Anda di halaman 1dari 27

BAB I

KONSEP MEDIS

1. Pengertian
Tuberkulosis

merupakan

penyakit

infeksi

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat


merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria
patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 m, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson,2006).
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Arief
Mansjoer, dkk, 2002)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. (Smeltzer & Bare, 2002)
2. Anatomi Fisiologi
Jalan napas yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah :
a. Hidung
b. Pharynx
c. Larynx
d. Trachea
e. Bronchus dan bronchiolus.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka
dari itu; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan
fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat,
bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang
disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang
kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan
silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke

superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke faring. Dari


sinilah

lapisan

mukus

akan

tertelan

atau

di

batukkan

keluar.

Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang
disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan
pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa
sehingga bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati
suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100 %. Udara mengalir dari faring
menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang
rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara
pita suara terdapat ruang berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea
dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Meskipun laring
merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai organ
pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang
berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke
dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis,
maka larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda
asing

dan

sekret

keluar

dari

saluran

pernapasan

bagian

bawah.

Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu kuda
yang panjangnya 5 inchi. Struktur trachea dan bronchus dianalogkan
dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon tracheal
bronchial.
Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan
cabang utama bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak
mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme hebat dan batuk,
kalau saraf-saraf terangsang.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan
lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya
hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan
trachea yang dengan sudut yang lebih paten, yang mudah masuk ke cabang

utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau hidung.
Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga
paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang
terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang
saluran

udara

terkecil

yang

mengandung

alveolus.

Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus terminalis disbut saluran


penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis.
Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran
gas.
Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari dinding mereka, puletus
alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya
mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil
dibandingkan dengan tebal garis tengah sel darah merah.Dalam setiap paruparu terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas
lapangan tenis.
Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton,
yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi
terhadap pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu
ekspirasi.
Paru-paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak di
dalam rongga thoraks. Setiap paru-paru mempunyai apex dan basic.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, syaraf dan pembuluh limfe
memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru.
Pleura ada 2 macam :
1) Pleura parietal yang melapisi rongga dada/thoraks sedangkan
2) Pleura viceral yang menutupi setiap paru.
Diantara pleura parietal dan pleura viceral, terdapat cairan pleura seperti
selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu
sama lain selama respirasi, dan mencegah pemisahan thoraks dan paru-paru.
Paru-paru mempunyai 2 sumber suplay darah yaitu :
1) Arteri bronkhialis.

2) Arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronchialis menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi
sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru.
Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengeluarkan darah vena
campuran ke paru-paru di mana darah itu mengambil bagian dalam
pertukaran gas.
3. Etiologi
Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu basil mycobacterium
tuberculosis tipe humanus dengan ukuran panjang 1 4 um dan tebal 1,3
0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau
basil tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik karena
sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). lainnya, sehingga
bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberculosis ini ditularkan dari orang ke orang oleh trasmisi melalui udara.
Individu yang terinfeksi, melalui bicara, batuk, bersin, tertawa atau bernyanyi,
melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 u) dan kecil (1 sampai 5u).
droplet yang besar menetap, sementara droplet kecil tertahan di udara dan
terhirup oleh individu yang rentan.

4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis
terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang
mendukung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis
bovin,

yang

penyebarannya

melalui

susu

yang

terkontaminasi.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas


perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
limfosit T) adalah sel imunosupresifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya
local, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas.

Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara


dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung
Mycobakterium tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2
jam. Orang dapat terifeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
pernapasan. Setelah Mycobacterium tuberkulosis masuk ke dalam saluran
pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai
memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri), dan area paruparu lainnya (lobus atas) (Sylvia A. Price & Wilson,2006).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis
(menghancurkan)
mengakibatkan

basil

dan

jaringan

normal.

penumpukan

eksudat

dalam

Reaksi
alveoli,

jaringan

ini

menyebabkan

bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah


pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang
membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan
(bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa seperti keju.
Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri
menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun.
Penyakit aktif dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, tuberkel Ghon memecah, melepaskan bahan seperti
keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara,
mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang memecah
menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut,
pembentukan tuberkel dan selanjutnya.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat


mengarah ke bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas
yang diperbaharui. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi
mengalami penyakit aktif . (Smeltzer & Bare, 2002)

5. Manifestasi Klinik
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a) Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses
destruksi paru. Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun,
keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau agak lambat.
Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit,
karena sekret masih sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
b) Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen
(kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c) Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai
berupa sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya
adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus
sehingga pecahnya pembuluh darah.
d) Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru.
Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
e) Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada
dinding pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan
tegangan otot pada saat batuk.

f) Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan
oleh sekret, peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g) Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi
umum dari proses infeksi.
h) Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul
belakangan dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i) Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j) Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit
Tuberculosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah
lanjut.
6. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
a) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan

kematian

karena

syok

hipovolemik

atau

karena

tersumbatnya jalan napas.


b) Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
c) Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
2) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi
10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal

antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi


tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna
pada pasien yang secara klinik sakit berani bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4) Histologi atau kultur jaringan (termasuk pembersihan gaster; urine dan
cairan serebrospinal, biopsi kulit) : Positif untuk Mycobacterium
tuberculosis.

5) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya
sel raksasa menunjukkan nekrosis.
6) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
7) Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital, peningkatan
rasio udara residu dan kapasitas paru total, dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural (Tuberkulosis paru kronis luas).

b. Pemeriksaan Radiologis
Foto thorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effusi cairan. Perubahan
menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa.

8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
1) Promotif
a) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
c) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2) Preventif
a) Vaksinasi BCG
b) Menggunakan isoniazid (INH)
c) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.

2. Penatalaksanaan secara medik


Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1) Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 3
bulan.
a) Streptomisin injeksi 750 mg.
b) Pas 10 mg.
c) Ethambutol 1000 mg.
d) Isoniazid 400 mg.
2) Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 18
bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat
yang diberikan dengan jenis :
INH.
b)
Rifampicin.
c)
Ethambutol.
a)

Dengan

fase

selama

seminggu,

dengan

lama

pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.


3)

Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila


ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
a) Rifampicin.
b)
Isoniazid (INH).
c)
Ethambutol.
d)
Pyridoxin (B6).

9. Pencegahan
Terapi pencegahan TBC dengan obat antimikroba merupakan sarana yang
efektif untuk mengontrol penyakit. Hal ini merupakan tindakan preventif
yang ditujukan baik untuk mereka yang sudah terinfeksi maupun masyarakat
pada umumnya.
Eradikasi TBC dilakukan dengan menggabungkan kemoterapi yang
efektif, identifikasi segera dan tindak lanjut pada orang yang mengalami
kontak dengan penyakit ini , dan terapi kemoprofilaktik pada kelompokkelompok dalam populasi yang beresiko tinggi.

BAB II
KONSEP MEDIS

1. Pengkajian

Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis


paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
a. Identitas klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah
keluarga.
b. Keluhan Utama : penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Riwayat penyakit sekarang:
Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempattempat kelenjar seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang sama.
f. Data Psikososial.
a. Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri.
b. Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh
perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan
putus harapan.
c. Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman yang padat,
ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah
anggota keluarga yang banyak.
g. Data Spiritual
h. Data Sosial
i. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola nutrisi metabolik
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun, turgor kulit jelek, kulit
kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
2) Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada kuadran
kanan atasdan

hepatomegali, nyeri tekan pada

kuadran

kiri

atas dan splenomegali.


3) Pola aktifitas latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan karena
sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas
berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
4) Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering

berkeringat pada malam hari.


5) Pola kognitif perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang umum,
sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman, perabaan, rasa,
penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
6) Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan
dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan

kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang akhirnya membuat


kondisi penderita menjadi perasaan tak berbedanya dan tak ada
harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
7) Pola peran hubungan
Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan

dalam

hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk


menghindari penularan terhadap anggota keluarga

yang lain.

(Marilyn. E. Doenges,200)
8) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda : Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari
dan berkeringat pada malam hari
9) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda : Penurunan BB
10) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk, gangguan tidur pada
malam hari
Tanda : pasien meringis, tidur tidak nyenyak
j. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
2) Perkusi
Perdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas
yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani.
Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
3) Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas

tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi
ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila

terdapat

auskultasi memberikan

kavitas yang

suara amforik.

auskultasi memberikan suara napas

cukup

besar,

Bila mengenai pleura,


yang lemah sampai tidak

terdengar sama sekali.


4) Palpasi
Badan teraba hangat (Demam)
Pemeriksaan Persistem
:
1) Sistem Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
2) Sistem Cardiovaskuler
Gejala : takikardia (Doengoes, 2000)
k. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
b) Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
c) Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
d) Anemia bila penyakit berjalan menahun
e) Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
f) LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai
tersebut kembali normal pada tahap penyembuhan.
g) GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
h) Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;

adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.


i) Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak
normalnya retensi
j) air dapat ditemukan pada TB paru kronis
luas.
2) Radiologi
1) Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan
menunjukan lebih luas. TB dapat termasuk rongga akan
fibrosa. Perubahan mengindikasikan. TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak
pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.
2) Bronchografi

merupakan

pemeriksaan khusus

untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru


karena TB.
3) Gambaran radiologi
TBC

lain

adalah penebalan

empisema,

yang
pleura,

sering
efusi

menyertai
pleura

atau

penumothoraks (bayangan hitam radio lusen

dipinggir paru atau pleura).


3) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.
l. Pengelompokan Data
Data Subyektif
a. Pasien mengeluh panas
b. Batuk/batuk berdarah
c. Sesak bernafas
d. Nyeri dada
e. Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
a. Ronchi basah, kasar dan nyaring.

b. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan


pada auskultasi memberi suara limforik.
c. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
d. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak)
e. Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
f. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula.
g. Kadang terjadi abses.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan
adanya infeksi kuman tuberkulosis.
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
sekret kental atau sekret

darah, kelemahan,

upaya

batuk buruk, edema trakeal/faringeal.


c. Gangguan pertukaran gas berhubungan

dengan

berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis,


kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental,
edema bronchial.
d. Gangguan keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan

kelelahan,

batuk

yang

sering,

adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan


kemampuan finansial.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk
menetap.
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
g. Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
h. Kurang pengetahuan
tentang kondisi, pengobatan,
pencegahan berhubungan

dengan

tidak

ada

yang

menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya


pengetahuan/kognitif.

3. Rencana Keperawatan
a. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis.
1) Tujuan :
Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
2) Kriteria Hasil :
a) Klien mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko
penyebaran infeksi
b) Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan
pola hidup dalam melakkan lingkungan yangnyaman.
c) TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
3) Intervensi
a) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
melalui droplet udara selama batuk, bersin,meludah, bicara,
tertawa ataupun menyanyi. Untuk

Membantu

menyadari/

menerima

mematuhi program

pengobatan

untuk

Pemahaman

perlunya

mencegah

bagaimana

kesadarankemungkinan

pengaktifan

pasien

berrulang.

penyakit disebarkan dan

tranmisi

membantu

pasien

orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksike


orang lain.
b) Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah,
sahabat karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat
untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
c) Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak
pada

tisu,

menghindari

meludahsembarangan,

kaji

pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan


yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan
penyebaran infeksi.
d) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/
isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an

membuang stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.


e) Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam
indikator adanya infeksi lanjut.
f) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan
berulang tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat
penekan imun adanya dibetes militus, kanker, kalium.
Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk
mengubah pola hidup dan menghindarimenurunkan insiden
eksaserbasi.
g) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal,
tetapi pada adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
h) Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan
sering makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang
tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan
tahanan terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.
i) Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
b.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental


atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
1) Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit,
diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :
a) pasien melaporkan sesak berkurang
b) pernafasan teratur
c) ekspandi dinding dada simetris
d) ronchi tidak ada
e) sputum berkurang atau tidak ada
f) frekuensi nafas normal (16-24)x/menit
2) Intervensi
Mandiri :
a) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
b) Monitor usaha pernafasan,

pengembangan

dada,

dan

keteraturan.
Untuk
menentukan

intervensi

yang

tepat

dan

mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan


c) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke
belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak
d) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
e) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru optimal
f) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam
keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret
sehingga jalan nafas klien kembali efektif.
g) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak
ada kontraindikasi
Untukmeningkatkan rasa

nyaman

pasien

dan

membantu

pengeluaran sekret
h) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan
fibrasi yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien kembali efektif
i) Lakukan suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan
nafas klien kembali efektif secara mekanik
j) Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a) Berikan O2 sesuai indikasi
Memenuhi kebutuhan O2
b) Berikan obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator,
mukolitik, antibiotik, atau steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
c. Gangguan

pertukaran

gas

berhubungan

dengan

berkurangnya

keefektifan kerusakan membran alveolar kapiler.


1) Tujuan :
Setelah diberikan
askep selama 2x30 menit diharapkan
pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :

a)
b)
c)
d)
e)

Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang


Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
Napas teratur
Tanda vital stabil
Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 :

95-100 mmH
2) Intervensi
:
Mandiri
a) Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan
otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau
kronisnya proses penyakit
b) Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku,
serta mencatat adanya sianosis perifer (kuku) atau
(circumoral).
Sianosis kuku

menggambarkan

sianosis pusat

vasokontriksi/respon

tubuh

terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan


kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia
sistemik
c) Mengobservasi

kondisiyang

memburuk.

Mencatat

adanya hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat


kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah
kelelahan
dan
mengurangi
oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi.
d) Menyiapkan untuk dilakukan
tindakan

komsumsi
keperawatan

kritis jika diindikasikan


Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering
menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya.
Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi
respirasi berat.
Kolaborasi
a) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal
kanul dan masker.
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60
mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan
pasien

b) Memonitor ABGs, pulse oximetry.


Untuk
memantau
perubahan

proses

penyakit

dan

memfasilitasi perubahan
d. Gangguan

keseimbangan

nutrisi,

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan mual muntah dan intake tidak adekuat.


1) Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan
kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil:
a) Menunjukkan berat badan meningkat

mencapai

tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan


bebas tanda malnutrisi.
b) Melakukan perubahan

pola

hidup

untuk

meningkatkan dan mempertahankan berat badan


yang tepat.

2) Intervensi:
Mandiri
a) Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan,
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising
usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat

masalah

dan

intervensi yang tepat


b) Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan
intake diet pasien.
c) Monitor intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
d) Catat
adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika
ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan
masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
e) Anjurkan bedrest.
Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi
peningkatan metabolik.
f) Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan
pernapasan.
Mengurangi rasa

tidak

enak

dari

sputum

atau

obat-

obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.


g) Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi
protein dan karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
a) Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi
adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
b) Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan
albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program
terapi.
e. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
1) Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang
atau terkontrol, dengan KH:
a) Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
b) Pasien tampak rileks
2) Intervensi :
Mandiri
a) Observasi karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk.
Selidiki perubahan karakter /lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur
b) Pantau TTV
Perubahan frekuensi
jantung
TD
menunjukan
bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan
untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c) Berikan tindakan nyaman mis, pijatan

punggung,

perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan nafas


Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut
dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan

memperbesar

efek terapi analgesik.


d) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasidan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan
umum.
e) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada

selama episode batuk.


Alat untuk mengontrol

ketidaknyamanan

dada

sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.


f) Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi.
Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif,
meningkatkan kenyamanan
f. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
1) Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

1x24

jam

diharapkan hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil :


a) Pasien melaporkan panas badannya turun.
b) Kulit tidak merah.
0
c) Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,7 C.
d) Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit.
e) Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
f) RR dalam batas normal : 16-20x/menit.
2) Intervensi :
Mandiri
a) Pantau TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
b) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
c) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari,
kecuali ada kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
d) Berikan kompres air biasa/hangat Untuk menurunkan suhu
tubuh
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
b) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di
hipotalamus
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
1) Tujuan
:

Setelah

diberikan

tindakan

keperawatan

pasien

diharapkan

mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan


kriteria hasil:
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
2) Intervensi :
a) Evaluasi respon pasien terhadap

aktivitas.

Catat

laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan.


Menetapkan kemampuan atau kebutuhan
pasien
memudahkan pemilihan intervensi.
b) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn

berlebihan,

meningkatkan istirahat.
c) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk
penyembuhan.
d) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi
atau menunduk ke depan meja atau bantal.
e) Bantu aktivitas perawatan diri
Berikan

yang

diperlukan.

kemajuan peningkatan aktivitas selama fase

penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan

dan

membantu

keseimbangan

suplai dan kebutuhan oksigen.


h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak
akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif.
1) Tujuan
:
Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien
meningkat, dengan kriteria hasil:
a) Menyatakan

pemahaman

proses

penyakit/prognosisdan

kebutuhan

pengobatan.
b) Melakukan perubahan prilaku dan pola
hidup unruk memperbaiki kesehatan dan
menurunkan pengaktifan ulang TB
c) Menerima perawatan Adekuat
2) Intervensi :
a) Kaji ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media,
orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan
kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien.
b) Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya:
jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
c) Jelaskan penatalaksanaan obat : dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya
terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi
obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan

terapi

dan

mencegah putus obat.


d) Jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi,
gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah.
Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu
menjalani terapi.
e) Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
f) Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu
melihat warna hijau
g) Berikan gambaran tentang pekerjaan

yang

berisiko

terhadap

penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan,


pengecatan.
Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu
fungsi paru/bronkus.
h) Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko

penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi


abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna,
bronkiektasis hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

4. EVALUASI
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Diagnosa 1 : Tidak terjadi penyebaran infeksi


Diagnosa 2 : Bersihan jalan nafas pasien kembali efektif
Diagnosa 3 : pertukaran gas pasien efektif
Diagnosa 4 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Diagnosa 5 : Nyeri berkurang atau hilang
Diagnosa 6 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Diagnosa 7 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Diagnosa 8 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta
pengobatannya

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012


jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis
Di Indonesia. diaksestanggal30

& Penatalaksanaan

Oktober

2012 jam

10.15

dari http://www.klikpdpi.com/ konsensus/tb/tb.pdf 2002


Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu pendekatan proses
keperawatan), Bandung.
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis
Paru.

Diakses

tanggal

30

Oktober

2012

jam

10.15

dari

http://www.scribd.com /doc/52033675/
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed. 3, EGC:
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 1999.

Kapita

Selekta

Kedokteran

Keperawatan

Nanda

Jilid

I.

Jakarta:Media Aeculapius.
Nanda.2005.Panduan

Diagnosa

definisi

dan

Klasifikasi 2005-2006. Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika


Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta :
EGC.
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta:
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai