PPHI
Tentang
Daftar isi
Preventif
Konseling Hepatitis B
16
Pengobatan
19
35
Referensi
39
45
Team Editor
ii
Kata Pengantar
Fase inactive HBsAg carrier state ditandai dengan HBeAg yang negatif,
Anti HBe positif, kadar HBV DNA yang rendah atau tidak terdeteksi (<
100.000 lU/mL), gambaran histologi hati menunjukkan fibrosis hati yang
minimal atau hepatitis yang ringan. Lama fase ini tidak dapat dipastikan,
dan menunjukkan prognosis yang baik bila cepat dicapai oleh seseorang
penderita. Beberapa penderita pada fase ini masih dapat mengalami
reaktivasi. Fase keempat yaitu reactivation of HBV DNA replication /HBeAg
negative chronic hepatitis B ditandai dengan HBeAg negatif, Anti HBe
positif, kadar HBV DNA yang positif atau dapat dideteksi, kadar ALT yang
meningkat serta gambaran histologi hati menunjukkan proses nekro
inflamasi yang aktif (2). Perjalanan penyakit hepatitis B kronik yang HBeAg
negatif dengan HBV DNA positif di wilayah Asia-Pasifik masih belum
banyak diteliti, namun reaktivasi hepatitis dan progresivitas penyakit
memang terjadi. (3) Derajat beratnya penyakit, luas, lama dan frekuensi
perubahan lobulus hati selama reaktivasi hepatitis cenderung untuk
menentukan hasil akhir penyakit dan pembersihan HBV (2).
Pentingnya kadar serum HBV DNA telah disampaikan pada studi
REVEAL HBV yang menyatakan bahwa peningkatan kadar serum HBV
DNA (>10.000 kopi/mL) adalah prediktor risiko yang penting dan tidak
terkait dengan kadar HBeAg, kadar ALT dan sirosis hati terhadap terjadinya
karsionoma hepatoseluler (KHS) (4).
Walaupun penyebaran genotipe HBV berbeda-beda dalam wilayah
Asia-Pasifik dan terdapat perbedaan bermakna dalam karakteristik klinik
dan virologi (termasuk respons terhadap terapi) antara pasien dengan
genotipe yang berbeda (5), namun jelas bahwa dalam setiap kasus,
pembersihan virus akan menyebabkan pengurangan atau pencegahan
terhadap kerusakan hati dan sangat penting dalam pencegahan
progresivitas penyakit.
Sejak Konsensus Tatalaksana Hepatitis B di Indonesia dibuat tahun
2004, maka pada saat ini lamivudine, adefovir dipivoxil, entecavir dan
pegylated interferon a 2a telah diterima di banyak negara sebagai obat
Tes untuk skrining KHS AFP, PIVKA (bila perlu) dan pada pasien
risiko tinggi USG.
jika ALT > 1-2 kali BAN N, periksa ALT setiap 1-3 bulan
jika dalam tindak lanjut ALT naik menjadi > 2 kali BANN selama 3-6
bulan dan disertai HBeAg (+), HBV DNA >105 kopi/mL,
pertimbangkan untuk biopsi hati dan terapi.
jika ALT naik > 1-2 kali BAN N, periksa serum HBV DNA dan
pastikan bukan disebabkan oleh hal yang lain
Vaksinasi untuk hepatitis A harus diberikan seperti yang direkomendasikan oleh Centre for Disease Control ke orang-orang dengan hepatitis B
kronik. (6) Skrining pravaksinasi untuk antibodi hepatitis A (total atau Ig G)
harus dipertimbangkan jika prevalensi infeksi di masyarakat hampir
melebihi 33%. (6)
REKOMENDASI 1
Rekomendasi untuk vaksinasi hepatitis A pada penderita dengan infeksi
HBV.
Semua penderita hepatitis B kronik yang tidak imun terhadap hepatitis A
sebaiknya mendapat 2 dosis vaksinasi hepatitis A dengan jarak 6-18 bulan.
Pemeriksaan HBV DNA
Metode pemeriksaan HBV DNA yang cocok untuk pemeriksaan awal
pasien dengan infeksi kronik HBV masih kontroversi. Nilai acak 105 kopi/mL
dipilih sebagai kriteria diagnostik untuk hepatitis B kronik pada konferensi
NIH (1). Namun demikian, terdapat beberapa masalah dengan definisi ini.
Pertama, pemeriksaan untuk mengetahui HBV DNA secara kuantitatif
belum distandarisasi dengan baik (Tabel 2). (7,8). Kedua, beberapa pasien
dengan hepatitis B kronik mempunyai kadar HBV DNA yang berfluktuasi
yang dapat turun dibawah 105 kopi/mL.
Tabel 2.
Pemeriksaan
HBV-DNA
Branched DNA
(Bayer)
Hybrid capture
(Digene)
Liquid
hybridization
(Abbot)
PCR-Amplicor
(Roche)
Volume Sensitifitas*
sample
Pg/mL kopi/mL
(L)
10
2.1
7x105
30
1000
100
0.5
0.02
1.6
x105
1.4
5 x10s
4.5 x105
Linearitas
kopi/mL
Genotip
Koefisien
independent variasi (%)
7x105-5x105
A,B,C,D,E,F
6-15
2x105-1x105
5x105-3x105
5x105- 1x105
4x105- 1x105
A,B,C,D
10-15
Detects gen D
12-22
better than A
(A),B,C,D,E
14-44
[8 x10s]
50
0.001 4 x102
4x105- 1x105
Cobas: -105
Taqman: -10
10-50
<50
50-1x109
Molecular
A-F
Beacons
Diadaptasi dari Zuezem S. (9)
* 1 pg HBV DNA = 283,000 kopi (-3x105 ekuivalen genom viral)
batas deteksi yang dikoreksi
5-10
2.2.
Pemeriksaan
HBV-DNA
sebagai
tanda
keberhasilan
terapi
Biopsi Hati
Tujuan dari biopsi hati adalah untuk menilai derajat kerusakan hati serta
menyingkirkan kemungkinan penyebab lainnya. Sebuah panel internasional dari para pakar merekomendasikan diagnosis histopatologi
hepatitis kronik harus termasuk etiologi, derajat aktivitas nekroinflamasi dan
derajat/luas fibrosis (10). Beberapa sistem penilaian numerik telah ditetapkan untuk dapat membuat perbandingan statistik dari aktivitas nekroinflamasi dan fibrosis (11-13). Hasil temuan gambaran histologi dapat
membantu memperkirakan prognosis (14).
Namun demikian, harus diketahui bahwa gambaran histologi hati dapat
membaik secara bermakna pada pasien yang merespons terapi anti virus
secara menetap atau serokonversi pada yang HBeAg secara spontan.
Gambaran histologi hati dapat memburuk secara cepat pada pasien
dengan eksaserbasi berulang atau hepatitis flare. Pada umumnya, biopsi
hati tidak diperlukan kecuali kalau dipertimbangkan untuk diberikan
pengobatan dengan indikasi tertentu.
Biopsi hati dapat digunakan untuk pengecatan immunohistokemikal
untuk HBsAg dan antigen inti virus hepatitis B (HBcAg).
REKOMENDASI 3
Rekomendasi mengenai biopsi hati
Biopsi hati tidak harus dilakukan untuk penilaian awal maupun hasil
pengobatan antivirus pada hepatitis B kronik.
Tindak lanjut pasien yang tidak diterapi
Pasien HBeAg positif dengan kadar HBV DNA serum tinggi tapi kadar
ALT normal harus dipantau dengan selang waktu 3-6 bulan (Tabel 1).
Pengawasan yang lebih sering harus dilakukan bila kadar ALT meningkat.
Eksaserbasi penyakit hati dilaporkan terjadi sampai 40% dari penderita
yang sebelumnya mengalami HBsAg kliren secara spontan (15 -18). Pada
pasien dengan HBeAg tetap positif dan kadar HBV-DNA lebih tinggi dari 105
kopi/mL dalam periode 3-6 bulan sesudah terjadi peningkatan kadar ALT
harus dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi hati.
REKOMENDASI 4
Rekomendasi untuk memantau pasien dengan infeksi HBV kronik:
4.1 Pasien HBeAg positif dengan peningkatan kadar ALT > 2 xBANN dapat
test biokimia hati secara periodik (setiap 3 bulan) sebab penyakit hati
dapat menjadi aktif bahkan setelah sekian tahun tenang.
4.3 Pasien yang memenuhi kriteria hepatitis B Kronis (serum HBV-DNA
3.
4.
5.
Penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum secara
bergantian
6.
7.
Skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ke-3 kehamilan,
terutama ibu yang berisiko terinfeksi HVB. Ibu hamil dengan HVB (+)
ditangani terpadu. Segera setelah lahir bayi di-imunisasi aktif dan pasif
terhadap HVB.
8.
Skrining populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah hiperendemis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks berganti-ganti,
tenaga medis, pasien dilisis, keluarga dari penderita HVB kronis,
kontak seksual dengan penderita HVB).
REKOMENDASI 5
Rekomendasi untuk pencegahan umum
5.1 Melaksanakan kewaspadaan universal di fasilitas kesehatan.
5.2 Perilaku seksual yang aman
5.3 Penyuluhan cara pemakaian jarum suntik yang aman terhadap
yang terbatas (3-6 bulan). Pada orang dewasa, HBIg diberikan dalam waktu
48 jam pasca paparan HBV. Pada bayi dari ibu pengidap HBV, HBIg
diberikan seyogyanya bersamaan dengan vaksin HBV di sisi tubuh berbeda
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Kebijakan ini terbukti efektif (85-95%)
dalam mencegah infeksi HBV dan mencegah kronisitas (19- 20) sedangkan
dengan vaksin HBV saja memiliki tingkat efektivitas 75%. Bila HBsAg ibu
baru diketahui beberapa hari kemudian, HBIg dapat diberikan bila usia bayi
7 hari.
HBIg tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai upaya pencegahan
pra-paparan. HBIg hanya diberikan pada kondisi pasca paparan (profilaksis
pasca paparan) pada mereka yang terpapar HBV melalui jarum/
penyuntikan, tertelan atau terciprat darah ke mukosa atau ke mata, atau
kontak seksual dengan penderita HBV kronis. Namun demikian,
efektivitasnya akan menurun bila diberikan 3 hari setelah paparan.
Umumnya, HBIg diberikan bersama vaksin HBV sehingga selain
memberikan proteksi secara cepat, kombinasi ini juga memberikan proteksi
jangka panjang.
Berikut ini dikemukakan algoritma tatalaksana profilaksis pasca
paparan pada tenaga medis yang terpajan pada sumber yang diperkirakan
menderita infeksi HBV.
Gambar 1. Algoritma
Profilaksis pasca paparan
Cara terpapar
Perkutaneus
Tidak
Profilaksis (-)
Bukan Perkutaneus
Ya
Sumber
penularan
HBsAg (+) ?
Kondisi
memerlukan
profilaksis?
Tidak
Ya/?
Tidak
Kontak rentang
terhadap VHB?
Profilaksis (-)
Ya/?
Ambil darah kontak untuk pemeriksaan
HBlg 0,06 mg/kg dan vaksin HBsAg
pada sisi tubuh yang berbeda
Tak perlu
tatalaksana
lanjutan
Imunisasi dilengkapi
dengan dosis
Ke-2 dan ke-3
10
Kontak yang
terpapar
Imunisasi (-)
Imunisasi (+)
(Responder)
Tidak perlu
profil`aksis
Imunisasi (+) HBIg x2 atau HBIg & Bila sumber penularan berisiko
Non responder
vaksin
tinggi, perlakukan seperti HBsAg +
Kontak seksual dengan pasien terinfeksi HBV
Kebijakan tergantung dari kondisi sumber penularan. HBIg diberikan
dalam waktu <14 hari sesudah kontak terakhir. Kebijakan imunisasi pada
kontak seksual dapat dilihat pada tabel 4.
Kebijakan imunisasi pada kontak seksual
Tabel 4.
Riwayat imunisasi
individu yg terpapar
Sumber Penularan:
HBV Akut
Sumber Penularan:
Carrier
Imunisasi (+)
11
REKOMENDASI 6
Rekomendasi untuk pencegahan khusus
6.1 Pemberian HBIg bukan merupakan upaya profilaksis pra paparan
6.2 Pemberian HBIg untuk profilaksis pasca paparan terindikasi bila
6.2.1.
6.2.2.
6.3 HBIg dianjurkan untuk diberikan kepada neonatus terlahir dari ibu HBV
seksual
IMUNISASI AKTIF
Tujuannya adalah memotong jalur transmisi melalui program imunisasi
bayi baru lahir dan kelompok risiko tinggi tertular HBV. Tujuan akhirnya
adalah (1) menyelamatkan nyawa minimal 1 juta jiwa/tahun; (2)
menurunkan risiko KHS akibat HBV; dan (3) eradikasi virus.
Sasaran dan strategi imunisasi aktif HBV
Prioritas utama adalah bayi baru lahir. Vaksinasi diberikan segera
setelah lahir dalam waktu 12 jam pertama. Keuntungan strategi ini adalah
memotong transmisi dini HBV dan meningkatkan cakupan imunisasi.
Sasaran lainnya adalah:
Semua bayi dan anak, remaja, yang belum pernah imunisasi (catch up
immunization). Anak yang belum pernah imunisasi, harus secepatnya
menjalani catch up immunization, paling lambat usia 11-12 tahun.
Imunisasi pada usia pra-pubertas dikaitkan dengan pola perilaku yang
dapat meningkatkan risiko HBV.
12
DOSIS
EngerixB 10 pg/0.5 ml;
HBVax-ll:5 jjg; (0.5 ml)
Aktif
JADWAL
(Bulan)
KETERANGAN
0, 1,6
Uniject
Aktif
Segera
setelah lahir
Uniject 10 Mg/0.5 ml
13
Catatan :
Pada bayi kurang bulan, respons imun masih belum efektif. Bila
imunisasi diberikan segera setelah lahir, yang mengalami serokonversi
hanya 53 - 68%. Penundaan dosis pertama vaksin HBV akan meningkatkan
tingkat serokonversi menjadi 90%. Pada bayi risiko rendah, imunisasi
ditunda sampai berat badan bayi mencapai 2.0 kg atau sampai bayi berusia
2 bulan.
Pada pasien hemodialisis, dan pasien immunocompromised dosis
ditingkatkan (Tabel 6).
Pola pemberian imunisasi pada berbagai kelompok*
Tabel 6.
KELOMPOK
VAKSIN
HBvax-ll
Engerix-B
Bayi, anak, remaja
5 ug/0.5 ml
10 ug/0.5 ml
Dewasa
10 ug/1 ml
20 mg/1.0 ml
Dialisis / immunocompromised
40 ug/4 ml
40 ug/2 ml
* Untuk vaksin yang lain belum ada rekomendasi dosis yang pasti untuk
keadaan immunocompromised.
Untuk mencapai tingkat serokonversi yang tinggi dan konsentrasi
anti-HBs protektif (> 10 mlU/mL), imunisasi diberikan 3 kali dengan jadwal
0, 1, 6 bulan. Pada bayi, imunisasi harus lengkap paling lambat sebelum
berusia 18 bulan. Bila lupa datang pada jadwal yang sudah ditentukan,
imunisasi segera dilengkapi tanpa memandang jaraknya dari imunisasi
14
yang terakhir, tanpa harus mengulang dari awal, dan tanpa harus
melakukan pemeriksaan anti-HBs pasca imunisasi.
Cara pemberian vaksin dengan penyuntikan intramuskulr dalam di
deltoid/antero lateral paha. Pada penyuntikan di gluteus, serokonversi lebih
rendah (20% tidak membentuk antibodi protektif) dan titer 17 kali lebih
rendah dari titer pada penyuntikan di deltoid.
Efektivitas, lama proteksi
Efektivitas vaksin dalam mencegah HBV adalah 90-95%. Memori
sistem imun menetap minimal sampai dengan 12 tahun pasca imunisasi
sehingga pada anak normal, tidak dianjurkan untuk imunisasi booster.
Pada kelompok non-responder diberi vaksinasi tambahan (kecuali bila
HBsAg positif) 1 - 3 kali. Bila sesudah 3 kali vaksinasi tambahan tidak terjadi
serokonversi, tidak perlu imunisasi tambahan lagi.
Uji serologis
Pada bayi-anak, tidak dianjurkan untuk memeriksa anti-HBs pra dan
pasca imunisasi. Uji serologis pra imunisasi hanya dilakukan pada
kelompok yang akan memperoleh profilaksis pasca paparan dan individu
yang berisiko tinggi tertular infeksi HBV.
Uji serologi pasca imunisasi dilakukan pada bayi terlahir dari ibu pengidap
HBV, individu yang memperoleh profilaksis pasca paparan, dan pasien
immunocompromised.
Efek samping
Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan
dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam
ringan untuk 1 - 2 hari. Resipien yang alergi terhadap komponen d dalam
vaksin sebaiknya mempertimbangkan pemberian HBIg. Reaks hipersensitivitas juga bisa terjadi pada individu yang alergi terhadap antigen yeast dan
tidak direkomendasikan untuk memperoleh vaksir HBV yang sifatnya
yeast-derived. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksin HBV dapat
15
16
sirosis. (23) Pada peminum berat alkohol dengan Hepatitis B kronik, sirosis
dan HCC dapat terjadi pada usia yang lebih muda. (24, 25) Konsumsi
makanan yang diduga mengandung afla toksin harus dihindari.
Pengidap hepatitis B harus diberi pengarahan sebab berisiko
menularkan kepada orang lain. Konseling harus termasuk pencegahan
penularan melalui hubungan seksual, perinatal, dan risiko penularan akibat
kecerobohan melalui tetesan darah yang mengkontaminasi lingkungan.
Anggota keluarga yang berisiko terinfeksi HBV harus divaksinasi HBV jika
ditemukan hasil HBsAg (-) dan anti HBs (-) pada pemeriksaan serologi.
Skrining harus dilakukan dengan melakukan pemeriksaan HBsAg dan
anti-HBs. Vaksinasi dari pasangan seksual telah menunjukkan hasil yang
efektif dalam mencegah terjadinya penularan HBV secara seksual.
Pasangan seksual tetap harus diperiksa dan divaksinasi terhadap hepatitis
B jika ditemukan seronegatif. Untuk pasangan seksual tetap atau tidak
tetap, yang belum diperiksa HBsAg & anti HBs, atau belum lengkap
imunisasinya, metode perlindungan penghalang pada waktu hubungan
seksual, harus diterapkan (lihat bab Preventif).
Hasil pemeriksaan yang positif untuk antibodi dari hepatitis B core
antibody (anti - HBc) tidak dapat digunakan untuk membedakan antar
terjadinya penyembuhan dengan infeksi kronik. Sebagai tambahan, hasil
positif palsu adalah hal yang biasa pada orang dengan isolated antibod)
terhadap hepatitis B core antigen.(26, 27)
Pada wanita hamil seyogyanya diperiksa HBsAg pada trimester kadar
HBV-DNA tinggi lebih infeksius, terbukti pada penularan daripertama dan
ketiga. Wanita hamil dengan infeksi hepatitis B harus memberitahu kondisi
tersebut kepada penolong persalinan.
Pengidap juga harus dianjurkan untuk menutup luka terbuka, luk lecet
dan membersihkan tetesan darah dengan menggunakan hipokloi (pemutih/
bleach), karena HBV dapat bertahan hidup pada permukaa lingkungan
minimal 1 minggu.(9) Harus dicatat bahwa pengidap dengan pengidap ibu
ke bayi. (28)
17
lengkap.
1.7 Pasien hemodialisis dan pasien imunokompromais harus diperiksa
18
19
Terapi
interferon
yang
menginduksi
hepatitis
flare
dapat
20
21
Ldt
yang
masih
dalam berbagai
tahap
penelitian. (45)
Lamivudine
Lamivudine menunjukkan efektifitas supresi HBV DNA, normalisasi
ALT, dan perbaikan secara histologi baik pada HBeAg positif dan HBeAg
negatif / HBV DNA positif. Pada penderita dengan HBeAg (+) yang diterapi
selama satu tahun dengan lamivudine (100 mg per hari) menghasilkan
serokonversi HBeAg dengan perbandingan kadar ALT sebelum terapi :
22
64% (vs. 14% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT dengan 5x BANN,
26% (vs. 5% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT 2-5x BANN, dan
hanya 5% (vs. 2% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT <2x
BANN (46).
Dengan kata lain, penderita dengan respons imun terhadap HBV yang
lebih kuat memberikan respons yang lebih baik terhadap efek langsung anti
virus pada terapi lamivudine. Pasien anak juga memberikan respons yang
sama (47). Hepatitis flare kadang dapat terjadi jika lamivudine dihentikan
sebelum serokonversi HBeAg (48).
Terapi anti virus jangka panjang meningkatkan proporsi menghilangnya
HBV DNA dan serokonversi HBeAg. Pada pasien dengan ALT sebelum
terapi > 2x BANN, angka keberhasilan serokonversi HBeAg adalah 65%
setelah 3 tahun, dan 77% setelah 5 tahun. Pada saat serokonversi HBeAg
ke anti-HBe tercapai, hal tersebut bertahan pada 30-80% kasus (49) akan
tetapi dapat lebih rendah jika pengobatan post-serokonversi berlangsung
kurang dari 4 bulan. Hepatitis flare dapat terjadi yang dalam hal ini biasanya
berhubungan dengan munculnya kembali HBeAg. Pada pasien hepatitis B
dengan HBeAg negatif / HBV-DNA positif kerja antivirus dan anti hepatitis
dari lamivudine tampaknya sama seperti pada pasien dengan hepatitis
kronis HBeAg positif. Namun demikian sangatlah sulit untuk menentukan
batas akhir pengobatan dan respons antivirus yang bertahan diperoleh
hanya dalam 15-20% kasus setelah satu tahun pengobatan. Penelitian
dengan masa pengobatan yang lebih lama sedang dilakukan untuk
keadaan ini.
Lamivudine ditoleransi dengan baik disertai angka kejadian efek
samping yang dapat diabaikan. Lamivudine aman digunakan bahkan pada
sirosis dekompensasi. Setelah 6-9 bulan terapi lamivudine, mutar HBV
yang resisten terhadap lamivudine mulai muncul. Spesies HBV in telah
melakukan mutasi pada gen polimerase, sehingga disebut mutas YMDD.
Insidensnya meningkat bersamaan dengan semakin lamanya terapi
(sekitar 70% dalam waktu 5 tahun) (45-47, 50).
23
24
25
acak menerima entecavir 0.5 mg satu kali sehari (n=357) atau lamivudine
100 mg satu kali sehari (n=358) setidaknya selama 52 minggu (61).
Dilaporkan setelah 48 minggu pengobatan perbaikan histologi (skor
Knodell) pada 72% kelompok pasien yang entecavir. dibandingkan dengan
62% dari kelompok pasien lamivudine (p=0,009), dan juga menghasilkan
penurunan pada fibrosis sebagaimana diukur dengan Skor Fibrosis Ishak
(39% pada kelompok entecavir dan 35% pada kelompok lamivudine,
p=0,41).
Normalisasi kadar ALT juga diamati lebih banyak pada kelompok
pasien yang menerima entecavir (68%) dibandingkan dengan kelompok
pasien lamivudine (60%) (p=0,02).
Dari penelitian ini, 67% dari kelompok pasien entecavir mengalami
penurunan muatan virus hingga mencapai kadar tidak terdeteksi (kurang
dari 300 kopi/mL dengan metode PCR) dibandingkan 36% kelompok
pasien lamivudine (p<0,001) Selain itu, kelompok pasien enteca mengalami
penurunan 6,9 Iog10 kopi/mL rata-rata penurunan HB DNA dari nilai dasar
yang secara bermakna lebih besar daripada kelompok pasien lamivudine
yang mengalami penurunan 5,4 loc kopi/mL (p<0,001).
Pada minggu ke 48 tidak terdapat bukti adanya mutasi virus yar dapat
mengarah kepada resistensi terhadap entecavir di antara 3. pasien yang
diamati.
Sebagai bagian dari penelitian klinis multinasional fase III, samarganda, 648 pasien hepatitis B kronik HBeAg negatif secara acak
mendapatkan entecavir 0,5 mg satu kali sehari (n=351) atau lamivudine
100 mg satu kali sehari (n-317) selama paling tidak 52 minggu.
Setelah 48 minggu pengobatan, 70% pasien entecavir menunjukkan
perbaikan secara histologik (skor Knodell) dibandingkan dengan 6 pasien
lamivudine (p=0,01), dan juga menunjukkan penurunan fibrosis (skor
Ishak), masing-masing 36% pada kelompok entecavir dan 3 pada kelompok
lamivudine (p=0,65). Secara bermakna lebih ban; pasien yang diobati
dengan entecavir daripada lamivudine mencapai kadar ALT normal pada
26
atau
terus
menggunakan
lamivudine
100
mg
(n=145)
27
Thymosin -1
Hanya sedikit penelitian yang telah menganalisis thymosin a1. Pada
satu penelitian diperlihatkan bahwa respons pemberian subkutan 1,6 mg 2
x/minggu selama 6 bulan adalah 40 % dibandingkan 9 % pada kontrol.
Masih diperlukan penelitian yang lebih luas untuk membuat kesimpulan
lebih pasti.
Obat Tradisional
Obat tradisional Cina dan obat tradisional lainnya (obat alternatif /
tambahan) dilaporkan mempunyai potensi terapeutik dalam mengobati
infeksi kronik HBV, namun harus dibuktikan dengan uji acak terkontrol
dalam skala yang lebih besar untuk memastikan efikasinya. Schisandrin C
bermanfaat untuk menurunkan ALT pada pasien dengan hepatitis kronik
(63) Imunomodulator non IFN dapat pula diberikan untuk pengobatan
Hepatitis B. (45)
Indikasi pengobatan
Data sampai saat ini menunjukkan bahwa pasien dengan ALT yang
persisten normal memberikan respon pengobatan yang tidak baik dengan
semua obat yang tersedia, dengan demikian pada penderita ini tidak perlu
diberi terapi antivirus namun harus dipantau kadar ALT setiap 3 - 6 bulan.
Pasien HBeAg (+) dengan kadar ALT 2 x BAN N (batas atas nilai
normal) sedikitnya dalam masa pengamatan 1 bulan dapat segera
diberikan pengobatan antivirus.
Penderita hepatitis B kronik dengan HBeAg(-), anti HBe(+), kadar HBV
DNA > 100.000 kopi/ml dan kadar ALT >2 x BAN N diberi terapi anti virus.
REKOMENDASI 9
Rekomendasi terapi; indikasi
9.1 Pasien dengan ALT normal tidak perlu diterapi antivirus tapi perlu
28
9.2 Pasien hepatitis B kronik dengan HBeAg (+) dan kadar ALT > 2x
sedangkan HBeAg (-) disertai anti HBe (+) dan kadar HBV-DNA (+)
> 100.000 kopi/mL diberi terapi antivirus.
Pasien yang menunjukkan adanya peningkatan ALT (dari normal at<
peningkatan kadar minimal) atau ALT > 5x BANN mungkin diakibatkan
karena eksaserbasi, hepatitis berat atau dekompensasi hati. Oleh sebab
itu, mereka perlu diawasi secara ketat, termasuk pemeriksaan kadar
bilirubin dan prothrombin setiap minggu atau 2 mingguan dan pengobatan
dimulai tepat waktu untuk mencegah dekompensasi. Eksaserbasi tersebut
dapat juga mempercepat serokonversi HBeAg secara spontan yang diikuti
dengan remisi. Karena itu, maka masih diperbolehkan untuk menunda
pemberian terapi selama 3 bulan (observasi) jika tidak ada kekhawatiran
akan terjadinya dekompensasi hati.
Obat dan strategi yang mana?
Obat yang tersedia pada saat ini mempunyai keterbatasan dalc hal
sustained response jangka panjang, sehingga dalam penentu pemilihan
obat harus dipertimbangkan secara seimbang anta kemungkinan respons,
usia penderita, derajat keparahan penyakit, ei samping obat dan komplikasi
penyakit.
Obat yang tersedia dan telah diterima : interferon a-2b konvensional,
pegylated interferon a-2a, lamivudine, adefovir dipivoxil dan entecavir,
dapat dipilih sebagai obat awal. Pada pasien dengan HBV-DNA positif baik
HBeAg (+) maupun HBeAg (-), dengan kadar ALT > 5x BANN, dianjurkan
menggunakan analog nukleosida. Lamivudine digunakan terutama bila
didapatkan tanda-tanda dekompensasi hati.
Untuk pasien HBeAg positif dengan kadar ALT antara 2-5x BANN
pilihan antara analog nukleosida atau interferon, sama-sama dapat
digunakan. Dalam membuat pilihan antara analog nukleosida atau
29
30
REKOMENDASI 9
Rekomendasi terapi: pemantauan pengobatan
9.5 Selama terapi interferon kadar ALT harus diperiksa setiap bulan.
31
9.8
penderita HBeAg positif dan satu tahun untuk yang non responder
atau HBeAg negatif.
Pegylated interferon -2a diberikan 6 bulan pada penderita HBeAg
9.9
32
33
Algoritma Penatalaksanaan
Infeksi Hepatitis B
HBsAg (+)
HBeAg (+)
Monitor/3 bln
HBeAg (-)
<2X
>2X
Monitor/6 bln
HBV DNA
Monitor/ 1-2 bln
Dekompensasi hati
Ya
Tidak Ada
AN
AN atau IFN
Respons
Tidak Respons
Monitoring
Catatan : NA
IFN
Pos
Neg
BANN
:
:
:
:
:
Pos
Neg
Anti Virus -
34
Rekomendasi Tatalaksana
Infeksi Hepatitis B
REKOMENDASI 1
Rekomendasi untuk vaksinasi penderita dengan infeksi HBV kronik
terhadap hepatitis A:
Semua penderita hepatitis B kronik yang tidak imun terhadap hepatitis A
sebaiknya mendapat 2 dosis vaksinasi hepatitis A dengan jarak 6-18
bulan.
REKOMENDASI 2
Rekomendasi mengenai pemeriksaan HBVDNA
2.1 Pemeriksaan HBV-DNA tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis
awal.
2.2 Pemeriksaan
HBV-DNA
sebagai
tanda
keberhasilan
terapi
secara periodik sebab penyakit hati dapat menjadi aktif bahkan setelah
sekian tahun tenang.
35
4.3 Pasien yang memenuhi kriteria hepatitis B kronik (serum HI DNA >10
REKOMENDASI 6
Rekomendasi untuk pencegahan khusus
6.1 Pemberian HBIg bukan merupakan upaya profilaksis pra paparan.
6.2 Pemberian HBIg untuk profilaksis pasca paparan terindikasi bila:
6.2.1
6.2.2
6.3 HBIg dianjurkan untuk diberikan kepada neonatus terlahir dari ibu HBV
seksual.
REKOMENDASI 7
Rekomendasi pemberian vaksinasi
7.1 Imunisasi HBV diberikan segera setelah bayi lahir (dalam waktu < 12
jam).
7.2 Imunisasi HBV catch up diberikan kepada anak yang belum pernah
36
7.3 Imunisasi HBV catch up juga diberikan kepada orang dewasa berisiko
tinggi tertular HBV (bila perlu periksa HBsAg dan anti-HBs terlebih
dahulu).
7.4 Pemeriksaan anti HBs pasca imunisasi HBV hanya terindikasi pada
lengkap.
8.7 Pasien hemodialisis dan pasien immunocompromised harus diperiksa
37
8.9 Pasien terinfeksi hepatitis B dengan ALT normal, anti HB (+) dan
Pasien dengan ALT normal tidak perlu diterapi antivirus tapi perlu
dipantau kadar ALT setiap 3 bulan.
9.2
Pasien Hepatitis B kronik dengan HBeAg (+) dan kadar ALT > 2x
BANN pengobatan antivirus boleh segera dimulai.
9.3
9.4
9.5
9.6
9.7
Pada akhir terapi antivirus, ALT, HBV-DNA (bila perlu), HBeAg dan
anti HBe diperiksa dan kemudian ALT setiap bulan. Bagi pasien
yang tidak memberikan respons (non responders) atau relaps/
kambuh, diperlukan pengawasan lebih lanjut untuk mengetahui
adanya respons lambat atau untuk memberi pengobatan lain.
38
9.8
penderita HBeAg positif dan satu tahun untuk yang non responder
atau HBeAg negatif.
Pegylated interferon a-2a diberikan 6 bulan pada penderita HBeAg
9.9
REFERENSI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
39
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Wong VC, Ip HM, Reesink HW, Lelie PN, Reerink-Brongers EE, Yeung
CY, et s Prevention of the HBsAg carrier state in newborn infants of
mothers who are chron carriers of HBsAg and HBeAg by administration
of hepatitis-B vaccine and hepatiti. B immunoglobulin. Double-blind
randomised placebo-controlled study. Lane 1984;1(8383):921-6.
Pawlotsky JM, Bastie A, Hezode C, Lonjon I, Darthuy F, Remire J, et al.
Routir detection and quantification of hepatitis B virus DNA in clinical
laboratorie performance of three commercial assays. J Virol Methods
2000;85(1-2):11-2
Desmet VJ, Gerber M, Hoofnagle JH, Manns M, Scheuer PJ.
Classification chronic hepatitis: diagnosis, grading and staging.
Hepatology 1994,19(6): 1513-*
Knodell RG, Ishak KG, Black WC, Chen TS, Craig R, Kaplowitz N, et al.
Formulati and application of a numerical scoring system for assessing
histological activity asymptomatic chronic active hepatitis. Hepatology
1981;1(5):431-5.
Ishak K, Baptista A, Bianchi L, Callea F, De Groote J, Gudat F, et al.
Histologii grading and staging of chronic hepatitis. J Hepatol
1995,22(6):696-9.
Intraobserver and interobserver variations in liver biopsy interpretation
in patie, with chronic hepatitis C. The French METAVIR Cooperative
Study Group. Hepatok 1994:20(1 Ft 1): 15-20.
Weissberg Jl, Andres LL, Smith CI, Weick S, Nichols JE, Garcia G, et.al.
Sun/i in chronic hepatitis B. An analysis of 379 patients. Ann Intern Med
19 101 (5):613-6.
Liaw YF, Chu CM, Su I J, Huang MJ, Lin DY, Chang-Chien CS. Clinical
and histological events preceding hepatitis B e antigen seroconversion
in chronic t B hepatitis. Gastroenterology 1983;84(2):216-9.
Lok AS, Lai CL, Wu PC, Leung EK, Lam TS. Spontaneous hepatitis B e
anti to antibody seroconversion and reversion in Chinese patients with
chronic hepe B virus infection. Gastroenterology 1987;92(6):1839-43.
Lok AS, Lai CL. Acute exacerbations in Chinese patients with chronic
hepatitis B virus (HBV) infection. Incidence, predisposing factors and
etiology. J Hepatol 1990;10(1):29-34.
McMahon BJ, Parkinson AJ. Clinical Significance and management
when antibody to hepatitis B core antigen is the sole marker for HBV
infection. Viral Hep. Rev 2000;6:229-236.
CDC. Recommendations for protection against viral hepatitis.
Recommendations of Immunization Practices Advisory Committee
(ACIP). Morb Mortal Wkly Rep 1988;37:341-346.
Liaw YF, Tai Dl, Chu CM, Pao CC, Chen TJ. Acute exacerbation in
chronic type B hepatitis: comparison between HBeAg and
antibody-positive patients. Hepatology 1987;7(1):20-3.
Villa E, Rubbiani L, Barchi T, Ferretti I, Grisendi A, De Palma M, et at.
Susceptibility of chronic symptomless HBsAg carriers to
ethanol-induced hepatic damage. Lancet 1982;2(8310):1243-4.
40
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
41
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
42
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
Guan R, Lai CL, Liaw YF, Lim SG, Lee CM. Efficacy and safety of 5
years lamivuc treatment of Chinese patients with chronic hepatitis B. J.
Gastroenterol. Hep 2001,16 (Suppl.):A60.
Song BC, Suh DJ, Lee HC, Chung YH, Lee YS. Hepatitis B e antigen
seroconver, after lamivudine therapy is not durable in patients with
chronic hepatitis B in Ko Hepatology 2000;32 (4 Pt 1):803-6.
Liaw YF, Chien RN, Yeh CT, Tsai SL, Chu CM. Acute exacerbation and
hepatitis B virus clearance after emergence of YMDD motif mutation
during lamivudine therapy. Hepatology 1999;30(2):567-72.
Schalm SW, Heathcote J, Cianciara J, Farrell G, Sherman M, Willems
B, et al. Lamivudine and alpha interferon combination treatment of
patients with chronic hepatitis B infection: a randomised trial. Gut 2000;
46(4):562-8.
Barbaro G, Zechini F, Pellicelli AM, Francavilla R, Scotto G, Bacca D, et
al. Long- term efficacy of interferon alpha-2b and lamivudine in
combination compared to lamivudine monotherapy in patients with
chronic hepatitis B. An Italian multicenter, randomized trial. J Hepatol
2001;35(3):406-11.
Peters MG, Hann Hw H, Martin P, Heathcote EJ, Buggisch P, Rubin R,
et al. Adefovir dipivoxil alone or in combination with lamivudine in
patients with lamivudine- resistant chronic hepatitis B. Gastroenterology
2004;126(1):91-101.
Tassopoulos N, Hadziyannis S, Cianciara J. Entecaviris effective in
treating patients with chronic hepatitis B who have failed lamivudine
therapy. Hepatology 2001;34:340A.
Brosgart C, Gibbs CS. Adefovir dipivoxil in the treatment of chronic
Hepatitis B virus infection. In: Buti M, Esteban R, Guardia J, editors.
Viral Hepatitis: Accion Medica, S.A.; 2000. p.; 63-73.
Ahmad J, Dodson SF, Balan V, Vargas HE, Fung J J, Rakela J. Adefovir
dipivoxil suppresses lamivudine resistant hepatitis B virus in liver
transplant recipients. Hepatology 2000;32:292A.
Gilson RJC, Murray-Lyon IM, Nelson MR, Rice SJ. Extended treatment
with adefovir dipivoxil in patients with chronic Hepatitis B infection.
Hepatology 1998,28 (4pt.2):491A.
Heathcote EJ, Jeffers L. Loss of serum HBV-DNA and HBeAg and
seroconversion following short term (12 weeks) adefovir dipivoxil
therapy in chronic hepatitis B: two placebo-controlled phase II studies.
Hepatology 1998;28(17):A56.
Marcellin P, Chang TT, Lim SG, Tong MJ, Sievert W, Shiftman M.
GS-98-437 A double blind, randomized, placebo-controlled study of
adefovir dipivoxil (ADV) for the treatment of patients with HBeAg+
chronic hepatitis B infection: 48 weeks results. Hepatology
2001;34:340A.
Chang TT, Gish RG, de Man R, Gadano A, Sollano J, Chao YC, etal. A
comparison of entecavir and lamivudine for HBeAg-positive chronic
hepatitis B. N Engl J Med 2006;354(10):1001-10.
43
44
45