ZERO DRAFT
OUTLINE
I. Pendahuluan
II. Wilayah Kedaulatan dan Hak Berdaulat
III. Tantangan Indonesia
IV. Tujuan Kebijakan Kelautan dan Kemaritiman Nasional
V. Arah Kebijakan Umum dan Strategi
VI. Kaidah Pelaksanaan
yang
bercirikan
nusantara,
mempunyai
kedaulatan
atas
Dalam dokumen resmi Lembaga Tinggi Negara pada waktu itu, terdapat perbedaan definisi Wawasan
Nusantara antara Tap MPR RI Nomor:IV/MPR/1973denganTapMPRRI:II/MPR/1993dimanafaktor
kesatuanwilayahdantanahairsebagaisuatukesatuanpolitik,ekonomi,sosialbudayadanpertahanan
keamanantidakdisebutkansebagaisuatucarapandangbangsaIndonesiabarudicantumkanpadatahun
1973.
dan kewenangan tertentu lainnya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesarbesarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Definisi
perundangan tersebut disusun sedemikian rupa untuk merangkum berbagai
konsep, pengaturan hukum serta kepentingan Indonesia di dalam mengelola
kewilayahannya, khususnya terkait dengan perairan.
Sebagai negara pihak dari UNCLOS 1982, Indonesia memiliki
kedaulatan penuh terhadap wilayah perairan yang terdiri dari laut territorial,
perairan kepulauan dan perairan pedalaman. Disamping itu, kedaulatan
Indonesia juga mencakup dasar laut, tanah di bawahnya, serta ruang udara di
atasnya dari wilayah perairan tersebut, bahkan sampai seluruh sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya. Atas dasar hal tersebut, maka
Pemerintah Indonesia memiliki kendali penuh terhadap pengelolaan wilayah
perairan Indonesia. Namun tentunya hal ini juga berimbas kepada kewajiban
Pemerintah Indonesia untuk mengelolanya dengan baik yang bertujuan
semata untuk kedaulatan NKRI serta kesejahteraan rakyat Indonesia.
Selain memiliki kedaulatan atas wilayah perairan sebagaimana
tersebut di atas, Indonesia juga memiliki hak berdaulat dan kewenangan
tertentu lainnya di wilayah yurisdiksi. Wilayah yurisdiksi Indonesia adalah
wilayah di luar laut territorial yang terdiri atas Zona Ekonomi Eksklusif,
Landas Kontinen, dan Zona Tambahan. Laut territorial Indonesia adalah
selebar 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.
Untuk zona tambahan selebar 12 mil laut diukur dari garis terluar laut
territorial, sedangkan zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen Indonesia
adalah selebar 200 mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan
Indonesia. Dalam hal zona-zona maritim tersebut berbatasan dengan negara
tetangga, maka batas terluarnya ditetapkan melalui kesepakatan dengan
negara tetangga terkait sesuai dengan hukum internasional, khususnya
UNCLOS 1982.
perundangan
dan
juga
kepentingan-kepentingan
strategis
10
Ketujuh, ekonomi maritim Indonesia tidak hanya dari kekayaan sumber daya
alam hayati dan non-hayati saja tetapi juga harus dikembangkan di bidang
jasa ( TEMA 7 ) logistik pelabuhan kapal niaga dan kapal pesiar, wisata
bahari, galangan kapal modern dan tradisional yang mencerminkan tradisi
bahari, serta ahli navigasi, pelaut dan awak kapal. Pengembangan sektor jasa
ini memerlukan upaya tersendiri baik dari segi teknologi mau pun
pendanaannya.
Kedelapan, kegiatan jasa kemaritiman dan eksploitasi sumber daya alam
hayati dan non-hayati juga dapat membawa dampak pencemaran
lingkungan ( TEMA 8 ) dan juga perusakan biodiversity yang berdampak
negatif secara langsung dalam jangka pendek dan jangka panjang. Luas laut
Indonesia juga membawa konsekuensi polusi dari wilayah negara lain baik
polusi darat maupun polusi kapal dan anjungan eksploitasi sumber daya
alam.
Kesembilan, pengelolaan wilayah laut yang sangat luas juga menghadapi
tantangan tersendiri terkait dengan adanya struktur otonomi daerah
( TEMA 9 ) pada tingkat propinsi, kota, dan kabupaten yang memiliki
wilayah admnistrasi yang juga meliputi wilayah maritim dan pulau-pulau
kecil dan terluar. Sinkronisasi, koordinasi dan pengawasan nya memerlukan
upaya tersendiri mengingat rendahnya konektivitas berbagai pemerintahan
daerah.
Kesepuluh, lingkungan strategis Indonesia telah mengalami perubahan
pesat ( TEMA 10 ) yang tidak pernah terbayangkan satu dekade yang lalu.
Asia kini menjadi salah satu kiblat kekuatan ekonomi dunia dan arsitektur
regional Asia telah berkembang demikian pesat dengan adanya Asean dan
Masyarakat Asean, East Asia Summit, APEC, dan ARF serta yang tengah
11
masalah
kelautan
guna
mendukung
agenda
pembangunan
kelautan
dan
kemaritiman Indonesia.
Kesebelas, pada tataran global, Millennium Development Goals yang
berakhir pada tahun 2015 ini akan dilanjutkan oleh Sustainable
DevelopmentGoalsyangterdiridari17Goals.SalahsatuGoaltersebut
adalahGoal14yakniConserveandsustainablyusetheoceans,seasand
marineresourcesforsustainabledevelopmentyangterkaitlangsungdengan
agendapembangunankelautandankemaritimanIndonesia.
IV.TujuanKebijakanKelautandanKemaritimanNasional
Kebijakan Kelautan dan Kemaritiman Indonesia kiranya perlu merujuk
kepada Visi Pembangunan Indonesia yang dituangkan dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 2025 yaitu mewujudkan
INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR serta Misi
Pembangunan Indonesia, terutama yang berimplikasi dalam pembangunan
kelautan dan kemaritiman:
12
BERLANDASKAN
GOTONG-ROYONG
serta
sejumlah misi nya yang terkait dengan kelautan dan kemaritiman yaitu:
(1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan
wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan
sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia
sebagai negara kepulauan;
(2) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri
sebagai negara maritim; dan
(3) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju,
kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.
Kebijakan Kelautan dan Kemaritiman Nasional disusun untuk mewujudkan
visi tersebut serta melaksanakan misi yang telah dicanangkan dengan jalan
memberikan kebijakan umum dan strategi yang dapat menjadi acuan
13
pertumbuhan
ekonomi,
pemerataan
kesejahteraan,
dan
yang
memberikan
wilayah,
kedaulatan
dan
yurisdiksi
15
16
penegakan
hukum
dan
pengendalian
wilayah Laut;
pembangunan Kelautan (dan Kemaritiman);
pengelolaan Kelautan (dan Kemaritiman);
pengembangan Kelautan (dan Kemaritiman);
pengelolaan ruang Laut dan pelindungan lingkungan Laut;
pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan keselamatan di
Laut; dan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
pendanaan
merupakan
bagian
dari
rencana
tindak
melalui
skala
prioritas
yang
berdasarkan
strategi
pembangunan nasional.
2. Kerangka Regulasi
UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (UU SPN) telah mengamanatkan penanganan kerangka
regulasi yang sejalan dengan kerangka pendanaan sejak proses
perencanaan. Oleh karena itu pengelolaan kerangka regulasi sejak
proses perencanaan kebijakan dan juga perencanaan regulasinya akan
meningkatkan kualitas kebijakan dan regulasi yang tertib sehingga
memungkinkan setiap tindakan dapat memberikan manfaat yang lebih
optimal.
UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan pada Pasal 18 merupakan langkah terobosan
untuk mensinergikan antara kebijakan dan regulasi, yaitu mengatur
bahwa prolegnas disusun berdasarkan perintah UUD Negara RI Tahun
1945; perintah Ketetapan MPR; perintah UU lainnya; sistem
perencanaan pembangunan nasional, RPJM; rencana kerja pemerintah
dan rencana strategis DPR; dan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan reformasi regulasi
adalah mewujudkan regulasi yang berkualitas, sederhana dan tertib
dalam kerangka pembangunan nasional terutama untuk mendukung
pelaksanaan RPJMN III 2015-2019.
Karenanya, kebijakan kelautan dan kemaritiman nasional, hendaknya
berpedoman kepada kerangka regulasi dimaksud, sehingga dapat
mencapai hasil yang optimum. Pembangunan bidang kelautan
19
kemaritiman
nasional
harus
memperhatikan
ketentuan
pendanaan
dan
regulasi,
keberhasilan
pelaksanaan
bagi
perbaikan
kinerja
pembangunan.Hasil
akan dapat
20
tersebut
dapat
digunakan
sebagai
masukan
dalam
21