Anda di halaman 1dari 1

BIOGRAFI

Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, beberapa menuliskan bunyi bahasa Jawanya
dengan
Ki
Hajar
Dewantoro;
lahir
di Yogyakarta, 2
Mei 1889 meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69
tahun[1]; selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah
aktivis pergerakankemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan
pelopor pendidikan bagi
kaum pribumi Indonesia dari zaman
penjajahan Belanda. Ia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu
lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi
jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya
para priyayi maupun orang-orang Belanda.
Awal Karier
Selain ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan
politik. Sejak berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda
untuk menyosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama
Jawa) pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa
dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.
Sewaktu pemerintah Hindia Belanda berniat mengumpulkan sumbangan dari warga,
termasuk pribumi, untuk perayaan kemerdekaan Belanda dari Perancis pada tahun
1913, timbul reaksi kritis dari kalangan nasionalis, termasuk Soewardi. Ia kemudian
menulis "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" atau "Satu untuk Semua, tetapi
Semua untuk Satu Juga". Namun kolom KHD yang paling terkenal adalah "Seandainya
Aku Seorang Belanda" (judul asli: "Als ik een Nederlander was"), dimuat dalam surat
kabar De Exprespimpinan DD, 13 Juli 1913. Isi artikel ini terasa pedas sekali di
kalangan pejabat Hindia Belanda.
Pengabdian Pada Masa Indonesia Merdeka
Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran
Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan)
yang pertama. Pada tahun 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris
causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada. Atas jasajasanya dalam merintis pendidikan umum, ia dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia dan hari kelahirannya dijadikan Hari Pendidikan Nasional (Surat
Keputusan Presiden RI no. 305 tahun 1959, tanggal 28 November 1959).
Ia meninggal dunia di Yogyakarta tanggal 26 April 1959 dan dimakamkan di Taman
Wijaya Brata.
Keunikan
Ki Hajar Dewantara merupakan sosok yang keras tetapi tidak kasar. Ki Hajar Dewantara
tidak seperti Ivan Illich atau Rabrindranath Tagore yang sempat menganggap sekolah sebagai siksaan yang
harus segera dihindari. Ki Hajar berpandangan bahwa melalui pendidikan akan terbentuk kader yang
berpikir, berperasaan, dan berjasad merdeka serta percaya akan kemampuan sendiri. Arah pendidikannya
bernafaskan kebangsaan dan berlanggam kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai