Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mewujudkan kemandirian daerah, Pemerintah harus meningkatkan mutu pelayanan
publik dan perbaikan dalam berbagai sektor, yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi
sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah daerah diharapkan dapat meningkatkan
PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembiayaan dari pusat, sehingga dapat
meningkatkan otonomi dan keuangan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber utama kemandirian keuangan
pemerintah daerah dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan
pelayanan masyarakat. Dengan adanya desentralisasi fiskal kepada pemerintah daerah relatif
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pemberdayaan dan peningkatan kemampuan
perekonomian daerah, Selain itu juga dapat memberikan transparansi, partisipasi, dan
bertanggung jawab antara pemerintah daerah dan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
kemandirian keuangan suatu daerah menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam
mengisi pembangunan di daerahnya, terutama dalam membayar pajak dan retribusi daerah
yang merupakan komponen utama dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah ketentuannya diatur dalam UndangUndang yang dikeluarkan pemerintah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu UU
No.28 Tahun 2009 yang menggantikan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah. Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan retribusi daerah merupakan pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Indikator kemandirian suatu daerah adalah rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Dana Perimbangan dan pinjaman, dengan demikian PAD dan Dana Perimbangan
merupakan sumber pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap
pengeluaran pemerintah suatu daerah.
Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas
pemerintah daerah (Halim, 2002:128), yaitu rasio kemandirian keuangan (otonomi fiskal),
rasio efektivitas terhadap pendapatan asli daerah, rasio efisiensi keuangan daerah, rasio
keserasian, rasio pertumbuhan (analisis shift), rasio proporsi pendapatan dan belanja daerah
(analisis share).
Selama ini, peranan PAD dalam membiayai kebutuhan pengeluaran daerah sangat
kecil dan bervariasi antar daerah yaitu kurang dari 10-50%. Sebagian besar daerah Provinsi
hanya dapat membiayai kebutuhan pengeluarannya kurang dari 10%. Dalam pelaksanaanya
ternyata ada permasalahan yang dialami daerah dalam rangka peningkatan pendapatan asli
daerah (PAD) yang disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti halnya di Kabupaten Tanah
Bumbu yang merupakan kabupaten pemekaran dari kabuaten Kotabaru di mana penerimaan
daerah dari PAD sendiri masih sangat rendah serta struktur pendapatan daerah masih
didominasi oleh transfer dari pemerintah pusat. Karena semakin besar kontribusi PAD
terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka akan semakin kecil pula
ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat.

Tabel 1.1
Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) Untuk Kemandirian Keuangan di Kabupaten Tanah Bumbu 2010-2014
N
o

Tahun
Anggaran

2010

Pendapatan Asli Daerah


(PAD) (Rp)
Rp24.093.777.202

Anggaran Pendapatan dan


Belanja (APBD) (Rp)
Rp636.823.275.174

Persentase (%)
3,78

2
3
4
5

2011
2012
2013
2014

Rp29.599.131.622
Rp66.535.645.235
Rp84.464.231.170
Rp117.751.306.727

Rp549.410.281.775
Rp1.077.275.000.000
Rp1.120.342.402.401
Rp1.295.333.685.833

5,39
6,18
7,54
9,09

Sumber : BPS Tanah Bumbu


Di lihat dari tabel 1.1 menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten Tanah Bumbu selama kurun waktu empat tahun terakhir selalu mengalami
kenaikan akan tetapi sumbangan terhadap APBD sendiri masih sangat kecil yaitu kurang
dari 10%. Hal ini menunjukkan tingkat kemandirian Kabupaten Tanah Bumbu masih rendah
dan tingkat ketergantungan Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu akan pendapatan dari
transfer pemerintah pusat masih mendominasi.
Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu daerah bukanlah disebabkan oleh
karena secara struktural daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-sumber
keuangan yang potensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan pemerintahan pusat.
Selain itu sumber-sumber keuangan dikuasai oleh pusat sehingga hal ini menyebabkan
daerah kurang mandiri dalam pengelolaan hasil materil sumber daya-sumberdaya dan
potensi daerah tersebut. Seperti halnya di Kabupaten Tanah Bumbu yang memiliki potensi
alam begitu besar, khususnya untuk Pertambangan, Pertanian, Perkebunan, Perikanan dan
lain-lain.

Berdasarkan data di atas bahwasanya Kabupaten Tanah Bumbu masih ada peluang
untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Hal ini dikarenakan kontribusi PAD
setiap tahunnya meningkat. Sehingga di harapkan kedepan nanti pemerintah daerah dapat
mandiri dalam kegiatan pemerintahannya melalui pemanfaatan kekayaan alam yang ada.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas dengan judul Analisis Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kemandirian Suatu Daerah

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka makalah ini merumuskan masalah yaitu
Seberapa Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk Kemandirian suatu daerah di
Kabupaten Tanah Bumbu (Indikator Analisis Rasio Kemandirian).
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini di buat untuk mengetahui kontibusi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dalam mewujudkan Kemandirian Keuangan Daerah di Kabupaten Tanah Bumbu melalui alat
ukur Analisis Rasio Kemandirian.
1.4 Manfaat Penulisan
Sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman bagi penulis serta sebagai referensi bagi
yang membutuhkan. Serta sebagai bahan pertimbangan nantinya untuk pemerintah dalam
merumuskan kebijakan yang sesuai dengan permasalahan di makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kemandirian Suatu Daerah
Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa
Kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan, dan
pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri, dalam rangka asas
desentralisasi.
Pengertian kemandirian keuangan daerah di kemukakan oleh Abdul Halim
(2008:232) yaitu Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah
dalam membiayai sendiri kegiatan Pemerintahan, Pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah.
Dari beberapa pendapat yang di kemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam menggali dan
mengelola sumberdaya atau potensi daerah yang dimilikinya secara efektif dan efisien
sebagai sumber utama keuangan daerah yang berguna untuk membiayai kegiatan
penyelenggaraan pemerintah di daerah.
Menurut Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (dalam Abdul Halim, 2004:284), ada
empat macam pola hubungan kemandirian keuangan daerah antara lain:
a) Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada
kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi
daerah).

b) Pola hubungan konsulatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai


berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan
otonomi.
c) Pola hubungan partisipastif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang,
mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati
mampu melaksanakan urusan otonomi.
d) Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada
karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
otonomi daerah.
Nogi (2007:89-92) mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
kemandirian keuangan daerah, antara lain:
a

Potensi daerah, indikator yang banyak digunakan sebagai tolak ukur potensi ekonomi

daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).


b Kemampuan dinas pendapatan daerah, artinya kemandirian keuangan daerah dapat
ditingkatkan secara terencana melalui kemampuan atau kinerja institusi atau lembaga
yang inovatif dan pemanfaatan lembaga Dipenda untuk meningkatkan penerimaan
daerah.

2.2 Pengertian Pendapatan Asli Daerah


Pendapatan asli daerah merupakan hak daerah yang di akui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. PAD adalah bagian dari pendapatan
daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang di pungut berdasarkan peraturan
daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 157

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa


kelompok PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu :
1. Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditetapkan melalui
peraturan daerah. Pungutan ini dikenakan kepada semua objek seperti
orang/badan dan benda bergerak/tidak bergerak, seperti pajak hotel, pajak
restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak parker, dll.
2.

Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran/pemakaian


karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah atau dengan kata lain
retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu jasa
atau fasilitas yang diberikan secara langsung dan nyata, seperti retribusi
Pelayanan Kesehatan, retribusi Pelayan Persampahan / Kebersihan, retribusi
pelayanan pemakaman, retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair, dll.

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu penerimaan daerah


yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, mencakup
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD,
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN,
bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain PAD yang sah, yaitu penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain
milik pemda, seperti hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa
giro, pendapatan bunga, dll.

Peran PAD sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah masih rendah.


Kendatipun perolehan PAD setiap tahun relatif meningkat namun masih kurang mampu
menggenjot laju pertumbuhan ekonomi daerah. untuk beberapa daerah yang relatif minus
dengan kecilnya peran PAD dalam APBD, maka upaya satu-satunya acara adalah menarik
investasi swasta domestik ke daerah. Rendahnhya potensi PAD disebabkan oleh faktorfaktor seperti berikut (Erry, 2005: 51-52) :
a

Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar tetapi digali oleh instansi

b
c

yang lebih tinggi, misalnya PKB


BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada pemerintah daerah
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan

d
e
f

lainnya
Adanya kebocoran-kebocoran/kolusi
Biaya pemungutan masih tinggi
Adanya kebijakan pemerintah yang berakibat menghapus atau mengurangi

penerimaan PAD
Banyak peraturan daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan baik besaran

tarifnya maupun sistem pemungutannya


Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah

Upaya meningkatkan kemampuan penerimaan daerah, khususnya penerimaan dalam


pendapatan asli daerah harus dilaksanankan secara terus menerus oleh semua pihak dalam
pemerintahdaerah, agar pendapatan asli daerah tersebut terus meningkat. pemerintah
diharapkan dapat meningkatkan PAD untuk mengurangi ketergantungan terhadap
pembiayaan dari pusat, sehingga meningkatkan otonomi dan keluasan daerah. langkah
penting yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan
daerah adalah menghitung potensi PAD yang ril dimiliki daerah. Mengoptimalisasi PAD

akan berimplikasi pada peningkatan pungutan pajak daerah dan retribusi daerah, karena
penyumbang terbesar PAD adalah dua komponen tersebut.
Menurut Mardiasmo (2004: 152-155) upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Dearah (PAD) adalah:

1. Menjadikan PBB sebagai pajak daerah,sehingga pemerintah akan mendapatkan pendapatan pajak
daerah yang besar dan nantinya pemerintah daerah tidak perlu lagi mengurusi pajak-pajak yang
kecil nilainya.
2. Pemerintah perlu memperbaiki sistem perpajakan daerah, maka daerah dapat menikmati
pendapatan dari sektor pajak yang cukup besar.
3. Optimalisasi peran BUMD dan BUMN. Peran investasi swasta dan perusahaan milik
Negara/daerah diharapkan dapat berfungsi sebagai pemacu utama pertumbuhan ekonomi daerah.

2.3

Tingkat Kemandirian Daerah


Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) terdapat beberapa analisa rasio didalam
pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang
bersumber dari APBD. Dari beberapa rasio tersebut hanya satu yang akan di pergunakan
untuk mengetahui seberapa besar tingkat kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam
mewujudkan kemandirian suatu daerah yaitu menggunkan Analisis Rasio Kemandirian.
2.3.1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli
daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain,
misalnya bantuan pusat ataupun dari pinjaman. Adapun Formula Rasio Kemandirian
Mahsun (2009) sebagai berikut:
Pendapatan Asli Daerah
Rasio Kemandirian =
X 100%
Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pendapatan Lain-lain

Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana


ekstern (Terutama Pemerintah pusat dan Provinsi). Semakin tinggi rasio kemandirian
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern
(Terutama Pemerintah Pusat dan Provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
Rasio

kemandirian

juga

menggambarkan

tingkat

partisipasi

masyarakat

dalam

pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi


masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama
pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah
akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.
Pola hubungan tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah Halim,
(2002.b) dapat di sajikan dalam tabel 1.2 :
Kemandirian
Daerah
Rendah Sekali
Rendah
Sedang
Tinggi

Rasio
Kemandirian
0-25
>25-50
>50-75
>75-100

Tabel 1.3
Kontribusi PAD , Transfer Pemerintah Pusat dan Provinsi serta Pendapatan Lain-lain
terhadap kemandirian keuangan daerah di Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2010-2014

No

Tahun
Anggara
n

2010

Pendapatan Asli
Daerah (PAD) (Rp)

Pendapatan
Transfer Pusat
(Rp)

Pendapatan
Transfer
Provinsi (Rp)

Rp24.093.777.202

Rp
502.321.606.38
9

Rp
32.914.395.792

Pendapatan
Lain-lain (Rp)

Total Transfer
Pemerintah
Pusat/Provinsi dan
Pendapatan Lainlain

Rasio
Kemandi
rian %

Rp
106.562.767.66
0

Rp
641.798.769.841

3,8

2011

Rp29.599.131.622

2012

Rp66.535.645.235

2013

Rp84.464.231.170

2014

Rp117.751.306.7
27

Rp
636.668.670.27
6
Rp
804.624.399.56
4
Rp
760.967.179.99
9
Rp
817.780.317.89
6

Rp
47.624.689.586
Rp120.087.699.
663
Rp
93.837.938.744
Rp
94.264.614.036

Rp
64.685.033.714
Rp
146.446.965.92
0
Rp
138.355.393.65
7
Rp
114.300.428.81
3

Rp
748.978.393.576

4,0

Rp
1.071.159.065.147

6,2

Rp
993.160.512.400

8,5

Rp
1.026.345.360.745

11,5

Berdasarkan data diatas memperlihatkan bahwa pada periode tahun 2010-2014


tingkat kemandirian daerah Tanah Bumbu melalui Rasio Kemandirian mengalami kenaikan.
Kenaikan persentase tertinggi berada pada tahun 2014 yaitu mengalami perubahan sebesar
3,0% dari tahun sebelumnya pada tahun 2013 sebesar 8,5% menjadi 11,5% pada tahun 2014.
Hal ini berarti tingkat ketergantungan pendapatan yang bersumber dari pemerintah pusat pun
mengalami penurunan meskipun perubahannya relatif kecil. Namun kondisi ini juga masih
menggambarkan bahwa kemampuan keuangan daerah Tanah Bumbu masih rendah. Akan
tetapi dengan adanya perubahan rasio kemandirian ini menandakan bahwa peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki peran penting dalam menciptakan kemandirian
keuangan daerah. Sehingga perlu ada solusi serta kebijakan baru dari pemerintah daerah
untuk mendorong Pendapatan Asli Daerah (PAD) agar mengurangi ketergantungan pada
pendapatan yang bersumber dari Pemerintah pusat.
Kenaikan rasio kemandirian ini tidak lepas dari kontribusi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang selalu meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Kenaikan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) sendiri di Kabupaten Tanah Bumbu mengindikasikan bahwa kinerja
pemerintah selama ini dalam mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah melaui
pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
PAD yang sah (UU Nomor 32 tahun 2004). sudah semakin baik.

Penyumbang terbesar PAD Tanah Bumbu dari tahun ke tahun yaitu bersumber dari
pajak pertambangan. Namun jika melihat kondisi saat ini bahwasanya harga komoditas
pertambangan justru sedang mengalami penurunan. Kondisi semacam ini pastinya akan
mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan apabila pemerintah daerah dalam hal ini
tidak dapat mengembangkan sektor-sektor yang lain seperti Perikanan, Pertanian dan
Perkebunan maka yang di khawatirkan Kabupaten Tanah Bumbu akan sangat bergantung
lagi pada transfer pemerintah pusat.
Dengan kata lain pemerintah daerah harus mandiri dalam membiayai sebagian besar
anggaran pembangunannya, sehingga sumber daya yang ada harus dikelola dan
dimanfaatkan secara maksimal termasuk aset-aset berupa tanah maupun bangunan agar
penerimaan daerah bisa tercapai secara optimal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Indikator kemandirian suatu daerah adalah rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Dana Perimbangan dan pinjaman, dengan demikian PAD dan Dana
Perimbangan merupakan sumber pengeluaran pemerintah daerah berpengaruh positif
terhadap pengeluaran pemerintah suatu daerah.
2. Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas
pemerintah daerah (Halim, 2002:128), yaitu rasio kemandirian keuangan (otonomi
fiskal), rasio efektivitas terhadap pendapatan asli daerah, rasio efisiensi keuangan
daerah, rasio keserasian, rasio pertumbuhan (analisis shift), rasio proporsi pendapatan
dan belanja daerah (analisis share).

3. Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana


ekstern (Terutama Pemerintah pusat dan Provinsi) serta Rasio kemandirian juga
menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
4. Walaupun rasio kemandirian daerah menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun
akan tetapi peningkatan tersebut masih menggambarkan bahwa kemampuan daerah
Tanah Bumbu untuk mewujudkan kemandirian daerah masih rendah.
5. Peningkatan Rasio Kemandirian ini sendiri di pengaruhi oleh peningkatan Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang masih bersumber dari pajak pertambangan. Karena
pertambangan sendiri di Kabupaten Tanah Bumbu salah satu penyumbang terbesar
bagi pendapatan daerah.

2.4 Saran
Untuk meningkatkan kemandirian suatu daerah tentunya di butuhkan anggaran
pendapatan yang besar. Oleh karena itu yang harus di lakukan oleh pemerintah
Kabupaten Tanah Bumbu selain bergantung pada transfer dana pemerintah pusat,
pemerintah daerah harus lebih mengoptimalkan kembali potensi alam yang dimiliki.
Apalagi jika melihat potensi alam di Kabupaten Tanah Bumbu sangatlah besar seperti
Pertambangan, Perikanan, Pertanian, Perkebunan, dll. Namun seperti yang kita ketahui
bahwa penyumbang terbesar pendapatan asli daerah (PAD) saat ini hanya berasal dari
satu sub sektor saja yaitu pajak pertambangan. Disinilah peran pemerintah daerah di
tuntut untuk tidak hanya bergantung pada satu sub sektor saja. Tetapi lebih
memperhatikan lagi sub sektor-sektor yang memang memiliki potensi besar untuk
dijadikan sebagai pendapatan daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Bumbu.2011. Tanah Bumbu Dalam Angka 2011
Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Bumbu.2015. Tanah Bumbu Dalam Angka 2015
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Departemen Dalam negeri Republik Indonesia, Jakarta 2004.
Budi Mulyana Subkhan Kuwat Slamet. 2006. Keuangan DaerahPerspektif Desentralisasi
Fiskal dan Pengelolaan APBD di Indonesia. Jakarta : LPKPAP,2006
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit ANDI
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_055153_chapter2(1).pdf
http://jdih.setjen.kemendagri.go.id/Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu Peraturan Daerah
Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 14 Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai