BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Moh Mahfud MD, 2000, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi
Revisi), Penerbit Renaka Cipta, Jakarta, h. 64.
Pemerintah dalam arti luas (regering) adalah pelaksanaan tugas seluruh badanbadan, lembaga-lembaga dan petugas-petugas yang diserahi wewenang
mencapai tujuan negara.4 Sedangkan, pemerintah dalam arti sempit (bestuur)
mencakup organisasi fungsi-fungsi yang menjalankan tugas pemerintahan.5
Mengenai pembagian pengertian dari pemerintah ini, juga terdapat dalam buku
SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD yang berjudul Pokok-Pokok Hukum
Administrasi Negara, namun terdapat sedikit perbedaan rumusan mengenai arti
pemerintah dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Pengertian pemerintah
dalam arti sempit adalah organ/alat perlengkapan negara yang diserahi tugas
pemerintahan atau melaksanakan undang-undang. Dalam pengertian ini
pemerintah hanya berfungsi sebagai badan Eksekutif (Bestuur). Pemerintah
dalam arti luas adalah semua badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan
di dalam negara baik kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan legislatif dan
yudikatif.6 Dari uraian mengenai pengertian pemerintah di atas, maka dalam
tulisan ini yang dimaksud pemerintah adalah pemerintah dalam arti sempit.
Ibid.
SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2006, Pokok-Pokok Hukum Administrasi
Negara, Liberty, Yogyakarta, h. 8.
pemerintahan yang baik, wacana yang gencar digaungkan adalah good governance,
yang diharapkan dapat merubah apa yang terjadi di kalangan aparatur pemerintah.
Mengenai pengertian good governance, terdapat beberapa istilah, yaitu : Pertama,
Panitia Seminar Hukum Nasional ke VII menggunakan istilah Sistem Permainan
Layak.7 Kedua, Soewoto Mulyosudarmo, yang mengistilahkan good governance
sebagai pemerintahan yang baik dengan argumentasi bahwa di dalam peraturan
perundang-undangan yang ada dalam hal ini UndangUndang No. 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang kemudian diubah dengan UndangUndang No, 9 Tahun 2004, dan terakhir dengan UndangUndang No. 51 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara yang merupakan salah satu topik yang menjadi pembahasan dalam
tulisan ini. Dari peristilahan tersebut dalam tulisan ini mengikuti pendapat dari
Soewoto Mulyosudarmo, yang mengistilahkan good governance sebagai
pemerintahan yang baik.
dapat timbul karena adanya kehilafan (dwaling), paksaan (dwang) atau penipuan
(bedrog).8 Pemerintah termasuk juga pemerintah daerah dalam menyiasati
kekurangan tersebut tidak jarang pada bagian akhir keputusannya menyertakan
pengaman
Ibid.
10
11
Ibid, h. 120.
12
Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah teruraikan di atas, adapun pokok
masalah yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada 2 (dua) hal. Kedua
Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
Manfaat Penelitian
Landasan Teoritis
Aristoteles
Negara (polis) adalah persekutuan dari keluarga dan desa guna
memperoleh hidup yang sebaik-baiknya.
Jean Bodin
Suatu persekutuan keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang
dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat.
Hugo Grotius
13
Max Boli Sabon, dkk, 1992, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 25.
10
Bluntschi
Negara adalah diri rakyat yang disusun dalam suatu organisasi politik di
suatu daerah tertentu.
Hans Kelsen
Negara adalah suatu susunan pergaulan hidup bersama dengan tata
paksa.
Woodrow Wilson
Negara adalah rakyat yang terorganisir untuk hukum dalam wilayah
tertentu.
Diponolo
Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata
pemerintahan melaksanakan tata tertib atau suatu umat di suatu daerah
tertentu. Bagaimana bentuk dan coraknya, negara selalu merupakan
organisasi kekuasaan. Organisasi kekuasaan ini selalu mempunyai tata
pemerintahan. Dan tata pemerintahan ini selalu melaksanakan tata tertib atas
suatu umat di daerah tertentu.
Pendapat tentang negara juga dapat dijumpai pada tulisan Miriam Budiardjo
Masyarakat merupakan negara kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu
maupun oleh asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang
14
39-40.
11
Mengenai istilah negara hukum, sering disamakan dengan konsep rechtsstaat dan
negara hukum adalah terjemahan dari rechtsstaat.16 Negara hukum
15
16
12
ialah negara dimana pemerintah dan semua pejabat-pejabat hukum mulai dari
Presiden, hakim, jaksa, anggota-anggota legislatif, semuanya dalam menjalankan
tugasnya di dalam dan di luar jam kantornya taat kepada hukum. Taat kepada hukum
berarti menjunjung tinggi hukum, dalam mengambil keputusan-keputusan jabatan
menurut hati nuraninya, sesuai dengan hukum.17 Negara hukum ialah negara yang
seluruh aksinya didasarkan dan diatur oleh Undang-Undang yang telah ditetapkan
semula dengan bantuan dari badan pemberi suara rakyat.18
(3) Undang-Undang Dasar 1945 perubahan ke-4 yang menegaskan bahwa Negara
Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat). Dengan penegasan itu, maka
mekanisme kehidupan perorangan, masyarakat, dan negara diatur oleh hukum
(tertulis maupun tidak tertulis). Artinya baik anggota masyarakat maupun pemerintah
wajib mematuhi hukum tersebut19. Adapun negara hukum yang dianut oleh Negara
Indonesia tidaklah dalam artian formal namun negara hukum dalam artian material
yang juga diistilahkan dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau negara
kemakmuruan. Dalam negara kesejahteraan, negara tidak hanya bertugas
memelihara ketertiban masyarakat, akan tetapi dituntut untuk turut serta
17
18
19
13
aktif dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini
merupakan amanat pendiri negara (the founding fathers) Indonesia, seperti
dikemukakan pada alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Secara historis, sejarah mengenai negara hukum dapat disimak pada uraian singkat
dalam buku Ridwan HR yang berjudul Hukum Administrasi Negara. 20
20
14
Asas Legalitas
Setiap tindak pemerintahan harus didasarkan atas dasar peraturan
perundang-undangan (wetleijke grondslag). Dengan landasan ini,
Undang-Undang dalam arti formal dan UUD merupakan tumpuan dasar
tindakan pemerintahan. Dalam hubungan ini, pembentukan undangundang merupakan bagian penting negara hukum.
Pembagian kekuasaan, mengandung makna kekuasaan negara tidak boleh
Bila mengkaji Negara Indonesia, maka Negara Indonesia merupakan negara hukum
yang berdasarkan Pancasila. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, unsur-unsur
negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila23, yaitu :
21
22
23
Ibid., h. 277.
15
kekuasaan negara;
Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan
merupakan sarana terakhir;
Keseimbangan antara hak dan kewajiban24
24
16
Berdasarkan uraian di atas dapat disimak bahwa apa yang menjadi unsur dari
rechtsstaat memiliki kesamaan dengan apa yang menjadi unsur negara hukum
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Namun demikian, menurut Bagir Manan
adapun unsur-unsur terpenting dari negara hukum, dikemukakan terdiri dari :25
Dari uraian di atas dapat disimak bahwa adanya unsur asas legalitas dalam
unsur rechtsstaat mengamanatkan agar setiap tindakan pemerintah harus
berdasar atas hukum. Dengan kata lain, dalam unsur negara hukum
Pancasila, asas legalitas menjadi hal yang penting terutama kaitannya
dengan keberadaan klausul pengaman dalam suatu KTUN. Pemerintah
dalam melaksanakan kewenangannya yang dituangkan melalui KTUN,
pertama-tama harus memiliki legalitas sehingga perbuatan atau tindakan
pemerintah tidak melanggar hak asasi manusia dan/atau tidak menyebabkan
seseorang atau sekelompok orang tidak mendapat perlindungan hukum.
25
Bagir Manan; 1994, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h.35
17
26
Philipus M. Hadjon I, h. 1.
27
28
29
Van Vollenhoven dalam SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok-pokok
Hukum Administrasi Negara, Op. Cit., h. 70.
30
31
18
32
33
Ibid., h. 116.
35
Ibid., h. 113.
36
19
37
38
39
40
20
41
43
21
Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang terdiri atas sekurang-kurangnya tiga
komponen, yaitu : pengaruh, dasar hukum dan konformitas hukum. 46 Uraian dari
masing-masing komponen tersebut adalah Komponen pengaruh ialah bahwa
penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan prilaku subjek hukum.
Komponen dasar hukum ialah bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk
dasar hukumnya dan komponen konformitas hukum mengandung makna adanya
standart wewenang, yaitu standart umum (semua jenis wewenang) dan standart
khusus (untuk jenis wewenang tertentu).47
Mengenai pengertian KTUN dapat dijumpai pada Pasal 1 angka 3 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang
44
Ibid., h 94.
45
Ibid., h. 95.
46
Ibid., h. 90.
47
Ibid.
22
23
diperhatikan, yakni :
48
49
24
50
51
25
dari pemerintah masyarakat itu. Immanuel Kant, dalam bukunya Inleiding tot de
Rechtswetsnschap mengartikan hukum sebagai keseluruhan syarat-syarat yang
dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri
dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang
kemerdekaan. Sedangkan J. Van Apeldoorn, dalam bukunya Inleiding tot de
studie van het Nederlandse recht mengemukakan bahwa tidak mungkin
memberikan definisi kepada hukum karena begitu luas yang diaturnya. Hanya
pada tujuan hukum mengatur pergaulan hidup secara damai.
Dari uraian para sarjana mengenai pengertian hukum, maka dapat disimak
bahwa hukum adalah suatu aturan atau norma yang mengatur tingkah laku
masyarakat dalam pergaulan hidup. Mengenai tujuan hukum sendiri, menurut
Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai.52
52
h. 10.
53
26
Teori Utilitas, menurut Bentham bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan apa
yang berfaedah atau yang sesuai dengan daya guna (efektif). Adagiumnya yang
terkenal adalah The greatest happiness for the greatest number artinya,
kebahagiaan yang terbesar untuk jumlah
mengayomi manusia, baik secara aktif maupun secara pasif. Secara aktif
dimaksudkan sebagai upaya untuk menciptakan suatu kondisi
kemasyarakatan yang manusiawi dalam proses yang berlangsung secara
wajar. Sedangkan yang dimaksud secara pasif adalah mengupayakan
pencegahan atas tindakan yang sewenang-wenang dan penyalahgunaan
hak. Usaha mewujudkan pengayoman tersebut termasuk di dalamnya
adalah :
Dalam pada itu, mengenai daya ikat hukum dalam masyarakat, berdasarkan
pendapat Gustav Radbruch yang mengembangkan pemikirang
54
I Dewa Gede Atmadja, 1993, Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Ilmu Hukum, dalam
Kerta Patrika, No. 62-63 Tahun XIX Maret-Juni, Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar, h. 68. Lihat juga Satjipto Rahardjo, 1996, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 19, yang mengemukakan bahwa nilai dasar hukum menurut Radbruch yaitu
keadilan, kegunaan (Zweckmaszigkeit) dan kepastian hukum.
27
Dengan demikian, maka agar hukum dapat berlaku dengan sempurna, harus
memenuhi tiga nilai dasar tersebut. Adanya unsur kepastian hukum, hal ini
erat kaitannya dalam hal membahas adanya suatu klausul pengaman dalam
KTUN. Dengan kata lain, adanya unsur kepastian hukum dalam suatu KTUN
akan dapat memberikan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat
maupun aparat pemerintah, mengingat kepastian hukum itu sendiri adalah
alat atau syarat untuk memberikan jaminan perlindungan bagi yang berhak
(termasuk terkait dengan lahirnya suatu KTUN).
28
55
56
29
Dalam penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara
langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka.60 Sementara itu, dalam
penelitian hukum mengadakan perbedaan mengenai sumber hukumnya, yakni :
Bahan hukum primer (primary sources or authorities), seperti undangundang dan putusan pengadilan, dan
57
Ibid., h. 126.
58
Ibid., h. 132.
59
Ibid., h. 137.
60
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat, CV. Rajawali, Jakarta, h. 14.
30
Selain bahan hukum primer dan sekunder, oleh Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji mengemukakan bahan hukum ketiga, yaitu bahan hukum tertier.
Bahan Hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya. 62
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah peraturan
perundang-undangan yang sedang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Bahan hukum sekunder dalam
penelitian ini adalah dalam bentuk literatur-literatur Hukum Administrasi
Negara, Hukum Tata Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara, serta bahan-bahan lain yang berkaitan dengan masalah yang dikaji.
61
62
31
Bahan hukum yang telah dikumpulkan dan disitematisir kemudian dianalisis. Analisis
dilakukan dalam rangka untuk memecahkan permasalahan yang ada dengan
menggambarkan apa yang menjadi masalah (deskripsi), menjelaskan masalah
(eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan-bahan hukum yang terkait
(evaluasi) dan memberikan argumentasi dari hasil evaluasi tersebut, sehingga
didapat kesimpulan mengenai persoalan eksistensi klausul pengaman dalam
Keputusan Gubernur Bali yang berkarakter Keputusan Tata Usaha Negara.
63
32
BAB II
Pemerintah Daerah
dalam negara. Secara vertikal, yaitu antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah, sedangkan secara horisontal adalah pembagian kekuasaan antara
legislatif, eksekutif dan yudisial.64 Indonesia merupakan negara kesatuan, yang
menurut C. F Strong, negara kesatuan adalah negara yang diorganisir di bawah
satu pemerintahan pusat.65 Dalam rangka untuk melakukan pemerataan
pembangunan, pemerintah pusat memberikan sebagian kewenangan kepada
pemerintah daerah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Ayat (1) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menetukan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten yang diatur dengan undang-undang.
64
Andi Mustari Pide, 1999, Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad
XXI, Gaya Media Pratama, Jakarta, h. 23.
65
66
Bagir Manan, 2001, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Pusat Studi Hukum
(PSH) Hukum UII, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Bagir Manan I), h. 3.
33
(Daerah kota otonom), sebagai suatu persekutuan penduduk yang disatukan oleh
hubungan setempat atau sedaerah.68 Otonomi daerah sendiri berarti hak wewenang
dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.69 C. Van Vollenhoven
mengemukakan pendapat yang berlandaskan pada ajaran catur praja mengenai
otonomi yang mencakup aktivitas sebagai berikut :70
Visi otonomi daerah itu menurut Syaukani71 dapat dirumuskan dalam tiga ruang
lingkup interaksinya yang utama: Politik, Ekonomi, dan Sosial Budaya. Di bidang
politik karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan
demokratisasi, itu adalah sebuah proses untuk membuka peluang bagi lahirnya
kepala daerah yang dipilih secara demokratis, dengan demikian akan tercipta
suatu pemerintahan yang responsif, karena kepala daerah lahir dari masyarakat
dimana dia dipilih sehingga mengetahui secara jelas keadaan, dan kebutuhan
masyarakatnya. Kondisi ini akan menciptakan demokratisasi pemerintahan yang
67
68
h. 8.
69
71
34
Ditinjau dari aspek normatif, maka dasar hukum otonomi daerah adalah pada Pasal
18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menentukan: Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Selanjutnya diperjelas dalam ketentuan pada Ayat (5) nya yang
menetukan: Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan urusan
35