Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya
adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan
masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera
untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.1
Apendisitis merupakan penyakit yang sering dijumpai sehingga harus
dicurigai sebagai keadaan yang paling mungkin menjadi penyebab nyeri akut
abdomen. Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Insidensi pada laki-laki pada usia 10-14 tahun, sedangkan pada perempuan pada
usia 15-19 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada anak-anak usia dibawah 2
tahun.1,2
Semua kasus apendisitis memerlukan tindakan pengangkatan dari apendiks
yang terinflamasi, baik dengan laparatomy maupun dengan laparoscopy. Apabila
tidak dilakukan tindakan pengobatan, maka angka kematian akan tinggi, terutama
disebabkan karena peritonitis dan syok. Reginal Fitz pada tahun 1886 adalah
orang pertama yang menjelaskan bahwa apendisitis akut merupakan salah satu
penyebab utama terjadinya akut abdomen diseluruh dunia.3
Apendicular infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut yang terjadi
bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi dilokalisir atau dibungkus oleh
omentum dan/atau lekuk usus halus.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk
pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau lebih
karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum telah
cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.5
B. Anatomi, Fisiologi dan Embriologi apendiks
Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
Apendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada
Caecum. Awalnya Apendiks berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi
dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan
bawah perut. Apendiks selalu berhubungan dengan Taenia caecalis. Oleh karena
itu, lokasi akhir Apendiks ditentukan oleh lokasi Caecum.6,7,8

Gambar 1. Apendiks vermicularis9)


Vaskularisasi Apendiks berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran
histologis Apendiks menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada

submukosanya. Pada usia 15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul
limfoid. Lumen Apendiks biasanya mengalami obliterasi pada orang dewasa. 6,8
Gambar 2. Potongan transversa Apendiks 10

Panjang Apendiks pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan ratarata panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Apendiks berhubungan dengan Taenia
caealis pada dasar Caecum, ujung Apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi
lokasi nyeri perut yang terjadi apabila Apendiks mengalami peradangan. 6,7
Gambar 3. Variasi lokasi Apendiks vermicularis6
Awalnya, Apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini,
Apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan
Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Apendiks merupakan
komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT),

fungsinya tidak penting dan Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi
sepsis atau penyakit imunodefisiensi lainnya.7
C. Etiologi
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Fekalit merupakan
penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan roentgen, diet rendah serat, dan
cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy
dapat mencetuskan inflamasi pada apendiks. Post operasi apendisitis juga dapat
menjadi penyebab akibat adanya trauma atau stasis fekal.(1,10,11)
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi. Fekalit
ditemukan pada 40% dari kasus apendisitis akut, sekitar 65% merupakan
apendisitis gangrenous tanpa rupture dan sekitar 90% kasus apendisitis
gangrenous dengan rupture. (1,12) Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
akan mempermudah terjadinya apendisits akut. (1,10,11)
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.4 Obstruksi lumen yang tertutup
disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar
0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia

merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat mengkompensasi


peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi
perforasi.13
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
4,14

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut

akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan


menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.4 Bila kemudian arteri terganggu akan
terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut
dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
terjadi apendisitis perforasi.4
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.4 Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu
24 - 48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh

yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah. 4 Kecepatan
rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan
tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum
parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba
membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini
belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun
proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan
atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu penderita harus
benar- benar istirahat (bedrest).15
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.1
E. Manifestasi klinis
Apendisitis infiltrat didahului oleh keluhan apendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2 - 12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.4 Apendisitis
akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritoneum lokal. Umunya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita

merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bias
mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum
biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. 1 Bila letak apendiks
retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda
nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal.
Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan,
karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.1
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat,
pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks
tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing,
karena rangsangan dindingnya.7 Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit
didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi.
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya
dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis
diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah
terjadi perforasi.1
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang
terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis
setelah perforasi. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester
pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum
dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di
perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan. 1

F. Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik

Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 0C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan
rektal sampai 10C.
Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Apendisitis infiltrat atau
adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan
bawah.1
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci
diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal
diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri. 1

Gambar
Gambar4.
5.Nyeri
Tandatekan
Rovsing
titik
McBurney

Sudah terbentuk abses yaitu bila ada omentum atau


usus lain yang dengan cepat membendung daerah apendiks
maka selain ada nyeri pada fossa iliaka kanan selama 3-4
hari (waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan abses) pada palpasi juga akan
teraba massa yang fixed dengan nyeri tekan dan tepi atas massa dapat diraba. Jika
apendiks intra pelvinal maka massa dapat diraba pada RT (Rectal Touche) sebagai
massa yang hangat.15 Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang
karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
8

Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika.1 Pada apendisitis pelvika
tanda perut sering meragukan, maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu
dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji
psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk
mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas
lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.Uji obturator digunakan
untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan
menimbulkan nyeri.1
Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan
kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada
pinggul / pangkal paha kanan (tanda bintang). 9
Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan
kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).9
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi ke dalam secara pasif saat paha pasien
difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada
tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur
kedalam.9
Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang
kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver. 9

Gambar 6. Tanda Psoas

Gambar 7. Tanda Obturator

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium, pada darah lengkap didapatkan leukositosis
ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3 umumnya
pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri. Pada pemeriksaan
urin,sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal
bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika.16
Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan
fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran
perselubungan mungkin terlihat

ileal atau caecal ileus (gambaran garis

permukaan air-udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar


fekalit.4,13
USG atau CT Scan. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari
10

normalnya.

Kondisi

penyakit lain

pada

kuadran

kanan

bawah

seperti

inflammatory bowel desease, diverticulitis cecal, diverticulum meckels,


endometriosis

dan

pelvic

Inflammatory

Disease

(PID)

dapat

menyebabkan positif palsu pada hasil USG.9

Pada CT Scan khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.


Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi juga dapat
melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik.

11

12

Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan


awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon.Tetapi untuk
apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan kontraindikasi karena
dapat menyebabkan rupture apendiks.13

G. Diagnosis
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang nyeri
di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa atau
abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik
maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma
sekum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intraabdomen. Perlu
juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan
kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan
KistaOvarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang
13

khas.1 Tumor caecum, biasanya terjadi pada orang tua dengan tanda keadaan
umum jelek, anemia dan turunnya berat badan. Hal ini perlu dipastikan dengan
colon in loop dan benzidin test. Pada anak-anak tumor caecum yang sering adalah
sarcoma dari kelenjar mesenterium. Pada apendisitis tuberkulosa, klinisnya antara
lain keluhan nyeri yang tidak begitu hebat disebelah kanan perut,dengan atau
tanpa muntah dan waktu serangan dapat timbul panas badan, leukositosis
sedang, biasanya terdapat nyeri tekan dan rigiditas pada kuadran lateral bawah
kanan, kadang kadang teraba massa.13
Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan:
1. keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis;
3. laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
pergeseran ke kiri.
Massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda dengan ditandai
dengan:
1. keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
tinggi lagi;
2. pemeriksaan lokal abdomen tenang, tidak terdapat tanda-tanda peritonitis
dan hanya terabamassa dengan batas jelas dengan nyeri tekan ringan
3. laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.16
H. Tatalaksana
Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi
oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang
terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunan-bangunan ini dan
jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika
peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintangan-rintangan sehingga

14

penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah,
semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya. 17
Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini
adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan
mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam
massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya,dan bilamana
karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat
operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.17
Massa apendiks terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikro perforasi
ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa
periapendikular yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran
pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti peritonitis purulenta
generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan
segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih
mudah.1,17
Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien
dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan
sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi
suhu tubuh, ukuran massa, sertaluasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,
massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan
apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat
perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. 1,17
Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan
kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit.7 Massa apendiks dengan proses radang
yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis
umum.

Persiapan

dan

pembedahan

harus

dilakukan

sebaik-baiknya

mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada


apendisitis sederhana tanpa perforasi. 16
15

Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah


apabila dilakukanakan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-lebih bila
massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.
Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun
tanpa peritonitis umum. 16
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil,
wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses,dianjurkan operasi secepatnya.1
Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka
operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja.
Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif
terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8
minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan
drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika
ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan
membatalakan tindakan bedah.1,13
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya
48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya terjadi perforasi
maka harus dipertimbangkan appendiktomy.
Batas dari massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya
pada hari ke 5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan
didrainase.13
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana
nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara

16

ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik
ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks
dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat
menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari,drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal
5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita di RT. 13

17

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :


-

LED
Jumlah leukosit
Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila :


1. Anamnesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen
2. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh

(diukur rectal dan aksiler)


Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat
Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi

lebih kecil dibanding semula.


3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal
Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat :
1. Bila LED telah menurun kurang dari 40
2. Tidak didapatkan leukositosis
3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
tidak mengecil lagi.

18

Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa


- Apakah penderita sudah bed rest total
- Pemberian makanan penderita
- Pemakaian antibiotik penderita
- Kemungkinan adanya sebab lain.
4. Bila dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak
ada perbaikan, operasi tetap dilakukan.
5. Bila ada massa periapendikular yang fixed, ini berarti sudah terjadi abses
dan terapi adalah drainase.13
I. Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
lekuk usus halus. Pada apendisitis infiltrat dengan pembentukan dinding yang
belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika
perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa
periapendikuler yang masih bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk
mencegah penyulit tersebut.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.18

BAB III
KESIMPULAN
1. Apendisitis infiltrat merupakan komplikasi dari apendisitis akut. Apendisitis
infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
19

oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga


membentuk massa (appendiceal mass). Umumnya massa apendiks terbentuk
pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis umum.
Massa apendiks lebih sering dijumpai pada pasien berumur lima tahun atau
lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan baik dan omentum
telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses radang.
2. Etiologi dan patofisiologi apendisitis infiltrat diawali oleh adanya apendisitis
akut. Dimulai dari
- acute focal gangrenous appendicitis
- acute suppurative apendicitis
Appendicitis dapat (tahap pertama dari apendisitis yang mengalami
komplikasi) terjadi 3 kemungkinan :
-

perforated apendicitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau

rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.


terjadi apendisitis infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama

kelamaan akan mengecil dan menghilang)


apendisitis kronis, merupakan serangan ulang apendisitis yang telah

sembuh.
3. Apendisitis infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis
adanya riwayat apendisitis akut dengan tanda khasnya, pemeriksaan fisik dan
penunjang yang mendukung. Diagnosis apendisitis infiltrat dapat
dibingungkan dengan penyakit lain pada kuadran kanan abdomen dengan
massa diantaranya tumor cekum, lymfoma maligna intra abdomen, apendisitis
tuberkulosa, amuboma, penyakit crohn, dan juga kelainan ginekolog seperti
KET, adneksitis ataupun kista ovarium terpuntir.
4. Terapi apendisitis infiltrat adalah operasi elektif appendiktomy jika massa
dianggap tenang dengan sebelumnya diberikan terapi konservatif dengan
kombinasi antibiotik dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob selama 6-8
minggu. Apabila massa mengecil pembedahan dapat dibatalkan tetapi apabila
massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi abses dan
massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.
5. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu perforasi apendisitis yang
dapat mengakibatkan peritonitis yang pada akhirnya akan terjadi kegagalan
organ dan kematian. Komplikasi terjadi biasanya akibat keterlambatan
diagnosa apendisitis akut.
20

DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta,
2005,hlm.639-645.
2. Jaffe BM, Berger DH. The Apendiks. In: Schwartzs Principles of Surgery
Volume 2. 8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn
DL, Hunter JG, Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc.
2005:1119-34

21

3. Way LW. Apendiks. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11


edition. Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72
4. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Kedua. Penerbit MediaAesculapius Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.
5. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
6. Ellis H, Nathanson LK. Apendiks and Appendectomy. In : Maingots
Abdominal Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI,
Ellis H, Ashley SW, McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001:
1191-222
7. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol
1. Ed: Norton JA, Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass
HI, Thompson RW. New York: Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8. Prinz RA, Madura JA. Appendicitis and Appendiceal Abscess. In: Mastery
of Surgery Vol II. 4th edition. Ed: Baker RJ, Fiscer JE. Philadelphia.
Lippincott Williams & Wilkins. 2001: 1466-78
9. Hardin DM. Acute Appendicitis: Review and Update. American Academy
of Family Physician News and Publication. 1999;60: 2027-34. Retrieved
at October 20th 2011. From: http://www.aafp.org/afp/991101ap/2027.html
10. Appendicitis.
Available
at:
http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/appendicitis/index.aspx.
Accessed at: December 11, 2011.
11. Everhart, James E., 2004. Appendicitis. Chapter 17 No. 89 January 2009.
http://www2.niddk.nih.gov/NR/rdonlyres/78371061-3E1A-4ECC-B3B64D16FF8B9306/0/BurdenDD_ch17_Jan2009.pdf. Accessed at: December
11, 2011.
12. Diseases

Of

The

Colon

&

Rectum.

Available

at:

http://www2.niddk.nih.gov/NR/rdonlyres/F68D12F4-82E5-43C6-8D8097BCF3520E38/0/NCDD_04272009_ResearchPlan_DiseasesofColonRect
um.pdf. Accessed at: December 11, 2011.
13. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent
edition. Mc-Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma
an Enigma Electronic Publication.

22

14. Itskowiz, M.S., Jones, S.M., 2004. Appendicitis. Emerg Med 36 (10): 1015.www.emedmag.com
15. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran
UNAIR. Surabaya.
16. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa
Aksara. Jakarta.
17. Hugh, A.F.Dudley. 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi kesebelas.
Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
18. Anonim, 2004. Appendicitis. U.S. Department Of Health and Human
Services. NationalInstitute of Health. NIH Publication No. 044547.June
2004 www.digestive.niddk.nih.gov

23

Anda mungkin juga menyukai