Anda di halaman 1dari 34

SENI PERTUNJUKAN INDONESIA

RANGKUMAN

Oleh :

Geraldine Eginan Putra

211111098

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN

INSTITUT SENI INDONESIA

SURAKARTA

2021

i
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................. i
Halaman Daftar Isi ...................................................................................... ii
BAB I Rangkuman ............................................................................ 1
1.1 Pemahaman Dasar S P I …....……………………………..
1.1.1 Pengertian Seni .............................................................
1.1.2 Pengertian Seni Menurut Ahli .....................................
1.1.3 Seni dan Estetika ...........................................................
1.1.4 Cabang-Cabang Seni ....................................................
2.1 Pengertian Pertunjukan dan SPI …………………………..
2.1.1 Pengertian Pertunjukan ..............................................
2.1.2 Unsur Dalam Seni Pertunjukan ..................................
2.1.3 Tahap-Tahap Pertunjukan ..........................................
2.1.4 Ciri-Ciri Pertunjukan ....................................................
2.1.5 Budaya Pertunjukan ›‹ Pertunjukan Budaya ............
3.1 Periodisasi Seni Pertunjukan Indonesia …………………..
3.1.1 Masa Prasejarah ............................................................
3.1.2 Masa Pengaruh Hindu ................................................
3.1.3 Masa Pengaruh Islam ..................................................
3.1.4 Masa Pengaruh China ....................................................

ii
BAB I

RANGKUMAN

1.1 Pemahaman Dasar Tentang Seni Pertunjukan Indonesia


1.1.1 Pengertian Seni
Menurut pengertiannya seni dan art sangatlah berbeda (art ≠
seni). Art (bahasa latin : Artem) memiliki arti keterampilan,
kecakapan atau skill. Pada Abad Pertengahan (Eropa) Art
digunakan sebagai Muatan Kurikulum Pendidikan yang berisi
grammar, logic, rhetoric, arithmetic, geometri, music dan astronomy,
kemudian mengalami penyempitan menjadi kegiatan melukis,
menggambar, memahat/mengukir, dan membuat patung.
Artist dan Artisan ialah orang yang terampil dari salah sau
bidang sejarah, puisi, komedi, tragedi, musik tari dan
astronomi.
Penegertian Terampil dapat diartikan (Kreativitas,
intelektualitas dan imajinasi) atau sekedar terampil/Tukang
(Williams, 1988: 40-42 dalam Simatupang, 2013: 4)
Sedangkan Seni berasal dari Bahasa Melayu yang berarti
kecil, dalam Bahasa Jawa (rawit), namun (Bahasa Daerah ≠ Seni).
Sekarang Seni dan Art disamaratakan berdasarkan keserupaan
ciri-ciri, sifat dan hasil tindakan. Problematika kesenian, atau
budaya, pada umumnya adalah juga problem identitas
manusia. (Homi K. Bhabha, 1994) (Simatupang, 2013: 4-6).
1.1.2 Pengertian Seni Menurut Para Ahli
a. Aristoteles
“Bentuk yang pengungkapannya dan penampilannya tidak
pernah menyimpang dari kenyataan dan seni itu adalah
meniru alam.”

1
b. Sudarmaji
“Segala manifestasi batin dan pengalaman estetis dengan
menggunakan media bidang, garis, warna, tekstur, volume,
dan gelap terang.”
c. Alexander Baum Garton
“Keindahan dan seni adalah tujuan yang positif
menjadikan penikmat merasa dalam kebahagiaan.”
d. Leo Tolstoy
“Ungkapan perasaan pencipta yang disampaikan kepada
orang lain agar mereka dapat merasakan apa yang
dirasakan pelukis.”
e. James Murko
“Penjelasan rasa indah yang terkandung dalam jiwa setiap
manusia, dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi
ke dalam bentuk yang dapat dianggap oleh indra
pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau
dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama).” 
f. Ki Hajar Dewantara
“Segala perbuatan manusia yang timbul dan hidup serta
bersifat indah, hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan
manusia.”
g. Immanuel Kant:
“Sebuah impian karena rumus-rumus tidak dapat
mengihtiarkan kenyataan.”
h. Hilary Bel:
“Istilah yang digunakan untuk semua karya yang dapat
menggugah hati untuk mencari tahu siapa penciptanya.”

i. Akhdiat Kartamiharja

2
“Kegiatan rohani manusia yang merefleksikan realita
(kenyataan) dalam suatu karya yang berkat bentuk dan
isinya mempunyai daya untuk membangkitkan
pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya.”
j. Edi Sedyawati:
“Segala sesuatu usaha yang ditujukan untuk memperoleh
kenikmatan panca indera.”
1.1.3 Seni dan Estetika
Dalam artian sempit Estetika atau Keindahan itu sendiri
berarti kualitas atau sifat tertentu dari bentuk (form). Akar kata
Estetika yaitu Anastesi (Yunani : Aesthesis) yang berati tidak
hanya persepsi manusia tentang keindahan melainkan rasa
dalam pengertian yang luas (rasa sakit, kemuakan, kegusaran,
gairah dsb.) berupa indera (penglihat, peraba, pencium,
pengecap dan pendengaran))
Estetika adalah tanggapan manusia atas pengalaman
ketubuhannya. Estetika tidak jauh dari Pembudayaan diri
(internalisasi nilai dalam interaksi social)
Jadi kesimpulannya ialah Seni merupakan Sistem Budaya
(Geertz, 1983) yang mencangkup Nilai-nilai rasa (estetis)
diberikan, dilekatkan, dibiasakan sebagai pedoman interaksi
bagi individu masyarakat.
Nilai-nilai rasa (estetika) itu sendiri ada akibat interaksi
antara manusia dengan gejala-gejala (estetis) (Simatupang,
2013: 6-8).

1.1.4 Cabang-cabang Seni

3
Seni Lukis
Seni Patung
Seni Rupa Seni Grafis
Seni Desain
Seni Kriya, Dll

Fotografi
SENI Seni Media
Rakam Televisi
Film, Dll

Musik
Seni Tari
Pertunjukan Teater
Resitasi, Dll

2.1 Pengertian Pertunjukan dan Seni Pertunjukan Indonesia


2.1.1 Pengertian Pertunjukan
Pertunjukan, di dalam bahasa Inggris disebut Performance /
to perform memiliki arti “to do” yaitu berarti mengerjakan atau
melakukan sesuatu kemampuan atau efektivitas menyelesaikan
suatu tugas atau pekerjaan yang mengambil bagian dalam sebuah
pertunjukan seni drama, musik dan tari (theatrical). (Murgiyanto:
1996: 153)
Menurut Sal Murgiyanto dalam jurnal MPSI tahun 1996, 153
mengembangkan pengertian seni pertunjukan menjadi lebih luas
yang mencakup seluruh perilaku manusia yaitu performative
behavior atau budaya pertunjukan dan cultural performance atau
pertunjukan budaya.
2.1.2 Unsur Dalam Seni Pertujukan
Pertunjukan adalah sebuah komunikasi dimana satu orang
atau lebih Pengirim Pesan merasa bertanggungjawab kepada
seorang atau lebih Penerima Pesan dan kepada sebuah tradisi

4
seperti yang mereka pahami bersama melalui tingkah laku yang
khas (a subset of behaviour).
Komunikasi ini akan terjadi jika Pengirim Pesan (pelaku
pertunjukan) benar-benar mempunyai maksud (intention) dan
Penontonmemiliki perhatian (attention) untuk menerima pesan.
Di dalam sebuah pertunjukan harus ada pemain
(performer), penonton (audience), pesan yang disampaikan dan
dengan cara penyampaian pesan yang khas. Mediumnya bisa
auditif, visual, atau gabungan keduanya: gerak, laku, suara, rupa,
multimedia, dan sebagainya.
2.1.3 Tahap-Tahap Pertunjukan
Pertunjukan adalah sebuah proses yang memerlukan Ruang
dan Waktu. Pertunjukan mempunyai bagian awal, tengah dan
akhir. Pertunjukan merupakan proses sehingga di dalamnya
mempunyai struktur dasar yang terdiri atas tahapan-tahapan
tertentu :
1. Persiapan, baik pemain maupun penonton. Seorang
pemain perlu mempersiapkan diri lewat pendidikan,
workshop, latihan, dan persiapan pentas. Para penonton
perlu terlebih dahulu memutuskan untuk melihat
pertunjukan, memesan dan membeli karcis, memilih dan
mengenakan pakaian yang pantas, pergi ke tempat
pertunjukan, kalau perlu memilih restoran, dan menunggu
sampai pertunjukan dimulai.
2. Pementasan, pada saat pementasan, pemain dan penonton
bertemu di tempat pertunjukan. Pemain melakukan
pertunjukan di atas pentas; penonton menyaksikannya di
au-ditorium
3. Setelah Pentas (Aftermath), apa-apa yang terjadi setelah
pertunjukan selesai. Penyelenggara harus membongkar set,

5
mengembalikan barangbarang ketempatnya dan
beristirahat. Selanjutnya ada kegiatan membuat resensi
koran, mengatur dokumentasi (foto, video, tulisan)
mengadakan evaluasi (mungkin) menulis buku, dan
mengumpulkan tanggapan penonton Bagi penonton
mereka harus membebaskan diri dari “khayal" pentas,
kembali ke rumah menjadi anggota keluarga, masuk kerja
esok harinya, membaca resensi, dan sebagainya. Bagi para
pemain, bagaimana melepaskan diri dari "peran -pentas"
dan kembali ke kehidupan sehari-hari.
2.1.4 Ciri-Ciri Pertunjukan
Pertunjukan adalah Permainan (laku berpura-pura).
Pertunjukan adalah Transformasi Sesaat (peran) (Schechner ,
2003). Pertunjukan adalah sebuah Aktivitas Pengungkapan yang
meminta keterlibatan, kenikmatan pengalaman yang
ditingkatkanserta mengundang respon. (Sims & Martin Stephens,
2005 dalam Simatupang 2013: 31). Ciri-Ciri Pertunjukan :
1. Pertunjukan memerlukan bekerjanya sejumlah ‘bingkai’
(frames) yang dikenalibaik oleh penyajimaupun
penontonsebagai penanda bahwayang berada di dalam
‘bingkai’ tersebut adalah Pertunjukan.
 Bingkai tersebut berwujud dalam berbagai bentuk mulai
dari konvensikonvensi mengenai tempat, waktu, materi
ungkap, teknik pengungkapan, hingga pada tanda-tanda
bahasa, gerak, rupa yang spesifik.
 Formula yang “membingkai” suatu aktivitas ke
dalampertunjukan bersumber daritransformasi yang ada
padagejala-gejala keseharian (daily) yang dimodifikasi

6
menjadi gejala-gejala di luar keseharian (extra daily)
sehingga menimbulkan Daya Pikat/Pesona (enchantment)
 Seni merupakan teknik pesona (Technology of enchantment)
(Alfred Gell) (Simatupang, 2013:31)
2.1.5 Budaya Pertunjukan ›‹ Pertunjukan Budaya
Budaya Pertunjukan adalah Seluruh tingkah laku yang
dilakukan seseorang di depanorang lain dan
mempunyaipengaruh terhadap mereka (Erving Goffman).
Pertunjukan Budaya adalah muatan budaya yang terbungkus
rapi dalam dan /atau sebagai pertunjukan. BentukPertunjukan
Budaya merupakanunit konkrit dari struktur budaya
yang memiliki unsur :
1) Waktu pertunjukan terbatas;
2) Awal dan akhir;
3) Acara kegiatan yang terorganisasi;
4) Kelompok pemain;
5) Kelompok penonton;
6) Tempat pertunjukan; dan
7) Kesempatan mempertunjukkan (Singer)
3 Golongan besar Pertunjukan Budaya :
1) Play atau Bermain
Kegiatan yang relatif bebas dimana orang-orang yang
terlibat menetukan dan membuat aturan-aturan
mereka sendiri untuk disepakati selama permainan
berlangsung. Dalam bermain, kesenangan atau pleasure
menjadi tujuan.

2) Ritual atau Upacara

7
Di dalam ritual aturan-aturan dibuat dari atas dimana
pelaku ritual sesuai dengan fungsinya masing-masing
harus mentaati dan melakukan aturan-aturan tersebut.
Tealitas (penguatan, transformasi) menjadi sasaran
ritual.
3) Permainan, Olah Raga dan Pertujukan Kesenian.
Keesenian berada ditengah-tengah antara kegiatan
bermain dan upacara dimana realitas dan kenikmatan
ditata seimbang (Sal Murgiyanto 1996: 154-167)
3.1 Periodisasi Seni Pertunjukan Indonesia

Masa Masa Masa Orde


Masa Pengaruh Pengaru Baru dan
Prasejarah Islam h Barat Globalisasi
600.000 SM 150 M 625 M 1300 M 1511 M 1945 1966

Masa Masa Masa


Pengaru Pengaruh Kemer
h Hindu- China dekaan
Buddha

3.1.1 Masa Prasejarah


 Zaman Batu Tua (Paleolithic 800.000 SM)
Zaman batu tua diperkirakan berlangsung kira-kira 800.000
tahun yang lalu, yaitu selama masa pleistosen (diluvium).
Pada zaman paleolithikum ini, alat-alat yang mereka
hasilkan masih sangat kasar. (Kapak Perimbas, Alat-alat dari
tulang, dll)
 Kebudayaan
Berdasarkan daerah penemuannya maka alat-alat
kebudayaan Paleolithikum tersebut dapat
dikelompokan menjadi Kebudayaan Pacitan dan
Kebudayaan Ngandong.
 Zaman Batu Pertengahan (Mesolithic 10.000 SM)

8
Diperkirakan terjadi pada masa holosen yang terjadi sekitar
10.000 tahun lalu. Di zaman batu tengah ini, dipercaya kalau
manusia pra sejarah masih menggunakan batu untuk alat
sehari-hari.
 Kebudayaan
a. Alat-alat yang dihasilkan masih terlihat kasar
meskipun telah ada upaya untuk memperhalus dan
mengasahnya
b. Abris sous roche yaitu gua yang dipakai sebagai
tempat tinggal atau membuat rumah semi permanen
(pondok)
c. Berkelompok 30-50 orang
d. Bercocok tanam dengan slash n burn (membakar
ladang) dan tanpa perawatan
e. Masih menjadikan berburu sebagai kegiatan utama
f. Diperkirakan telah mengenal api dalam pengolahan
makanan
g. Mulai mengenal “kesenian” → lukisan gua yg
menggambarkan kehidupan sosial-religius
 Zaman Batu Baru/Akhir (Neolithic 2500 SM-1000SM)
1. Pengetahuan Kelautan, Pertanian, Penggunaan
Kerbau, Memelihara anjing dan babi.
2. Gerabah, Pembuatan kain dari kulit kayu,
3. Perkembangan alat kayu dan batu: mata panah dari
batu, lumpang dan alu, beliung halus
4. Hiasan-hiasan dari kerang dan gigi binantang.
5. Megalith (Batu-batu besar): Menhir, tempat duduk
nenek moyang, altar di atas bangunan berundak,
peti dan sarkofag, patung-patung pahat

9
6. Penghormatan kepada nenek moyang dan penyembahan
kepada roh.
 Perkembangan Sistem Politik :
a) Sistem Organisasi yang mempersatukan komunitas
kecil (“negara-negara kecil”)
b) Dikuasai oleh orang asing (India Selatan/Tamil)
c) Abad ke-3 dan ke-4 membawa agama Hindu dan
Budha (Zaman Hindu Budha) dan mengakhiri
zaman prasejarah Indonesia (Koentjaraningrat, 1984,
30-37)
 Zaman Perunggu (300 SM)
1. Berasal dari Vietnam Utara (daerah Dong-Son)
2. Benda-benda perunggu digunakan untuk alat pakai dan
alat upacara.

I. Kepercayaan Animisme dan Dinamisme (2500 SM-100 M)


Animisme (pemujaan terhadap roh atau jiwa) merupakan
paham kepercayaan yang meyakini bahwa jiwa atau roh terdapat
pada bendabenda tertentu, tidak hanya pada makhluk hidup.
Dinamisme (pemujaan terhadap benda) adalah paham
kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan gaib atau mistis
yang terdapat pada benda-benda tertentu.
Beberapa pernyataan mengenai Seni Pertunjukan :
1. Pernyataan Wanger tentang Inspirasi terbentuknya Seni
Pertunjukan.

10
“Ritual magi merupakan prasarat utama untuk menguasai
kekuatan magi (mana), karena mana diperlukan bagi
kehidupan di masyarakat. Untuk menguasai mana
diperlukan tanda eksternal berupa ekspresi estetik (seni
pertunjukan)”.
2. Menurut Brandon (2003)
“Seni Pertunjukan merupakan sarana penting dalam ritual
magi, yaitu untuk menguasai mana yang diperlukan untuk
kelangsungan hidup masyarakat.”
Terkait dengan kehidupan agraris di Indonesia: Adanya
waktu senggang ( setelah menanam padi sampai saat panen)
menjadi waktu untukmengadakan seni pertunjukan. Saat
panen: perayaan dengan menggelar seni pertunjukan yang
bermuara pada penghormatan untuk roh penjaga padi (Dewi
Sri/ Sang Hyang Sri)
3. Masyarakat Pra-Hindu
Membawa mite-mite atau legenda (oral) tentang makhluk
supranatural yang bersifat baik dan jelek yang ada dan
berkuasa di sekitar manusia Menjadi cerita rakyat yang
kemudian menjadi sumber penting bagi Seni Pertunjukan di
Indonesia.

4. Brandes (1889)
“Seni pertunjukan di Indonesia diperkirakan terdapat unsur
budaya asli (sebelum mendapat pengaruh Hindu)” :

a) Wayang; d) Sistem Membatik;


b) Gamelan; e) Mengerjakan
c) Puisi; Logam;

11
f) Sitem Mata Uang; Namun baru berkembang
g) Pengetahuan pesat setelah bersentuhan
Pelayaran; dengan kebudayaan luar
h) Pengetahuan Astronomi; yang dimulai dari India.
i) Birokrasi Pemerintahan. (Soedarsono, 1998: 3)

Ciri-ciri Seni Pertunjukan pada Masa Prasejarah:


1. Berpola pada kehidupan masa lampau yang agraris
2. Biasanya digunakan untuk mengundang roh binatang
totem untuk mendapatkan bantuan dari binatang totem
atau dewa dewi guna mengusir roh jahat.
3. Pada saat roh datang penari trance dan menunjukkan
4. kekuatan di luar dirinya seperti berjalan di atas api, makan
beling, makan ayam hidup, menusukkan keris, dll.
3.1.2 Masa Pengaruh Hindu I
Proses baru peradaban kita adalah ketika mulai adanya
adaptasi, asimilasi dari kebudayaan Hindu yang masuk di
Indonesia. Bukti tertua adanya negara-negara Hindu-Jawa adalah
ditemukannya prasasti di Jawa Barat yang tulisannya berbentuk
huruf India Selatan yang berisi suatu diskripsi mengenai beberapa
upacara yang dilakukan oleh seorang raja untuk merayakan
peresmian bangunan irigasi dan bangunan tempat upacara yang
diperkirakan abad ke-4 Masehi. Raja ini adalah orang Indonesia
yang meniru gaya hidup India (Koentjaraningrat, 1984:38).
Perkembangan serta proses berakulturasinya kebudayaan
'Hindu' dan kebudayaan 'Pribumi' sampai menghasilkan
“kebudayaan baru" berlangsung dalam rentangan waktu yang
sangat lama. Rupanya adaptasi Hindu di Indonesia berjalan secara
damai dan tidak menimbulkan gejolak, hal ini karena adanya

12
adaptasi yang 'halus' antara budaya “pribumi” dengan budaya
“Hindu”.
Dugaan yang paling tua tentang masuknya Hindu di
Indonesia adalah adanya kolonisasi orang-orang India yang
bercampur dengan perkawinan raja-raja India dengan puteri-
puteri para pemimpin lokal. Diperkirakan juga bahwa proses
penyebaran agama Hindu dibawa oleh pedagang-pedagang India
yang datang di beberapa bagian pantai di Nusantara. Sambil
berdagang mereka membawa kebudayaan mereka diantaranya:
ilmu pengetahuan, teknologi, politik, sistem kepercayaan (religi),
kesusasteraan, seni tari, seni musik, dan lain-lain. Pada frase
berikutnya terjadi hubungan dua arah India dan Indonesia
sehingga menjadi kedekatan hubungan kebudayaannya semakin
nampak. India sangat tertarik dengan berita-berita tentang
kekayaan hasil bumi terutama renpah-rempah, emes, perak
sehingga banyak Brahmana-brahmana yang datang ke Indonesia
untuk menemukan lahan baru, terutama untuk aktifitas
keagamaan, atau raja-raja Indonesia mengundang para brahmana
dari India. Bukti dari teori ini adalah ditemukannya prasasti di
Kalimantan Timur pada sekitar tahun 400, dalam prasasti itu
menghubungkan raja bernama Mulawarman yang menyebut '
pendeta telah datang ke sini'. Sedangkan Indonesia sangat tertarik
dengan ketrampilan baru, oleh karenanya terdapat pula orang-
orang Indonesia yang pergi ke India untuk mempelajari,
astronomi, matematika, bahasa, sastra, bacatulis.
Pengaruh Hindu yang mononjol adalah mulai berdiri bentuk
kerajaan (Hindu) yang terdapat di Indonesia. Menurut
Koentjaraningrat, terdapat dua tipe kerajaan Hindu kuno di
Indonesia yaitu kerajaan Pantai dan Kerajaan Pedalaman.

13
1. Kerajaan Pantai berkembang di suatu kota yang sekaligus
sebagai kota pelabuhan, tipe kerajaan ini kekuatannya di
topang oleh perdagangan. Kerajaan pantai tidak didukung
oleh komunitas petani (pedesaan dan pedalaman), akan tetapi
mempunyai armada perdagangan laut yang besar, terdiri dari
kapal-kapal layar bercandik. Contoh dari kerajaan ini adalah
kerajaan Sriwijawa yang tumbuh pada abad ke 7 masehi.
Kerajaan Sriwijaya diperkirakan terletak di pantai timur
Sumatra Selatan (dekat Palembang) akan tetapi beberapa ahli
berdasarkan prasasti yang diketemukan masih meragukan
kepastian letak ibukota Sriwijawa, bahkan dimungkinkan
letak kerajaan ini berpindah-pindah (Koentjaraningrat,
1984:39).
2. Kerajan pedalaman terletak di lembah-lembah dan dataran-
dataran tinggi yang sangat subur, seperti di antara sungai-
sungai dan komplek-komplek gunung berapi di Jawa.
Kerajaan ini didukung oleh komunitas petani dengan sistem
irigasi yang hidup di pedalaman dan pedesaan. Pusat
kerajaan adalah sebuah kota dimana istana kerajaan dibuat
sebagai pusat pemerintahan dilengkapi bangunan-bangunan
lain. Bangunan istana dikelilingi rumah-rumah para hamba
raja, serta rumah rakyat lainnya yang kemungkinan dibuat
dari bahan yang tidaktahan lama. Diseputar istana juga
dibangun rumah-rumah dewa yang dibuat dari bahan batu
berupa candi yang didirikan untuk berbagai aspek kehidupan.
Bangunan candi itu dibuat dari batu menjulang tinggi
melambangkan kekuasaan san sifat abadi dari dewa
yangbersangkutan. (Sukmono, dalam Koentjaraningrat
1984:39).

14
Dalam negara agraris mulai berkembang konsep khusus
mengenai sifat raja. Dasarnya adalah kesadaran orang akan
hubungan yang dekat antara susunan alam semesta dengan
kerajaan manusia. Dunia manusia diwakili oleh kerajaan
dengan raja sebagai penjelmaan salah satu dewa yang
mempunyai tugas untuk menjaga keselarasan kosmosnya di
pusat kerajaannya, Raja adalah melambangkan raja dewa di
pusat alam semesta.

Heine Geldern dalam bukunya Conceptions of State and


Kingship in Southeast Asia mengamati bahwa konsepsi
keagamaan dan filosofi mendasari serta membentuk negara-
negara di Asia Tenggara. Masalah utama yang harus
diperhatikan adalah kepercayaan pada adanya kesejajaran
antara makrokosmos dan microkosmos, yaitu antara jagad
raya dengan dunia manusia. Menurut kepercayaan ini
manusia secara ajeg berada di bawah pengaruh kekuatan-
kekuatan yang memancar dari arah mata angin, dari bintang-
bintang serta planet. Kekuatan-kekuatan itu bisa menelorkan
kemakmuran serta kesuburan atau sebaliknya, tergantung
manusia berhasil atau tidak dalam menciptakan harmoni
hidup mereka. Harmoni kerajaan serta semua kawula tercapai
apabila kerajaan bisa diatur sebagai satu gambaran dari jagad
raya, yaitu sebagai jagad raya ukuran kecil. Dari itu dapat
dikatakan bahwa tugas utama dari seorang raja adalah
menjaga kelestarian keseimbangan antara kerajaan dengan
jagad raya (Seodarsono:118).

Karena raja berasal dari dewa yang bertugas sangat berat,


maka raja dipercaya memiliki kekuatan sakti yang memancar
dari tubuhnya kepada mereka yang berada didekatnya. Untuk

15
mencapai kesaktian biasanya dicapai dengan melalui proses
(laku) bertapa (meditasi). Rakyat percaya bahwa stabilitas,
keamanan, kemakmuran negara dapat dipertahankan apabila
raja bisa menjaga keseimbangan (saktinya. Untuk menjaga
kesaktiannya dan menguasai sejumlah kekuatan, maka
diperlukan, lelaku, benda pusaka, dan melaksanakan berbagai
ritus upacara keagamaan dilengkapi dengan nyanyi, sastra,
mantra dan lain-lain.

Menurut Brandon 4 (empat) unsur kebudayaan Hindu yang


angat berpengaruh terhadap pembentukan dan atau
perkembangan seni pertunjukan yaitu:

1. Brahmanisme (pemujaan Syiwa), merupakan sumber


bagi seni-seni pertunjukan teatrikal.
2. Kesastraan Wiracarita: Mahabarata dan Ramayana.
3. Budhisme: Jataka dan fabel.
4. Natyasastra (estetika India), merupakan sumber dari
gaya tari istana.
5. Brahmanisme
1. Brahmanisme,
adalah suatu kepercayaan yang menempatkan
kelembagaan raja sebagai penjelmaan dewa (biasanya
Brahma, Syiwa atau Wisnu) atau disebut konsep “Dewa-
Raja”. Dalam posisi demikian maka raja dianggap sebagai
pelindung negara beserta seluruh rakyat yang dipimpinnya
(microkosmos), raja berkuasa secara total. Oleh karena raja
sebagai titisan dewa maka ia sangat ditakuti, disegani
bahkan disembah. Bukti kesetiaan rakyat kepada raja maka
diujudkanndalam berbagai bentuk kegiatan ritual
penyembahan/persembahan, diantaranya berbentuk

16
penyajian musik, tari, drama, sastra dan lain-lain. Dengan
adanya pertunjukan tersebut, maka akan merebut
hatinpara dewa, sehingga pancaran ketentraman,
perlindungan akan didapatkan.
Kepercayaan Brahmanisme yang menempatkan dewa
sebagai pujaan, pada dasarnya tidak bertentangan dengan
kepercayaan masyarakat PraHindu yang animintis dimana
raja (kepala suku) menempatkan roh-roh nenek moyang
sebagai pemujaan. Untuk menjalin hubungan dengan alam
gaib, maka kepala suku (raja) membutuhkan magi atau
kekuatan. Dalam hal ini maka seni pertunjukan merupakan
media yang luwes untuk mewadahinya dua kepentingan
raja ini.
2. Wiracarita Ramayana dan Mahabarata
Kedua karya sastra wiracarita ini merupakan sumber
(babon) bagi garapan seni pertunjukan (teater'wayang
kulit", “wayang topeng”, tari, drama tari), dalam istana-
istana yang sudah memeluk faham Brahmanisme. Kedua
wiracarita yang awalnya berasal dari Locusnya juga
disesuaikan dengan geografi dimana raja berkuasa.
Cerita-cerita baru muncul yang menonjolkan tokoh-
tokoh tertentu untuk mempersonifikasikan raja yang
sedang berkuasa, misalnya Arjunawiwaha, Arjuna
merupakan personifikasi dari raja Airlangga yang berkuasa
padamasa itu. (Brandon 1989:34).
3. Budhisme
Faham Budhisme (terutama Budha Mahayana)
diperkirakan masuk Indonesia bersama dengan pedagang
Budhis dari India selatan & (Srilangka). Selain berdagang
mereka juga menyebarkan ajaran agama Budha lewat

17
Jataka (cerita tentang kelahiran Budha). Dari cerita tersebut
maka munculah episode yang sangat terkenal seperti
Sutasona (Budha Gautama), Sudamala, Kunjarakarna, serta
cerita ing tentang kehidupan binatang yang banyak
menghiasi relief-relief candi Budha.
4. Natyasastra
Natyasastra (Kitab tentang Pentas) sebuah karya
ditulis pada sekitar abad ke-5 atau ke-6 yang konon ditulis
oleh Bharata, berisi tentang pengertian mendalam
mengenai seluk beluk batin manusia serta gelombang-
gelombang emosinya, mulai dari kesadaran praktis sampai
perenungan estetik (Dick Hartoko, 1983:68).
Menurut Brandon pengaruh India yang paling
mendalam adalah pada tari. Hampir di sebagian besar
wilayah Asia Tenggara pertunjukan (tari) bersumber dari
dasar-dasar yang sama dengan India, yaitu Natyasastra.
Bentuk ini jelas terlihat dari karana pada relief candi
Prambanan dan Borobudur (IyerAlessandra, 1998:105).
Karana adalah satu kesatuan gerak yang mempunyai
makna Disana denganjelas dapat dilihat pengaruh India
terhadap bentuk tari seperti: bentuk kaki, tangan, posisi
tubuh, musik pengiring serta episode dari wiracarita
Mahabarata dan Ramayana.
Pada tari India yang bersumber pada kitab
Natyasastra seperti misalnya tari Bharatnatyam, Manipuri,
Kathakali, dan Kathak, lazimnya memiliki 31 gerak
maknawi yang diungkapkan dengan sebelah tangan, dan
ada 27 gerak maknawi yang diungkapkan dengan dua
belah tangan. Gerak-gerak maknawi dari tangan atau hasta
ada yang berfungsi sebagai kata benda, kata sifat, kata kerja

18
dan sebagainya, yang apabila disusun oleh seorang penari
akan mampu berfungsi sebagai kalimat, bahkan sebagai
sebuah ceritera. Dengan ditambah ekspresi wajah yang juga
banyak macamnya, seorang penari Bharatnatyam,
Kathakali, dan lain-lain, dari India bisa
mengkomunikasikan kepada para penonton tahu
vokabuler gerak, sebuah centera. Memang tangan dan
wajah merupakan bagian tubuh manusia yang paling
ekspresif.
Pengaruh dari bentuk-bentuk tangan pada tari
jumlahnya sangat sedikit. Bila pada tari India terdapat
gerak maknawi tangan yang berjumlah 31 yang dilakukan
dengan satu tangan serta 27 yang dilakukan dengan dua
tangan. Pada tari jawa misalnya hanya ada empat posisi
tangan saja yaitu ngruji atau ngrayung, ngithing, nyempunt
dan ngepel. Bila posisi tangan pada tari India yang disebut
hasta bisa dikategorikan sebagai gerak maknawi (Inggris :
gesture) karena setiap bentuk posisi memiliki makna
tertentu, posisi tangan pada tari Jawa tidak memiliki makna
tertentu. Posisi-posisi tangan pada tari Jawa, bali, Sunda
lebih mementingkan keindahan daripada makna.
Perkembangan tari tradisi di Indonesia tidak seperti
yang terjadi di India, walaupun Indonesia pemah
mendapat pengaruh yang cukup besar kebudayaan India.
Meskipun para pakar kebudayaan menyatakan bahwa
pengaruh kebudayaan India ke Indonesia sudah berawal
terjadinya kontak antara India dengan Indonesia pada
pertama tarikh masehi sampai runtuhnya kerajaan besar
Majapahit di Jawa pada akhir abad ke 15, tapi berdasarkan
data-data arkeologi yang telah ditemukan, pengaruh tari

19
India terhadap tari Indonesia, terutama Jawa, yang sangat
besar hanya terjadi pada antara abad ke-8 dan abad ke-10
saja. Selain itu arkeologi yang terdapat pada relief candi-
candi Borobudur, Prambanan dan seputarnya, hanya
terbatas di Jawa Tengah saja.
3.1.3 Masa Pengaruh Hindu II
Ditinjau dari dimensi waktu, yaitu sejak abad VIII sampai
abad XVI, selama kurun waktu yang panjang tersebut secara
hipotetis seni pertunjukan di Jawa mengalami perkembangan dan
perubahan. Hal tersebut dapat dilihat dari data-data verbal serta
data-data pictorial. Data verbal adalah data yang diperoleh dari
sumber tertulis yang berupa prasasti dan kitab-kitab kesastraan.
Adapun data pictorial adalah data yang berwujud gambar yaitu
relief pada bangunan candi-candi di Jawa.
Di dalam sejarah kebudayaan Indonesia kuno, masa yang
panjang tersebut dibagi menjadi dua periode yaitu (a) periode
klasik tua atau periode klasik Jawa Tengah dan (b) periode klasik
muda atau periode Jawa Timur. Periode klasik tua berlangsung
dari sejak datangnya pengaruh Hindu sampai abad X, sedang
periode klasik muda sejak abad XI sampai abad XVI. Pembagian
menjadi dua periode seperti tersebut selain berdasarkan langgam
atau gaya seni juga adanya perpindahan aktivitas politik dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Tentang sebab-sebab perpindahan
internasional yang makin berkembang dan menyebabkan Jawa
Timur semakin makmur, sementara kondisi Jawa Tengah semakin
merosot karena banyaknya pembangunan candi — “central
Javanese royal culture was destroyed by its temples”.
Pendapat tersebut dibantah oleh Boechari bahwa
perpindahan pusat politik ke Jawa Timur karena terjadinya
serangan musuh dan peristiwa katastrop. Sekali suatu wilayah

20
atau kerajaan kena serangan musuh, menurut kepercayaan
masyarakat Jawa kuno, wilayah tersebut atau kraton harus
dipindahkan karena tempat lama sudah tidak suci lagi. Dengan
demikian faktor kepercayaan religius juga berperan dalam
perpindahan kerajaan (Boechari, 1979).
Perbedaan kedua jaman yaitu jaman Jawa Tengah
dannjaman Jawa Timur menyebabkan pula adanya perbedaan
gaya seninmasing-masing. Setelah abad X sampai seterusnya di
dalam seninpertunjukan terjadi perubahan dan perkembangan.
Sumber-sumbernuntuk mengetahui kehidupan dan keberadaan
seni pertunjukan masa ini adalah prasasti, kitab kesastraan, dan
relief pada bangunan candi.
Prasasti adalah pertulisan kuno yang dituliskan
padalempengan logam atau batu. Prasasti Jawa kuno biasanya
berisi tentang upacara penetaan sima (tanah perdikan) oleh
pejabat kerajaan. Meskipun uraian di dalam prasasti itu singkat
namun diperoleh gambaran tentang jalannya upacara sima,
perlengkapan dan alat-alat upacara, siapa saja yang hadir, pesta
makanan dan minuman, dan seni pertunjukan yang menyertainya
(Haryono, 1980).
1. Prasasti Gandasuli II Tahun 769 Saka
Di dalam prasasti yang berasal dari desa Gandasuli,
Temanggung, tidak banyak keterangan tentang seni
pertunjukan kecuali hanya penyebutan alat musik 'curing'
dalam kaitannya dengan perlengkapan upacara. Kutipan
singkat kalimatnya adalah:
8. (hu) minamahkan pangliwattan
9. 1 padamaran 1 pamapitn)nya
10. ngan 6 curi (ng) 1 ...
2. Prasasti Kuti Tahun 762 Saka (18 Juli 840)

21
Prasasti yang ditemukan di Joho, Sidoarjo (Jawa Timur) ini
terdiri atas 12 lempengan. Pada lempengan IVa dijumpai kata
Juru banol' bersama-sama dengan para pejabat lainnya seperti
tuha dagang, misra hino, misra hanginangin (baris 3).
Keterangan tentang seni pertunjukan dijumpai pada
lempengan IVa sebagai berikut:
1. hanapuk warahan kecaka tarimba hatapukan haringgit abanol
salahan.
2. tanparabyapara samangilala drbya haji sawakanya manganti i
sang hyang dharma simanira cancu
3. makuta sira cahcu manggala ring kuti. Mangkana yan pamuja
mangungkunga curing hamaguta payung.
3. Prasasti Kuti Tahun 762 Saka (18 Juli 840)
Istilah hanapuka, hatapukan, berasal dari kata 'tapuk yang
berarti 'topeng', sedangkan kata 'haringgit berasal dari kata
'ringgit yang berarti 'wayang'. Kata “ringgit sampai sekarang
masih ada di dalam bahasa jawa baru yang artinya juga
wayang atau bentuk bahasa Jawa karma 'wayang'. Kata
'abahiol' artinya lawak atau dagelan. Mereka termasuk di
dalam kelompok 'sang mangilala drbya haji" yaitu pejabat
kraton yang memperoleh gaji dari kraton (abdi dalem).3
Kalimat 'mangkana yan pamuja mangungkunga curing' dapat
diartikan: 'demikianlah jika mengadakan pemujaan supaya
menabuh curing'. Dari kalimat tersebut dapat dinyatakan
bahwa membunyikan curing dalam kaitannya dengan
upacara pemujaan.
4. Prasasti Waharu I tahun 795 Saka (20 April 873)
Prasasti ini berupa satu lempengan tembaga ditemukan di
Desa Keboan Pasar, Sidoarjo, dan merupakan salinan yang
dibuat pada jaman Majapahit. Pada sisi belakang (Ib) di

22
jumpai kata: widu mangidung dan mapadahi, yang termasuk
di dalam daftar para pejabat kerajaan yang tidak boleh
'masuk' di daerah 'sima'. Beberapa di antaranya seperti
kutipan berikut:
1. tuha dagang juru gusali mangrumbe manggunye tuha nambi
tuha judi.
2. tuha hunjaman juru jalir pabisar pawung kuwung pulung padi
misra hino wli tambang ... tpung
3. kawung sungsung pangurang pasuk alas payungan Sipat
jukung panginangin pamawasya hopan pangurangan Skar
tahun kdi walyan widu ma-
4. ngidung mapadahi sambal sumbul hulun haji amrsi watak I jro
Iityewamadi kabeh tan katamana ikanang Sima...
5. Prasasti Waharu I tahun 795 Saka (20 April 873)
Dari kalimat tersebut, kata yang menunjukkan adanya jenis
seni pertunjukan adalah kata 'wdu mangidung” dan
mapadahi. Widu mangidung dapat diterjemahkan dengan
penyanyi wanita. Kata “widu' sekarang ini berubah menjadi
“biduan”. Adapaun kata 'mapadahi' berasal dari kata 'padahi'
yang berarti “kendang. Kutipan tersebut menunjukkan
dengan jelas bahwa 'widu mangidung' dan 'mapadahi'
termasuk dalam 'watak i jro' yaitu golongan dalam (abdi
dalem).
6. Prasasti Waharu I tahun 795 Saka (20 April 873)
Dalam prasasti Waharu I (B) diperoleh keterangan pula
bahwa seniman mapadahi (pengendang) hadir dalam upacara
penetapan sima dan melakukan tugasnya menabuh kendang
setelah acara pesta makan:
"sakrama ni manadah ring dangu umangse ta jnu Skar, manabeh
ta sang mapadahi'.

23
Artinya :
"setelah mereka selesai makan demikian lama, kemudian jnu
skar (?) maju dan sang penabuh kendang menabuh
instrument musikknya”
7. Prasasti Kwak I (Ngabean II) tahun 801 Saka (27 Juli 879)
Prasasti Kwak yang berasal dari desa yang sama dengan
prasasti Mulak di atas berupa 1 lempeng tembaga. Dari
prasasti tersebut diperoleh pula informasi tentang seniman
yang hadir dalam upacara sima:
3... tuha padahi si dhanam/maregang si sukla/mangla
4. si buddha/madang si kundi/mawuai si pawan kapua wineh mas
ma 1 wdihan ragi yu 1 sowang sowing
Artinya:
3... pimpinan pengendang, bernama Si Dhanam, penabuh
regang (kecer) (bernama) si Sukla/
4. tukang masak sayur (bernama) si Buddha, tukang menanak
nasi (bernama) si Kundi, tukang memasak air (bernama) si
Pawan semuanya diberi emas 1 mãsa dan kain wdihan ragi 1
pasang masing-masing.
Dalam kutiban tersebut selain seniman tuha padahi juga
seniman yang lain yaitu 'maregang' (penabuh regang-simbal
atau kecer?)
8. Prasasti Taji Tahun 823 Saka (8 April 901)
Dalam prasasti tersebut upacara penetapan simadiuraikan
dengan lengkap. Dalam pada itu tuha padahi juga hadir
sebagai saksi. Pesta yang diadakan adalah selain makan
minum juga menari atau mangigel, serta adu ayam. Menarik
perhatian adalah tarian dilakukan oleh semua yang hadir
termasuk para pejabat kerajaan secara bergantian:

24
9”... 1 sampun tanda rakryan masawungan mangigel ikanang
rama kabeh molih
10. patang kuliling gumanti renanta mangigal ..."
9. Prasasti Panggumulan 902 M (Titi Surti Nastiti, 1982)
Di dalam prasasti tersebut selain disebutkan tarian juga
disebutkan gamelanyang ditabuh yaitu padahi, regang, dan
brekuk, seperti dapat dibaca dalam kutiban berikut:
IIl.a.20. "...samangkana ng ingglak€n hana mapadahi maregang si
catu ramani kriya mabrEkuk si
III.b.1 wara rama ni bhoga winaih wdihan sahlai mas ma 1 ing
sowangsowangi/
Artinya:
"adapun (yang) akan ditarikan ada mapadahi, maregang
(bernama) Si Catu ayahnya Kriya, mabrekuk (bernama) si
Wara ayahnya Bhoga, (mereka) diberi sehelai kain bebed dan
emas 1 mãsa masing-masing”
10. Prasasti Poh tahun 905 M
Di dalam prasasti Poh selain disebutkan adanya seni musik
gamelan dan juga seni tari dan lawak. Mereka (para seniman)
diundang untuk menghadiri upacara penetapan sima sebagai
saksi. Barangkali mereka juga menggelar pertunjukan.
Gamelan yang ditabuh adalah padahi, regang, tuwung:
sedangkan tariannya adalah tari topeng dan lawak:
IIb.13.”...mapadahi matuwung si pati rama ni turawus ana
14. kwanus I rapoh winaih wdihan yu 1 mas ma 1 ku 1 muwah
mapadahai syuha rama ni wakul anakwanua i hinangan watak
luwakan winaih mas ku 2 maregang si wicar rama ni wisama
anakwanu
15. ai hijo watak luwakan winaih wdihan yu 1 mas ma Imatapukan
2 simala anakwanua 1 savyan watak kiniwang muang si parasi

25
anakwanua 1 tira watak mdang kapua winaih mas ma 1
16. ing sowangsowang mabanol jurunya 2 si lugundung
anakwanua I rasuk watak luwakan muang Si kulika anakwanua i
lunglang watak tnep winaih wdihan yu 1 mas ma 6 kinabaihannya
17. ruang Juru //"
Artinya :
13.penabuh padahi penabuh tuwung (bernama) si Pati
14. ayahnya Turawus penduduk desa Rapoh diberi kain 1
yugala dan emas 1 masa 1 kupang, dan penabuh padahi
(bernama) Syuha ayahnya Wakul penduduk desa Hinangan
wilayah Luwakan diberi emas 2 kupang, penabuh regang
(bernama) si Wicar ayahnya Wisama penduduk desa
15. Hijo wilayah Luwakan diberi kain 1 yugala dan emas 1
masa // penari topeng ada 2 (bernama) si Mala penduduk
desa Sawyan wilayah Kiniwang dan Si Parasi penduduk desa
Tira wilayah Medang, semuanya diberi emas 1 masa.
16. Masing-masing, juru pelawak ada 2 (bernama) si
Lugundung penduduk desa Rasuk wilayah Luwakan dan si
Kulika penduduk desa Lunglang wilayah Tnep semuanya
diberi kain 1 yugala dan emas 6 masa
17. untuk 2 orang juru
11. Prasasti Lintakan tahun 841 Saka (12 Juli 919)
Dalam prasasti Lintakan ini diperoleh data tentang
instrumen gamelan yaitu padahai, tuwung, regang, brekuk,
gandirawana hasta. Gamelan tersebut digunakan dalam
perlengkapan upacara sima. Selain itu di antara seniman yang
hadir dalam upacara adalah atapukan dan tarimwa (tarimba).
Sangat menarik dalam hal ini adalah jumlah atapukan (penari
topeng) ada 30 pasang:
III. 8. pinda atapukan

26
9. prana 30 hop rarai winehan pirak dha 1
kinabaihannya.Tarimwanya winehan pirak ma 1 kinabaihannya
Artinya:
8.... Jumlah penari topeng
9. ada 30 pasang semuanya anak muda diberi perak 1
dharana, (adapun) tarimwa (penari?) diberi perak 1 masa
semuanya.
12. Prasasti Mantyasih III
Dalam prasasti ini nama instrumen gandirawana hasta yang
disebut dalam prasasti Lintakan ternyata merupakan 2 macam
instrumen yang berbeda, terbukti dari nama penabuhnya
disebut terpisah:
b.4. widu si majangut matapukan si barubuh juru padahi si nanya
maganding si ksrni rawanahasita si mandal kapua winaih hlai 1
pirak ma 8 sowang-sowang //
Artinya:
widu (penyanyi) bernama Majangut, penari topeng bernama
Si Barubuh, juru kendang bernama si Nanja, maganding
(penabuh gending?) bernama si Kusni, penabuh musik
rawanahasta bernama si Mandal semuanya diberi kain bebed
1 helai dan perak 8 masa masing-masing
Di antara nama-nama pemusik tersebut, Krsni adalah nama
wanita. Dalam prasasti yang lain kata widu sering diikuti oleh
kata mangidung, atau hanya kata mangidung tanpa didahului
kata widu.
13. Prasasti Paradah tahun 865 Saka
Dalam prasasti tersebut selain disebutkan padahi dan widu
mangidung sebagai watak / jyro, mabanol bernama si
Kalayar. Selain itu dalam acara sajian tarian disebutkan:

27
46. ... Ii tlas ning manamah mangigal yathakrama tuwung
bungkuk ganding rawanahasta sampun sangkap ikanang iniga.
47. laken malungguh sira ...
Artinya:
... Sesudah melakukan sembah menarilah mereka yaitu
tuwung, bungkuk, ganding, rawanahasta. Sesudah selesai
semua yang ditarikan mereka kemudian duduk ...

Dalam kutiban tersebut terdapat kata 'bungkuk'yang


mungkin sekali artinya sama dengan 'brekuk' pada 3 prasasti
lain.
14. Prasasti Tajigunung tahun Sanjaya 194 — 910 M
Dalam prasasfi tersebut selain disebutkan tuha padahi dan
arawanasta juga disebutkan jenis pertunjukan dengan istilah
‘memen': “memen rakryan mangigal Ti susukkan sima 1 taji
gunung si angkus" Istilah 'memen' juga dijumpai pada prasasti
Jrujru tahun 852 Saka (930 M):
16. ytaha sakamenmen rakryan ta
17. hada rikang kala kapua amintonaken
18... matapukan wuwup pramukha
19. winaih ma 4 kinabaihannya awa
20. yang Ki lungasuh grawana winaih ma
21. 4 sowang abanol si liwuhan
Dalam kutiban prasasfi tersebut selain pertunjukan 'menmen’
juga 'matapukan', “awayang, dan 'abanõl. Istilah seni
pertunjukan seperti tersebut juga ditemukan di dalam prasasti
yang berasal dari tahun 902 M (van Naerssen, 1941): muang
menmen si patinghalan, mabano/ si pati bancil, muang si bari
paceh, atapukan si giranghyasen ....'
15. Prasasti Wukajana

28
Prasasti ini tidak berangka tahun, akan tetapi berdasarkan
bentuk huruf diperkirakan berasal dari masa Balitung (van
Naerssen, 1937: 444-446). Uraian tentang pertunjukan yang
dipentaskan dalam upacara penetapan sima adalah:
9. "...hinyunakan tontonan mamidu sang tangkil hyang si nalu
macarita bhimma kumara mangigal kica-
10. ka si jaluk macarita ramayana mamirus mabanol si mungmuk
si galigi mawayang buatt hyang macarita ya kumara ..."
Artinya:
9."...diadakan pertunjukan (yaitu menyanyi oleh sang
Tangkilhyang si Nalu bercerita Bhima Kumara dan menari
10. Kicaka, si Jaluk bercerita Ramayana, menari topeng
(mamirus) dan melawak dilakukan oleh si Mungmuk, si
Galigi memainkan wayang untuk hyang (roh nenek moyangj|
dengan cerita “bhima kumara".
Kutipan tersebut tidak hanya menyebutkan jenis-jenis
pertunjukan mamidu, mamirus, mawayang, mangigal, tetapi
juga lakon yang diceritakan yaitu Bhima Kumara (masa muda
Bhima) dan nama tarian: tari Kicaka. Adapun ungkapan
'mawayang buatt hyang' dapat berarti "pertunjukan wayang
untuk arwah nenek moyang.
3.1.4 Masa Pengaruh Islam
Dalam tahun 1292, tatkala Tiongkok berada di bawah
kekuasaan dari kerajaan Monggolia, seorang musafir dari Itali
bemama Marco Polo mengembara sampai ke pantai utara Sumatra
didapatinya beberapa kerajaan sudah mulai masuk Islam antara
lain seperti Perla (Aceh), Andalas, Samudera, Lamuzi, Pasai.
Kerajaan Pasai dalam sejarah kemudian tercatat sebagai tempat
pusat agama Islam di Indonesia. Sebab dari Pasai itulah Islam
berkembang ke seluruh Nusantara ( Solichin Salam 1960:4).

29
Perkembangan Islam di Jawa sejak abad 13 cepat meluas
karena usaha keras kaum Sufi (yang mengajarkan aliran Mistik
Islam) yang pusatnya di Bagdad. Di Bagdag pada tahuna 1258
kekuasaan dipegang oleh orang-orang Mongol, kaum Sufi
tersingkir dan lari ke negera-negara sekitar sambil menyebarkan
agama Sufinya. Diantara mereka ada yang sampai ke Pulau Jawa
pada sekitar abad ke XIII - XVI, Di Jawa ajaran ini mendapat
sambutan hangat, karena isi ajaran mistik ada kesamaan unsur
dengan kepercayaan yang ada sebelum masuknya Islam yaitu
tradisi kebudayaan campuran Animisme-Hinduisme-Budhisme.
Pigeaud membagi penyabaran kota-kota pelabuhan Islam di
Jawa menjadi 3 kelompok orientasi yaitu:
1. Kelompok Timur (Gersik, Tuban, Madura, dan Lombok).
2. Kelompok Tengah (Demak, Kudus, Jepara, Banjarmasin).
3. Kelompok Barat ( Cirebon, Banten dan Lampuna).

Menurut babad, penguasa Islam pertama di Demak adalah


Raden Patah kemudian diganti oleh Pangeran Sumangsang dan
terakhir Raden Trenggono. Pengaruh Islam sejak Demak cepat
meluas ke beberapa kerajaan di pantai Jawa, Jawa Timur, bahkan
lebih luas penyebarannya sampai ke pedalaman seperti Madium,
Pasuruhan, Blitar, Malang, Panarukan, dikuasainya dengan jalan
kekerasan. Konon Trenggono tewas dalam rangka menaklukan
Panarukan.

Setelah Trenggono mangkat pusat kerajaan Islam pindah di


pedalaman yaitu kerajaan Pajang pada abad XVI dengan
penguasanya Sultan Hadiwijaya menantu Trenggono. Pada tahun
1586 Pajang diserang oleh Mataram yang didirikan oleh
Pemanahan, Mataram adalah bekas kerajaan Hindu pada abad X
silam. Mataram berkuasa dibawah kendali Panembahan Senopati

30
kemudian diganti oleh Sultan Agung. Ketika kekuasaan Sultan
Agung mengokohkan kerajaan Mataram, Pajang semakin
memudar dan akhirnya hilang. Akan tetapi pada masa kekuasan
Mataram dipegang oleh Amangkurat II (cucu Sultan Agung)
ibukota kerajaan dipindah ke Kartasura (1680) bekas kerajaan
Pajang dulu.

Sejak kekuasaan Pajang hingga Mataram (abad XVI-XVII)


peradaban istana dan masyarakatnya berorientasi kembali ke
peradaban Hindu - Budha, meskipun atributnya adalah Islam. Ini
tampak dalam karya-karya seni pertunjukan san sastra serta
dalam penyelenggaraan berbagai upacara yang bersifat ritual
religius.(Koentjaraningrat, 1984:59)

Pada mulanya Islam melarang penggambaran wujud


manusia, juga melarang wujud-wujud seni pertunjukan.
Meskipun kedua dogma itu ada akan tetapi pelaksanaannya tidak
terlalu ketat, tetapi luwes seluwes akulturasi antara Islam dengan
peradapan Hindu-Budha- Animisme. Ini dapat dilakukan dengan
tanpa gejolak mungkin pengaruh Islam yang Sufisme dan
pengaruh Islam yang dibawa dari India (Brandon 1989:67). Hasil
kedua dapat dilihat bentuk-bentuk wayang yang disesuaikan
dengan stilisasi dan memasukkan ajaran- ajaran Islam
kedalamnya, seperti bonekanya, ceritanya digubah disesuaikan
dengan ajaran-ajaran Islam. Ada juga pengadobsian cerita Islam
seperti Amir Hamzah menjadi Wayang Menak. Banyak lagi karya-
karya Islam yang berkembang seperti kaligrafi, musik bernuansa
Islamik, sastra-sastra yeng bernuansa Islam. (Rustopo, 1996).

31
32

Anda mungkin juga menyukai