Anda di halaman 1dari 41

ETIKA PROFESI

EUTHANASIA

Makalaheuthanasia

Page 1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN...........................................................................

1.1 Latar Belakang...


1.2 Permasalahan.
1.3 Tujuan..

4
5
6

PEMBAHASAN.............................................................................

2.1 Sejarah Euthanasia...

2.2 Pengertian Euthanasia.....

2.3 Bagian Euthanasia....

BAB II

2.4 Kriteria Mati. 10


2.5 Euthanasia dalam Beberapa Pandangan. . 11
1.Pandangan Agama. 11
2.Pandangan Beberapa Negara.. 20
2.6 Euthanasia Menurut KUHP dan Kode Etik Kedokteran. . 26
BAB III

PENUTUP..................................................................................... 31
A. Kesimpulan.............................................................................. 31
B. Saran-saran............................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA.. 33
LAMPIRAN.. 34

Makalaheuthanasia

Page 2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik
mengenai euthanasia (Mercy Killing). Euthanasia atau menghilangkan
nyawa orang atas permintaan dirinya sendiri sama dengan perbuatan
pidana menghilangkan nyawa seseorang. Dan hal ini masih menjadi
perdebatan pada beberapa kalangan yang menyetujui tentang euthanasia
dan pihak yang tidak setuju tentang euthanasia.
Pihak

yang

menyetujui

euthanasia

dapat

dilakukan,

hal

ini

berdasarkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak
untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan
alasan yang cukup mendukung yaitu alasan kemanusian. Dengan keadaan
dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup,
maka ia dapat melakukan permohonan untuk segera diakhiri hidupnya.
Sementara sebagian pihak yang tidak membolehkan euthanasia beralasan
bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya,
karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang
tidak bisa diganggu gugat oleh manusia.
Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang
yang dipakai sangatlah bertolak belakang, dan lagi-lagi alasan perdebatan
tersebut adalah masalah legalitas dari perbuatan euthanasia. Walaupun
pada dasarnya tindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak
pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana(KUHP). Di Negara-negara Eropa (Belanda) dan Amerika tindakan
euthanasia mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya, hal
ini juga dilakukan oleh Negara Jepang. Tentunya dalam melakukan
tindakan euthanasia harus melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi agar euthanasia bisa dilakukan.

Makalaheuthanasia

Page 3

Ada tiga petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan syarat


prasarana luar biasa. Pertama, dari segi medis ada kepastian bahwa
penyakit sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Kedua, harga obat dan
biaya tindakan medis sudah terlalu mahal. Ketiga, dibutuhkan usaha
ekstra untuk mendapatkan obat atau tindakan medis tersebut. Dalam
kasus-kasus seperti inilah orang sudah tidak diwajibkan lagi untuk
mengusahakan obat atau tindakan medis.
Bahkan, euthanasia dengan menyuntik mati disamakan dengan
tindakan pidana pembunuhan. Alternatif terakhir yang mungkin bisa
diambil adalah penggunaan sarana via extraordinaria. Jika memang
dokter sudah angkat tangan dan memastikan secara medis penyakit tidak
dapat disembuhkan serta masih butuh biaya yang sangat besar jika masih
harus dirawat, apalagi perawatan harus diusahakan secara ekstra, maka
yang dapat dilakukan adalah memberhentikan proses pengobatan dan
tindakan medis di rumah sakit.
Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat
yang diakui secara yuridis dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum
Positif Indonesia, euthanasia akan mendapatkan tempat yang diakui
secara

yuridis.

Kasus

yang

terakhir

yang

pengajuan

permohonan

euthanasia oleh suami Again ke Pengadilan Negeri Jakarta, belum


dikabulkan. Dan akhirnya korban yang mengalami koma dan ganguan
permanen pada otaknya sempat dimintakan untuk dilakukan euthanasia,
dan sebelum permohonan dikabulkan korban sembuh dari komanya dan
dinyatakan sehat oleh dokter.
Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan
euthanasia sebagai salah satu materi pembahasan, semoga tetap
diperhatikan dan dipertimbangkan sisi nilai-nilainya, baik sosial, etika,
maupun moral.
1.2 Permasalahan

Makalaheuthanasia

Page 4

Menyangkut fenomena yang ada akan menimbulkan beberapa


permasalahan yang harus kita selesaikan dengan seksama. Dari latar
belakang demikian ini penulis mendapatkan beberapa permasalahan yang
akan kita bahas dalam bab-bab berikutnya antara lain ;
1. Apakah

dimungkinkan

adanya

terobosan

baru

dalam

hukum

berdasarkan kasus-kasus berat, seperti secara medis penyakit


sudah tidak bisa lagi disembuhkan, sementara dokter pun sudah
angkat tangan?
2. Mengingat hukum kita menganut positifistik, bagaimana Euthanasia
menurut persepektif hukum Pidana Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui Euthanasia dalam perspektif Medis
2. Mengetahui Euthanasia perspektif Hukum
3. Mengetahui Euthanasia dalam perspektif Agama
4. Mengetahui Kode etik euthanasia di beberapa negara serta di
Indonesia, dan
5. Mengetahui Konsep Euthanasia
Tujuan Khusus Dalam penyusunan Makalah ini Adalah Untuk:
-

Menyelesaikan tugas Etika dan Kode Etik Kesehatan sebagai


kelengkapan tugas semester 1,tahun ajaran 2009/2010.

Makalaheuthanasia

Page 5

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Euthanasia
Dalam Lingkup budaya Yunani-Romawi Kuno Pemahaman eutanasia
dalam era ini dapat dilihat dalam beberapa pandangan beberapa tokoh
kuno. Posidippos, seorang pujangga yang hidup sekitar tahun 300an
sebelum Masehi, menulis dalam karyanya, Dari apa yang diminta
manusia kepada para dewa, tiada sesuatu yang lebih baik daripada
kematian yang baik. Philo, seorang filsuf Yahudi yang hidup sekitar
tahun 20 BC 50 AD, mengartikan euthanasia sebagai kematian tenang
dan baik (Philo 1, 182: de Sacrificiis Abelis et Caini 100). Suetonius,
seorang ahli sejarah yang hidup sekitar tahun 70-140 Masehi. Dalam
tulisannya

tentang

Kaisar

Agustus,

ia

mengatakan

demikian:

Ia

mendapat kematian yang mudah seperti yang selalu diinginkannya.


Karena ia hampir selalu biasa mohon kepada dewa-dewa bagi dirinya dan
bagi keluarganya eutanasia bila mendengar bahwa seseorang dapat
meninggal dengan cepat dan tanpa penderitaan. Itulah kata yang
dipakainya (Divus Augustus 99).
Zaman Renaissanse pandangan tentang eutanasia diwakili oleh
pendapat dari Thomas More dan Francis Bacon. Francis Bacon dalam Nova
Atlantis, mengajukan gagasan eutanasia medica, yaitu bahwa dokter
hendaknya

memanfaatkan

Makalaheuthanasia

kepandaiannya
Page 6

bukan

hanya

untuk

menyembuhkan,
menjelang

melainkan

kematian.

Ilmu

juga

untuk

kedokteran

meringankan

saat

itu

penderitaan

dimasuki

gagasan

eutanasia untuk membantu orang yang menderita waktu mau meninggal


dunia. Thomas More dalam The Best Form of Government and The
New Island of Utopia yang diterbitkan tahun 1516 menguraikan
gagasan untuk mengakhiri kehidupan yang penuh sengsara secara bebas
dengan cara berhenti makan atau dengan racun yang membiuskan.
Pada abad XVII-XX David Hume (1711-1776) yang melawan
argumentasi tradisional tentang menolak bunuh diri (Essays on the
suicide and the immortality of the soul etc. ascribed to the late of David
Hume, London 1785), rupanya mempengaruhi dan membuka jalan
menuju gagasan eutanasia.
Tahun 20-30an abad XX dianggap penting karena mempersiapkan
jalan masalah eutanasia zaman nasional-sosialisme Hittler. Karl Binding
(ahli hukum pidana) dan Alfred Hoche (psikiater) membenarkan eutanasia
sebagai pembunuhan atas hidup yang dianggap tak pantas hidup.
Gagasan ini terdapat dalam bukunya yang berjudul : Die Freigabe der
Vernichtung

lebnesunwerten

Lebens,

Leipzig

1920.

Dengan

demikian, terbuka jalan menuju teori dan praktek Nazi di zaman Hittler.
Propaganda agar negara mengahkiri hidup yang tidak berguna (orang
cacat, sakit, gila, jompo) ternyata sungguh dilaksanakan dengan sebutan
Aktion T4 dengan dasar hukum Oktober 1939 yang ditandatangani Hitler.
Hingga dewasa ini Di Belanda, pengadilan Lwuwarden 21 Februari 1973
menjatuhkan

pengadilan

simbolis

seminggu

penjara

atas

dokter

Geertruide Postma Van Boven yang pada tanggal 19 Oktober 1971 atas
permintaan ibunya sendiri yang berusia 78 tahun dan sakit tak
tersembuhkan mengahkiri hidup ibunya dengan memberikan 200 mg
morfin.
Di Amerika, Br. Joseph Charles Fox, tanggal 2 Oktober 1983 sewaktu
menjalani operasi hernia, pernafasannya terhenti dan mengakibatkan
anoxia celebral batang otak. Ia dibantu dengan respirator. Para dokternya
menyimpulkan, ia dalam kondisi permanent Vegetative Stage (PVS).
Makalaheuthanasia

Page 7

Superiornya, Philip K. Eichner, setelah berkonsultasi dengan sanak


saudara Br. Fox minta penghentian respirator. Rumah sakit dan distrik
Attorney menolak tetapi Supreme Court mengabulkannya.
2.2 Pengertian
Euthanasia berasal dari kata Yunani eu : baik dan thanatos : mati.
Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa
sakit.
Euthanasia

sering

disebut

mercy

killing

(mati

dengan

tenang).

Euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien sendiri, permintaan dari


keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih sadar), atau tanpa
persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar). Dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Jadi, secara
etimologis, euthanasia dapat diartikan sebagai mati dengan baik. Menurut
istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau
penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan.
Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan
dan penderitaan hebat menjelang kematiannya. Menurut Philo (50-20 SM)
euthanasia berarti mati dengan tenang dan baik, sedangkan Suetonis
penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceasarum mengatakan
bahwa euthanasia berarti mati cepat tanpa derita.
2.3 Bagian Euthanasia
Ditinjau dari cara pelaksanaannya Euthanasia dibagi menjadi :
Euthanasia

aktif

(euthanasia

agresif)

adalah

tindakan

dokter

mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam


tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit
pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir,
yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa
sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan
dokter

adalah

Makalaheuthanasia

bahwa

pengobatan

Page 8

yang

diberikan

hanya

akan

memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit


yang memang sudah parah.
Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker
ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali
pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal
dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi
(overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi
menghentikan pernapasannya sekaligus.
Euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan
pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak
mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti
mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter
adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana
yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi
pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi.
Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu
tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang
menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang
dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari
segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan
yang sangat tinggi.
Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis,
orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan
pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang
terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka
dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan
terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya.
Eutanasia non agresif atau kadang juga disebut autoeuthanasia
(eutanasia otomatis) yang termasuk kategori eutanasia negatif yaitu
dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk

Makalaheuthanasia

Page 9

menerima

perawatan

medis

dan

sipasien

mengetahui

bahwa

penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.


Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan
tertulis tangan). Auto-eutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek
eutanasia pasif atas permintaan.
2.4 Kriteria Mati
Apabila nadi tidak bergerak, maka jantung sudah tidak berfungsi,
karena jantung merupakan alat pemompa darah ke seluruh tubuh. bahwa
jantung ternyata digerakkan oleh pusat saraf penggerak yang terletak
pada bagian batang otak kepala.
Apabila terjadi perdarahan pada batang otak, maka denyut jantung
terganggu. Tetap perdarahan pada otak yang bersangkutan tidak mati,
kata Prof. Dr. Mahar Mardjono (eks Rektor UI). Jadi, kalau hanya terjadi
perdarahan pada otak, penderita tidak mati, jika batang otak betul-betul
mati, maka harapan hidup seseorang sudah terputus.
Menurut Dr. Yusuf Misbach (ahli saraf) terdapat 2 macam kematian
otak yaitu kematian korteks otak yang merupakan pusat kegiatan
intelektual dan kematian batang otak. Kerusakan batang otak lebih fatal
karena terdapat pusat saraf penggerak motor semua saraf tubuh. Menurut
Dr. Kartono Muhammad (wakil ketua Ikatan Dokter Indonesia) mengatakan
seseorang mati bila batang otak menggerakkan jantung dan paru-paru
tidak berfungsi lagi.
Para fuqaha menurut Dr. Peunoh Daly menentukan ukuran hidup
matinya

seseorang

dengan

empat

fenomena.

Pertama,

adanya

gerak/nafas, gerakan sedikit/banyak. Kedua, adanya suara maupun bunyi,


yang terdapat pada mulut, jeritan tangis, dan rasa haus. Ketiga,
mempunyai kemampuan berfikir terutama bagi orang dewasa. Keempat,
mempunyai kemampuan merasakan lewat panca indra dan hati.
Kriteria yang dikemukakan fuqaha yaitu kriteria pertama dan kedua
masih belum menjamin, karena sering orang tidak bernafas dan tidak
bersuara pada saat comma. Sedangkan kriteria ketiga yaitu kemampuan
Makalaheuthanasia

Page 10

berfikir, hanya salah satu vitalitas otak. Kerusakan organ tidak fatal masih
bisa dioperasi. Kriteria keempat, sulit dideteksi dengan menggunakan alat
canggih.
Keempat kriteria dapat diterapkan di tempat yang tidak ada alat
ukur seperti disebutkan Prof. Mahar.
2.5 Euthanasia dalam Beberapa Pandangan
1. Euthanasia dalam Pandangan Agama
Dalam ajaran gereja Katolik Roma
Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk
memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap
mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan
ajaran moral gereja mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup.
Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk programprogram egenetika dan eutanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas
dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama
menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman.
Pada tanggal 5 Mei tahun 1980, kongregasi untuk ajaran iman telah
menerbitkan Dekalarasi tentang eutanasia ("Declaratio de euthanasia")
yang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, khususnya dengan semakin
meningkatnya

kompleksitas

sistem-sistem

penunjang

hidup

dan

gencarnya promosi eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri


hidup.

Paus

Yohanes

meningkatnya

praktek

Paulus

II,

eutanasia,

yang

prihatin

dalam

dengan

ensiklik

Injil

semakin
Kehidupan

(Evangelium Vitae) nomor 64 yang memperingatkan kita agar melawan


"gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian' dimana
jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang meningkat dianggap
sebagai

beban

yang

mengganggu."

Paus

Yohanes

Paulus

II

juga

menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan belas kasihan yang


keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong
untuk ikut menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak
Makalaheuthanasia

Page 11

membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat kita tanggung"


(Evangelium Vitae, nomor 66).
Dalam ajaran agama Hindu
Pandangan agama Hindu terhadap euthanasia adalah didasarkan
pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah merupakan
suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud
perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan
pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari
"karma" yang buruk adalah menjadi penghalang "moksa" yaitu suatu
kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari
penganut

ajaran

Hindu.

Ahimsa

adalah

merupakan

prinsip

"anti

kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.


Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang didalam ajaran
Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu
factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan
"karma" buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan
yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam
kehidupan kembali.
Berdasarkan

kepercayaan

umat

Hindu,

apabila

seseorang

melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun
surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan
berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana
seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu
bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun
maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu
maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan
akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi)
untuk

menyelesaikan

"karma"

nya

dijalaninya kembali lagi dari awal.

Makalaheuthanasia

Page 12

terdahulu

yang

belum

selesai

Dalam ajaran agama Buddha


Ajaran agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari
kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk
hidup

adalah

merupakan

salah

satu

moral

dalam

ajaran

Budha.

Berdasarkan pada hal tersebut diatas maka nampak jelas bahwa Selain
daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas
asih" ("karuna") Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah
adalah merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha
yang dengan demikian dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun
yang

terlibat

dalam

pengambilan

keputusan

guna

memusnahkan

kehidupan seseorang tersebut.


Dalam ajaran Islam
Islam sangat menghargai jiwa, lebih-lebih terhadap jiwa manusia.
Cukup banyak ayat Al-Quran maupun hadits yang mengharuskan kita
untuk menghormati dan memelihara jiwa manusia (hifzh al nafs). Jiwa,
meskipun merupakan hak asasi manusia, tetapi ia adalah anugerah Allah
SWT.
Di antara firman-firman Allah SWT yang menyinggung soal jiwa atau
nafs itu adalah :
a.

Surat Al-Hijr ayat 23 :


Artinya :
Dan sesungguhnya benar-benar kami-lah yang menghidupkan dan
mematikan, dan kami (pulalah) yang mewarisi.

b.

Surat Al-Najm ayat 44 :


Artinya :

Makalaheuthanasia

Page 13

Dan

bahwasanya

Dia-lah

(Allah)

yang

mematikan

dan

menghidupkan.
Tindakan merusak maupun menghilangkan jiwa milik orang lain
maupun jiwa milik sendiri adalah perbuatan melawan hukum Allah. Begitu
besarnya penghargaan Islam terhadap jiwa, sehingga segala perbuatan
yang merusak atau menghilangkan jiwa manusia, diancam dengan
hukuman yang setimpal (qishash atau diyat).

Makalaheuthanasia

Page 14

1.

Euthanasia dalam hubungannya dengan jarimah mati


Yang menjadi unsur-unsur jarimah itu secara umum adalah :
a.

Nash yang melarang perbuatan itu dan memberikan ancaman


hukuman terhadapnya. Ini disebut sebagai unsur formal (rukun
syari).

b.

Tindakan yang membentuk suatu perbuatan jarimah, baik


perbuatan nyata maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini disebut
unsur material (rukun maddi).

c.

Pelaku yang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai


pertanggung-jawaban terhadap jarimah yang dilakukannya. Ini
disebut unsur moral (rukun abadi).

Dari segi nash Islam memang secara tegas melarang pembunuhan.


Aspek tindakan sebagai unsur kedua sudah jelas ada. Karena biasanya
upaya untuk mengurangi beban pasien dalam penderitaannya melalui
suntikan dengan bahan pelemah fungsi saraf dalam dosis tertentu
(neurasthenia).
Terjadinya

euthanasia

aktif

tidak

terlepas

dari

pertimbangan-

pertimbangan berikut :
1.

Dari pihak pasien, yang meminta kepada dokter karena merasa


tidak tahan lagi menderita sakit karena penyakit yang dideritanya
terlalu gawat dan sudah lama. Pasien juga mempertimbangkan
masalah ekonomi. Atau pasien sudah tahu bahwa ajalnya sudah dekat,
harapan untuk sembuh terlalu jauh, maka supaya matinya tidak
merasa sakit, dia meminta jalan yang lebih nyaman yaitu melalui
euthanasia.

2.

Dari pihak keluarga/wali, yang merasa kasihan atas penderitaan


pasien.

3.

Kemungkinan lain bisa terjadi, bahwa pihak keluarga bekerjasama


dengan dokter untuk mempercepat kematian pasien.

Makalaheuthanasia

Page 15

Masalahnya adalah sejauh mana atau dalam hal apa saja nyawa
seseorang bisa/boleh dihabisi. Untuk ini Allah telah menggariskannya
melalui firman-Nya dalam surat Al-Isra ayat 33 (juga Al-Anam : 151).
Artinya :
Dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar.
Syeikh
pembunuhan

Ahmad

Musthafa

(mengakhiri

hidup)

al-Maraghi
seseorang

menjelaskan
bisa

bahwa

dilakukan

apabila

disebabkan oleh salah satu dari 3 sebab :


1.

Karena pembunuhan oleh salah seseorang secara zalim.

2.

Janda secara nyata berbuat zina, yang diketahui oleh empat orang
saksi.

3.

Orang

yang

keluar

dari

agama

Islam,

sebagai

suatu

sikap

menentang jamaah Islam.


Sakit adalah satu bentuk uji kesabaran, sehingga tidaklah tepat
kalau diselesaikan dengan mengakhiri diri sendiri melalui euthanasia
(aktif).

Syeikh

Muhammad

Yusuf

al-Qardhawi

mengatakan,

bahwa

kehidupan manusia bukan menjadi hak milik pribadi, sebab dia tidak
dapat menciptakan dirinya (jiwanya). Oleh karena itu ia tidak boleh
diabaikan, apalagi dilepaskan dari kehidupannya.
Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk melepaskan
nyawanya hanya karena ada musibah. Seorang mukmin diciptakan justru
untuk berjuang, bukan untuk lari dari kenyataan. Dalam hal ini Syeikh
Mahmud Syaltut memberikan pembahasan yang ringkasnya bahwa para
ahli fiqh berbeda pendapat mengenai suatu kejahatan disuruh sendiri oleh
si korban atau oleh walinya. Bahwa perintah korban dapat menggugurkan
qishash terhadap pelaku.
Mempercepat kematian tidak dibenarkan. Tugas dokter adalah
menyembuhkan,

bukan

membunuh.

Kalau

dokter

tidak

sanggup,

kembalikan kepada keluarga. Sedangkan terhadap euthanasia pasif, para

Makalaheuthanasia

Page 16

ahli, baik dari kalangan kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para
ulama sepakat membolehkan.
Kebolehan euthanasia pasif itu didasarkan atas pertimbangan
bahwa pasien sebenarnya memang sudah tidak memiliki fungsi organorgan

yang

memberi

kepastian

hidup.

Kalaupun

ada

harapan,

umpamanya karena salah satu dari 3 organ utama yang tidak berfungsi,
yaitu jantung, paru-paru, korteks otak (otak besar, bukan batang otak),
maka berarti masih bisa dilakukan pengobatan bagi pasien yang berada di
RS yang lengkap peralatannya. Tetapi bila pasien berada di RS yang
sederhana, sehingga usaha untuk mengatasi kerusakan salah satu dari
yang disebutkan itu, atau biaya untuk meneruskan pengobatan ke RS
yang lebih lengkap. Allah tidak memberikan beban kewajiban yang
manusia tidak sanggup memikulnya. Yang penting disini tidak ada unsur
kesengajaan untuk mempercepat kematian pasien.
Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh organ
lainnya akan terhenti pula fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang
otak telah rusak, tetapi jantung masih berdenyut. Apalagi jika batang otak
sudah mengalami pembusukan. Maka dalam kondisi yang demikian,
tindakan euthanasia pasif boleh dilaksanakan, umpamanya dengan
mencabut selang pernafasan, masker oksigen, pemacu jantung, saluran
infus dsb. Maksudnya hanya sebagai langkah menyempurnakan kematian.
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen),
Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut
merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat
menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243).
Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun
tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit
melarang

bunuh

diri.

Kendati

demikian,

ada

sebuah

ayat

yang

menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah,


dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan,
Makalaheuthanasia

Page 17

"Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna


langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan
demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim
lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir almaut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang
dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan
tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun
negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait
tahun

1981,

dinyatakan

bahwa

tidak

ada

suatu

alasan

yang

membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan


belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.
1. Eutanasia positif
Yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah
tindakan memudahkan kematian si sakit --karena kasih sayang-- yang
dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif)
adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab dalam tindakan ini seorang
dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit
dan mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis
dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk
dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan

demikian

itu

adalah

termasuk

dalam

kategori

pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si


sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si
dokter

tidaklah

lebih

pengasih

dan

penyayang

daripada

Yang

Menciptakannya. Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah


Ta'ala, karena Dia-lah yang memberi kehidupan kepada manusia dan yang
mencabutnya apabila telah tiba ajal yang telah ditetapkan-Nya.

Makalaheuthanasia

Page 18

2. Eutanasia negatif
Eutanasia negatif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada
eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif
untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa
diberi pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan
pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada
gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan
sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebabakibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara'
ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya
menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut
mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah.
Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang
dikatakan

oleh

sahabat-sahabat

Imam

Syafi'i

dan

Imam

Ahmad

sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan


sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).
Dalam ajaran gereja Ortodoks
Pada ajaran Gereja Ortodoks, gereja senantiasa mendampingi
orang-orang

beriman

sejak

kelahiran

hingga

sepanjang

perjalanan

hidupnya hingga kematian dan alam baka dengan doa, upacara/ritual,


sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih, iman dan pengharapan.
Seluruh kehidupan hingga kematian itu sendiri adalah merupakan suatu
kesatuan dengan kehidupan gerejawi. Kematian itu adalah sesuatu yang
buruk sebagai suatu simbol pertentangan dengan kehidupan yang
diberikan Tuhan. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat
terhadap prinsip pro-kehidupan dan oleh karenanya menentang anjuran
eutanasia.
Dalam ajaran agama Yahudi

Makalaheuthanasia

Page 19

Ajaran agama Yahudi melarang eutanasia dalam berbagai bentuk


dan

menggolongkannya

kedalam

"pembunuhan".

Hidup

seseorang

bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan yang memberikannya


kehidupan sebagai pemilik sesungguhnya dari kehidupan. Walaupun
tujuannya mulia sekalipun, sebuah tindakan mercy killing (pembunuhan
berdasarkan belas kasihan), adalah merupakan suatu kejahatan berupa
campur tangan terhadap kewenangan Tuhan.
Dasar dari larangan ini dapat ditemukan pada Kitab Kejadian dalam
alkitab Perjanjian Lama Kej 1:9 yang berbunyi : "Tetapi mengenai darah
kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala
binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan
menuntut

nyawa

sesama

manusia".

Pengarang

buku

HaKtav

v'haKaballah menjelaskan bahwa ayat ini adalah merujuk kepada larangan


tindakan eutanasia.
Dalam ajaran Protestan
Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana
memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap
eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia.
Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :

Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya


menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk
memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu
keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga
kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar
dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas
akhir kesempatan hidup tersebut".

Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan


hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan
suatu perawatan fundamental. Dalam kasus dimana perawatan

Makalaheuthanasia

Page 20

medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara


tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan
membiarkan kematian terjadi.
Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi
yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena
mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal
perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik.
Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui
bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti
suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan
suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan
mereka atas pengobatan.
Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam
menanggapi masalah "bunuh diri" dan pembunuhan berdasarkan belas
kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai
suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga
adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.

2. Pandangan Euthanasia dalam Beberapa Negara


Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang
yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif
berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi
negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasienpasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak
untuk mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam
Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri
berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.

Makalaheuthanasia

Page 21

Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia"


dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67,
November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap
dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan
dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah
ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan
rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan
dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban
para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri
berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya
prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun
telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter
yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.
Australia
Negara

bagian

Australia,

Northern

Territory,

menjadi

tempat

pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri


berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995
Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill
bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa
kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan
Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.
Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir
September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan
tindakan

eutanasia

setiap

tahunnya

telah

dilakukan

sejak

dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga


mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul
suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian". Belgia

Makalaheuthanasia

Page 22

kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda


dan negara bagian Oregon di Amerika ).
Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah
satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa
seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah
merupakan

orang

yang

memiliki

hak

penuh

untuk

memutuskan

kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.


Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di
Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya
secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin
lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon,
yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya
eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas
(Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya
menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang
diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas
boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan
meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai
tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15
hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana
salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien).
Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis
serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak
berada dalam keadaan gangguan mental. Hukum juga mengatur secara
tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak
boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi
kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan
di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan

Makalaheuthanasia

Page 23

UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU


Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit
tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999 . Sebuah lembaga
jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan
bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia.
Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu
perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan
perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undangundang

Hukum

Pidana

yang

menyatakan

bahwa

"Barang

siapa

menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara
selama-lamanya

12

tahun".

Juga

demikian

halnya

nampak

pada

pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat
dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita
memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid
Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah
Tempo Selasa 5 Oktober 2004. menyatakan bahwa : Eutanasia atau
"pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia.
Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh
bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Swiss
Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara
Swiss ataupun orang asing apabila yang bersangkutan memintanya
sendiri. Secara umum, pasal 115 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan dipergunakan sejak tahun 1942,
yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu pelaksanaan
Makalaheuthanasia

Page 24

bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila


motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri." Pasal 115 tersebut
hanyalah

menginterpretasikan

suatu

izin

untuk

melakukan

pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk


mengakhiri kehidupan seseorang.

Inggris
Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan
Britania Raya (Britain's Royal College of Obstetricians and Gynaecologists)
mengajukan sebuah proposal kepada Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield
Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin untuk melakukan
eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns).
Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di
Inggris melainkan semata guna memohon dipertimbangkannya secara
saksama dari sisi faktor "kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu
legitimasi praktek kedokteran. Namun hingga saat ini eutanasia masih
merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian
juga di Eropa (selain daripada Belanda). Demikian pula kebijakan resmi
dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical Association-BMA) yang
secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.
Jepang
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang
eutanasia demikian pula Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of
Japan) tidak pernah mengatur mengenai eutanasia tersebut. Ada 2 kasus
eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962
yang dapat dikategorikan sebagai "eutanasia pasif" ( ,
shkyokuteki anrakushi). Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa

Makalaheuthanasia

Page 25

insiden di Tokai University pada tahun 1995 yang dikategorikan sebagai


"eutanasia aktif " (, sekkyokuteki anrakushi).
Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk
suatu kerangka hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia
secara aktif dan pasif boleh dilakukan secara legal. Meskipun demikian
eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut adalah tetap
dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang melakukannya akan
dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh
karena keputusan pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat
federal maka keputusan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum
sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat ini Jepang
memiliki

suatu

kerangka

hukum

sementara

guna

melaksanakan

eutanasia.
Republik Ceko
Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan
pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai eutanasia
dikeluarkan

dari

rancangan

Kitab

Undang-undang

Hukum

Pidana.

Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospil


bermaksud

untuk

memasukkan

eutanasia

dalam

rancangan

KUHP

tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6


tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite
hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial
tersebut dihapus dari rancangan tersebut.
India
Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan
mengenai larangan eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan
dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana
India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun berdasarkan aturan
tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah
atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan
Makalaheuthanasia

Page 26

yang hukumannya didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini
hanyalah

diberlakukan

terhadap

kasus

eutanasia

sukarela

dimana

sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si dokter


hanyalah

membantu

pelaksanaan

eutanasia

tersebut

(bantuan

eutanasia). Pada kasus eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan


orang lain) ataupun eutanasia di luar kemauan pasien akan dikenakan
hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.

China
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum.
Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana
seorang yang bernama "Wang Mingcheng" meminta seorang dokter untuk
melakukan

eutanasia

terhadap

ibunya

yang

sakit.

Akhirnya

polisi

menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun


6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court)
menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng
menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk
disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas
dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia
meninggal dunia dalam kesakitan.
Afrika Selatan
Di Afrika Selatan belum ada suatu aturan hukum yang secara tegas
mengatur tentang eutanasia sehingga sangat memungkinkan bagi para
pelaku eutanasia untuk berkelit dari jerat hukum yang ada.
Korea
Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang
eutanasia

di

Korea,

namun

telah

ada

sebuah

preseden

hukum

(yurisprudensi)yang di Korea dikenal dengan "Kasus rumah sakit

Makalaheuthanasia

Page 27

Boramae"

dimana

dua

orang

dokter

yang

didakwa

mengizinkan

dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita


sirosis hati (liver cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian
menyerahkan berkas perkara tersebut kepada jaksa penuntut dengan
diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan tidak
bersalah. Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata
dengan mercy killing dalam arti kata eutanasia aktif.
Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada kasus
tertentu

dari

penghentian

penanganan

medis

(hospital

treatment)

termasuk tindakan eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien


terminal meminta penghentian dari perawatan medis terhadap dirinya.

2.6 Euthanasia Menurut KUHP dan Kode Etik Kedokteran


Melihat penderitaan istrinya yang tidak kunjung berakhir, Panca
Satrya Hasan Kusuma memohon agar istrinya (Agian Isna Nauli) yang
sudah koma sekitar tiga bulan setelah melahirkan putra keduanya,
disuntik mati saja.
Ini merupakan perubahan dalam dinamika masyarakat yang kian
mengglobal yang ditandai semakin mudahnya masyarakat mengakses
informasi dari berbagai belahan dunia maka semakin sering masyarakat
bersentuhan dengan nilai-nilai asing (di luar kebiasaan/norma-norma
komunitasnya).
Namun perubahan paradigma berfikir masyarakat bukanlah sebagai
arah sebuah kemajuan berfikir, namun cuma kebingungan dalam berfikir.
Hal ini dialami oleh Hasan yang mengajukan euthanasia terhadap istrinya
dan hal yang sama juga terjadi pada Siti Zulaekha yang akan diajukan
euthanasia

oleh

keluarganya.

Munculnya

pro

dan

kontra

seputar

persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi komunitas hukum.


Sebab, pada persoalan legalitas inilah persoalan euthanasia akan

Makalaheuthanasia

Page 28

bermuara. Kejelasan tentang sejauh mana hukum (pidana) positif


memberikan regulasi/pengaturan terhadap persoalan euthanasia akan
sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan tersebut.
Lebih-lebih di tengah kebingungan kultural karena munculnya pro dan
kontra

tentang

legalitasnya.

Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam hukum pidana
positif

di

Indonesia

hanya

dikenal

satu

bentuk

euthanasia,

yaitu

euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri


(voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal
344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :
Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam
dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa
pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana
bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di
Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang.
Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak
dimungkinkan dilakukan pengakhiran hidup seseorang sekalipun atas
permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi
sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan
pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
Mengacu pada ketentuan tersebut di atas, maka munculnya kasus
permintaan tindakan medis untuk mengakhiri kehidupan yang muncul
akhir-akhir ini (kasus Hasan Kesuma yang mengajukan suntik mati untuk
istrinya, Ny. Agian dan terakhir kasus Rudi Hartono yang mengajukan hal
yang sama untuk istrinya, Siti Zuleha) perlu dicermati secara hukum.
Kedua kasus ini secara konseptual dikualifikasi sebagai non voluntary
euthanasia, tetapi secara yuridis formal (dalam KUHP) dua kasus ini tidak
bisa dikualifikasi sebagai euthanasia sebagaimana diatur dalam Pasal 344
KUHP. Secara yuridis formal kualifikasi (yang paling mungkin) untuk kedua
Makalaheuthanasia

Page 29

kasus ini adalah pembunuhan biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal


338 KUHP, atau pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 340 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas
dinyatakan, Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam,
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun. Sementara dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan, Barang
siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa
orang lain diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling
lama dua puluh tahun.
Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang
dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia, yaitu ketentuan Pasal
356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap Penganiayaan yang
dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan
kesehatan

untuk

dimakan

atau

diminum.Selain

itu

patut

juga

diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304


dan Pasal 306 (2). Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan : Barang
siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam
keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau
pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus
rupiah.
Sementara dalam ketentuan Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, Jika
mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara
maksimal

sembilan

tahun.

Dua ketentuan terakhir tersebut di atas memberikan penegasan, bahwa


dalam konteks hukum positif di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu
ditolong juga dikualifikasi sebagai tindak pidana. Dua pasal terakhir ini
juga bermakna melarang terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di
Indonesia.

Makalaheuthanasia

Page 30

Fenomena euthanasia ini berkembang lagi ketika kasus Nyonya


Agian mencuat di permukaan ketika suaminya (Hasan) meminta DPRD
Bogor untuk menggagalkan keinginannya untuk meng-eutanasia istrinya
tersebut. Banyak orang yang menentang apa yang dilakukan Hasan pada
istrinya

tersebut,dengan alasan bahwa eutanasia itu bertentangan

dengan

nilai-nilai

merendahkan

etika,

martabat

moral

karena

manusia

termasuk

dan

perbuatan

perbuatannya

yang

tergolong

pembunuhan, mengingat kematian menjadi tujuan.


Sebuah

karangan

berjudul

"The

Slippery

Slope

of

Dutch

Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report


Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun
1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan euthanasia dan
tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur
yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi
dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat
laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan. kapankah hal seperti itu
terjadi di Indonesia?
Kiranya persoalan euthanasia, meskipun pelaksanaannya tidak
harus dan tidak selalu dengan suntikan, merupakan sebuah persoalan
dilematis. Selain hukum, praktik eutanasia tentu saja berbenturan dengan
nilai-nilai etika dan moral yang menjunjung tinggi harkat dan martabat
kehidupan

manusia.

Adanya

indikasi-indikasi

baik

medis

maupun

ekonomis tidak secara otomatis melegitimasi praktik eutanasia mengingat


eutanasia berhadapan dengan faham nilai menyangkut hak dan kewajiban
menghormati

dan

membela

kehidupan.

Di Negara-negara Eropa (Belanda) dan Amerika tindakan euthanasia


mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya, hal ini juga
dilakukan oleh Negara Jepang. Tentunya dalam melakukan tindakan
euthanasia harus melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan yang
harus

dipenuhi

agar

euthanasia

Didalam KUHP Austria Pasal 139 a berbunyi :

Makalaheuthanasia

Page 31

bisa

dilakukan.

Seseorang yang membunuh orang lain atas permintaan yang jelas


dan sungguh- sungguh terhadap korban dianggap bersalah melakukan
delik berat pembunuhan manusia atas permintaan akan dipidana
dengan pidana penjara berat dari lima sampai sepuluh tahun.
Prinsip umum UU Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan
masalah jiwa manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak
untuk hidup secara wajar sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi
terjamin.
Di

dalam

pasal

344

KUHP

dinyatakan

Barang

siapa

menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya 12 tahun.
Berdasarkan pasal ini, seorang dokter bisa dituntut oleh penegak
hukum, apabila ia melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan
pasien dan keluarga yang bersangkutan, karena perbuatan tersebut
merupakan perbuatan melawan hukum.
Mungkin saja dokter atau keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344
ini, tetapi ia tidak bisa melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang
berbunyi : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain,
dihukum karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya
15 tahun. Dokter bisa diberhentikan dari jabatannya, karena melanggar
kode

etik

kedokteran.

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor

434/Men.Kes/SK/X/1983 pasal 10 menyebutkan : Setiap dokter harus


senantiasa mengingat akan kewajibannya untuk melindungi hidup
makhluk insani.
Menurut etik kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan :
a. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)
b. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu dan
pengalaman tidak akan mungkin sembuh lagi.

Makalaheuthanasia

Page 32

Seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan


kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup
manusia (pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian terdahulu, maka dapatlah ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah Allah SWT. Oleh
karena itu, orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara dan alasan
yang bertentangan dengan ketentuan agama (tidak bilhaq), seperti
euthanasia aktif, adalah perbuatan bunuh diri, yang diharamkan dan
diancam Allah dengan hukuman neraka selama-lamanya.
2. Euthanasia aktif tetap dilarang, baik dilihat dari segi kode etik
kedokteran, Undang-Undang Hukum Pidana, lebih-lebih menurut Islam
yang

menghukumnya

dengan

haram.

Terhadap

keluarga

yang

menyuruh, maupun dokter yang melaksanakan, dipandang sebagai


pelaku pembunuhan sengaja. Sedangkan dokter yang melaksanakan
euthanasia

aktif

atas

permintaan

membantu terlaksananya bunuh diri.


Makalaheuthanasia

Page 33

pasien,

dipandang

sebagai

3. Euthanasia pasif diperbolehkan, yaitu sepanjang kondisi organ utama


pasien berupa batang otaknya sudah mengalami kerusakan fatal.
Sedangkan kerusakan organ jantung, paru-paru, dan korteks, dalam
dunia

kedokteran

sekarang

masih

bisa

diatasi.

Maka

tindakan

euthanasia terhadap pasien dalam kondisi seperti ini sama dengan


pembunuhan.

B. Saran-saran
Untuk menghadapi beberapa masalah yang berkaitan dengan
adanya euthanasia ini, perlu kiranya dikemukakan saran-saran berikut :
1.

Jika pertimbangan kemampuan untuk memperoleh layanan medis


yang lebih baik tidak memungkinkan lagi, baik karena biaya maupun
karena rumah sakit yang lebih lengkap terlalu jauh, maka dapat
dilakukan dua cara :
a. Menghentikan perawatan/pengobatan, artinya membawa pasien
pulang ke rumah.
b. Membiarkan pasien dalam perawatan seadanya, tanpa ada
maksud melalaikannya, apalagi menghendaki kematiannya.

2.

Umat

Islam

kepercayaannya

diharapkan
yang

tetap

memandang

berpegang
segala

teguh

musibah

pada

(termasuk

menderita sakit) sebagai ketentuan yang datang dari Allah.


3.

Para dokter diharapkan tetap berpegang pada kode etik kedokteran


dan sumpah jabatannya, sehingga tindakan yang mengarah kepada
percepatan proses kematian bisa dihindari.

Makalaheuthanasia

Page 34

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008.Euthanasia

dalam

Medis

dan

Pidana.

http://www.lawskripsi.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=97&Itemid=97, diakses 3
Agustus 2010
Anonim.2010.Hukum

Euthanasia

http://www.scribd.com/doc/

dan

Kode

Etik

Kedokteran.

26876842/Hukum-Euthanasia-Dan-

Kode-Etik-Kedokteran, diakses 3 Agustus 2010


Anonim.2009.Euthanasia.

http://mytaste.wordpress.com/euthanasia/,

diakses 2 Agustus 2010


Iwan.2004.Seputar

Euthanasia.

http://www.mentaritimur.com/mentari/oct04/euthanasia.htm,
diakses 3 Agustus 2010

Makalaheuthanasia

Page 35

Lebaron.Garn.2010.The

Etics

of

http://www.quantonics.com/The_Ethics_of_

Euthanasia.
Euthanasia_

By_Garn_LeBaron.html, diakses 2 Agustus 2010


Rachmanto.Teguh.2008.Menggugat
http://nasional.inilah.com/read/detail/

Etika

Euthanasia.

18807/menggugat-etika-

euthanasia, diakses 2 Agustus 2010

LAMPIRAN

GAMBAR 1
Alat yang digunakan dokter untuk mengakhiri hidup pasiennya.

Makalaheuthanasia

Page 36

GAMBAR 2

Makalaheuthanasia

Page 37

Pertama kali di dunia, seorang yang menjalani euthanasia (bunuh


diri dibantu medis) disiarkan British TV. Swiss memang merupakan satu
satunya negara di dunia yang melegalkan euthanasia atau bunuh diri
yang dilakukan atas permintaan baik pasien atau kaluarga karena suatu
sebab yg tak dapat dielakkan.

GAMBAR 3
Keterangan:Suatu
sedang

mengalami

perawatan
merasa

pasien

pereda
sakit.

dan

Ramalan

adalah lemah(miskin, dan ia


mungkin hanya mempunyai
beberapa

bulan-bulan

dininggalkan.

Semua

manajemen

berhub

pembedahan

dan

dg
medis

sudah dijelajahi. Sebagai suatu dokter, aku bisa mengambil bagian di PAS,
mengatur dosis tinggi IV morfin untuk bergegas kematian dan mengurangi
Makalaheuthanasia

Page 38

nyeri .Dokter-dokter secara umum dilindungi di dalam kasus-kasus ini di


bawah prinsip yang dibentuk/mapan dari pengaruh yang ganda, dalam
mana tindakan nya menghasilkan dua barang kepunyaan yang tidak
dapat dipisahkan: satu yang baik (nyeri pembebasan) dan satu yang tidak
baik (pemberian obat penenang candu dengan tujuan untuk kematian) .

GAMBAR 4

Makalaheuthanasia

Page 39

GAMBAR 5

GAMBAR 6

GAMBAR 7
Makalaheuthanasia

Page 40

Ramesh tidak menginginkan untuk tinggal apalagi hidup karena


menderita AIDS sindrom defisiensi imun dapatan dan sudah menjual
kebanyakan dari tanah pertaniannya untuk perawatan nya. Tetapi ia harus
tinggal. permintaannya kepada President dari India untuk
mengizinkan[membiarkan dia untuk mengakhiri hidupnya sendiri).

Makalaheuthanasia

Page 41

Anda mungkin juga menyukai