Anda di halaman 1dari 8

PEMBUATAN PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN

Tujuan Umum
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat membuat plastik ramah
lingkungan ( biodegradable ) berbahan dasar pati dan karagenan.
Tujuan Khusus
Mengetahui pengaruh, jenis dan jumlah penambahan pasticizer terhadap sifat
fisik dan mekanik plastik ramah lingkungan.
Latar Belakang
Bahan pengemas dari plastik banyak digunakan dengan pertimbangan
ekonomis dan memberikan perlindungan yang baik dalam pengawetan. Sekitar 60%
dari Poliethilen dan 27% dari polyester diproduksi untuk membuat bahan pengemas
yang digunakan dalam produk makanan. Akan tetapi penggunaan material sintetis
tersebut berdampak pada pencemaran lingkungan (Alvin dan Gil, 1994 dikutip
Henrique, Toefilo, Sabino, Ferierra, Cereda, 2007). Oleh karena itu pada saat ini
dibutuhkan

penelitian

mengenai

bahan

pengemas

yang

dapat

diuraikan

(biodegradable) (Henrique et, al., 2007).


Plastik ramah lingkungan sangat diharapkan pada masa kini, terlebih dengan
semakin meningkatnya beban lingkungan karena sampah, namun perkembangan
plastik ramah lingkungan ini sangat lambat dalam menuju ke plastik komersial.
Komponen penyusun lapisan plastik ramah lingkungan ada 3 macam yaitu,
hidrokoloid, lipida dan komposit. Hidrokoloid yang sangat cocok digunakan sebagai
bahan baku pembuatan plastik ramah lingkungan antara lain, pati, senyawa protein,
alginat, pektin dan polisakarida lainnya.
Penelitian - penelitian yang telah dilakukan dalam pembuatan plastik ramah
lingkungan berbasis pati seringnya dilakukan dengan penambahan hidrokoloid dan
plastiscizer agar didapatkan karakteristik lapisan tipis (film) yang baik. Hidrokoloid
berfungsi untuk membentuk struktur film agar tidak mudah hancur. Plasticizer
berfungsi untuk meningkatkan elastisitas dari film dengan mengurangi derajat ikatan
hidrogen dan meningkatkan jarak antar molekul dari polimer (Lee dan Wan, 2006)

Pati belum banyak dimanfaatkan di Indonesia seperti pati ubi kayu, jagung
dan garut sebagai polimer sintetis seperti edible film. Sifat-sifat fisik dan kimia pati
berbeda-beda bergantung pada bahan dasarnya (Erliana ginting, 2005). Menurut Biro
Pusat Statistik (2009), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia pada tahun 2008
sebesar 20.834.241 ton. Melihat kandungan pati pada singkong sebesar 90%, maka
pada tahun tersebut dapat menghasilkan 18.750.816,9 ton pati singkong. Dari
ketersediaan bahan baku (singkong) yang melimpah, mudah didapatkan dan memiliki
kandungan pati yang cukup tinggi sehingga singkong (Manihot utilisima) dapat
dijadikan sumber bahan baku yang efektif dalam pembuatan plastik ramah lingkungan
berbasis pati.
Pati Singkong
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan
air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut
disebut amilopektin (Winarno, 1984). Struktur amilosa merupakan
struktur lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri
dari struktur bercabang dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa dan titik
percabangan amilopektin merupakan ikatan -(1,6). Berat molekul
amilosa dari beberapa ribu hingga 500.000, begitu pula dengan
amilopektin

(Lehninger,

1982).

Pati

dapat

diekstrak

dengan

berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati


itu sendiri. Untuk pati dari ubi-ubian, proses utama dari ekstraksi
terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi.
Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH
yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan
warna dari ubi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk
memisahkan pati dari komponen Pati singkong mengandung 83%
amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi
bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman,
1950; Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983).
Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran
granula pati singkong 4-35 m, berbentuk oval, kerucut dengan
bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada

62-73 C, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63 C. Menurut


O

Santoso, Saputra, dan Pambayun (2004), pati singkong relatif


mudah didapat dan harganya yang murah. lainnya (Liu, 2005 dalam
Cui, 2005).

Polimer Berbasis Pati


Penambahan pati dalam plastik diharapkan akan terjadi proses degradasi
yang diawali dengan proses biologi dilanjutkan dengan foto degradasi dan terakhir
biodegradasi lagi. Degradasi pati akan meninggalkan ruang kosong dalam plastik
sehingga memperluas kontak antara plastik dengan logam yang ada dalam tanah.
Energi dari sinar matahari bersama katalis logam dalam tanah akan merusak polimer
menjadi rantai yang lebih pendek. Jika molekul telah pendek maka mikroba akan
dapat mencerna polimer sebagai sumber karbon. Pati diperoleh dari produk pertanian
seperti jagung, kentang, beras yang mudah dicerna oleh mikroba. Setiap pati akan
memberikan produk film dengan ketebalan berbeda.
Pati merupakan polimer linier dari monomer glukose membentuk
polisakarida dihubungkan pada posisi karbom 1-4 panjang rantai bervariasi
tergantung sumber tanaman antara 500-2000 unit glukose. Pada dasarnya ada dua
macam molekul pati yaitu amilosa dan amilopektin. Ikatan pati alfa amilosa membuat
pati menjadi fleksibel dan dapat dicerna. Modifikasi permukaan pati sebagai aditif,
dimana dilakukan proses dengan penambahan sedikit lemak tak jenuh atau oksidator
asam lemak berasal dari minyak sayur. Bahan tersebut ditambahkam kedalam
campuran untuk memperbaiki kompatibilitas dengan polimer.
Aditif Pati tergelatinisisasi
Didorong oleh pemerintah Amerika Serikat untuk fil PE ko-asam akrilat
(EAA) dan dalam campuran EAA dan LDPE. Pencampuran dilakukan dengan 40%
pati, 60% EAA dan air. Penambahan EAA harus diperlukan untuk membuat sejumlah
besar pati kompatibel dengan PE. Bahan campuran bersifat transparan dan lentur,
yang berguna untuk penggunaan mulsa.(Johan Nasri, 2009)
Selain bahan baku, kualitas fisik mekanik edible film juga sangat ditentukan
oleh jenis dan komposisi plasticizer yang digunakan. Penggunaan protein dan

plasticizer yang tepat akan memberikan tahanan yang selektif terhadap transmisi uap
air dan gas. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan pelarut etanol 1:5
menghasilkan kadar protein sebesar 20.33% yang berarti dapat dijadikan bahan dasar
edible film. Peningkatan konsentrasi gliserol cenderung meningkatkan ketebalan
edible film. Uji elastisitas menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi gliserol
cenderung menurunkan kuat tarik hingga 0.83 N/m2 namun cenderung meningkatkan
persen pemanjangan edible film hingga 483.30% sementara peningkatan konsentrasi
gliserol 2% memberikan laju transmisi uap air terkecil yaitu 0.15 g/cm 2.jam.(Martina
ngantung, 2008).
Rekayasa bioplastik dengan plasticizer minyak sawit.
Kemampuan suatu bahan dasar dalam pembentukan film dapat diterangkan
melalui fenomena fase transisi gelas. Pada fase tertentu diantara fase cair dengan
padat, massa dapat dicetak atau dibentuk menjadi suatu bentuk tertentu pada suhu dan
kondisi lingkungan yang tertentu. Fase transisi gelas biasanya terjadi pada bahan
berupa polimer. Sedangkan suhu dimana fase transisi gelas terjadi disebut sebagai titik
fase gelas (glassy point). Pada suhu tersebut bahan padat dapat dicetak menjadi suatu
bentuk yang dikehendaki, misalnya bentuk lembaran tipis (film) kemasan. Madeka
dan Kokini (1996), meneliti suhu transisi pada keadaan antara glassy ke rubbery
(elastis) dari zein murni dengan kadar air 15 35 %. Hasil penelitian menunjukkan
terjadinya jalinan reaksi transisi pada suhu antara 65 160 o C untuk tepung zein
dengan kadar air di atas 25 %. Dibawah suhu 65 o C zein terlihat seperti cairan polimer
yang kusut (engtangled fluid polymer), sedang di atas suhu 160 o C ikatan silang
agregat zein menjadi lemah. Kaitan dengan gejala ini, polimer zein dari jagung yang
dilarutkan dalam pelarut organik dapat dicetak menjadi film kemasan plastik. Secara
kimia kemampuan membentuk film dijelaskan oleh Argos, et al., (1982).
Sebagai akibat terjadinya interaksi glutamin pada batang-batang (planes)
molekul zein yang bertumpuk. Selanjutnya Gennadios, et. al., (1994), bahwa film
terbentuk melalui ikatan hidrofobik, hidrogen dan sedikit ikatan disulfid diantara
cabang-cabang molekul zein (Latief, 2001). Metode pembuatan kemasan plastik
biodegradable telah berkembang sangat pesat. Beberapa metode yang dapat
diterapkan diantaranya yang dikembangkan oleh Yamada, et. al. (1995), Frinault, et.
al. (1997), Isobe (1999). Namun demikian, pemilihan metode/teknologi produksi
didasarkan pada evaluasi terhadap karaktersitik fisik dan mekanik film yang

dihasilkan. Selain karakteristik tersebut, juga didasarkan pada nilai biodegradabilitas


film pada berbagai kondisi. Metode pembuatan film yang dikembangkan oleh Isobe
(1999), yaitu bahan dasar (zein) dilarutkan dalam aceton dengan air 30 % (v/v) atau
etanol dengan air 20 % (v/v). Kemudian ditambahkan bahan pemlastik (lipida atau
gliserin), dipanaskan pada 50o C selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pencetakan
pada casting dengan menuangkan 10 ml campuran ke permukaan plat polyethylene
yang licin. Dibiarkan selama 5 jam pada suhu 30 sampai 45o C dengan room humidity
/ RH ruangan terkendali. Film yang terbentuk dilepas dari permukaan cetakan
(casting), dikeringkan dan disimpan pada suhu ruang selama 24 jam. Metode lain
yang dikembangkan oleh Frinault, et al., (1997) dengan bahan dasar (casein)
menggunakan pencetak ekstruder dengan tahap proses terdiri dari : pencampuran
bahan dasar dengan aceton/etanol- air, penambahan plasticiser, pencetakan dengan
ekstruder kemudian pengeringan film. Metode yang dikembangkan Yamada, et. al.,
(1995), bahan dasar (zein) dilarutkan dalam etanol 80 %. Ditambahkan pemlastis,
dipanaskan pada suhu 60 sampai 70o C selama 15 menit. Campuran kemudian dicetak
pada auto-casting machine. Selanjutnya dibiarkan selama 3 6 jam pada suhu 35 o C
dengan RH ruangan 50 %. Film kemudian dikeringkan selama 12 18 jam pada suhu
30o C pada RH 50 %. Dilanjutkan dengan conditioning dalam ruang selama 24 jam
pada suhu dan RH ambien.(Feris firdaus, 2007)
Bioplastik pati
Penelitian ini bersifat eksperimental murni yang dilakukan di laboratorium
yang sering disebut The True Experimental Research. Bahan yang digunakan adalah
pati yang diekstrak dari singkong, khitosan yang disintesis dari limbah cangkang
udang, asam asetat encer, HCl 1,25 N, NaOH 3,5 persen dan 60 persen, gliserol,
aquades. Peralatan yang digunakan adalah grander, blender, seperangkat alat gelas,
bejana, pemanas elektrik, termometer, cetakan PE, oven, tenso lab (mesdan),
mikroskop elektrik (EM 30 m/nikon HFX-DX). Mekanisme penelitiannya dimulai
dengan ekstraksi pati singkong dengan aquades, disaring, diendapkan, dan
dikeringkan. Lalu perlakuan terhadap pati menggunakan pentanol-1. Pati kering 50 gr
dilarutkan dalam blender berisi pentanol-1 50 ml, proses isolasi berlangsung 5 menit.
Proses polimerisasi campuran amilosa dan amilopektin tersebut dimulai dengan
pemanasan suhu 80-90 0C dengan penambahan aquades 300 ml, sampai terbentuk
biopolimer, lalu dicampur gliserol (plasticizer, Red), diaduk 3 menit, dicetak dalam

cetakan PE, dioven dua hari (2 x 24 jam) pada suhu 45 0C, selanjutnya dilepaskan dari
cetakan dan dikondisikan dalam suhu kamar atau ruangan selama 24 jam. Film plastik
biodegradable siap dianalisis dan diuji. Analisis morfologi terhadap film plastik
biodegradable yang dihasilkan dilakukan menggunakan mikroskop elektrik (EM 30
m). Selanjutnya, dilakukan uji karakteristik mekanik (tensile strength, elongation at
break, elastic modulus) terhadap film plastik biodegradable dengan ukuran sampel 3 x
25 cm menggunakan tenso lab. (yandi bagus, 2007)
Film dari pati dengan penambahan sorbitol sebagai plasticizer memiliki
permebilitas yang rendah terhadap uap air dibandingkan dengan glikol, gliserol,
polietilen glikol, maupun sukrosa pada konsentrasi yang sama (Mc Hugh et. al., 1994
dikutip

Bourtoom,

2007).

Jenis

dan

konsentrasi

dari

plasticizer

akan

berpengaruhterhadap kelarutan dari film berbasis pati. Semakin banyak penggunaan


plasticizer maka akan meningkatkan kelarutan. Gliserol memberikan kelarutan yang
lebih tinggi dibandingkan sorbitol pada edible filmberbasis pati (Bourtoom, 2007).
Suhu pemanasan yang digunakan ditentukan berdasarkan bahan dasar yang
digunakan dan akan berpengaruh terhadap elastisitas, persentase pemanjangan,
permeabilitas terhadap uap air, dan kelarutan edible film atau coating. Edible film dari
pati singkong menggunakan suhu pemanasan 95OC selama 5 menit akan
menghasilkan kuat tarik (tensile strength) yang maksimum. Peningkatan suhu
pemanasan juga akan menurunkan perentase pemanjangan dari edible film.
Permeabilitas terhadap uap air dan kelarutan akan cenderung menurun seiring
dengannaiknya suhu pemanasan (Bourtoom, 2007).
Polietilen dan Aplikasinya
Polietilen adalah salah satu dari poliolefin yang paling banyak digunakan
secara komersial disebabkan memiliki banyak sifat-sifat yang bermanfaat antara lain
daya tahan terhadap zat kimia dan benturan yang baik, mudah dibentuk dan dicetak,
ringan dan harganya yang murah. Akan tetapi, PE memiliki permukaan yang bersifat
hidrofob karena ketahanannya terhadap bahan kimia dan energi permukannya yang
rendah sehingga membatasi pemanfaatan PE tersebut. Secara umum, beberapa sifat
tertentu seperti komposisi kimia, hidrofilitas, kekasaran, kekristalan, daya hantar
listrik, daya adhesi, dan kelumasan dibutuhkan untuk pemanfaatan polimer tersebut.
Polietilen adalah suatu bahan yang termasuk dalam golongan polimer, dalam
bahasa komersial lebih dikenal dengan nama plastik, karena bahan tersebut bersifat

termoplastik. Jika polietilen diradiasi, maka bahan tersebut akan mengalami


perubahan strukturnya, yang pada Umumnya akan terjadi perubahan sifat sifat
fisisnya (Mahmudin, 2009). Melihat kristalinitas dan massa molekul, titik leleh, dan
transisi gelas sulit melihat sifat fisik polietilena. Temperatur titik tersebut sangat
bervariasi bergantung pada tipe polietilena. Pada tingkat komersil, polietilena
berdensitas menengah dan tinggi, titik lelehnya berkisar 120 oC hingga 135oC. Titik
leleh polietilen berdensitas rendah berkisar 105oC hingga 115oC. Kebanyakan LDPE,
MDPE, dan HDPE mempunyai tingkat resistansi kimia yang sangat baik dan tidak
larut pada temperatur ruang kerena sifat kristalinitas mereka. Polietilen umumnya bisa
dilarutkan pada temperatur yang tinggi dalam hidrokarbon aromatik seperti toluena
atau xilena, atau larutan terklorinasi seperti trikloroetana atau triklorobenzena
(Marzuki, 2009)
Bahan dan Alat yang digunakan
Bahan :
-

Pati

Gliserol

Tepung rumput laut

Minyak Sawit

Ampas singkong

Polietilen

Air

Etanol
Karagenan

Alat :
-

Beaker Glass

Batang Pengaduk

Erlenmayer

Termometer

Timbangan

Panci

Pemanas

Spatula

Gelas Ukur

Pipet Ukur

Ball Pipet

Prosedur kerja
Metode Pembuatan Biji Plastik Ramah Lingkungan berbasis pati
a. Dilakukan pelarutan pati 3 gram dalam 100 ml air

b. Ditambahkan ampas singkong, karagenan atau tepung rumput laut


sebanyak 10,15 atau 20 gram (dibuat variabel) ke dalam larutan pati.
c. Dilakukan pemanasan dan pengadukan pada suhu 80-90 0C selama 5
10 menit.
d. Ditambahkan pelarut etanol 70 % sebanyak 20 ml dan plasticizer
Gliserol dan Minyak sawit dengan konsentrasi 1,3 atau 5% b/v (dibuat
variabel) kedalam larutan
e. Ditambahkan poliethilen 5, 7, atau 9 % v/v (dibuat variabel) ke dalam
larutan pati.
f. Dilakukan pengadukan kembali dengan pemanasan berlanjut selama 2
3 menit
g. Dilakukan pencetakan pada casting (cetakan) dengan menuangkan
campuran ke permukaan plat polyethylene yang licin.
h. Dilakukan penyimpanan pada oven dengan suhu 50 0 C selama 2 hari.
Kemudian lapisan plastik yang terbentuk dilepas pada permukaan
casting dan disimpan pada suhu ruang selam 48 jam.
Prosedur Analisa
Tensile strenght
a) Spesimen ditempatkan dari genggaman dari Inston pada pegangan
tertentu
b) Spesimen dilakukan pemisahan dan penarikan sampai mengalami
kegagalan, kecepatan tes ditentukan tergantung spesifikasi material.
Kecepatan tes biasanya 5 atau 50 mm/min untuk mengukur kekuatan
dan elongasi dan 1mm/min untuk mengukur modulus.(Interlak
laboratorium teknologi plastik, 2010)
Uji kelarutan film plastik biodegradable dalam air
1. Bioplastik direndam dalam 500 ml air.
2. Bioplastik disimpan dalam wadah tertutup pada suhu 25 oC.
3. Bioplastik didiamkan selama 7 hari ( 1 minggu ).

Anda mungkin juga menyukai