DI SUSUN OLEH:
ULFAH APRILIYANA
P12.117
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulisan panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul PEMBERIAN RELAKSASI BENSON TERHADAP
PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN.W DENGAN
PASCA BEDAH BENIGNA PROSTAT HYPERPLASIA DI RUANG MAWAR II
RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulisan banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulisan
ini penulisan mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S,Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Program Studi DIII
Keperawatan yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta dan selaku dosen penguji I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan inspirasi perasaan
nyaman dalam bimbingan serta mefasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini.
3. Fakhrudin Nasrul Sani, S.Kep, Ns., M.Kep sebagai dosen pembimbing yang
telah membimbing dengan cermat serta member masukan, inspiransi, dengan
perasaan yang nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
Surakarta,
Penulis
vi
Mei 2015
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............
ii
LEMBAR PESETUJUAN ..
iii
HALAMAN PENEGESAHAN ..
iv
KATA PENGANTAR
vii
DAFTAR GAMBAR ..
ix
DAFTAR LAMPIRAN .
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .
B. Tujuan Penulisan ..
C. Manfaat Penulisan
TINJUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
BAB III
2. Nyeri ......
19
3. Relaksai benson.....
24
B. Kerangka Teori
27
C. Kerangka Konsep
28
vii
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien 31
B. Pengkajian ... 31
C. Perumusan masalah keperawatan 38
D. Perencanaan . 39
E. Implementasi ... 41
F. Evaluasi ... 45
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pengkajian .. 48
B. Perumusan masalah keperawatan ... 54
C. Perencanaan 57
D. Implementasi .. 61
E. Evaluasi .. 64
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Gambar Skala Analog Visual 20
2.2 Gambar Skala Numerik Rating Scale .... 21
2.3 Gambar Skala Deskritif . 21
2.4 Gambar Kerangka Teori 27
2.5 Gambar Kerangka konsep . 28
4.1 Gambar Genogram .... 33
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Log Book
Lampiran 3
Lampiran 4
Asuhan Keperawatan
Lampiran 5
Jurnal
Lampiran 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beniga Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu keadaan dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra (Schwartz,
2009). Menurut Giddens (2004), mengatakan bahwa BPH merupakan
penyebab ganguan dan sumbatan aliran kemih yang paling banyak banyak
dijumpai pada pria lanjut usia.
Data rekam medis sebuah Rumah Sakit di Jakarta dari bulan OktoberDesember 2007 menunjukkan pasien BPH berjumlah 41 kasus diantaranya
pada 30 kasus (73%) di lakukan bedah TUR Prostat. Prevalensi yang pasti
di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar negeri
diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan
memerlukan pengobatan untuk prostat hyperplasia, yang jelas prevalensi
sangat tergantung pada golongan umur. Data dari rekam medic Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta pada tahum 2013 terdapat 360 pasien, tahun 2014
terdapat 453 pasien, dan pada tahun 2015 terdapat 80 pasien yang
mengalami Benigna Prostat Hiperplasia (Rekam Medik RS. Dr. Moewardi,
20150. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran
prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan
mikroskopoik
yang
kemudian
bermanifestasi
menjadi
kelainan
resiko
komplikasi,
menambah
biaya
perawatan,
pasca bedah dan bukan sebagai pengganti utama terapi analgesik yang telah
diberikan.
The Agency for Health Care Policy and Rsearch (AHCPR)
merekomundasikan bahwa kombinasi intervensi farmakologis dan non
farmakologis merupakan cara terbaik untuk mengontrol nyeri pasca bedah
(Roykulcharoen, 2003). Salah satu intervensi non farmakologis yang
dilakukan oleh perawat untuk mengurangi nyeri dengan relaksasi benson.
Relaksasi benson merupakan salah satu intervensi nonfarmakologis yang
digunakan untuk mengurangi nyeri pasca bedah. Relaksasi benson
merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan
faktor kenyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan yang
internal sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan
kesejahteraan lebih tinggi (Benson & Proctor, 2002).
Hasil penelitian Datak dkk (2008), menyatakan bahwa relaksasi benson
efektif untuk mengurangi nyeri pasca bedah. Relaksasi Benson
dikembangkan dari metode respons relaksasi dengan melibatkan faktor
keyakinan (faith factor). Pasien melakukan relaksasi dengan mengulang
kata atau kalimat yang sesuai dengan keyakinan responden sehingga
menghambat impuls noxius pada system kontrol descending (gate control
theory) dan meningkatkan kontrol terhadap nyeri.
Berdasarkan pengkajian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
aplikasi jurnal dalam asuhan keperawatan yang tertuang dalam Karya Tulis
Ilmiah Pemberian relaksasi benson terhadap penurunan nyeri pada asuhan
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian relaksasi benson terhadap
penurunan nyeri pasca bedah pada Tn. W dengan Benigna Prostat
Hiperplasia di Rumah Sakit Dr. Moewardi di Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien
dengan Benigna Prostat Hiperplasia.
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
Benigna Prostat Hiperplasia.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian relaksasi benson
terhadap penurunan nyeri pasca bedah pada Tn. W dengan Benigna
Prostat Hiperplasia.
C. Manfaat Penulis
1. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatkan kemampuan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien nyeri pasca bedah TUR prostat serta
melengkapi pengetahuan penulis dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.
1. Bagi Institusi
a. Rumah Sakit
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai asuhan
dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi pasien
dengan nyeri pasca bedah TUR prostat.
b. Instansi Akademik
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang, tentang Penurunan nyeri pasca bedah pada pasien TUR
prostat melalui relaksasi benson.
c. Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan
tentang cara mengontrol penurunan nyeri pasca bedah TUR prostat.
2. Bagi Pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara
perawatan pasien dengan nyeri pasca bedah TUR prostat.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Benigna Prostat Hiperplasy
a. Definisi
Benigna Prostat Hiperplasy (BPH) adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria usia lebih dari
50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretal dan
pembatasan aliran urinarius (Elin, 2009).
Hipertrofi
prostat
merupakan
kelainan
yang
sering
usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas
akan menyebabkan dan tanda klinis.
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan,
efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. Pembesaran prostat
terjadi pada tahap awal, resistensi pada leher vesika dan daerah
prostat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan
serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan
terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli balok).
Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor.
Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang
besar disebut divertikum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak
mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terajdi retensi urin
(Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
c. Patofisiologi
Prostat yang besar akan menekan uretra sehingga timbul
obstruksi urine, yang juga mengakibatkan hipertrofi otot-otot vesika
urina sebagai kompensasi. Hipertrofi otot membentuk kantong yang
berisi urin. Tidak semua urine yang ada dalam kantong ini dapat
dikeluarkan ketika pasien berkemih (retensi urine dalam kantong).
Makin lama tonus otot-otot vesika urinaria menjadi jelek. Pasien
tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka
ada statis urine. Karena statis, urine menjadi alkalin dan bisa
menjadi medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
Obstruksi urin berkembang secara perlahan. Aliran urin tidak
banyak dan tidak deras. Sesudah berkemih, masih ada urine yang
menetes. Pasien juga merasa bahwa vesika urinari tidak menjadi
kosong setelah berkemih. Gejala iritasi juga menyertai obstruksi
urine. Vesika urinaria mengalami iritasi dari urine yang tertahan di
dalamnya. Pasien ini juga mengalami nokturia, disuria, urgensi, dan
sering berkemih. Hematuria bisa timbul karena ruptur pembuluh
darah. Refluks dari urine bisa menyebabkan masalah ginjal seperti
hidronefrosis dan piolonefritis (Baradero dkk, 2007)
d. Manifestasi Klinis
Secara lebih detail tanda dan gejala penyakit BPH menurut
(Elin, 2009):
1) Kelenjar prostat membesar dan menjadi lebih nodular.
2) Mengejan ketika berkemih.
3) Anyang-anyangan ketika mulai berkemih
4) Penuruan derasnya urin.
5) Urin masih menetes sesudah berkemih.
6) Nokturia.
7) Disuria.
8) Hematuria.
9) Urgensi.
10
1) Penatalaksanaan medis
a) Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti :
doxazosin, prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat
tersebut menyebabkan pengenduran otot-otot pada kandung
kemih sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid,
obat ini menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan
mengurangi gejala. Efek samping dari obat ini adalah
berkurangnya gairah seksual. Untuk prostatitis kronis
diberikan antibiotik.
b) Pembedahan
(1) Trans urethral reseksi prostat (TUR atau TURP)
prosedur pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi
TUR dilaksanakan bila pembesaran terjadi pada lobus
tengah yang langsung melingkari uretra. Jaringan yang
mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar
dapat dicegah dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak
terlalu lama. Restoskop sejenis instrumen hampir serupa
dengan cystoscope tapi dilengkapi dengan alat pemotong
dan couter yang disambungkan dengan arus listrik
dimasukan lewat uretra. Kandung kemih dibilas terus
menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat alat
untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng
logam yang diberi pelumas yang ditempatkan pada
11
balon
30-40
ml.
Balon
kateter
ditraksi
pada
kateter
folley
untuk
dipasang
untuk
memperlancar
membuang
retropubik
adalah
insisi
abdomen
12
13
f. Komplikasi
Menurut Arifiyanto (2008), komplikasi yang dapat terjadi
pada BPH adalah:
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter,
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada
waktu miksi.
3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan
terbentuknya batu.
4. Hematuria.
5. Disfungsi seksual.
g. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Beberapa hasil kajian pada pasien BPH menurut Elin
(2007) yaitu:
a) Sebagian besar pasien datang dengan keluhan hematuria
tanpa nyeri.
b) Disuria, yaitu peningkatan frekuensi pada kandung kemih.
c) Gejala frekuensi dan urgensi pada urinasi.
d) Penurunan berat badan.
e) Nyeri tulang.
f) Inkontensia urin.
g) Nyeri abdomen.
14
h) Fatigue.
Pada pemeriksaan kandung kemih, perhatikan adanya
benjolan atau masa di suprafisis. Masa di daerah suprasifis
karena kandung kemih terisi penuh dari suatu retensi urine.
Palpasi dan perkusi kandung kemih untuk menentukan batas
kandung kemih dan adanya nyeri tekan pada area suprasifis
(Muttaqin & Sari, 2009).
2) Menurut Nurarif & Kusuma (2013), diagnosa yang dilakukan
kepada klien yaitu:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
b) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif:
alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih
sering.
c) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal.
d) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi
anatomik.
e) Resiko tinggi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3) Menurut Nurarif & Kusuma (2013), intervensi keperawatan yang
dilakukan kepada klien yaitu:
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik.
15
16
adanya
tanda-tanda
shock/hemoragi
2. Nyeri
a. Definisi
Nyeri merupakan bentuk ketidaknyamanan yang dapat dialami
oleh setiap orang. Rasa nyeri dapat menjadi peringatan terhadap
17
18
19
yang didasari
atas
kondisi
kronis,
misalnya
20
21
: Tidak nyeri
1-3
: Nyeri ringan
Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6
: Nyeri sedang
Secara obyektif pesien mendesis, menyeringai,
dapat
menunjukkan
lokasi
nyeri,
dapat
22
7-9
: Nyeri berat
Secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
23
penderita
dan
atau
ketidakmampuan
atau
dilakukan
untuk
mengkaji
karakteristik
nyeri
bisa
24
3. Relaksasi Benson
a. Definisi
Relaksasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang terbebas
dari tekanan dan kecemasan atau kembalinya keseimbangan
(equilibrium) setelah terjadi gangguan (Candra, 2013). Teknik
relaksasi menghasilakan respon fisiologis yang terintegrasi dan juga
mengganggu bagian dari kesadaran yang dikenal sebagai respon
relaksasi benson (Trianto, 2014).
Relaksasi benson merupakan pengembangan metode respon
relaksasi dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang dapat
menciptakan suatu lingkungan internal sehingga dapat membantu
pasien mencapi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Benson &
Proctor, 2006).
b. Macam-macam teknik relaksasi benson.
1) Relaksasi otot, relaksasi ini bertujuan untuk mengurangi nyeri
ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot
badan, dimulai dari otot ibu jari kaki sampai kepala.
2) Relaksasi kesadaran indra dalam kondisi rileks, pasien diberi
perintah-perintah dan diminta untuk merasakan pertanyaan yang
membuat
rileks,
dengan
menciptakan ketenangan.
membayangkan
hal-hal
yang
25
26
B. Kerangka teori
Hormon
esterogen &
testosteron
tidak seimbang
Faktor usia
Sel stroma
pertumbuhan
berpacu
Sel prostat
umur panjang
Prolikerasi
abnormal sel
sterm
Produksi
stroma dan
epitel
berlebihan
Prostat membesar
Penyempitan
Resiko perdarahan
lumen ureter
prostatika
relaksasi benson
Iritasi
Pemasangan
Obstruksi
mukosa
DC
kandung
kencing
terputusnya
Retensi urin
Nyeri akut jaringan
TURP
Kurangnya
informasi
terhadap
pembedahan
Ansietas
Hidro ureter
Hidronetitis
Gangguan
eliminasi
urin
Rangsangan
syaraf diameter
kecil
Luka
Tempat masuknya
organisme
Gate kontrol
Terbuka
Resiko Infeksi
27
C. Kerangka konsep
Relaksai benson
Nyeri teratasi
BAB III
METODE PENELITIAN
28
29
Nyeri Sedang
Keterangan:
0
: Tidak nyeri.
1-3
: Nyeri ringan.
Nyeri Berat
Terkontrol
10
Nyeri
Berat
Tidak
Terkontrol
: Nyeri sedang.
Secara obyektif pesien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendiskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9
: Nyeri berat.
Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan
lokasi
nyeri,
tidak
dapat
sudah
tidak
mampu
lagi
berkomunikasi,
BAB IV
LAPORAN KASUS
Bab ini menjelaskan tentang Asuhan Keperawatan nyeri pada Tn. W dengan
benigna prostat hyperplasia yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015 sampai
11 Maret 2015. Asuhan Keperawatan yang terdiri dari identitas klien, pengkajian,
perumusan masalah keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi dan
evaluasi keperawatan.
A. Identitas Klien
Pengkajian pada tanggal 10 maret 2015 jam 09:00 WIB, didapatkan hasil
identitas pasien, bahwa bernama Tn. W, umur 59 tahun, agama islam,
pendidikan terakhir SD, bekerja sebagai petani, alamat wuryantoro wonogiri.
Penanggung jawab Tn. W, adalah Ny. M, umur 34 tahun, alamat wuryantoro
wonogiri, dan hubungan dengan pasien adalah sebagai anak.
B. Pengkajian
Pengkajian pada tanggal 10 maret 2015 jam 09:00 WIB, pada kasus ini
diperoleh dengan cara autonamnesa dan alloanamnesa, mengadakan
pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan
medis, dan catatan perawat. Data pengkajian tersebut didapatkan hasil, keluhan
utama yang dirasakan pasien saat dikaji adalah merasakan nyeri abdomen kiri
bawah. Riwayat penyakit sekarang, pasien mengatakan 8 jam sebelum masuk
30
31
rumah sakit mengeluhkan tidak bisa buang air kecil (BAK), awalnya BAK hanya
sedikit-sedikit. Pasien dibawa ke Rumah Sakit Medika Mulya Wonogiri pada
tanggal 27 Februari 2015 jam 07.45 WIB. Rumah sakit tersebut pasien
dianjurkan untuk rujuk dan kemudian pasien dibawa keluarga rujuk ke rumah
sakit Dr. Moewardi. Pasien dibawa dari IGD rumah sakit Dr. Moewardi pada
tanggal 27 Februari 2015 jam 13.00 WIB. Didapatkan hasil observasi tekanan
darah 190/100 mmHg, frekuensi nadi 88 kali per menit, suhu 37.6C, frekuensi
pernafasan 20 kali per menit, kemudian pasien mendapatkan terapi infuse ringer
laktat 20 tetes per menit, dan pasien nampak meringis menahan sakit, kemudian
pasien pada tanggal 27 Februari 2015 jam 19.00 WIB dibawa keruang mawar II
untuk pemeriksaan lebih lanjut, dokter mendiagnosa pasien menderita benigna
prostat hyperplasia dan pasien dilakukan pembedahan post Sache TUR prostat
di stiktur uretra pada tanggal 09 Maret 2015 jam 10.00 WIB.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan pernah rawat jalan kurang
lebih satu tahun yang lalu dengan diagnosa Benigna Prostat Hiperplasia, pasien
mempunyai riwayat hipertensi, pasien tidak mempunyai riwayat alergi baik
obat-obatan maupun makanan. Kebiasaan pasien apabila sakit sering dibawa ke
puskesmas dan Rumah Sakit Medika Mulya Wonogiri.
Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan dikeluarganya tidak ada
yang menderita penyakit seperti Tn. W.
32
: pasien meninggal
: pasien perempuan
: pasien laki-laki
----------
33
34
mengatakan tidak ada perubahan untuk fungsi panca indra yaitu indra
penglihatan, penciuman, peraba dan pendengaran baik. Pengkajian nyeri pada
pasien, mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak
nyeri berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 5 dan nyeri
hilang timbul kurang lebih 5 detik.
Pola persepsi konsep diri didapatkan hasil ideal diri pasien mengatakan
hubungan dengan orang lain baik, pada identitas diri pasien mengatakan sebagai
seorang ayah dari 2 orang anak, peran diri pasien sebagai ayah dan seorang
petani, harga diri pasien mengatakan menerima dan mensyukuri semua keadaan
dirinya. Gambaran diri pasien mengatakan seorang pekerja keras.
Pola hubungan peran, pasien mengatakan memiliki hubungan baik dengan
keluarga dan orang lain. Pasien mengatakan pada saat di Rumah Sakit hubungan
dengan pasien lain juga baik dan tidak ada masalah. Pola seksualitas reproduksi,
pasien mengatakan sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.
Pola mekanisme koping, sebelum sakit pasien mengatakan apabila
mendapatkan atau memiliki masalah kesehatan selalu bercerita kepada keluarga
dan teman, selama sakit pasien mengatakan tidak memiliki masalah dengan
orang lain dan menerima sakit dengan ikhlas. Pola nilai dan keyakinan, sebelum
sakit pasien mengtakan beragama islam, melakukan sholat dan berdoa, selama
sakit pasien mengtakan beragama islam, melakukan sholat dan berdoa.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil, kesadaran pasien composmentis,
tekanan darah pasien 110/80 mmHg, frekuensi nadi 88x/ menit dengan irama
35
teratur dan kuat. Frekuensi pernafasan 22x/menit dengan irama kuat dan suhu
36,5Celcius.
Bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih sedikit ada ketombe, rambut
hitam dan sedikit beruban. Palpebra tidak ada oedem, konjungtiva tidak anemis,
skelera tidak anemis, pupil isokor kanan kiri, mata kanan kiri simetris, tidak
menggunankan alat bantu penglihatan. Hidung pasien bersih, tidak ada septum
divisiasi, tidak ada secret pada hidung, tidak ada nafas cuping hidung. Bentuk
bibir simetris, tidak ada sianosis pada bibir, tidak ada gangguan pengecapan
lidah, tidak ada stomatitis, gigi bersih dan ada karies gigi. Bentuk telinga simetris
kanan kiri, bersih, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran. Leher
pasien tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran limfe, tidak
ada kaku kuduk. Pada genetalia terpasang kateter 24 FR.
Pada pemeriksaan paru-paru didapatkan hasil inspeksi bentuk dada kanan
kiri sama, ekspansi dada kanan kiri sama, tidak menggunakan alat bantu nafas,
palpasi vocal premitus kanan kiri sama, perkusi terdengar suara sonor disemua
lapang paru dan auskultasi vesikuler diseluruh lapang paru. Pemeriksaan jantung
inspeksi ictus cordis tidak tampak, palpasi ictus cordis di ICS V mid klafikula
sinistra, teraba kuat bawah jantung, ictus cordis II dibatas atas jantung, ictus
cordis II kiri (dekat sternum) batas kanan jantung, ictus cordis IV kiri (dekat
lengan) batas kiri jantung, auskultasi bunyi jantung I dan II murni. Abdomen
inspeksi bentuk simetris, terlihat luka bersih pada kuadran kiri bawah, auskultasi
bising usus 15 kali per menit, palpasi ada nyeri tekan pada abdomen, perkusi
tympani di kuadran 2, 3, 4, redup di kuadran I.
36
37
38
D. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa nyeri akutberhubungan dengan agen cidera fisik
maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawan selama 2x24 jam nyeri berkurang atau hilang, dengan
kriteria hasil mampu mengontrol nyeri (menggunakan teknik non famakologi),
pasien tampak nyaman, tanda-tanda vital dalam batas normal, pasien tidak
menangis kesakitan menahan nyeri, skala nyeri 2. Intervensi yang dilakukan
adalah observasi karakteristik nyeri dengan rasional mempengaruhi pilihan
untuk keefektifan intervensi, berikan posisi yang nyaman (semi fowler) dengan
rasional menghilangkan nyeri dan kerusakan kulit, ajarkan teknik relaksasi
benson dengan rasional merilekskan otot-otot dan mengalihkan pusat perhatian
nyeri, kalaborasi pemberian analgesik sesuai advis dokter dengan rasional
mencegah terjadinya nyeri sehubungan dengan ketegangan otot.
Berdasarkan diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
(pasca bedah) maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan
setelah dilakukan tindakan keperawan selama 2x24 jam infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil leokosit dalam batas normal (4,5-11,00/mm), tidak terjadi
tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungsiolesa), luka sembuh sempurna
dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi yang dilakukan yaitu
observasi luka pasca operasi dengan rasional mengetahui keadaan luka, lakukan
39
medikasi pada luka dengan rasional menjaga kebersihan dan mencegah infeksi,
berikan pendidikan kesehatan pasien atau keluarga untuk teknik pemberian
perawatan luka dengan rasional mencegah terjadinya infeksi, kalaborasi dengan
dokter pemberian antibiotic dengan rasional mencegah terjadinya infeksi.
Berdasarkan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan musculoskeletal maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawan selama
dilakukan mandiri dengan kriteria hasil meningkat dalam aktifitas fisik, mengerti
tujuan dari peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam
meningkatkan kekuatan, tanda-tanda vital dalam batas normal dan kemampuan
berpindah.
Intervensi
yang
dilakukan
yaitu
monitoring
vital
sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan dengan rasional
memantau tanda-tanda vital sign, latih pasien dalam pemenuhan ADLS secara
mandiri sesuai kebutuhan dengan rasional mengetahui perkembangan mobilisasi
pasien, ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika di
perlukan dengan rasional mengetahui kekuatan dan kemampuan berpindah,
kosultasi dengan terapi fisik tentang ambulasi sesuai dengan kebutuhan dengan
rasional guna program latihan.
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik hari selasa tanggal 10 Maret 2015 jam 09.45 WIB yaitu mengobservasi
karakteristik nyeri pasien (PQRST) didapatkan data subyektif pasien
40
mengatakan nyeri pada abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri
saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada
abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 5 dan nyeri hilang timbul kurang
lebih 5 detik, data obyektif tampak meringis kesakitan menahan nyeri, tampak
tidak nyaman, terdapat luka pasca operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah
pasien 110/80 mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit dan
suhu 36,5Celcius. Pukul 10.15 WIB memberikan terapi obat injeksi ranitidine
50mg, injeksi kalnek 500mg, injeksi antrain 500mg, injeksi ketorolac 30mg,
didapatkan data subyektif pasien mengatakan bersedia diberi obat obat injeksi
ranitidine 50mg, injeksi kalnek 500mg, injeksi antrain 500mg, injeksi ketorolac
30mg, data obyektif obat sudah masuk melalui intravena. Pukul 12.15 WIB
mengajarkan teknik relaksasi benson didapatkan data subyektif pasien
mengatakan bersedia melakukan terapi relaksasi benson, data obyektif pasien
terlihat antusias dan masih terlihat menahan nyeri. Kemudian pada pukul 12.30
WIB mengobservasi karakteristik nyeri pasien (PQRST) didapatkan data
subyektif pasien mengatakan nyeri pada abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu
mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri
berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 4 dan nyeri hilang
timbul kurang lebih 5 detik, data obyektif tampak meringis kesakitan menahan
nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka pasca operasi di kuadran kiri bawah,
tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi 86 kali per menit, pernafasan 20 kali
per menit dan suhu 36,3Celcius.
41
42
tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi 84 kali per menit, pernafasan 20 kali
per menit dan suhu 36,5Celcius.
Implementasi pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif atau pasca bedah pada hari Selasa tanggal 10 Maret 2015 pukul 13.10
WIB mengobservasi keadaan luka pada pasien dan didapatkan data subyektif
pasien mengatakan bersedia lukanya boleh dilihat, data obyektif luka pada
abdomen kiri bawah, keadan luka bersih dan tertutup perban, terlihat luka
operasi kurang lebih 9 centimeter. Pukul 13.15 WIB mengajarkan pasien atau
keluarga tentang teknik perawan luka, didapatkan data subyektif pasien atau
kelurga antusias ingin mengetahui cara perawatan luka dan data obyektif
keluarga ataupun pasien kooperatif.
Implementasi pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
invasif atau pasca bedah pada hari Rabu tanggal 11 Maret 2015 pukul 10.15 WIB
mengobservasi keadaan luka pada pasien dan didapatkan data subyektif pasien
mengatakan bersedia lukanya boleh dilihat, data obyektif luka pada abdomen
kiri bawah, keadan luka bersih dan tertutup perban, terlihat luka operasi kurang
lebih 9 centimeter. Pada pukul 10.55 WIB melakukan medikasi pada luka dan
data subyektif pasien mengtakan bersedia lukanya dibersihkan, data obyektif
luka bersih. Pukul 11.25 WIB mengajarkan pasien atau keluarga tentang teknik
perawan luka, didapatkan data subyektif pasien atau kelurga antusias ingin
mengetahui cara perawatan luka dan data obyektif keluarga ataupun pasien
kooperatif.
43
F. Evaluasi Keperawatan
Selasa 10 Maret 2015 jam 14.00 pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik didapatkan hasil evaluasi data subyektif pasien
mengatakan nyeri pada abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri
saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada
abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 4 dan nyeri hilang timbul kurang
lebih 5 detik. Data obyektif tampak meringis kesakitan menahan nyeri, tampak
44
tidak nyaman, terdapat luka pasca operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah
pasien 110/80 mmHg, nadi 86 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit dan
suhu 36,3Celcius, masalah belum teratasi dan lanjutkan intervensi yaitu
observasi karakteristik nyeri (PQRST), anjurkan pasien melakukan teknik
relaksasi benson, berikan posisi yang nyaman dan lakukan pemberian analgesik.
Rabu 11 Maret 2015 jam 14.00 pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik didapatkan hasil evaluasi pasien mengatakan nyeri pada
abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas
nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada abdomen bagian kiri bawah
dengan skala nyeri 2 dan nyeri hilang timbul kurang lebih 5 detik. Data obyektif
tampak meringis kesakitan menahan nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka
pasca operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi
84 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit dan suhu 36,5Celcius, masalah
teratasi sebagian dan intervensi dihentikan.
Selasa 10 Maret 2015 jam 14.05 WIB pada diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasive atau pasca bedah pasien mengatakan
bersedia lukanya boleh dilihat, data obyektif luka pada abdomen kiri bawah,
keadan luka bersih dan tertutup perban, terlihat luka operasi kurang lebih 9
centimeter leokosit 18.2 ribu/l, masalah belum teratasi dan lanjutkan intervensi
observasi luka pasca bedah, lakukan medikasi pada luka, ajarkan pada pasien
atau keluarga untuk pemberian perawatan luka dirumah, kalaborasi dengan
dokter pemberian antibiotic.
45
Rabu 11 Maret 2015 jam 14.05 WIB pada diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasive atau pasca bedah pasien mengatakan
bersedia lukanya boleh dilihat, data obyektif luka pada abdomen kiri bawah,
keadan luka bersih dan tertutup perban, terlihat luka operasi kurang lebih 9
centimeter leokosit 18.2 ribu/l, masalah teratasi sebagian dan intervensi
dihentikan.
Selasa 10 Maret 2015 jam 14.10 WIB pada diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal pasien aktivitas dibantu,
data obyektif makan minum dibantu oleh keluarga, toileting dibantu dengan alat
dan orang lain, berpakaian dibantu oleh keluarga, mobilitas di tempat tidur
dibantu oleh keluarga, berpindah dan ambulasi atau ROM dibantu oleh keluarga,
masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan pantau tanda-tanda vital, ajarkan
pasien merubah posisi.
Rabu 11 Maret 2015 jam 14.10 WIB pada diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal pasien aktivitas sudah
mandiri, data obyektif makan atau minum, mobilitas ditempat tidur, berpindah,
ambulasi ROM dilakukan dengan mandiri dan toileting masih menggunakan alat
dan dibantu orang, masalah teratasi sebagian, intervensi dihentikan.
BAB V
PEMBAHASAN
46
Pada bab ini penulis akan membahas tentang pemberian relaksasi benson
terhadap penurunan nyeri pasca bedah pada asuhan keperawatan Tn. W dengan
Benigna Prostat Hyperplasia di ruang Mawar II RSUD Dr. Moewardi. Disamping
itu penulis akan membahas tentang faktor pendukung dan kesenjangan-kesenjangan
yang terjadi antar teori dengan kenyataan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajiaan terhadap Tn. W penulis menggunakan metode wawancara,
observasi, serta catatan rekam medis. Pengkajian adalah proses pengumpulan
data relevan yang kontinue tentang respon manusia, kekuatan dan masalah
pasien (Dermawan, 2012). Keluhan utama yang dirasakan yaitu pasien
mengatakan nyeri pada abdomen kiri bawah. Nyeri merupakan bentuk
ketidaknyamanan yang dapat dialami oleh setiap orang. Rasa nyeri dapat
menjadi peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual maupun
potensial, namun nyeri bersifat subyektif dan sangat individual. Respon
seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, budaya dan lain
sebagainya (Andarmoyo, 2013). Nyeri yang terjadi pada Tn. W saat ditekan
dikarenakan Tn. W usai menjalani pembedahan dengan memasukkan
resektoskopi melalui uretra untuk mengeksisi dan mengkauterisasi atau
mereksesi kelenjar prostat yang obstruksi. Prosedur pembedahan Tur Prostat
menimbulkan luka bedah yang akan mengeluarkan mediator nyeri dan
menimbulkan nyeri pasca bedah (Purnomo, 2007).
47
48
melindungi area nyeri. Hal ini sesuai dengan teori Andarmoyo (2013), bahwa
respon nyeri pada pasien adalah pasien meringis, gelisah, imobilisasi dan
gerakan melindungi area tubuh.
Pengkajian pola kognitif dan perceptual juga didapatkan data mengenai
karakteristik nyeri yang dirasakan oleh pasien. Menurut Andarmoyo (2013),
untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara
lengkap, pengkajian yang dilakukan untuk mengkaji karakteristik nyeri bisa
menggunakan pendekatan analisis symptom. Komponen pengkajian analisis
symptom meliputi (PQRST): P (Paliatif/Profocatif = yang menyebabkan
timbulnya masalah), Q (Quantity/Quality = Kualitas dan kuantitas nyeri yang
dirasakan), R (Region = Lokasi nyeri), S (Severity = keparahan), T (Time =
waktu). Paliatif atau yang menyebabkan timbulnya masalah pada Tn. W yaitu
mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri
berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 5 dan nyeri hilang
timbul kurang lebih 5 detik.
Skala nyeri yang digunakan oleh penulis yaitu skala intensitas nyeri
Numerical Ranting Scale (NRS), NRS digunakan untuk menilai intensitas atau
keparahan nyeri dan memberi kebebasan penuh pasien untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006). Skala penilaian NRS digunakan sebagai
penganti alat pendeskripsi kata Maryunani (2013), dalam hal ini pasien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
49
Hasil
pemeriksaan
fisik
didapatkan
data
tekanan
darah
pasien
50
51
3.8 mmol/L dengan nilai normal 3.3-5.1 mmol/L, chloride darah 99 mmol/L
dengan nilai normal 98-106 mmol/L. Menurut Bararah dan Jauhar (2013), kadar
penurunan hemoglobin dapat dijumpai sebagai tanda adanya perdarahan. Pasien
juga mengalami peningkatan nilai leokosit dari nilai normal 4.5-11.0 ribu/l
menjadi 18.2 ribu/l. Peningkatan leokosit sebagai respon terhadap peradangan
(Andarmoyo, 2013).
Terapi yang diberikan kepada Tn. W pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015
dan 11 Maret 2015 yaitu ranitidine dengan dosis 50mg/8jam. Ranitidine
merupakan golongan
52
akut. Terapi yang terakhir yaitu Ringger Laktat 20 tetes per menit menurut
Rachadian (2012), termasuk golongan larutan elektrolit nutrisi berfungsi
mengembalikan keseimbangan elektrolit.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diambil oleh penulis adalah nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik, yang telah disesuaikan dengan diagnosa
keperawatan NANDA. Pada kasus Tn. W terjadi nyeri akut. Menurut Herman
(2012), pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of
Pain) awitan tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6
bulan.
Nyeri yang terjadi pada Tn. W berkaitan dengan trauma pembedahan yang
diakibatkan oleh prosedur pembedahan yang diakibatkan oleh prosedur
pembedahan dan sering dengan berkurangnya pengaruh anestesi juga balutan
dan renggangan otot akibat posisi ketika pasien berada diatas meja operasi
menyebabkan pasien merasa tidak nyaman (Muttaqin, 2008). Penulis memilih
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik karena sesuai teori
menurut Purnomo (2011), mengemukakan bahwa salah satu diagnosa
keperawatan dari BPH adalah nyeri akut. Nyeri akut yang terjadi pada Tn. W
akibat pembedahan TUR Prostat.
53
54
posisi,
keterbatasan
kemampuan
untuk
melakukan
55
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dituliskan sesuai rencana dan kriteria hasil
berdasarkan NIC (Nursing Intervension Clasification) dan NOC (Nursing
Outcome Clasivication). Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi
pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana keperawatan dapat diselesaikan
dengan Spesifik (jelas atau khusus).
Berdasarkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
maka penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2x24 jam nyeri dapat berkurang dengan kriteria
hasil pasien mampu mengontrol nyeri (menggunakan teknik non farmakologi).
Metode pereda nyeri non farmakologi biasanya memiliki resiko yang sangat
rendah, tindakan tersebut diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang
berlangsung (Brunner & Suddart, 2002).
Kriteria hasil yang diharapkan dari diagnosa nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera fisik yaitu skala nyeri 2. Menurut Andarmoyo (2013), skala nyeri
menentukan seberapa berat nyeri yang dirasakan oleh pasien, skala juga dapat
menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri,
untuk intensitas skala nyeri 0 menunjukkan tidak ada nyeri, skala nyeri 1-3
menunjukkan nyeri ringan, skala nyeri 7-9 menunjukkan nyeri hebat dan skala
nyeri menunjukkan nyeri paling hebat.
Kriteria hasil yang selanjutnya pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik adalah pasien menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang. Ketika nyeri sudah berkurang belum tentu pasien sudah merasa
56
nyaman, dan kriteria hasil selanjutnya adalah tanda-tanda vital dalam batas
normal. Peningkatan tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu memperanguhi tingkat
nyeri pada pasien. Kriteria hasil yang disusun penulis sesuai dengan teori Nurarif
dan Kusuma (2013).
Intervensi pertama pada diagnosa nyeri akut berhungan dengan agen cidera
fisik yaitu observasi nyeri (PQRST) dengan tujuan untuk mengetahui
karakteristik nyeri. Menurut Andarmoyo (2013), observasi nyeri dilakukan
untuk membantu pasien dalam mengutarakan masalah atau keluhannya secara
lengkap, pengkajian yang bisa dilakukan untuk mengkaji karakteristik nyeri bisa
menggunakan analisis symptom. Komponen pengkajian analisis symptom
meliputi (PQRST): P (Paliatif/Profocatif = yang menyebabkan timbulnya
masalah), Q (Quantity/Quality = Kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan),
R (Region = Lokasi nyeri), S (Severity = keparahan), T (Time = waktu).
Intervensi yang kedua yaitu berikan posisi semi fowler dengan tujuan agar
pasien dapat beristirahat dengan nyaman. Lingkungan yang asing, tingkat
kebisingan yang tinggi, pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan
tersebut dapat memperberat nyeri (Mubarak & Chayatin, 2008).
Intervensi yang ketiga yaitu berikan relaksasi benson dengan tujuan untuk
mengurangi nyeri dengan teknik non farmakologis. Sesuai dengan teori menurut
Brunner & suddart (2002) bahwa salah satu penatalaksanaan nyeri secara non
farmakologis adalah teknik relaksasi. Relaksasi merupakan tindakan untuk
membebaskan mental dan fisik dari ketegangan dan stress sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013).
57
58
mandiri
sesuai
kebutuhan
dengan
tujuan
untuk
mengetahui
59
dengan kebutuhan dengan tujuan untuk guna program latihan (Nuratif &
Kusuma, 2013).
D. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn. W sesuai dengan yang ada
pada diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik yaitu
mengobservasi karakteristik nyeri, pada tanggal 10 Maret 2015 jam 09.45 WIB
dalam mengobservasi nyeri pasien didapatkan respon pasien mengatakan nyeri
pada abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri saat ditekan,
kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada abdomen bagian kiri
bawah dengan skala nyeri 5 dan nyeri hilang timbul kurang lebih 5 detik. Data
obyektif tampak meringis kesakitan menahan nyeri, tampak tidak nyaman,
terdapat luka pasca operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah pasien 110/80
mmHg, nadi 88 kali per menit, pernafasan 22 kali per menit dan suhu 36,5C.
Respon perilaku nyeri yang ditunjukkan oleh pasien sangat beragam, yaitu
mengaduh, menangis, mendengkur, meringis, mengerutkan dahi, gelisah,
gerakkan melindungi bagian tubuh, ketegangan otot dan juga mengalami
penurunan rentang perhatian apabila sedang berkomunikasi (Andarmoyo, 2013).
Pukul 10.15 WIB memberikan terapi obat injeksi ranitidine 50mg, injeksi
kalnek 500mg, injeksi antrain 500mg, injeksi ketorolac 30mg, didapatkan data
subyektif pasien mengatakan bersedia diberi obat obat injeksi ranitidine 50mg,
injeksi kalnek 500mg, injeksi antrain 500mg, injeksi ketorolac 30mg, data
obyektif obat sudah masuk melalui intravena.
60
Pukul 10.45 WIB memberikan terapi relaksasi benson, data obyektif pasien
terlihat antusias dan masih terlihat menahan nyeri. Relaksasi benson merupakan
pengembangan metode respon dengan melibatkan faktor keyakinan pasien, yang
dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehungga dapat membantu pasien
mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Datak dkk, 2008).
Pukul 13.00 WIB mengobservasi karakteristik nyeri pasien (PQRST) di
dapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada abdomen bawah,
pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala
nyeri 4 dan nyeri hilang timbul kurang lebih 5 detik, data obyektif tampak
meringis kesakitan menahan nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka pasca
operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi 86 kali
per menit, pernafasan 20 kali per menit dan suhu 36,3C. Dalam pemberian
relaksasi benson pada Tn. W, penulis menerapkan sesuai jurnal yang
memberikan relaksasi benson dengan nyeri akut selama 15 menit. Pemberian
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah keperawatan. Hal ini
disesuaikan dengan teori menurut Rosyidi (2013).
Tanggal 11 Maret 2015 jam 08.20 WIB dalam mengobservasi nyeri pasien
didapatkan respon pasien mengatakan nyeri pada abdomen bawah, pencetus
nyeri yaitu mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk,
letak nyeri berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 3 dan
nyeri hilang timbul kurang lebih 5 detik. Data obyektif tampak meringis
kesakitan menahan nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka pasca operasi di
61
kuadran kiri bawah, tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi 88 kali per menit,
pernafasan 22 kali per menit dan suhu 36,5Celcius. Respon perilaku nyeri yang
ditunjukkan oleh pasien sangat beragam, yaitu mengaduh, menangis,
mendengkur, meringis, mengerutkan dahi, gelisah, gerakkan melindungi bagian
tubuh, ketegangan otot dan juga mengalami penurunan rentang perhatian apabila
sedang berkomunikasi (Andarmoyo, 2013).
Pukul 10.15 WIB memberikan terapi obat injeksi ranitidine 50mg, injeksi
kalnek 500mg, injeksi antrain 500mg, injeksi ketorolac 30mg, didapatkan data
subyektif pasien mengatakan bersedia diberi obat obat injeksi ranitidine 50mg,
injeksi kalnek 500mg, injeksi antrain 500mg, injeksi ketorolac 30mg, data
obyektif obat sudah masuk melalui intravena.
Pada pukul 10.45 WIB memberikan terapi relaksasi benson, data obyektif
pasien terlihat antusias dan masih terlihat menahan nyeri. Relaksasi benson
merupakan pengembangan metode respon dengan melibatkan faktor keyakinan
pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal sehungga dapat
membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi
(Datak dkk, 2008).
Pukul 13.00 WIB mengobservasi karakteristik nyeri pasien (PQRST) di
dapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri pada abdomen bawah,
pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti
ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala
nyeri 2 dan nyeri hilang timbul kurang lebih 5 detik, data obyektif tampak
meringis kesakitan menahan nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka pasca
62
operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi 86 kali
per menit, pernafasan 20 kali per menit dan suhu 36,3Celcius. Dalam pemberian
relaksasi benson pada Tn. W, penulis menerapkan sesuai jurnal yang
memberikan relaksasi benson dengan nyeri akut selama 15 menit. Pemberian
dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah keperawatan. Hal ini
disesuaikan dengan teori menurut Rosyidi (2013).
E. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari Senin 10 maret 2015, pada
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik didapatkan hasil
evaluasi pasien mengatakan nyeri pada abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu
mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri
berada pada abdomen bagian kiri bawah dengan skala nyeri 4 dan nyeri hilang
timbul kurang lebih 5 detik. Data obyektif tampak meringis kesakitan menahan
nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka pasca operasi di kuadran kiri bawah,
tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi 86 kali per menit, pernafasan 20 kali
per menit dan suhu 36,3C, masalah belum teratasi dan lanjutkan intervensi yaitu
observasi karakteristik nyeri (PQRST), anjurkan pasien melakukan teknik
relaksasi benson, berikan posisi yang nyaman dan lakukan pemberian analgesik.
Rabu 11 Maret 2015 jam 14.00 pada diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik didapatkan hasil evaluasi pasien mengatakan nyeri pada
abdomen bawah, pencetus nyeri yaitu mengatakan nyeri saat ditekan, kualitas
nyeri seperti ditusuk-tusuk, letak nyeri berada pada abdomen bagian kiri bawah
63
dengan skala nyeri 2 dan nyeri hilang timbul kurang lebih 5 detik. Data obyektif
tampak meringis kesakitan menahan nyeri, tampak tidak nyaman, terdapat luka
pasca operasi di kuadran kiri bawah, tekanan darah pasien 110/80 mmHg, nadi
84 kali per menit, pernafasan 20 kali per menit dan suhu 36,5Celcius, masalah
teratasi sebagian dan intervensi dihentikan. Hasil evaluasi yang didapatkan oleh
penulis yaitu pasien masih terlihat melindungi area nyeri dengan skala 2.
Intervensi yang harus dilakukan agar pasien merasa nyaman dan tidak terdapat
gangguan rasa nyaman pada pasien. Akan tetapi sudah ada penurunan intensitas
nyeri dari hari pertama dan kedua yaitu skala 5 menjadi 2.
Hasil evaluasi yang lebih dilakukan pada Tn. W nyeri sudah berkurang atau
menurun akan tetapi pasien masih terlihat meringis menahan nyeri, pasien
terlihat melindungi area nyeri dan masalah belum teratasi hal ini dikarenakan
adanya keterbatasan penulis pemberian relaksasi benson dan juga diberikan
pertama kali pada Tn. W belum terlalu memahami cara melakukan relaksasi
dengan baik dan benar, untuk itu perlu dilakukan beberapa kali lagi untuk
memenuhi kriteria hasil pada masalah keperawatan nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik Tn. W.
Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari Senin 10 maret 2015 pada
diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive atau pasca bedah
pasien mengatakan bersedia lukanya boleh dilihat, data obyektif luka pada
abdomen kiri bawah, keadan luka bersih dan tertutup perban, terlihat luka
operasi kurang lebih 9 centimeter leokosit 18.2 ribu/l, masalah belum teratasi
dan lanjutkan intervensi observasi luka pasca bedah, lakukan medikasi pada
64
luka, ajarkan pada pasien atau keluarga untuk pemberian perawatan luka
dirumah, kalaborasi dengan dokter pemberian antibiotik.
Rabu 11 Maret 2015 pada diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasive atau pasca bedah pasien mengatakan bersedia lukanya boleh
dilihat, data obyektif luka pada abdomen kiri bawah, keadan luka bersih dan
tertutup perban, terlihat luka operasi kurang lebih 9 centimeter leokosit 18.2
ribu/l, masalah teratasi sebagian dan intervensi dihentikan
Hasil evaluasi yang dilakukan penulis pada hari Senin 10 maret 2015 pada
diagnosa
hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
gangguan
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
65
66
dibantu oleh keluarga, berpindah dan ambulasi atau ROM dibantu oleh
keluarga.
2. Diagnosa yang muncul pada Tn. W yang pertama yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera fisik, resiko infeksi berhubungan dengan
prosedur invasive (pasca bedah), dan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan musculoskeletal.
3. Rencana keperawatan yang disusun untuk diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik yaitu observasi karakteristik nyeri, berikan posisi
yang nyaman (semi fowler), ajarkan teknik relaksasi benson, kalaborasi
pemberian analgesik sesuai advis dokter. Pada diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur invasive (pasca bedah) yaitu observasi luka
pasca operasi, lakukan medikasi pada luka, ajarkan pada pasien atau keluarga
untuk teknik pemberian perawatan luka, kalaborasi dengan dokter pemberian
antibiotik. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan musculoskeletal yaitu monitoring vital sign sebelum/sesudah
latihan dan lihat respon pasien saat latihan, latih pasien dalam pemenuhan
ADLS secara mandiri sesuai kebutuhan, ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, konsultasi dengan terapi fisik
tentang ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari
rencana keperawatan yang telah disusun.
Tindakan yang dilakukan pada pasien BPH adalah dengan diagnosa nyeri
akut adalah melakukan teknik relaksasi benson selain itu dengan mengkaji
67
68
69
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan nyeri akut
penulis akan memberikan usulan dan memasukan yang positif khususnya
dibidang kesehatan antara lain:
1. Bagi Intitusi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit).
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun
pasien. Sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal pada umumnya dan pasien pasca bedah BPH khususnya dan
diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan
prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien agar lebih maksimal,
khususnya pada pasien pasca bedah BPH. Perawat diharapkan dapat
memberikan pelayanan professional dan komprehensif.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan lebih berkualitas dan
professional, terampil, inovatif, dan bermutu yang mampu memberikan
asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifiyanto. (2008). Patient satisfaction with acute pain management.
Diperoleh dari http://proquest.umi.com.
Andarmoyo Sulistyo, 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Ar-Ruzz
Media. Jakarta
Baradero. M. 2007. Gangguan system reproduksi & seksualitas. Buku Kedokteran.
EGC
Benson, H., & Proctor, W. (2002). Dasar-dasar respon relaksasi: bagaimana
menggabungkan respon relaksasi dengan keyakinan pribadi anda (alih
bahasa oleh Nurhasan). Bandung: Kaifa
Dermawan Deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan dan Kerangka Kerja.
Gosyen Publising: Yogyakarta
Gad Datak. 2008. Penurunan nyeri pasca bedah TUR Prostat melalui relaksasi
benson. Jurnal Keperawatan Indonesia
Giddens, J.F. (2004). Nursing Management: Male reproductive problems, dalam
Lewis, S. M., Heitkemper, M.M., Dirsken, S.R (2004). Medical surgical
nursing: Assessment & management of clinical problems (volume 2, 6th
edition).
Green dan Setyawati. (2005). Seri Buku Kecil Terapi Altenatif. Yayasan Spiritia.
Yogyakarta.
Guide, Simple. 2007. Nyeri Punggung. Erlangga: Jakarta
Pastatik Candra Kristanto. 2013. Efektifitas Teknik Relaksasi Benson Terhadap
Penurunan Nyeri pada Pasien Post Operasi di Irina D Blu RSUP Prof. Dr.
Kandaou Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/download/2169/ 19 Maret
2015
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Keperawatan Fundamental. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta
Purnomo Basuki B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Anggota IKAPI. Malang
Rosyidi Kholid Mn. 2013. Buku Prosedur Praktik Keperwatan. Tim. Jakarta