan
Cirebon.
Teknik Anyam
Benda-benda kebutuhan hidup sehari-hari, seperti keranjang, tikar, topi dan lain-lain dibuat dengan
teknik anyam. Bahan baku yang digunakan untuk membuat benda-benda anyaman ini berasal dari
berbagai tumbuhan yang diambil seratnya, seperti bamboo, palem, rotan, mendong, pandan dan lain-
lain.
Teknik Tenun
Teknik menenun pada dasarnya hamper sama dengan teknik menganyam, perbedaannya hanya pada
alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan tangan (manual) dan hampir
tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada kerajinan menenun kita menggunakan alat yang
disebut lungsi dan pakan. Daerah penghasil tenun ikat antara lain
Teknik Membentuk
Penegertian teknik membentuk di sini yaitu membuat karya seni rupa dengan media tanah liat yang
lazim disebut gerabah, tembikar atau keramik. Keramik merupakan karya dari tanah liat yang prosesnya
melalui pembakaran sehingga menghasilkan barang yang baru dan jauh berbeda dari bahan mentahnya.
Cara pembentukan dengan tangan langsung seperti coil, lempengan atau pijat jari merupakan teknik
pembentukan keramik tradisional yang bebas untuk membuat bentuk-bentuk yang diinginkan.
Bentuknya tidak selalu simetris. Teknik ini sering dipakai oleh seniman atau para penggemar keramik.
Teknik putar
Teknik pembentukan dengan alat putar dapat menghasilkan banyak bentuk yang simetris (bulat,
silindris) dan bervariasi. Cara pembentukan dengan teknik putar ini sering dipakai oleh para pengrajin di
sentra-sentara keramik. Pengrajin keramik tradisional biasanya menggunakan alat putar tangan (hand
wheel) atau alat putar kaki (kick wheel). Para pengrajin bekerja di atas alat putar dan menghasilkan
bentuk-bentuk yang sama seperti gentong, guci dll
Teknik cetak
Teknik pembentukan dengan cetak dapat memproduksi barang dengan jumlah yang banyak dalam
waktu relatif singkat dengan bentuk dan ukuran yang sama pula. Bahan cetakan yang biasa dipakai
adalah berupa gips, seperti untuk cetakan berongga, cetakan padat, cetakan jigger maupun cetakan
untuk dekorasi tempel. Cara ini digunakan pada pabrik-pabrik keramik dengan produksi massal, seperti
alat alat rumah tangga piring, cangkir, mangkok gelas dll
Disamping cara-cara pembentukan diatas, para pengrajin keramik tradisonal dapat membentuk keramik
dengan teknik cetak pres, seperti yang dilakukan pengrajin genteng, tegel dinding maupun hiasan
dinding dengan berbagai motif seperti binatang atau tumbuh-tumbuhan.
Mengolah media pada dasarnya adalah menggunakan bahan dan alat untuk menyusun unsur-unsur
visual seperti garis, bidang, warna, tekstur, dan bentuk. Dalam mengolah media, siswa perlu
diperkenalkan dengan teknik penggunaan berbagai bahan, dengan memperhatikan keterbatasan-
keterbatasan maupun kelebihan-kelebihannya. Dalam menyusun bentuk, siswa perlu diberi kesempatan
untuk mengembangkan bentuk sehingga menjadi gaya yang bersifat pribadi.
Dalam kritik seni, siswa dilibatkan dalam pembahasan karya sendiri maupun karya teman atau orang
lain. Pembahasan karya seni rupa di sini merupakan proses analisis kritis, meliputi deskripsi, analisis,
interpretasi, dan penilaian. Unsur yang dianalisis adalah gaya, teknik, tema, dan komposisi karya seni
rupa. Melalui kegiatan ini, siswa dapat mengasah keterampilan pengamatan visualnya.
Pembelajaran kritik seni rupa memberikan pengenalan dan latihan menggunakan bahasa dan
terminologi seni rupa untuk mendeskripsikan dan memberikan tanggapan terhadap karya seni rupa.
Tanggapan ini berkaitan dengan sifat-sifat sensoris karya seni rupa, seperti aspek-aspek taktil (rabaan),
spasial (keruangan), dan kinestetik (gerak). Pembelajaran kritik seni juga melatih kemampuan untuk
memahami makna-makna yang disampaikan melalui simbol-simbol visual, bentuk-bentuk, dan
metafora. Selain berkarya seni rupa, materi pokok seni rupa juga mencakup penyajian karya seni rupa.
Materi penyajian karya seni meliputi penyajian secara lisan di kelas dan pameran di lingkungan kelas,
sekolah, bahkan juga di masyarakat. Materi pokok pameran adalah seleksi, pemajangan karya, dan
publikasi.
Dalam perkembangannya di Indonesia, seni kriya dibagi menjadi 3 kelompok. Berikut ini adalah
penjelasannya :
Seni kriya tradisional rakyat (seni kriya yang berasal dari daerah-daerah)
Itulah tiga fase perkembangan seni kriya yang ada di Nusantara. Untuk lebih detailnya, kita bisa
mengenai dari ciri-ciri seni kriya yang ada pada zaman tersebut. Berikut ini ulasannya :
Pada zaman ini kaidah seni sudah di bakukan dalam sebuah pedoman seni oleh seorang seniman atau
empu pada zaman tersebut.
Kualitas seni yang bersifat estetik maupun teknik selalu di dasari dengan pemikiran falsafah hidup serta
pandangan Agama Islam, Hindu, dan Budha.
Salah satu contoh seni kriya pada zaman ini adalah wayang kulit, pandai perak dan emas, ukiran kayu,
keris, kerajinan topeng, dan lain sebagainya.
Salah satu ciri dari kebudayaan etnik yang menghasilkan corak kesenian tradisional adalah mengikuti
watak serta adab kehidupan dalam masyarakat serta lingkungan alam tempat masyarakat itu tinggal.
Jenis serta pembuatan karya seni kriya tradisional ini ditentukan dari bahan serta alat yang tersedia di
lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakatnya.
C. Seni Kriya Indonesia Baru (Kolonial)
Seni kriya pada zaman kolonial pendidikan lebih menekankan pada nilai-nilai yang rasional serta
kehidupan jasmaniah.
Tingkat kesadaran nilai luhur terhadap nilai-nilai tradisional seni kriya menjadi sangat lemah, baik itu
seni kriya klasik ataupun seni kriya rakyat yang berasal dari daerah-daerah.
Beberapa seni kriya baru dapat dikombinasikan dengan seni tradisi serta menggunakan bahan-bahan
industri. Komersialisasi yang melanda para seniman sehingga mereka tidak dapat mewariskan keahlian
yang mereka miliki.