Anda di halaman 1dari 11

ISSN: 2805-2754

GAMBARAN PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CHOLELITIASIS
(Telaah Pustaka)
Oleh:
Rejo*)
*) Dosen Tetap Akademi Keperawatan Mambaul Ulum Surakarta
ABSTRAK
A. Definisi
Kolelitiasis adalah adanya batu
yang terdapat di dalam kandungan empedu
atau saluran empedu (duktus koledokus)
atau keduanya. Perkembangan batu dapat
tetap asimtomatik selama beberapa
dekade. Migrasi dari batu empedu dapat
mengakibatkan oklusi dari saluran empedu
dan pankreas,menyebabkan rasa sakit
(kolik bilier).
Colecystisis
adalah reaksi
inflamasi dinding kandung empedu yang
disertai keluhan nyeri perut kanan atas,
nyeri tekan , dan panas (syaifoellah Noer,
1999 : 377). Penyakit colecystisis di bagi
atas dua bentuk, yaitu colecysitisis akut dan
colecysitisis kronik. Colecysitisis akut
adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu,sedangkan colecysitisis
kronik adalah suatu keadaan dimana
mukosa dan jaringan otot polos kandung
empedu diganti dengan jaringan ikat,
sehingga kemampuan memekat empedu
hilang.
B. Etiologi
Etiologi kolelitiasis (batu empedu)
masih belum diketahui secara pasti.
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki
seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut antara lain:

32

1. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh
hormon
esterogen
berpengaruh
terhadap
peningkatan
eskresi
kolesterol oleh kandung empedu.
Kehamilan, yang menigkatkan kadar
esterogen juga meningkatkan resiko
terkena kolelitiasis. Penggunaan pil
kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan
kolesterol dalam kandung empedu
dan penurunan aktivitas pengosongan
kandung empedu.
2. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis
meningkat
sejalan
dengan
bertambahnya usia. Orang dengan
usia > 60 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan orang degan usia yang lebih
muda.
3. Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan
metabolism umum, resistensi insulin,
diabetes militus tipe II, hipertensi dan
hyperlipidemia berhubungan dengan
peningkatan
sekresi
kolesterol
hepatica dan merupakan faktor resiko
utama untuk pengembangan batu
empedu kolesterol.
4. Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan
peningkatan risiko batu empedu.

JKm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:32-42

5.

6.

7.

8.

33

Kondisi yang bisa meningkatkan


kondisi statis, seperti cedera tulang
belakang (medulla spinalis), puasa
berkepanjangan, atau pemberian diet
nutrisi total parenteral (TPN), dan
penurunan berat badan yang
berhubungan dengan kalori dan
pembatasan lemak (misalnya: diet
rendah lemak, operasi bypass
lambung). Kondisi statis bilier akan
menurunkan produksi garam empedu,
serta meningkatkan kehilangan garam
empedu ke intestinal.
Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk
kontrasepsi atau untuk pengobatan
kanker prostat meningkatkan risiko
batu empedu kolesterol. Clofibrate dan
obat fibrat hipolipidemik meningkatkan
pengeluaran kolesterol hepatic melalui
sekresi bilier dan tampaknya
meningkatkan resiko batu empedu
kolesterol.
Analog
somatostatin
muncul sebagai faktor predisposisi
untuk
batu
empedu
dengan
mengurangi pengosongan kantung
empedu.
Diet
Duet rendah serat akan meningkatkan
asam empedu sekunder (seperti asam
desoksikolat) dalam empedu dan
membuat empedu lebih litogenik.
Karbohidrat dalam bentuk murni
meningkatkan saturasi kolesterol
empedu. Diet tinggi kolesterol
meningkatkan kolesterol empedu.
Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu
kolesterol,
faktor
predisposisi
tampaknya adalah turun temurun,
seperti yang dinilai dari penelitian
terhadap kembar identik fraternal.
Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu
dapat memgang peranan sebagian
pada pembentukan batu dengan
meningkatkan deskuamasi seluler dan
pembentukan
mucus.
Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur
seluler sebagai pusat presipitasi.

9. Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan
penyakit crohn memiliki risiko
penurunan atau kehilangan garam
empedu dari intestinal. Garam
empedu merupakan agen pengikat
kolesterol, penurunan garam pempedu
jelas akan meningkatkan konsentrasi
kolesterol dan meningkatkan resiko
batu empedu.
10. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan
dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan
oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
11. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama
mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena
tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.
Penyebab utama colecytisis
adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang
menyebabkan statis cairan empedu,
sedangkan sebagian kecil kasus timbul
tanpa adanya batu empedu. Bagaimana
statis
di
duktus
sistikus
dapat
menyebabkan colecytisis, sampai saat
masih belum jelas. Di perkirakan , banyak
faktor
yang
mempengaruhinya,
diantaranya :
1. Kepekatan cairan empedu
2. Kolestrol
3. Lisolesitin dan prostagladin yang
merusak lapisan mukosa dinding
kandung empedu, kemudian di ikuti
oleh inflamasi dan superasi, dan
4. Kumam kuman seperti escbericbia
coli, salmonella tibosa, cacing
askaris, atau pengaruh enzim enzim
pankreas.
5. Adapun tanda tanda dan gejala
colecytisis adalah adanya gangguan
pencernaan, mual dan muntah ;
nyeri perut kanan atas atau kadang

JKm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:32-42

kadang hanya rasa tidak enak di


epigastrium; nyeri menjalar kebahu
atau subskapula ( ini merupakan ciri
ciri yang khas dan paling umum )
;demam dan ikterus ; serta gejala
nyeri perut , bertambah bila makan
terlalu banyak lemaknya.
C. Manifestasi Klinis.
1. Asimtomatik
Sampai 50% dari semua pasien
dengan
batu
empedu,
tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah
asimtomatik. Kurang dari 25% pasien
yang benar-benar mempunyai batu
asimtomatik,
akan
merasakan
gejalanya
yang
membutuhkan
intervensi setelah lima tahun. Batu
Empedu
bisa
terjadi
secara
tersembunyi karena tidak menimbulkan
rasa nyeri dan hanya menyebabkan
gejala gastrointestinal yang ringan.
Batu itu mungkin ditemukan secara
kebetulan pada saat dilakukan
pembedahan atau evaluasi untuk
gangguan yang tidak berhubungan
sama
sekali.Penderita
penyakit
kandung empedu akibat batu empedu
dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu
gejala yang disebabkan oleh penyakit
pada kandung empedu itu sendiri dan
gejala yang terjadi akibat obstruksi
pada lintasan empedu oleh batu
empedu. Gejalanya bisa bersifat akut
atau kronis. Gangguan epigastrum,
seperti rasa penuh, distensi abdomen,
dan nyeri yang samar pada kuadran
kanan atas abdomen dapat terjadi.
2. Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh
batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya
infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada
abdomen. Pasien dapat mengalami
kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas. Nyeri
pascaprandial kuadran kanan atas,
biasanya dipresipitasi oleh makanan
berlemak, terjadi 30-60 menit setelah

makan, berahir setelah beberapa jam


dan kemudian pulih. Rasa nyeri ini
biasanya disertai dengan mual dan
muntah, dan bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam setelah memakan
makanan dalam jumlah besar. Sekali
serangan kolik biliaris dimulai,
serangan ini cenderung meningkat
frekuansi dan intensitasnya. Pasien
akan membolak-balik tubuhnya dengan
gelisah
karena
tidak
mampu
menemukan posisi yang nyaman
baginya. Pada sebagian pasien rasa
nyeri bukan bersifat kolik melainkan
presisten.Serangan
kolik
bilier
semacam ini disebabkan oleh kontraksi
kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat
tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus
kandung empedu akan menyentuh
dinding abdomen pada daerah kartilago
kosta Sembilan dan sepuluh bagian
kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan
nyeri tekan yang mencolok pada
kuadran kanan atas ketika pasien
melakukan inspirasi dalam, dam
menghambat pengembangan rongga
dada.Nyeri pada kolisistisi akut dapat
berlangsung sangat hebat sehingga
membutuhkan preparat analgesic yang
kuat seperti meperdin. Pemberian
morfin dianggap dapat meningkatkan
spasme spingter oddi sehingga perlu
dihindari.
3. Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara
penderita penyakit kandung empedu
dengan presentase yang kecil dan
biasanya terjadi pada obstruksi duktus
koledokus. Obstruksi pengaliran getah
empedu ke dalam duodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu
getah empedu yang tidak lagi dibawa
ke duodenum akan diserap oleh darah
dan penyerapan empedu ini membuat
kulit dan membran mukosa berwarna
kuning. Keadaan ini sering disertai
dengan gejala gatal-gatal yang
mencolok pada kulit.

Gambaran Pelaksanaan .....................................................

4. Perubahan Warna Urin dan Feses


Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urin berwarna sangat
gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai
oleh pigmen empedu akan tampak
kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut dengan clay-colored.
5. Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga
mempengaruhi absorbsi vitamin A, D,
E, K yang larut lemak. Karena itu,
pasien dapat menunjukkan gejala
defisiensi vitamin-vitamin ini jika
defisiensi bilier berjalan lama.
Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
proses
pembekuan
darah
normal.Bilamana batu empedu terlepas
dan tidak lagi menyumbat duktus
sistikus, kandung empedu akan
mengalirkan isinya keluar dan proses
inflamasi segera mereda dalam waktu
yang relatif singkat. Jika batu empedu
terus menyumbat saluran tersebut,
penyumbatan ini dapat mengakibatkan
abses, nekrosis dan perforasi disertai
peritonitis generalisata.
D. Patofisiologi.
Batu ginjal terjadi karena adanya zat
tertentu dalam empedu yang hadir dalam
konsentrasi yang mendekati batas
kelarutan mereka. Bila empedu
terkosentrasi di kandung empedu,larutan
akan menjadi jenuh dengan bahanbahan tersebut, kemudian endapan dari
larutan akan membentuk keristal
mikroskopis. Kristal terperangkap dalam
mukosabilier, akan menghasilkan suatu
endapan. Oklusi dari saluran oleh
endapan dan batu menghasilkan
komplikasi penyakit batu empedu.
Pada kondisi normal kolestrol tidak
mengendap di empedu karena
mengandung
garam
empedu
terkonjungasi dan fosfatidikolin (lesitin)
dalam jumlah cukup agar kolestrol
berada di dalam larutan misel. Jika rasio
konsentrasi kolestrol berbanding garam
empedu dan lesitin meningkat, maka
larutan misel menjadi sangat jenuh.

35

Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin


karena hati memperoduksi kolestrol
dalam bentuk kosentrasi tinggi. Zatini
kemudian mengendap pada lingkungan
cairan dalam bentuk Kristal kolestrol.
Kkristal ini merupakan precursor batu
empedu.
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal
dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke dalam empedu oleh sel hati.
Sebagian besar bilirubin dalam empedu
adalah berada dalam bentuk konjugat
glukuronida yang larut dalam air dan
stabil, tetapi sebagian kecil terdiri atas
bilirubin tak terkonjungasi. Bilirubin tak
terkonjungsi, seperti asam lemak, fosfat,
karbonat, dan anion lain, cenderung
untuk membentuk presipitat tak larut
dengan kalsium. Kalsium memasuki
empedu secara pasif bersama dengan
elektrolit lain. Dalam situasi pergantian
hemetinggi,
seperti
hemolysis
kronisatausirosis,
bilirubin
tak
terkonjugasi mungkin berada dalam
empedu padakonsentrasi yang lebih
tinggi dari biasanya. Kalsium bilirubinate
mungkin kemudian mengkristal dari
larutan dan akhirnya membentuk batu.
Seiring waktu, berbagai oksidasi
menyebabkan bilirubin presipitat untuk
mengambil jet warna hitam. Batu yang di
bentuk dengan cara ini yang disebut
batupigmenhitam.
Empedu biasanya steril, tetapi dalam
beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya di atasstrukturbilier), mungkin
terkolonisasi dengan bakteri. Bakteri
menghidrolisis bilirubin terkonjugasi dan
hasil
peningkatan
bilirubin
tak
terkonjugasi
dapat
menyebabkan
presipitasi terbentuknya Kristal kalsium
bilirubinate. Bakteri hidrolisislesitin
menyebabkan pelepasan asam lemak
yang kompleks dengan kalsium dan
endapan dari larutan. Konkresi yang
dihasilkan memiliki konsistensi disebut
batupigmen cokelat. Tidak seperti
kolesterol atau pigmen hitam batu, yang
membentuk hamper secara eksklusif di
kandung empedu, batu pigmen coklat

JKm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:32-42

sering bentuk de novo dalam saluran


empedu.
Batuempedukolestroldapatterkolonideng
anbakteridandapatmenimbulkanperadan
ganmukosakandungempedu. Enzim dari
bakteri dan leokosit menghidrolisis
bilirubin kunjugasi dan asamlemak.
Akibatnya, dari waktu ke waktu, batu
kolestrol bisa mengumpulkan proporsi
kalsium bilirubinate dan garam kalsium,
lalu menghasilkan campuran batu
empedu.
Kondisi batu kandung empedu
memberikan berbagai manifestasi
keluhan pada pasien dan menimbulkan
berbagai masalah keperawatan. Jika
terdapat batu yang menyumbat duktus
sistikus atau duskus biliaris komunis
untuk sementara waktu, tekanan duskus
biliaris akan meningkat dan peningkatan
kontraksi
pristaltik
di
tempat
penyumbatan mengakibatkan nyeri
visera di daerah epigastrium, mungkin
dengan
penjalaran
kepunggung.
Keluhan muntah dapat memberikan
masalah keperawatan nyeri dan resiko
ketidakseimbangan cairan. Respons
nyeri dan gangguan gastrointestinal
akan meningkatkan penurunan intake
nutrisi,
sedangkan
anoreksia
memberikan masalah keperawatan
risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan.
Respons komplikasi akut dengan
peradangan
akan
memberikan
manifestasikan peningkatan suhutubuh.
Respons kolik bilier secara kronis akan
meningkatkan kebutuhan metabolism
sehingga
cenderung
mengalami
kelelahan
memberikan
masalah
intoleransi aktivitas. Respons adanya
batu akan dilakukan intervensi medis
pembedahan, intervensi litotripsi, atau
intervensi endoskopik memberikan
respons psikologis kecemasan dan
pemenuhan informasi.
E. Komplikasi.
Kolesistokinin yang disekresi oleh
duodenum karena adanya makanan

mengakibatkan/menghasilkan
kontraksi
kandung empedu, sehingga batu yang tadi
ada dalam kandung empedu terdorong dna
dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat
menetap ataupun terlepas lagi. Apabila
batu menutupi duktus sistikus secara
menetap makan mungkin dapat terjadi
mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel
dapat menjadi suatu empiema, biasanya
kandung empedu dikelilingi dan ditutupi
oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan
dapat juga membentuk suatu fistel
kolesitoduodenal. Penyumbatan duktus
sistikus dapat juga berakibat terjadinya
kolesistitis akut yang dapat sembuh atau
dapat mengakibatkan nekrosis sebagian
dinding (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan
dapat
membentuk
suatu
fistel
kolesitoduodenal ataupun dapat terjadi
perforasi kandung empedu yang berakibat
terjadi peritonitis generalisata. Batu
kandung empedu dapat maju masuk ke
dalam duktus sistikus pada saat kontraksi
dari kandung empedu. Batu ini dapat terus
maju sampai duktus koledokus kemudian
menetap asimtomatis atau kadang dapat
menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat
di duktus koledokus juga berakibat
terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,
kolangiolitis, dan pankretitis.Batu kandung
empedu dapat lolos ke dalam saluran
cerna
melalui
terbentuknya
fistel
kolesitoduodenal. Apabila batu empedu
cukup besar dapat menyumbat pada
bagian tersempit saluran cerna (ileum
terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.
Berikut beberapa penjelasan tentang
komplikasi kolelitiasis:
1. Hidrops
Hidrops biasanya disebabkan oleh
stenosis atau obstruksi duktus sistikus
sehingga tidak dapat diisi lagi oleh
empedu. Dalam keadaan ini tidak
terdapat peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya,
tetapi ada bukti peradangan kronis
dengan adanya mukosa gundul.
Kandung empedu berdinding tebal
dan terdistensi oleh materi steril
mukoid. Sebagian besar pasien

Gambaran Pelaksanaan .....................................................

mengeluh efek massa dalam kuadran


kanan atas. Hidrops kandung empedu
dapat menyebabkan kolesistisi akut.
2. Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistisi akut terjadi
akibat sumbatan duktus sistikus oleh
batu yang terjebak dalam kantung
empedu. Trauma mukosa kantung
empedu
oleh
batu
dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipase
yang mengubah lesitin dalam empedu
menjadi lisolesitin yang bersifat toksik
yang
memperberat
proses
peradangan. Pada awal penyakit,
peran bakteri sangat sedikit, tetapi
kemudian dapat terjadi supurasi.
Komplikasi kolesistisis akut adalah
empiema, nekrosis, dan perforasi.
a) Empiema
Empiema adalah lanjutan dari
kolisistisis akut. Pada empiema
atau
kolesistisis
supuratif,
kandung empedu berisi nanah.
Penderita menjadi semakin toksik,
demam tinggi, menggigil dan
leukositosis.
b) Nekrosis dan Perforasi
Kolesistisis akut bisa berlanjut ke
nekrosis dinding kantung empedu
dan perforasi. Batu empedu yang
tertahan bias menggoresi dinding
nekrotik, sinus Roktiansky-Aschoff
terinfeksi yang berdilatasi bias
memberika titik lemah bagi
ruptura. Biasanya rupture terjadi
pada fundus, yang merupakan
bagian vesica biliaris yang paling
kurang baik vaskularisasinya.
Ruptur ke dalam cavitas
peritonialis bebas jarang terjadi
dan lebih bias memungkinkan
terjadinya perlekatan dengan
organ-organ yang berdekatan
dengan pembentukan abses
local. Ruptura ke dalam organ
berdekatan menyebabkan fistula
saluran empedu.
c) Peritonitis

37

Ruptura bebas empedu ke dalam


cvitas peritonialis menyebabkan
syok parah. Karena efek iritan
garam empedu, peritoneum
mengalami peradangan.
3.

Kolesistitis kronis
a) Fistel bilioentrik
Apabila kandung empedu yang
mengandung
batu
besar
menempel pada dinding organ
di dekatnya seperti lambung,
duodenum,
atau
kolon
transversum, dapat terjadi
nekrosis dinding kedua organ
tersebut karena tekanan,
sehingga terjadi perforasi ke
dalam lumen saluran cerna.
Selanjutnya terjadi fitsel antara
kandung empedu dan organorgan tersebut.

4.

Kolangitis
Kolangitis dapat berkembang
bila ada obstruksi duktus biliaris
dan infeksi. Penyebab utama
dari infeksi ini adalah organisme
gram negatif, dengan 54%
disebebkan
oleh
sepsis
Klebesiella, dan 39% oleh
Escherchia, serta 25% oleh
organisme Enterokokal dan
Bacteroides. Empedu yang
terkena infeksi akan berwarna
coklat tua dan gelap. Duktus
koledokus menebal dan terjadi
dilatasi dengan diskuamasi atau
mukosa yang ulseratif, terutama
di daearah ampula vetri.

5. Pankreatitis
Radang
pankreas
akibat
autodigesti oleh enzim yang
keluar dari saluran pankreas. Ini
disebebkan karena batu yang
berada di dalam duktus
koledokus bergerak menutupi
ampula vetri.

JKm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:32-42

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang
asimtomatis
umumnya
tidak
menunjukkan
kelainan
pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi peradangan akut, dapat
terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus
oleh batu. Kadar bilirubin serum
yang tinggi mungkin disebabkan
oleh batu didalam duktus koledukus.
Kadar fosfatase alkali serum dan
mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap
kali terjadi serangan akut. Enzim
hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH
agak meningkat. Kadar protrombin
menurun bila obstruksi aliran
empedu dalam usus menurunkan
absorbs vitamin K.

3. Foto polos abdomen


Foto polos abdomen biasanya tidak
memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu
kandung empedu yang bersifat
radioopak.
Kadang
kandung
empedu yang mengandung cairan
empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat dengan foto polos.
Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar
atau hidrops, kandung empedu
kadang terlihat sebagai massa
jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar di fleksura
hepatika. Walaupun teknik ini
murah, tetapi jarang dilakukan pada
kolik bilier sebab nilai diagnostiknya
rendah.

2. Pemeriksaan sinar-X abdomen


Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa
dilakukan jika ada kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan
untuk menyingkirkan penyebab
gejala yang lain. Namun demikian,
hanya 15-20% batu empedu yang
mengalami cukup kalsifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan
sinar-X.

Gambar 4: Hasil foto polos abdomen


pada kolelitiasis

Gambar 3: hasil sinar-x pada kolelitiasis

4. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan
USG
telah
menggantikan kolesistografi oral
sebagai prosedur diagnostik pilihan
karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat,
dan dapat digunakan pada prndrita
disfungsi
hati
dan
icterus.

Gambaran Pelaksanaan .....................................................

Disamping itu, pemerikasaan USG


tidak membuat pasien terpajan
radiasi ionisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil paling akurat jika
pasien sudah berpuasa pada malam
harinya
sehingga
kandung
empedunya
dalam
keadaan
distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara
yang
dipantulkan
kembali.
Ultrasonografi mempunyai derajat
spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran
saluran
empedu
intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding
kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan
oleh
peradangan
maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus
distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara didalam usus.
Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang ganggren lebih jelas
daripada di palpasi biasa. USG (US)
merupakan metode non-invasif yang
sangat bermanfaat dan merupakan
pilihan pertama untuk mendeteksi
kolelitiasis
dengan
ketepatan
mencapai 95%. Kriteria batu
kandung empedu pada US yaitu
dengan acoustic shadowing dari
gambaran opasitas dalam kandung
empedu. Walaupun demikian,
manfaat US untuk mendiagnosis
BSE relatif rendah. Pada penelitian
kami yang mencakup 119 pasien
dengan BSE sensitivitas US
didapatkan
sebesar
40%,
spesifisitas 94%. Kekurangan US
dalam
mendeteksi
BSE
disebabkan : a) bagian distal
saluran empedu tempat umumnya
batu terletak sering sulit diamati
akibat tertutup gas duodenum dan
kolon dan b) saluran empedu yang

39

tidka melebar pada sejumlah kasus


BSE.
5: hasil USG pada kolelitiasis
5. Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan
USG sebagai pilihan utama, namun
untuk
penderita
tertentu,
kolesistografi dengan kontras cukup
baik
karena
relatif
murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk
melihat batu radiolusen sehingga
dapat dihitung jumlah dan ukuran
batu. Kolesistografi oral dapat
digunakan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemempuan
kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi, serta mengosongkan
isinya. Media kontras yang
mengandung
iodium
yang
diekresikan oleh hati dan dipekatkan
dalam kandung empedu diberikan
kepada pasien. Kandung empedu
yang normal akan terisi oleh bahan
radiopaque ini. Jika terdapat batu
empedu,
bayangannya
akan
Nampak pada foto rontgen.
Kolesistografi oral akan gagal pada
keadaan ileus paralitik, muntah,
kehamilan, kadar bilirubin serum
diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada
reaksi alergi terhadap kontras, dan
hepatitis karena pada keadaankeadaan tertentu tersebut kontras
tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesistografi oral
lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu. Cara ini
juga memerlukan lebih banyak
waktu dan persiapan dibandingkan
ultrasonografi.
6. Endoscopic
Retrograde
Cholangiopnacreatography (ERCP)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan
visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat
melakukan laparotomi. Pemeriksaan
ini meliputi insersi endoskop serat-

JKm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:32-42

optik yang fleksibel ke dalam


esophagus
hingga
mencapai
duodenum pasrs desenden.Sebuah
kanula dimasukkan ke dalam duktus
koledokus dan duktus pankreatikus,
kemudian
bahan
kontras
disuntikkan ke dalam duktus
tersebut untuk memungkinkan
visualisasi
serta
evaluasi
percabangan bilier. ERCP juga
memungkinkan visualisasi langsung
struktur ini dan memudahkan akses
ke dalam duktus koledokus bagian
distal untuk mengambil batu
empedu.
7. Percutaneous
Transhepatic
Cholangiography (PTC)
Pemeriksaan kolangiografi ini
meliputi penyuntikan bahan kontras
secara langsung ke dalam
percabangan
bilier.
Karena
konsentrasi bahan kontras yang
disuntikkan relative besar, maka
semua komponen dalam system
bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati,
keseluruhan
panjang
doktus
koledokus, duktus sistikus dan
kandung empedu, dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
8. Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode
pemeriksaan yang akurat untuk
menentukan adanya batu empedu,
pelebaran saluran empedu dan
koledokolitiasis.
Walaupun
demikian, teknik ini jauh lebih mahal
dibanding US.
9. Magnetic resonance imaging (MRI)
with
magnetic
resonance
cholangiopancreatography (MRCP)
FOKUS INTERVENSI
1. Berhubungan dengan nyeri
a) Kaji nyeri, lokasi, karakteristik
dengan pendekatan PQRST

b)

c)

d)

e)

Rasional : perubahan dalam


lokasi / intensitas, tidak umum
dapat menunjukan terjadinya
komplikasi
Ajarkan tindakan kenyamanan,
relaksasi, distraksi
Rasional
:
meningkatkan
relaksasi
dan
mungkin
meningkatkan
kemampuan
koping
pasien
dengan
memfokuskan
kembali
perhatian
Pertahankan posisi
fowler
sesuai indikasi
Rasional : posisi fowler
menurunkantekanan

tekananintra abdominal
Berikan kompres hangat pada
area abdomen kanan atas
Rasional: fek dilatasi dinding
empedu memberikan respon
spasme akan menurun
Kolaborasi dengan tim medis
dalam pemberian
Analgetik
Rasional : analgetik memblok
lintasan nyeri sehingga nyeri
akan berkurang
Intervensi bedah dengan
litotripsi
Rasional : prosedur litotripsi
telah berhasil memecah batu
empedu tanpa pembedahan.
Maka dapat menurunkan
respon nyeri atau kolik bilier
Pelarutan batu empedu

2. Berhubungan dengan
ketidakseimbangan nutrisi
a. Kaji status nutrisi, turgor kulit, berat
badan, derajat penurunan berat
badan,.Integritas mukosa oral,
Rasional
: memvalidasi dan
menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan intervensi yang tepat
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menetapkan komposisi dan jenis diet
yang tepat
Rasional : merencanakan diet dengan
kandungan nutrisi yang adekuat untuk

Gambaran Pelaksanaan .....................................................

memenuhi peningkatan kebutuhan


energy dan kalori sehubungan dengan
perubahan metabolism pasien.
c. Berikan makanan dengan perlahan
pada lingkungan yang tenang
Rasional
:
pasien
dapat
berkonsentrasi pada mekanisme
makan tanpa adanya gangguan dari
luar. Dengan makan secaraperlahan,
kondisi sesak pasien dapat berkurang
akibat banyaknya intake yang mengisi
rongga abdominal dan diperparah oleh
adanya asites dapat meningkatkan
keluhansesak.
d. Beri diet pasca bedah kolesistektomi
Rasional : diet dapat berupa diet
rendah lemak, tinggi karbohidrat,
protein yang diberikan segera sesudah
pembedahan. menghindari intake
lemak yang berlebihan akan selesai
pada 4-6 minggu kemidian setelah
saluran empedu telah cukup melebar
untuk cukup menampung getah
empedu yang sebelumnya disimpan
oleh kandung empedu dan ketika
ampulavater telah berfungsi secara
efektif.
e. Monitor perkembangan berat badan
Rasional : penimbangan berat badan
dilakukan sebagai evaluasi terhadap
intervensi yang diberikan. Evaluasi
penimbangan berat badan harus
disesuaikan dengan output cairan,
termasuk ciran parasintesis. Hal ini
untuk menghindari interprestasi yang
salah di sebabkan banyaknya
penurunan berat badan pasca
evakuasi cairan.
3. Berhubungan
dengan
ketidakefektifan pola nafas
a. Kaji factor penyebab pola nafas tidak
efektif
Rasional : mengidentifikasi untuk
mengatasi penyebab dasar dari
penurunan ekspansi pasca bedah
kolesistektomi. Pasien yang menjalani
pembedaha n saluran bilier cenderung
mengalami komplikasi paru seperti
pada semua pasien dengan insisi

41

b.

c.

d.

e.

abdomen bagian atas. Pasien harus di


ingatkan untuk menarik napas dalams
etiap jam agar paru paru dapat
berkembang penuh dan terjadinya
atelektasis dapat di cegah. Ambulansi
yang dini mencegah komplikasi lain
seperti : tromboflebitis. Komplikasi
paru lebih cenderung terjadi pada
pasien lansia dan obesitas
Istirahatkan pasien dengan posisi
fowler
Rasional : posisi fowler akan
meningkatkan ekspansi paru optimal.
Istirahat akan mengurangi kerja
jantung,
meningkatkan
tenaga
cadangan jantung dan menurunkan
respon nyeri pasca bedah.
Manajemen lingkungan tenang dan
batasi jumlah pengunjung
Rasional : lingkungan tenang akan
menurunkan stimulus nyeri eksternal
dan pembatasan jumlah pengunjung
akan membantu meningkatkan kondisi
oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang
berada di ruangan.
Beri oksigen 3 lpm atau sesuai
indikasi
Rasional : terapi pemeliharaan untuk
oksigenasi
Kolaborasi dalam memantau data
laboratorium analisis gas darah
berkelanjutan
Rasional
:
tujuan
intervensi
keperawatan pada alkalosis adalah
menurunkan pH sistemik sampai
kebatas
yang
aman
dan
menanggulangi sebab sebab
alkalosis yang mendasarinya, dengan
monitoring, perubahan dari analisis
gas darah berguna untuk menghindari
komplikasi yang tidak diharapkan.

4. Berhubungan dengan pemenuhan


informasi
i. Kaji tingkat pengetahuan pasien
tentang emedahan apendiktomi
dan rencana perawatan rumah
Rasional : dengan mengetahui
tingkat pengetahuan tersebut

JKm-U, Vol. IV, No. 11, 2012:32-42

perawat dapat lebih terarah dalam


memberikan pendidikan yang
sesuai dengan pengeahuan pasien
secara efisien dan efektif.
ii. Jelaskan dan lakukan pemenuhan
atau
persiaan
pembedahan,
meliputi :
Jelaskan tentang pembedahan
kolesistektomi
Rasional
:
kolesistektomi
merupakan intervensi bedah
yag mempunyai tujuan bedah
ablative
atau
melakukn
pengangkatan bagian tubuh
yang mengalami masalah atau
mempunyai penyakit.
Disusikan jadwal pembedahan
Rasional : pasien dan keluarga
hars
diberitahu
waktu
dimulainya pembedahan
Lekukan penddikan kesehatan
preoperative
Rasional : setiap orang iajakan
sebagai seorang individu
dengan
mempertimbangkan
segala keunikan ansietas,
kebutuan dan harapan
harapannya.
iii. Beritahu pesiapan pembedahan,
meliputi :
Pencukuran area operasi
(scaren)
Rasional : pencukuran area
operasi dilakukan apabila
protocol lembaga atau ahli
bedah mengharuskan untuk
dicukur, pasien diberitahuka
tentang prosedur mencukur
Persiapan puasa
Rasional : puasa properatif
idealnya 6-8 jam sebelum
itervensi bedah
Persiapan istirahat dan tidur
Rasional : istirahat merupakan
hal
yang
penting
unu
penyembuhan normal

Pesiapan administrasi dan


informed consent
Rasional
:
pasien
sudah
menyelesaikan
administrasi
dan
mengetahui
secara
financial biaya pebedahan.
Pasien
sdah
mendapat
penjelasan da menandatagani
informed consent
iv. Beriah pasien dan kelarga tetang
managemen nyeri keperawatan
Rasional : untuk peningkatan
control nyeri pada pasien
v. Beritahu pasien dan keluarga
apabila didapatkan perubahan
klinik atau komplikasi untuk segera
memeriksakan diri
Rasional : pasca kolesisektomi
tanpa komplikasi, pasien akan
langsung pulang setelah fungsi
usus dan kesadaran normal. Di
rumah , pasien dan keluarga
diajarkan untuk memeriksa sendiri
tentang memeriksa nadi dan
kondisi balutan. Apabila ada
perubahan, maka tanda ini
merupakan tanda kompilkasi yang
harus
segera
mendapakan
intervensi medis.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Suharjo B. 2009. Batu Empedu.
Yogyakarta: Kanisus
Hadi, Sujono.
Bandung: Alumni

2002.

Gastroenterologi.

Herdman,
T.Heather.
2010.
NANDA
Internasional Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

Gambaran Pelaksanaan .....................................................

Anda mungkin juga menyukai