Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu ciri khas manusia adalah sifatnya yang selalu ingin tahu tentang sesuatu
hal. Rasa ingin tahu ini tidak terbatas yang ada pada dirinya, juga ingin tahu
tentang lingkungan sekitar, bahkan sekarang ini rasa ingin tahu berkembang ke
arah dunia luar. Rasa ingin tahu ini tidak dibatasi oleh peradaban. Semua umat
manusia di dunia ini punya rasa ingin tahu walaupun variasinya berbeda-beda.
Orang yang tinggal di tempat peradaban yang masih terbelakang, punya rasa ingin
yang berbeda dibandingkan dengan orang yang tinggal di tempat yang sudah
maju.
Rasa ingin tahu tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam sekitarnya dapat
bersifat sederhana dan juga dapat bersifat kompleks. Rasa ingin tahu yang bersifat
sederhana didasari dengan rasa ingin tahu tentang apa (ontologi), sedangkan rasa
ingin tahu yang bersifat kompleks meliputi bagaimana peristiwa tersebut dapat
terjadi dan mengapa peristiwa itu terjadi (epistemologi), serta untuk apa peristiwa
tersebut dipelajari (aksiologi).
Ke tiga landasan tadi yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi merupakan ciri
spesifik dalam penyusunan pengetahuan. Ketiga landasan ini saling terkait satu
sama lain dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Berbagai usaha
orang untuk dapat mencapai atau memecahkan peristiwa yang terjadi di alam atau
lingkungan sekitarnya. Bila usaha tersebut berhasil dicapai, maka diperoleh apa
yang kita katakan sebagai ketahuan atau pengetahuan.
Awalnya bangsa Yunani dan bangsa lain di dunia beranggapan bahwa semua
kejadian di alam ini dipengaruhi oleh para Dewa. Karenanya para Dewa harus
dihormati dan sekaligus ditakuti kemudian disembah. Adanya perkembangan
jaman, maka dalam beberapa hal pola pikir tergantung pada Dewa berubah
menjadi pola pikir berdasarkan rasio. Kejadian alam, seperti gerhana tidak lagi
dianggap sebagai bulan dimakan Kala Rau, tetapi merupakan kejadian alam yang
disebabkan oleh matahari, bulan dan bumi berada pada garis yang sejajar.
Sehingga bayang-bayang bulan menimpa sebagian permukaan bumi.
Perubahan pola pikir dari mitosentris ke logosentris membawa implikasi yang
sangat besar. Alam dengan segala-galanya, yang selama ini ditakuti kemudian
didekati dan bahkan dieksploitasi. Perubahan yang mendasar adalah
ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan
perubahan yang terjadi, baik di jagat raya (makrokosmos) maupun alam manusia

(mikrokosmos). Melalui pendekatan logosentris ini muncullah berbagai


pengetahuan yang sangat berguna bagi umat manusia maupun alam.
Pengetahuan tersebut merupakan hasil dari proses kehidupan manusia menjadi
tahu. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan
manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia
yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu.
Berdasarkan atas pengertian yang ada dan berdasarkan atas kebiasaan yang
terjadi, sering ditemukan kerancuan antara pengertian ilmu dengan pengetahuan.
Ke dua kata tersebut dianggap memiliki persamaan arti, bahkan ilmu dan
pengetahuan terkadang dirangkum menjadi satu kata majemuk yang mengandung
arti tersendiri. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang
membicarakan tentang ilmu pengetahuan. Bahkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ilmu disamakan dengan pengetahuan, sehingga ilmu adalah
pengetahuan. Namun jika kata pengetahuan dan kata ilmu tidak dirangkum
menjadi satu kata majemuk atau berdiri sendiri, akan tampak perbedaan antara
keduanya. Berdasarkan asal katanya, pengetahuan diambil dari kata dalam bahasa
Inggris yaitu knowledge. Sedangkan pengetahuan berasal dari kata Science.
Tentunya dari dua asal kata itu mempunyai makna yang berbeda. Di Antara
prioritas yang sebaiknya diterapkan dalam pekerjaan manusia ialah prioritas
terhadap perbuatan yang banyak mendatangkan manfaat kepada orang lain.
Sebesar manfaat yang dirasakan oleh orang lain, sebesar itu pula keutamaan dan
pahalanya disisi Allah SWT. Oleh sebab itu, jenis perbuatan jihad adalah lebih
afdal daripada ibadah haji, karena manfaat ibadah haji hanya dirasakan pelakunya,
sedangkan manfaat jihad dirasakan oleh umat. Sehubungan dengan hal ini, Allah
SWT berfirman: Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orangorang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid
al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian serta berjihad di jalanAllah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan
Allah tidak memberikan petunjuk; kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang
beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah
dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah;
dan itulah orang-orang yangmendapat kemenangan. (at-Taubah: 19-20).
Berjuang di jalan Allah yang manfaatnya lebih dirasakan oleh
umat adalah lebih afdal di sisi Allah dan lebih besar
pahalanya daripada ibadah yang kita lakukan berkali-kali,
tetapi kemanfaatannya hanya untuk kita sendiri.

Abu Hurairah r.a. berkata, Ada salah seorang sahabat Rasulullah saw yang
berjalan di suatu tempat yang memilih sumber mata air kecil, yang airnya tawar,
dan dia merasa kagum kepadanya kemudian berkata, Amboi, seandainya aku
dapat mengucilkan diri dari manusia kemudian tinggal di tempat ini! (Yakni untuk
beribadah). Namun, aku tidak akan melakukannya sebelum aku meminta izin
terlebih dahulu kepada Rasulullah saw. Maka Nabi saw bersabda, Jangan
lakukan, karena sesungguhnya keterlibatanmu dalam perjuangan di jalan Allah
adalah lebih utama daripada shalat selama tujuh puluh tahun. Tidakkah kamu
senang apabila Allah SWT mengampuni dosamu, dan memasukkan kamu ke
surga. Berjuanglah di jalan Allah. Barangsiapa yang menyingsinglan lengan baju
untuk berjuang di jalan Allah, maka wajib baginya surga." 9Atas dasar itulah,
dalam beberapa hadits, ilmu pengetahuan dianggap lebih utama daripada ibadah,
karena manfaat ibadah hanya kembali kepada pelakunya sedangkan manfaat ilmu
pengetahuan adalah untuk manusia yang lebih luas. Di antara
hadits itu adalah:
Keutamaan ilmu pengetahuan itu ialah lebih aku cintai
dari pada keutamaan ibadah, dan agamamu yang paling baik adalah sifat
wara.10 Kelebihan orang yang berilmu atas orang yang beribadah
ialah bagaikan kelebihan bulan purnama atas seluruh bintang gemintang. 11
Kelebihan orang yang berilmu alas orang yang beribadah
ialah bagaikan kelebihan diriku atas orang yang paling rendah di antara kamu. 12
Kelebihan ilmu pengetahuan itu akan bertambah lagi apabila
orang yang berilmu itu mau mengajarkannya kepada orang lain.
Sebagai pelengkap hadits tersebut, ada baiknya kami sebutkanjuga hadits berikut
ini:
Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta penghuni langit dan
bumi, hingga semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan
akan membacakan shalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada
manusia. 13 Dalam Shahih disebutkan, Orang yang paling baik di antara kamu
ialah orang yang belajar al-Quran dan mau mengajarkannya. 14 Atas dasar itu,
para fuqaha mengambil keputusan: Sesungguhnya orang yang hanya
menyibukkan diri untuk beribadah saja tidak dibenarkan mengambil zakat,
berbeda dengan orang yang menyibukkan diri untuk mempelajari ilmu
pengetahuan. Karena sesungguhnya tidak ada konsep kerahiban di dalam Islam,
dan

orang yang menyibukkan dirinya dalam ibadah hanya untuk kepentingan dirinya
sendiri. Sedangkan orang yang menyibukkan diri dalam mencari ilmu
pengetahuan adalah untuk kemaslahatan umat.
Sementara orang yang ilmu pengetahuan dan dawahnya
dimanfaatkan, ia akan mendapatkan pahala dan balasan di sisi
Allah SWT atas kemanfaatan ilmunya tersebut.
Rasulullah saw bersabda,
Barangsiapa mengajar orang lain kepada suatu petunjuk,
maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan
petunjuk itu, tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali.
Begitu pula pekerjaan yang paling utama adalah pekerjaan yang
paling bermanfaat untuk orang lain.
Dalam sebuah hadits disebutkan,
Orang yang paling dicintai oleh Allah SWT adalah orang yang paling berguna di
antara mereka. Dan perbuatan yang paling dicintai oleh Allah ialah kegembiraan
yang dimasukkan ke dalam diri orang Muslim, atau menyingkirkan kegelisahan
dari diri mereka, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa
laparnya. Dan sungguh aku
berjalan bersama saudaraku sesama muslim untuk suatu keperluan (dawah),
adalah lebih aku cintai daripada beriktikaf di masjid selama satu bulan.
Begitulah pekerjaan yang berkaitan dengan perbaikan dan kepentingan
masyarakat adalah lebih utama daripada pekerjaan yang dimanfaatkan oleh diri
sendiri. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda, Tidakkah pernah kuberitahukan
kepada kamu sesuatu yang derajatnya lebih tinggi daripada shalat, puasa dan
shadaqah? Yakni, memperbaiki silaturahmi dengan sanak kerabat kita. Karena
rusaknya sanak kerabat kita adalah sama dengan pencukur. 17 Diriwayatkan,
Aku tidak mengatakan, mencukur rambut, tetapi mencukur agama.
Atas dasar itulah, pekerjaan yang dilakukan oleh seorang pemimpin yang adil
lebih utama daripada ibadah orang lain selama sepuluh tahun; karena dalam satu
hari kadangkala pemimpin itu mengeluarkan berbagai keputusan yang
menyelamatkan beribu-ribu bahkan berjuta orang yang dizalimi, mengembalikan
hak yang hilang kepada pemiliknya, mengembalikan senyuman ke bibir orang
yang tidak mampu tersenyum. Selain itu, dia juga mengeluarkan keputusan yang

dapat memotong jalan orang-orang yang berbuat jahat, dan mengembalikan


mereka kepada asalnya, atau membuka pintu petunjuk dan tobat.
Selain itu, pemimpin yang adil juga memberi kesempatan untuk membukakan
berbagai pintu bagi orang-orang yang menjauhkan
diri dari Allah, memberi petunjuk kepada orang-orang yang tersesat dari jalannya,
dan membantu orang yang menyimpang dari jalan yang benar.
Pemimpin yang adil juga kadang-kadang mendirikan proyek-proyek
pembangunan dan berguna sehingga tindakan ini dapat
menciptakan lapangan kerja bagi para penganggur, mendatangkan
roti bagi orang yang lapar, obat bagi orang yang sakit, rumah
bagi orang gelandangan, dan pertolongan bagi orang yang sangat
memerlukannya. Itulah antara lain yang membuat para ulama salaf mengatakan,
Kalau kami mempunyai doa yang lekas dikabulkan maka kami akan
mendoakan penguasa. Karena sesungguhnya Allah dapat
melakukan perbaikan terhadap banyak makhluknya dengan kebaikan
penguasa tersebut.
Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibn Abbas bahwasanya
saw bersabda, Satu hari dari imam yang adil adalah lebih afdal
daripada ibadah enam puluh tahun. 18 Akan tetapi al-Haitsami menentangnya,19
walaupun hadits tersebut didukung oleh hadits Tirmidzi dari Abu Said,
Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah
pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin
yang adil. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib.20 Hadits di atas
juga dikuatkan oleh riwayat Abu Hurairah r.a. dari Ahmad, dan Ibn Majah yang
dianggap sebagai hadits hasan oleh Tirmidzi, dan dishahih-kan oleh Ibn
Khuzaimah dan Ibn Hibban, Juga kelompok yang doa mereka tidak ditolak
ialah: orang yang berpuasa sehingga dia berbuka, pemimpin yang
adil, dan doa orang yang teraniaya. 21
Dan haditsnya dalam as-Shahihain, Tujuh kelompok yang akan mendapatkan
naungan dari Allah SWT pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan Nya:
pemimpin yang adil

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diangkat permasalahan :
1. Apakah ada perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan?
2. Bagaimana perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan ?

C. Tujuan dan Manfaat


Melalui penulisan ini diharapkan nantinya bisa mengungkapkan secara detail
perbedaan antara ilmu dengan pengetahuan, sehingga bisa membuat suatu
katagori antara ilmu dengan pengetahuan. Diharapkan nantinya hasil dari proses
tahu tersebut akan dapat diputuskan termasuk dalam katagori ilmu atau
pengetahuan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Pada awalnya yang pertama muncul adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus
merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan
induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat
bersifat umum yaitu seluruh kenyataan, pada hal ilmu-ilmu membutuhkan objek
khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.
Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari
filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi
terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan
batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain tidak ada
bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di

sinilah filsafat berusaha untuk menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas


filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup
yang didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat
yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya
tidak ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi
filsafat sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi
perkembangan ide-ide filsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan
ilmiah (Siswomihardjo, 2003).
Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dipandang sebagai induk dan
sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga
mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup
keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat agama, filsafat
hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah
menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Dalam konteks inilah
kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami
(Bakhtiar, 2005).

B. Definisi Ilmu Pengetahuan


Membicarakan masalah ilmu pengetahuan beserta definisinya ternyata tidak
semudah dengan yang diperkirakan. Adanya berbagai definisi tentang ilmu
pengetahuan ternyata belum dapat menolong untuk memahami hakikat ilmu
pengetahuan itu. Sekarang orang lebih berkepentingan dengan mengadakan
penggolongan (klasifikasi) sehingga garis demarkasi antara (cabang) ilmu yang
satu dengan yang lainnya menjadi lebih diperhatikan.
Pengertian ilmu yang terdapat dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pengetahuan
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu (Admojo, 1998).
Mulyadhi Kartanegara mengatakan ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu
dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah
itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu
melampauinya pada bidang-bidang non fisik, seperti metafisika.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh
Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah :
Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,

maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya


dari dalam.
Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris,
rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang
pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu
didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahliahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : jika .... maka .
Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum,
yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas ada hal prinsip yang berbeda antara ilmu
dengan pengetahuan. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum
tersusun, baik mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan
pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki
metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang
menjadi kebiasaan dan pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan
pengetahuan kurang kuat cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak
teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih
dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial and error dan berdasarkan
pengalaman belaka (Supriyanto, 2003).
Pembuktian kebenaran pengetahuan berdasarkan penalaran akal atau rasional atau
menggunakan logika deduktif. Premis dan proposisi sebelumnya menjadi acuan
berpikir rasionalisme. Kelemahan logika deduktif ini sering pengetahuan yang
diperoleh tidak sesuai dengan fakta.
Secara lebih jelas ilmu seperti sapu lidi, yakni sebagian lidi yang sudah diraut dan
dipotong ujung dan pangkalnya kemudian diikat, sehingga menjadi sapu lidi.
Sedangkan pengetahuan adalah lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa,
di pasar, dan tempat lainnya yang belum tersusun dengan baik.

C. Objek Ilmu Pengetahuan


Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu
adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek
material dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu
filsafat harus memenuhi ke dua objek tersebut.
Objek material adalah sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemikiran (Gegenstand),
sesuatu hal yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari. Objek material
mencakup hal konkrit misalnya manusia,tumbuhan, batu ataupun hal-hal yang
abstrak seperti ide-ide, nilai-nilai, dan kerohanian. Objek formal adalah cara
memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh peneliti terhadap objek
materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya. Objek formal dari suatu
ilmu tidak hanya memberi keutuhan suatu ilmu, tetapi pada saat yang sama
membedakannya dari bidang-bidang yang lain. Satu objek material dapat ditinjau
dari berbagai sudut pandangan sehingga menimbulkan ilmu yang berbeda-beda
(Mudhofir, 2005).

D. Dasar Ilmu
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi
ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera
manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris.
Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan,
binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Ontologi merupakan salah satu objek lapangan penelitian kefilsafatan yang paling
kuno. Untuk memberi arti tentang suatu objek ilmu ada beberapa asumsi yang
perlu diperhatikan yaitu asumsi pertama adalah suatu objek bisa dikelompokkan
berdasarkan kesamaan bentuk, sifat (substansi), struktur atau komparasi dan
kuantitatif asumsi. Asumsi kedua adalah kelestarian relatif artinya ilmu tidak
mengalami perubahan dalam periode tertentu (dalam waktu singkat). Asumsi
ketiga yaitu determinasi artinya ilmu menganut pola tertentu atau tidak terjadi
secara kebetulan (Supriyanto, 2003).
Epistemologi atau teori pengetahuan yaitu cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasardasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang
dimiliki.
Sebagian ciri yang patut mendapat perhatian dalam epistemologi perkembangan
ilmu pada masa modern adalah munculnya pandangan baru mengenai ilmu

pengetahuan. Pandangan itu merupakan kritik terhadap pandangan Aristoteles,


yaitu bahwa ilmu pengetahuan sempurna tak boleh mencari untung, namun harus
bersikap kontemplatif, diganti dengan pandangan bahwa ilmu pengetahuan justru
harus mencari untung, artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di
bumi ini (Bakhtiar, 2005).
Dasar aksiologi berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh, seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan
umat manusia. Dasar aksiologi ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi
manusia karena dengan ilmu segala keperluan dan kebutuhan manusia menjadi
terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Berdasarkan aksiologi, ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah
mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Etika mengandung
dua arti yaitu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan
manusia dan merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan atau manusia-manusia lainnya. Sedangkan estetika berkaitan
dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena disekelilingnya.

E. Prosedur Pencarian Ilmu


Salah satu ciri khas ilmu pengetahuan adalah sebagai suatu aktivitas, yaitu sebagai
suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar oleh manusia. Ilmu menganut pola
tertentu dan tidak terjadi secara kebetulan. Ilmu tidak saja melibatkan aktivitas
tunggal, melainkan suatu rangkaian aktivitas, sehingga dengan demikian
merupakan suatu proses. Proses dalam rangkaian aktivitas ini bersifat intelektual,
dan mengarah pada tujuan-tujuan tertentu.
Disamping ilmu sebagai suatu aktivitas, ilmu juga sebagai suatu produk. Dalam
hal ini ilmu dapat diartikan sebagai kumpulan pengetahuan yang merupakan hasil
berpikir manusia. Ke dua ciri dasar ilmu yaitu ujud aktivitas manusia dan hasil
aktivitas tersebut, merupakan sisi yang tidak terpisahkan dari ciri ketiga yang
dimiliki ilmu yaitu sebagai suatu metode.
Metode ilmiah merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan
pikiran, pola kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan
baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah ada. Perkembangan ilmu
sekarang ini dilakukan dalam ujud eksperimen. Eksperimentasi ilmu kealaman
mampu menjangkau objek potensi-potensi alam yang semula sulit diamati
(Tjahyadi, 2005).

Pada umumnya metodologi yang digunakan dalam ilmu kealaman disebut siklusempirik. Ini menunjukkan pada dua hal yang pokok, yaitu siklus yang
mengandaikan adanya suatu kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang, dan
empirik menunjukkan pada sifat bahan yang diselidiki, yaitu hal-hal yang dalam
tingkatan pertama dapat diregistrasi secara indrawi. Metode siklus-empirik
mencakup lima tahapan yang disebut observasi, induksi, deduksi, eksperimen, dan
evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak pada kelangsungan proses yang runut dari
segenap tahapan prosedur ilmiah tersebut, meskipun pada prakteknya tahap-tahap
kerja tersebut sering kali dilakukan secara bersamaan (Soeprapto, 2003).

BAB III
PEMBAHASAN

Sebelum penjabaran tentang perbedaan pengetahuan dan ilmu pengetahuan, perlu


diuraikan tentang pengertian pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Tujuannya
adalah untuk memudahkan dalam mendalami perbedaan antara pengetahuan dan
ilmu pengetahuan.
A. Pengetahuan
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa difinisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief).
Sedangkan secara terminologi definisi pengetahuan ada beberapa definisi.
1. Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai.
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian
pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
2. Pengetahuan adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung
dari kesadarannya sendiri. Dalam hal ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang
diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif.
3. Pengetahuan adalah segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu,
termasuk didalamnya ilmu, seni dan agama. Pengetahuan ini merupakan khasanah

kekayaan mental yang secara langsung dan tak langsung memperkaya kehidupan
kita.

Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu, atau
segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan
dapat berwujud barang-barang baik lewat indera maupun lewat akal, dapat pula
objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal, atau yang bersangkutan
dengan masalah kejiwaan.
Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik
mengenai matafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah
informasi yang berupa common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme
tertentu. Pengetahuan berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan
pengulangan-pengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat
cenderung kabur dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan
ditarik berdasarkan asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan
lebih cendrung trial and error dan berdasarkan pengalaman belaka (Supriyanto,
2003).
Ruang Lingkup pengetahuan secara ontologi, epistomologi dan aksiologi ada tiga
yaitu Ilmu, Agama dan Seni pada skema berikut :

B. Ilmu
Pada prinsipnya ilmu merupakan usaha untuk mengorganisir dan
mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tersebut dapat diperoleh dari pengalaman dan
pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun sesuatu itu dilanjutkan dengan
pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.
Ilmu dapat merupakan suatu metode berfikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Ini
diperoleh melalui observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya merupakan
hal yang objektif dengan menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan

pemikiran logika, netral (tidak dipengaruhi oleh kedirian atau subjektif). Ilmu
sebagai milik manusia secara komprehensif yang merupakan lukisan dan
keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal yang dipelajarinya
dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati panca indera
manusia.
Ilmu adalah kumpulan pengetahuan. Namun bukan sebaliknya kumpulan ilmu
adalah pengetahuan. Kumpulan pengetahuan agar dapat dikatakan ilmu harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan adalah objek
material dan objek formal. Setiap bidang ilmu baik itu ilmu khusus maupun ilmu
filsafat harus memenuhi ke dua objek tersebut. Ilmu merupakan suatu bentuk
aktiva yang dengan melakukannya umat manusia memperoleh suatu lebih lengkap
dan lebih cermat tentang alam di masa lampau, sekarang dan kemudian serta suatu
kemampuan yang meningkat untuk menyesuaikan dirinya.
Ada tiga dasar ilmu yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi. Dasar ontologi
ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera
manusia. Jadi masih dalam jangkauan pengalaman manusia atau bersifat empiris.
Objek empiris dapat berupa objek material seperti ide-ide, nilai-nilai, tumbuhan,
binatang, batu-batuan dan manusia itu sendiri.
Pada umumnya metodologi yang digunakan dalam ilmu kealaman disebut siklusempirik. Ini menunjukkan pada dua macam hal yang pokok, yaitu siklus yang
mengandaikan adanya suatu kegiatan yang dilaksanakan berulang-ulang, dan
empirik yang menunjukkan pada sifat bahan yang diselidiki, yaitu hal-hal yang
dalam tingkatan pertama dapat diregistrasi secara indrawi. Metode siklus-empirik
mencakup lima tahapan yang disebut observasi, induksi, deduksi, eksperimen, dan
evaluasi. Sifat ilmiahnya terletak pada kelangsungan proses yang runut dari
segenap tahapan prosedur ilmiah tersebut, meskipun pada prakteknya tahap-tahap
kerja tersebut sering kali dilakukan secara bersamaan (Soeprapto, 2003).
Ilmu dalam usahanya untuk menyingkap rahasia-rahasia alam haruslah
mengetahui anggapan-anggapan kefilsafatan mengenai alam tersebut. Penegasan
ilmu diletakkan pada tolok ukur dari sisi fenomenal dan struktural.
Dimensi Fenomenal.
Dalam dimensi fenomenal ilmu menampakkan diri pada hal-hal berikut :
1. Masyarakat yaitu suatu masyarakat yang elit yang dalam hidup kesehariannya
sangat konsern pada kaidah-kaidah universaI, komunalisme, disinterestedness,
dan skeptisme yang terarah dan teratur
2. Proses yaitu olah krida aktivitas masyarakat elit yang melalui refleksi,
kontemplasi, imajinasi, observasi, eksperimentasi, komparasi, dan sebagainya

tidak pernah mengenal titik henti untuk mencari dan menemukan kebenaran
ilmiah.
3. Produk yaitu hasil dari aktivitas tadi berupa dalil-dalil, teori, dan paradigmaparadigma beserta hasil penerapannya, baik yang bersifat fisik, maupun non fisik.

Dimensi Struktural
Dalam dimensi struktural ilmu tersusun atas komponen-komponen berikut:
1. Objek sasaran yang ingin diketahui
2. Objek sasaran terus menerus dipertanyakan tanpa mengenal titik henti
3. Ada alasan dan dengan sarana dan cara tertentu objek sasaran tadi terus
menerus dipertanyakan
4. Temuan-temuan yang diperoleh selangkah demi selangkah disusun kembali
dalam satu kesatuan sistem.
Ilmu dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu Ilmu Pengetahuan Abstrak, Ilmu
Pengetahuan Alam dan Ilmu Pengetahuan Humanis.
Secara rinci seperti skema di bawah ini.

Berdasarkan skema di atas terlihat bahwa ilmu melingkupi tiga bidang poko yaitu
ilmu pengetahuan abstrak, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan humanis.
Ilmu pengetahuan abstrak meliputi metafisika, logika, dan matematika. Ilmu
pengetahuan alam meliputi Fisika, kimia, biologi, kedokteran, geografi, dan lain
sebagainya. Ilmu pengetahuan humanis meliputi psikologi, sosiologi, antropologi,
hukum dan lain sebagainya.

C. Aspek Etika (Moral) Ilmu Pengetahuan


Kembali, kita akan fokus pada manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam
mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri
daru Freud yang dikenal dengan nama id, ego dan super-ego. Id adalah
bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu
dalam agama) dan hasrat-hasrat yang mengandung dua instink: libido
(konstruktif) dan thanatos (destruktif dan agresif). Ego adalah penyelaras antara
id dan realitas dunia luar. Super-ego adalah polisi kepribadian yang mewakili
ideal, hati nurani (Jalaluddin Rakhmat, 1985). Dalam agama, ada sisi destruktif
manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa nafsu).
Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis, mereka
dapat saja hanya memfungsikan id-nya, sehingga dapat dipastikan bahwa
manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif. Milsanya
dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara super-ego tidak
berfungsi optimal, maka tentuatau juga nafsu angkara murka yang
mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan ilmu
pengetahuanamatlah nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah
mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan,
penipisan lapisan ozon, adalah pilihan id dari kepribadian manusia yang
mengalahkan ego maupun super-ego-nya.
Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah
hal yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar
kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan
juga punya bias negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma
untuk mengendalikan potensi id (libido) dan nafsu angkara murka manusia
ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Di sinilah etika
menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-supporting bagi pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan derajat hidup serta
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Hakikat moral, tempat ilmuan
mengembalikan kesuksesannya.

Etika adalah pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought
to), benar (right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik
atau good dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan
hati nurani. Bernaung di bawah filsafat moral (Herman Soewardi 1999). Etika
merupakan tatanan konsep yang melahirkan kewajiban itu, dengan argumen
bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti akan mendatangkan bencana atau
keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika pada dasarnya adalah seperangkat
kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good) yang pelaksananya (executor) tidak
ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika sang subyek berhadap opsi baik atau
burukyang baik itulah materi kewajiban ekskutor dalam situasi ini.

D. Kegunaan Ilmu
a. Manusia, Akal dan Moral
Manusia bertanya tentang dirinya dan orang lain atau suatu gejala adalah
disebabkan oleh kegelisahan untuk berfikir, apa yang didengar atau dilihat tidak
jelas baginya. Dengan terdapat titik kesamaan yang mula, yaitu rasa ingin tahu.
Manakala manusia melakukan, atau melihat segala sesuatu itu dengan penuh
perhatian dan minat, merasa heran dan menakjubkan bagi dirinya kemudian
mengajukan berbagai pertanyaan tentang apa yang dilakukan atau dilihatnya itu,
maka runtutan seperti itu menyatakan bahwa seseorang berfilsafat.
Darimana rasa ingin tahu itu? Dalam al Quran Allah berfirman : Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan
Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.
Menurut Ahmad Tafsir(2009) yang didasari ayat di atas, rasa ingin tahu itu ada
pada manusia itu sudah built in dalam penciptaan manusia, manusia ingin tahu,
lantas ia mencari tahu, hasilnya ia mengetahui akan sesuatu. Dan ini adalah awal
dari ilmu. Keingintahuan adalah konsekwensi logis dari keberadaan akal bagi
manusia. Akal diberikan oleh Allah adalah sebuah potensi bagi manusia, menurut
Ibu Rusyd akal adalah mahkota terpenting dari wujud roh (jiwa) Manusia, karena
akal menurut Ibn Bajjah adalah Satu-satunya saran untuk memperoleh dan
mendapatkan pengetahuan yang benar dan mencapai kemakmuran dan
membangun kepribadian.
Mengapa manusia bertanya tentang dirinya atau orang lain, atau suatu gejala
adalah disebabkan oleh kegelisahan ia untuk selalu berfikir, apa yang didengar
atau dilihat tidak jelas baginya, dan karena itu ia bertanya kepada dirinya sendiri.

Menurut Taufik Ismail yang dikutip Jujun (2005) Penalaran manusia sangat luar
biasa, namun mereka sangat curang dan serakah sedang sebodoh bodohnya umat
kerbau tidak curang dan serakah sehingga apakah semakin cerdas, maka makin
pandai kita menemukan kebenaran? apakah makin benar maka makin baik
perbuatan kita? Ataukah makin cerdas kita akan semakin pandai kita berdusta?
Prof. Ace Partadiredja berpendapat Munculnya teori-teori ilmu ekonomi yang
tidak mengajarkan manusia untuk serakah.
Ibn Rusyd berpendapat bahwa manusia yang memiliki akal sebagai sumber
kebenaran haruslah digunakan untuk memecahkan persoalan, bukan menjadi
persoalan baru sedangkan menurut pandangan Al Ghazali tentang etika, bahwa
seorang sufi benar-benar berada di atas jalan yang benar, berakhlaq yang baik dan
berpengetahuan yang luas, seorang filusuf haruslah menjadi seorang sufi yang
benar, sehingga ia tidak terjebak dalam penggunaan akal untuk pembenaran hawa
nafsunya.
Dalam al Quran ditegaskan, bagaimana orang-orang yang menggunakan hawa
nafsu tanpa ilmu sebagai orang-orang yang disesatkan : Tetapi orang-orang yang
dzalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang
akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka
seorang penolongpun. Perkembangan ilmu sering melupakan manusia, dimana
bukan lagi teknologi yang berkembang seiring perkembangan dan kebutuhan
manusia, namun justeru sebaliknya manusia akhirnya yang harus menyesuaikan
diri dengan teknologi.
Teknologi tidak lagi berfungsi sebagai sarana yang memberkan kemudahan bagi
manusia melaikan dia berada untuk tujuan eksistensinya sendiri. Suatu yang
kadang-kadang harus dibayar mahal oleh manusia yang kehilangan sebagian arti
dari kemanusiaanya sendiri. Dewasa ini ilmu menjadikan kita dehumanisasi,
namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat manusia itu sendiri. Sehingga
ilmu bukan lagi sebagai sarana namun menjadi tujuan hidup itu sendiri.
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada hakikatnya mempelajari alam
sebagaimana adanya mulai mempertanyakan hal-hal yang bersifat seharusnya;
untuk apa sebenarnya ilmu itu harus dipergunakan?, di mana batas wewenang
penjelajahan ilmu? Kemana arah perkembangan ilmu harus diarahkan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak merupakan urgensi bagi Copernicus,
Galileo, dan ilmuan seangkatanya. Namun bagi yang hidup di abad 20, persoalan
tersebut menjadi persoalan yang sangat urgen yang tidakdapat dielakkan. Dan
untuk menjawab persoalan tersebut maka ilmuan berpaling pada hakikat moral.
Pengetahuan tentang proses berfikir ilmiah ialah hakikat ilmu pengetahuan dan
aspek-aspeknya. Dengan demikian pengenalan ilmu menyangkut kognitif dan
afektif terhadap wujud ilmu

Menurut Jujun : Kegiatan pendidikan keilmuan, tidak boleh berhenti pada


kematangan intelektual semata. Melainkan harus menjangkau kedewasaan moral
dan sosia. Penilaian akhir seorang ilmuan tidak boleh diletakkan kepada
kemampuan berfikir saja melainkan harus mengikutsertakan kedewasaan sikap
dan tindakan.

b. Aksiologi Ilmu Pengetahuan


Apa kegunaan sain? Pertanyan ini sama dengan apa kegunaan pengetahuan ilmiah
karena sain (ilmu) isinya teori (ilmiah). Secara umum, teori artinya pendapat yang
beralasan. Alasan tersebut bisa berupa argumen logis, dan ini merupakan landasan
teori filsafat. Sedangkan alasan yang berupa argumen perasaan atau keyakinan
yang kadang kadang empiris merupakan teori dalam pengetahuan mistik.
Sedangkan toeri sain harus berDasar kan argumen logis yang empiris. Sekurangkurangnya ada tiga manfaat kegunaan ilmu.
1. Ilmu sebagai alat Eksplansi
Berbagai ilmu yang berkembang dewasa ini, secara umum berfungsi sebagai alat
untuk membuat ekspalanasi kenyataan yang ada. Filsafat ilmu dapat dianggap
sebagai suatu studi tentang masalah-masalah eksplanasi
Menurut T Jacob yang dikutip Ahmad Tafsir, sain merupakan suatu sistem
eksplanasiyang paling dapat diandalkan dibanding dengan sistem lain dalam
memahami masa lampau, sekarang, serta mengubah masa depan. Sebagai contoh,
ketika itu ada sebuah sepeda motor tua, dengan kenalpot yang berasap tebal
berwarna putih dengan jalan terseok seok dan tidak bisa berlari kencang. Dari
gejala yang timbul ini seorang mekanik yang memiliki ilmu tentang perbengkelan,
bisa membuat eksplanasi atau penjeleasan kepada pemilik motor mengapa begitu.
Itulah manfaat ilmu sebagai eksplanasi.
2. Ilmu sebagai alat Peramal
Tatkala membuat ekplanasi, biasanya ilmuan telah mengetahui juga faktor
penyebab gejala tersebut. Dengan menganalisis faktor dan gejala yang muncul,
ilmuwan dapat melakukan ramalan. Dalam term ilmuwan ramalan disebut
prediksi untuk membedakan ramalan embah dukun. Sebagai contoh, motor tadi,
seorang mekanik bisa memprediksi jika pemilik motor tidak mau merawat motor
dan lalai mengganti oli, maka ring sehernya akan cepat menipis dan oli mesin
akan terbakar dan menyebabkan asap menjadi tebal dan berwarna putih.
3. Ilmu sebagai alat Pengontrol

Eksplanasi sebagai bahan membuat prediksi dan kontrol. Ilmuan selain mampu
membuat ramalan berDasar kan eksplanasi gejala, juga dapat membuat kontrol.
Contoh : Agar motor kita awet, motor kita harus diservis dan ganti oli tiap 2000
km, sehingga tingkat keausan mesin dapat ditekan dan diperlambat. Sehingga
motor kita awet.
Menurut Ahmad Tafsir, Perbedaan prediksi dan kontrol ialah prediksi bersifat
pasif, sedangkan kontrol bersifat aktif.
Cara Sain Menyelesaikan Masalah
Ilmu atau sains yang didalamnya terdapatteori, dibuat untuk memudahkan
manusia, bila kita mendapat kesulitan yang kita kenal dengan istilah masalah, kita
menghadapi dan menyelesaikannya dengan ilmu. Sebagai contoh, dulu ketika
televisi baru diketemukan dan listerik maih sanggat jarang, jika kita ingin
menonton televisi harus menggunakan accu yang cukup besar dan berat. Jika
listrik di accu tersebut sudah lemah maka kita harus mencasnya di kampung
sebelah dengan cara di gotong, dan ini sangat mensulitkan kita.
Tapi ketika listerik sudah masuk ke kampung kita, kita tidak usah menggotong
accu yang berat itu karena sudah tidak terpakai, tapi kita tinggal mencoloknya di
stop kontak dan tinggal Jetrek. Tapi inipun masih menjadi masalah pula, ketika
kita akan merubah cenel dan kita harus mondar mandir meenghapiri televisi
sekedar memijit tombol program agar pindah cenel, tapi itu sudah berlalu karena
sekarang kita cukup memijit remot yang ada di tangan kita.
Beberapa tahun kemudian, anak-anak dikampung kita menjadi jarang mengaji,
malah mereka berlkuyuran di jalan padahal waktunya mereka mengaji atau
belajar. Kemudian kita memanggil ilmuan untuk meminta bantuannya, mengapa
bisa begini? Kemudian ilmuan itu melakukan beberapa halPertama, ia
mengidentifikasi masalah yang ada, ia ingin tahu mengapa anak-anak di kampung
itu tidak mau belajar dan mengaji. Identifikasi biasanya dilakukan dengan cara
mengadakan penelitian. Yang hasinya dianalisis untuk mengetahui secara persis
segala sesuati dari gejaka tersebut.
Kedua ia mencari litelatur tentang sebab kemalasan anak-anak tersebut. Ketiga ia
mencari litelarur yang menerangkan cara memperbaiki kemalasan anak-anak
tersebut.
Aksiologi Pengetahuan Mistik
1. Kegunaan Pengetahuan Mistik
Mustahil pengetahuan mistik banyak pengikut yang begitu banyak, jika tidak
memiliki kegunaan. Pengetahuan ini sangat bersifat subjektif, yang paling tahu

kegunaan ilmu ini hanyalah pemiliknya. Bagi seorang sufi, pengetahuan mistik
menjadi jembatan untuk menentramkan jiwa mereka. bahkan mereka menikmati
yang luar biasa tatkala berjumpa dengan Tuhannya. Pengetahuan mereka sering
dapat menyelesaikan persoalan yang tidak terselesaikan sain dan filsafat, jenis
mistik lain berguna untuk seseorang sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu,
terlepas benar tidak penggunaaanya. Kegunaan pengetahuan mistik ini mulai
tergeser, seiring kemajuan teknologi, sekarang wanita cantik tidak cukup dipelet
dengan Semar Mesem atau Jaran Giring tapi mereka sangat tertari dengan
pelet Jepang apalagi pelet Jerman. Agaknya seleksi alamlah yang
menentukan. Tapi mistik yang memembawa ketenanganlah yang masih tetap akan
bertahan.
2. Penggunaan Mistik untuk Menyelesaikan Masalah
Dari sisi penggunaanya, mistik ini terbagi menjadi dua penggunaan. Pertama
mistik-magis-putih yang digunakkan untuk hal kebaikan, seperti menolong orang,
mengobati, mendamaikan seseorang. Sedang yang kedua mistik-magis-hitam
yang digunakan untuk hal diluar mistik-magis-putih.
Orang mengatakan mistik putih karena manteranya diambil dari al Quran dan
ditulis dengan huruf arab, ada pula yang mengatakannya dari sisi tujuan yang
hendak dicapai. Namun, secara teoritis, perbedan dapat dilihat dari sisi ontologi,
epistimologi, maupun aksiologi mistik magis tersebut. Bila ontologi, misalnya
manteranya melawan ajaran benar (misalnya agama) maka maka ilmu itu
digolongkan hitam.
Pada sisi epistimologinya, jika ilmu itu harus didapat dengan cara melawan
yang ajaran benar maka itu pun dikatakan hitam. Misalnya untuk mencapai tujuan
ilmu itu diharuskan untuk berlari keliling kampung dengan telanjang. Dari sisi
aksiologi, juga demikian, bila ilmu ini digunakan untuk tujuan melawan yang
benar, maka dikatagorkan ilmu Magic/hitam, begitupun sebaliknya.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uaraian di atas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan prinsip antara ilmu dengan pengetahuan. Ilmu merupakan


kumpulan dari berbagai pengetahuan, dan kumpulan pengetahuan dapat dikatakan
ilmu setelah memenuhi syarat-syarat objek material dan objek formal
2. Ilmu bersifat sistematis, objektif dan diperoleh dengan metode tertentu seperti
observasi, eksperimen, dan klasifikasi. Analisisnya bersifat objektif dengan
menyampingkan unsur pribadi, mengedepankan pemikiran logika, netral (tidak
dipengaruhi oleh kedirian atau subjektif).
3. Pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik
mengenai matafisik maupun fisik, pengetahuan merupakan informasi yang berupa
common sense, tanpa memiliki metode, dan mekanisme tertentu. Pengetahuan
berakar pada adat dan tradisi yang menjadi kebiasaan dan pengulanganpengulangan. Dalam hal ini landasan pengetahuan kurang kuat cenderung kabur
dan samar-samar. Pengetahuan tidak teruji karena kesimpulan ditarik berdasarkan
asumsi yang tidak teruji lebih dahulu. Pencarian pengetahuan lebih cendrung trial
and error dan berdasarkan pengalaman belaka

B. Saran
1. Dalam penulisan karangan ilmiah atau penulisan lainnya harus dibedakan
antara ilmu dengan pengetahuan, agar kekaburan makna dari kata tersebut tidak
terjadi.
2. Penggabungan kata ilmu dengan pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan
berkonotasi ganda, sehingga dalam penulisannya cukup dipakai salah satu kata
sesuai dengan maknanya.

DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar A. 2005. Filsafat Ilmu. Ed 1. Cetakan ke 2. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta.
Dr. Hatta, Muhammd, Al Quran dan Terjemah, 2009 Departemen Agama RI, As
Syamil, Bandung, 1986, Alam Pikiran Yunani, Tintamas, Jakarta,
Kattsoff, L.O. 1992. Pengantar Filsafat: Penerjemah Soejono Soemargono.
Yogyakarta. Tiara Wacana Yogya.

Mulyadhi Kartanegara, 2003. Pengantar Epistemologi Islam. Mizan. Bandung


Mudhofir, A. 2005. Pengenalan Filsafat. Filsafat Ilmu. Cetakan ketiga. Penerbit
Liberty. Yogyakarta.
Prof. Judistira Garna, Ph.D. 1992 Beberapa Dasar Ilmu Sosial, PPS Unpad,
Bandung.
Pfrof. Dr. Tafsir, Ahmad, 2009. Filsafat Ilmu, Rosdakarya, Bandung.
Siswomihardjo, K.W. 2003. Ilmu Pengetahuan Sebuah Sketsa Umum Mengenai
Kelahiran dan Perkembangannya sebagai Pengantar untuk Memahami Filsafat
Ilmu. Dalam Filsafat Ilmu. Cetakan ketiga. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Soeprapto, S. 2003. Landasan Penelaahan Ilmu. Dalam Filsafat Ilmu. Cetakan
ketiga. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Suriasumantri, Jujun S, 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Cetakan
XIII. Sinar Harapan Jakarta.
Supriyanto, S. 2003. Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Masyarakat. Universitas Airlangga. Surabaya.
Sudarsono, SH. M.Si, 2004. Filsafat Islam, Rineka cipta, Jakarta.
Suryasumantri, Jujun S, 2005. Filsafat Ilmu, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta .
Syarif. MM, MA (Terjmh) 1989 Para Filosof Muslim, Mizan, Bandung.
Tjahyadi, S. 2005. Ilmu, Teknologi dan Kebudayaan. Dalam Filsafat Ilmu.
Cetakan ketiga. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT, yang sensantiasa memberikan taufik
dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul Kegunaan Ilmu Pengetahun. Karena ilmu merupakan usaha
untuk mengorganisir dan mensitematisasikan sesuatu. Sesuatu tersebut dapat
diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Namun
sesuatu itu dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan
menggunakan berbagai metode.

Sholawat serta salam penulis haturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,
pada keluarganya, sahabatnya, dan kita selaku umatnya yang senantiasa, telah
membawa kita dari zaman jahiliyah pada zaman era globalisasi yang penuh
dengan cahaya ilmu.
Pembuatan makalah ini ditunjukan guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Ilmu. Penulis sadar pada penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangannya, untuk itu penulis membuka tangan untuk menerima kritikan dan
saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna penyempurnaan
makalah ini.
Dalam kesempatan ini tak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT, melimpahkan rahmatnya atas segala kebaikan yang telah
membantu dan mendukung penulis dalam penyelesaian makalah ini, dan dapat
balasan dari Allah SWT. Semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan khususnya kepada penulis sendiri. Akhirnya penulis serahkan
segala sesuatunya pada Allah SWT, semoga amal ibadah semua diterima dan
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Amin.

Pandeglang, Desember 2010

Anda mungkin juga menyukai