Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
)
DI PRE NURSERY AKIBAT PEMBERIAN PUPUK MELALUI DAUN
PAPER
OLEH :
NANDA RAJA
140301110
AET IIIA
PAPER
OLEH :
NANDA RAJA
140301110
AET IIIA
Paper sebagai salah satu syarat komponen penilaian di Laboratorium Budidaya
Tanaman Kelapa Sawit dan Karet, program studi Agroekoteknologi,
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Diperiksa Oleh :
( Andika
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Adapun judul dari laporan ini adalah RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT
KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) DI PRE NURSERY AKIBAT
PEMBERIAN PUPUK MELALUI DAUN sebagai salah satu syarat untuk dapat
mengikuti praktikal test di Laboratorium Budidaya Tanaman Kelapa Sawit dan Karet
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada
kesempatan
ini
penulis
mengucapkan
terima
kasih
kepada
Dr. Ir. Charloq ,MP., selaku dosen mata kuliah serta abang dan kakak asisten yang
telah banyak membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan
di masa mendatang.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
membantu dan semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegunaan penulisan
Tujuan penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Syarat tumbuh
Iklim
Tanah
RESPONS PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis
Jacq.)DI PRE NURSERY AKIBAT PEMBERIAN PUPUK
MELALUI DAUN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman komoditas perkebunan yang cukup penting
di Indonesia dan masih memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah.
Komoditas kelapa sawit, baik berupa bahan mentah maupun hasil olahannya,
menduduki peringkat ketiga penyumbang devisa nonmigas terbesar bagi negara
setelah karet dan kopi. Kelapa sawit adalah tanaman penghasil minyak nabati yang
dapat diandalkan, karena minyak yang dihasilkan memiliki keunggulan dibandingkan
dengan minyak yang dihasilkan oleh tanaman lain. Keunggulan tersebut diantaranya
memiliki kadar kolesterol rendah bahkan tanpa kolesterol (Sastrosayono, 2007).
Luas areal perkebunan kelapa di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan yang cukup berarti. Tahun 2002 luasnya 4.116.646 ha,meningkat
menjadi 5.239.171 pada tahun 2003 (pertumbuhan 27,26%). Tahun 2004 luasnya
5,601.770 ha (pertumbuhan 6,9%) dan sampai bulan Oktober 2007 luas lahan kelapa
sawit di Indonesia telah mencapai 6,3 juta ha, bertambah dari 6,07 juta ha pada tahun
2006. Riau menduduki posisi pertama dengan luas lahan 1,409 jutab ha, disusul
Sumatera Utara dengan luas 1,044 juta ha dan Sumatera Selatan dengan luas lahan
606.600 ha (Pardamean, 2008).
Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan
datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit,
maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapa sawit
secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya
adalah bahan perbanyakan tanaman berupa bibit, untuk itu perlu tindakan kultur
teknis atau perawatan bibit yang baik antara lain dengan jalan pemupukan pada waktu
di pembibitan awal dan di pembibitan utama (Khaswarina, 2001).
Tujuan utama dari pembibitan adalah untuk mempersiapkan bibit yang baik
dengan kriteria sehat, kuat dan kokoh. Hal ini merupakan salah satu factor penentu
dari keberhasilan penanaman di lapangan dan untuk mendapatkan pertumbuhan dan
hasil dikemudian hari. Sebagai mana dijelaskan oleh Setyamidjaja (1996) bahwa
tujuan dari pembibitan adalah untuk mendapatkan bibit yang tumuh seragam dan
bebas dari bibit yang abnormal sehingga diperoleh bibit yang baik (Hartawan, 2006).
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak nabati yang sangat penting. Dewasa ini tanaman kelapa sawit
tumbuh sebagai tanaman liar (hutan), setengah liar dan sebagai tanaman budi daya
yang tersebar di berbagai negara beriklim tropis bahkan mendekati subtropis di Asia,
Amerika Selatan, dan Afrika. Tanaman kelapa sawit dimasukkan pertama kali di
Indonesia oleh bangsa Belanda dari Bourbon (Rheunion) atau Mauritius sebanyak
dua batang dan dari Amsterdam juga dua batang. Bibit tersebut di tanam di Kebun
Raya Bogor untuk dijadikan tanaman koleksi pada tahun 1848 (Setyamidjaja, 2006).
Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui respon
pertumbuhan bibit kelapa sawit
pemberian pupuk melalui daun.
Kegunaan penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu komponen
penilaian di laboratorium budidaya tanaman kelapa sawit dan karet, program studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, serta sumber
informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Adapun klasifikasi tanaman kelapa sawit (Elais guinensis Jacq) adalah
sebagai berikut: Kingdom
Subdivisio
Famili : Palmaceae,
Spesies
: Plantae, Divisio
Angiospermae,
Subfamili
: Spermatophyta,
Kelas
Genus
Cocoideae,
Dicotyledonae,
:
Elaeis,
akar cabang. Akar yang keluar dari pangkal batang sangat besar jumlahnya dan terus
bertambah banyak dengan bertambahnya umur tanaman. System perakaran kelapa
sawit dapat diuraikan sebagai berikut: (a). Akar Primer, yaitu akar yang keluar dari
bagian bawah batang , tumbuh secara vertical atau mendatar dan berdiameter 5-10
mm, (b). Akar Sekunder, yaitu akar yang tumbuh dari akar primer, yang arah
tumbuhnya mendatar ataupun ke bawah dan berdiameter 1-4 mm, (c). Akar Tertier,
yaitu akar yang tumbuhnya mendatar, panjangnya mencapai 15 cm dan berdiameter
0,5-1,5 mm, (d). Akar Kuarter, yaitu akar-akar cabang dari akar tertier yang
berdiameter 0,2-0-5 mm dan panjangnya rata-rata
3 cm (Setyamidjaja, 2006).
tumbuhnya tidak sempurna. Tanaman yang masih muda dan pertumbuhan batangnya
cepat tinggi (dilihat dari lingkar bekas daun yang cepat menanjak) akan memberikan
hasil produksi dibawah normal (Sastrosayono, 2007).
Daun terdiri dari tangkai daun (petiole) yang kedua sisinya terdapat dua baris .
tangkai daun bersambungan langsung dengan tulang daun utama (rachis) yang lebih
panjang dari tangkai daun. Pada kiri dan kanan tulang daun terdapat anak daun
(pinnae). Tiap anak daun terdapat tulang daun (lidi) yang menghubungkan anak daun
dengan tulang daun utama. Pada tanaman kelapa sawit pembentukan daun kelapa
sawit membutuhkan waktu 4 tahun dari awal pembentukan daun hingga daun menjadi
layu secara alami. Pada saat kuncup daun telah mekar, daun kelapa sawit sudah
berumur 2 tahun dari awal pembentukannya. Kelapa sawit dapat menghasilkan 1-3
daun setiap bulannya (Lumbangaol, 2010).
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mulai
mengeluarkan bunga jantan dan bunga betina. Bunga jantan berbentuk lonjong
memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat. Tanaman kelapa sawit mengadakan
penyerbukan bersilang (cross pollination), artinya bunga betina dari pohon yang satu
dibuahi oleh bunga jantan dari pohon yang lainnya dengan perantara angin dan
serangga penyerbuk (Sunarko, 2007).
Tandan buah tumbuh di ketiak daun. Daun kelapa sawit setiap tahun tumbuh
sekitar 20-24 helai. Semakin tua umur kelapa sawit, pertumbuhan daunnya semakin
sedikit sehingga buah yang terbentuk semakin menurun. Meskipun demikian, tidak
berarti hasil produksi minyaknya menurun. Hal ini disebabkan semaki tua umur
tanaman, ukuran buah kelapa sawit semakin besar. Kadar minyak yang dihasilkannya
pun akan semakin tinggi. Berat tandan buah kelapa sawit bervariasi dari beberapa ons
hingga 30 kg (Sastrosayono, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim
Komponen iklim yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kelapa sawit
adalah suhu udara, curah hujan dan kelembaban udara. Lokasi penelitian yang
terletak di sekitar khatulistiwa yaitu 012-020 Lintang Utara dan 10114-10124
Bujur Timur serta ketinggian dari muka laut antara 7-50 m, mempengaruhi jumlah
dan pola komponen iklim tersebut. Hasil pengamatan komponen iklim tersebut
selama 10 tahun terakhir (1998-2007) disajikan pada Tabel 2. Rata-rata jumlah curah
hujan tahunan sebesar 2.339 mm/tahun, rata-rata suhu udara tahunan sebesar 26,4C
dan kelembaban udara rata-rata 81,2% (Wigena dkk, 2008).
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai berada pada
LU-15 LS. Ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara
15
0-500
m dpl. Kelapa sawit menghendaki curah hujan sebesar 2.000-2.500 mm/tahun. Suhu
optimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 29-30 C. Intensitas penyinaran
matahari sekitar 5-7 jam/hari. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90 %. Bila
semua syarat tersebut telah terpenuhi maka lokasi tersebut sudah bisa digunakan
sebagai area pembibitan sekaligus budidaya kelapa sawit (Soemantri, 2010).
Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup
tinggi untuk dapat melakukan fotosintesis kecuali pada kondisi juvenile di pre
nursery. Dengan semakin menjauhnya suatu daerah dari khatulistiwa misalnya pada
daerah 100 LU intensitas cahaya akan turun berkisar 1218-1500 J/cm2/hari. Intensitas
1218 terjadi pada bulan Desember sedangkan 1500 terjadi pada periode MaretSeptember (Pahan, 2011).
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah disekitar
lintang Utara-Selatan 120. Jumlah curah hujan yang baik adalah sekitar 200-2500
mm/tahun, tidak mempunyai defisit hujan relative lama sepanjang tahun. Temperature
yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah 24-280C temperature
teredah 180C dan tertinggi 320C. kelembaban 80% dan lama penyinaran matahari 5-7
jam/hari. Angin dengan kecepatan rata-rata 5-6 km/jam (Soehardjo dkk, 1996).
Tanah
Tanah-tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit dan banyak
terdapat di daerah tropis diuraikan sebagai berikut: Latosol, tanah latosol di daerah
tropis bisa berwarna merah, coklat dan kuning. Tanah latosol terbentuk di daerah
yang iklimnya juga cocok untuk tanaman kelapa sawit. Tanah latosol mudah tercuci
dan melapisi sebagian besar tanah di daerah tropkal basah. Tanah Aluvial sangat
penting untuk tanaman kelapa sawit, meskipu kesuburannya disetiap tempat berbedabeda. Aluvial ditepi pantai dan sungai umum ditanami kelapa sawit (Sastrosayono,
2007).
Tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit harus banyak mengandung
lempung, beraerasi baik dan subur. Tanah harus berdrainase baik, permukaan air
tanah cukup dalam, solum cukup dalam dan tidak berbatu. Tanah latosol, ultisol, dan
aluvial yang meliputi tanah gambut, dataran pantai dan muara sungai dapat dijadikan
perkebunan kelapa sawit. Tanah memiliki derajat kemasaman (pH) antara 4-6.
Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan kelapa sawit antara
1-400 meter
diatas permukaan laut. Topografi datar, berombak dan hingga bergelombang masih
dapat dijadikan perkebunan kelapa sawit dan lereng antara 0-25% (Lumbangaol,
2010).
Kelapa sawit tumbuh pada beberapa jenis tanah seperti podsolik, latosol,
hidromorfik kelabu, regosol, andosol ,organosol dan alluvial. Solum yang dalam
lebih dari 80 cm, tekstur lempung, dan lempung berpasir dengan komposisi 20-60%
pasir, 10-40% dan 20-50% liat. Struktur perkembangannya kuat, konsistensinya
gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang (Soehardjo dkk, 1996).
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
I.
Susmawati. 2014. Pupuk Daun dan Aplikasinya untuk Tanaman. Artikel Pertanian
Balai Basar Pelatihan Pertanian. Binuang Kalimantan Selatan. Badan
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian
RI. http://bbppbinuang.info/news4 5-pupuk-daun-danaplikasinyauntuktanaman.html
Wahyuaskari. 2010. Pupuk NPK. http://wahyuaskari.wordpress. com/umum/pupuk-np-k/ Diakses tanggal 1 Maret 2014