timbangan analitik.
Dilarutkan dengan aquades 25 ml.
Ditambahkan batu didih 3 butir.
Dipanaskan menggunakan hotplate sampai larutan mengkristal.
Didinginkan tembaga (II) sulfat (CuSO4) jika telat mengkristal.
Dibandingkan tembaga (ii) sulfat (CuSO4) sebelum dan sesudah dilakukan
pemanasan.
g. Dicatat hasil pengamatan.
4. Ekstraksi Iodium (I2) (s)
a. Dimasukkan 5 ml aquades kedalam tabung reaksi.
b. Dimasukkan beberapa butir Iodium kedalam tabung reaksi yang berisi
aquades, dikocok, dan diperhatikan perubahan warna.
c. Dimasukkan 15 tetes kloroform (CHCl3) kedalam larutan iodium.
d. Dikocok larutan dengan cara membenturkan dasar tabung dengan telapak
tangan.
e. Diamati warna larutan sebelum dan sesudah dicampur.
f. Dicatat perubahan warna yang sedang diamati.
berseberangan,
satu
tadi
difiltrasi
gelas
dan
filtratnya ditampung.
e. Dibandingkan sentrat dengan
filtrat.
hotplate
sampai
mengkristal.
d. Dimatikan
hotplate
dan
didinginkan.
e. Dibandingkan garam sebelum
3.
4.
mengkristal.
d. Diamati perubahan yang terjadi.
Ekstraksi Iodium (I2)
Aquades ditambahkan 1 butir Iodium
a. Dimasukkan satu butir iodium
memiliki warna orange. Lalu tabung
ke dalam tabung reaksi yang
kedua yang ditambahkan 15 tetes
berisi 5 ml aquades.
kloroform(CHCl3), terjadi dua fase
b. Dikocok dan diperhatikan warna
warna yang terpisah dan memiliki
larutan.
c. Ditambahkan 15 tetes kloroform endapan warna ungu gelap.
dan diperhatikan warnanya.
d. Dikocok
dengan
cara
membenturkan
dasar
tabung
e. Hotplate
destilatnya
dimatikan
sudah
jika
berhenti
menetes.
f. Diukur volume destilat yang
terbentuk.
F. ANALISIS DATA
1. Gambar set alat destilasi
Keterangan gambar
1. Hotplate
Berfungsi sebagai pemanas dan pengatur suhu labu alas bundar dalam proses
destilasi.
2. Labu alas bundar
Berfungsi sebagai wadah larutan yang akan didestilasi.
3. Termometer
Berfungsi sebagai pengukur suhu pada saat proses destilasi.
4. Sumbat
Berfungsi untuk menutup ujung labu alas bundar dengan kondensor bola.
5. Tiang statif
Berfungsi sebagai penyokong kondensor bola.
6. Kondensor bola
Berfungsi sebagai pendingin, sehingga uap dari gas yang didestilasi dapat
mencair kembali.
7. Klem
Berfungsi sebagai tempat penjepit kondensor bola dengan kuat pada tiang
statif.
8. Selang air keluar
Berfungsi sebagai tempat keluarnya air selama proses destilasi.
9. Selang air masuk
Berfungsi sebagai tempat masuknya air selama proses destilasi.
10. Erlenmeyer
Berfungsi sebagai penampung hasil destilasi atau destilat.
11. Ember
Berfungsi sebagai penyuplai air pada saat proses destilasi.
2. Perhitungan
Diketahui :
Volume awal etanol
= 10 ml
Volume aquades
= 5 ml
Konsentrasi etanol
= 96%
1. Volume etanol murni
V = Volume awal etanol x konsentrasi etanol
= 10 ml x 96 %
= 9,6 ml
2. Volume campuran
V = Volume awal etanol + Volume aquades
= 10 ml + 5 ml
= 15 ml
3. Volume destilat
V = 8,5 ml
4. Persen (%) alkohol dalam campuran
Volume alkohol murni
V =
x 100 %
Volume campuran
=
9,6 ml
15 ml
x 100 %
= 64%
5. % Etanol setelah destilasi
Volume destilat
% etanol =
Volume alkohol murni
=
8,5 ml
9,6 ml
x 100%
x 100 %
= 0,8854 x 100 %
= 88,54 %
G. PEMBAHASAN
Pemisahan adalah suatu proses untuk memisahkan dua zat atau lebih yang
saling bercampur. Sedangkan pemurnian adalah suatu cara untuk mendapatkan zat
murni dari suatu zat yang telah tercemar atau tercampur oleh zat lain. Praktikum ini
bertujuan untuk mempelajari teknik pemisahan dan pemurnian suatu zat dari
campurannya. Untuk memisahkan suatu zat dari campurannya dapat digunakan
beberapa cara yaitu cara destilasi, ekstraksi pelarut, rekristalisasi, dan filtrasi. Selain
itu terdapat pula teknik pemisahan yaitu dekantasi, sublimasi, adsorbsi, dan koagulasi.
Dekantasi merupakan proses pemisahan padatan dan cairan, padatan dibiarkan dari
dasar labu, kemudian cairannya diturunkan dengan hati-hati agar padatan tidak
terganggu. Sublimasi merupakan teknik pemisahan dan pemurnian suatu zat dengan
campuranya dengan cara memanfaatkan campuran sehingga dihasilkan sublimat
(kumpulan materi pada tempat tertentu yang terbentuk dari fase padat ke fase cair dan
kembali lagi ke fase padat). Koagulasi merupakan proses pengendapan koloid dan
absorbsi adalah kemampuan gas untuk menyerap gas cairan atau gas terlarut. Pada
percobaan ini dibagi menjadi 5 bagian, yaitu pemurnian larutan kapur, rekristalisasi
garam dapur, rekristalisasi tembaga (II) sulfat, ekstraksi Iodium, dan destilasi etanol.
Filtrasi adalah pemisahan dengan cara penyaringan dan menggunakan kertas saring,
sentrifugasi adalah pemisahan dengan cara pemutaran larutan, dengan cara mekanik.
Kristalisasi adalah metode pemisahan campuran berdasarkan titik didihnya,
bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain, dan komposisi pelarutnya(air).
Apabila larutan garam tersebut bermassa maka garam murni yang akan dihasilkan
bermassa juga atau hasil filtrat mempengaruhi produk yang akan didapat setelah reaksi
aquades adalah 1000C. Juga pada suhu yang diukur pada labu alas bundar benar- benar
suhu alkohol sehingga akan didapatkan alkohl murni pada erlenmeyer. Namun,
sebaliknya apabila suhu dibirakan berada diatas 90 0C, maka air yang bercampur
dengan alkohol akan ikut menguap sehingga hasil destilasi tidak murni. Setelah
terjadinya penguapan, dikondensor uap tersebut mengalir ke erlenmeyer. Hal ini
disebabkan air yang berasal dari ember bergerak kedalam kondensor. Destilat yang
dihasilkan dalam proses ini sebanyak 8,5 ml.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan- percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemisahan dan pemurnian suatu zat dari campurannya dapat dilakukan dengancara
filtrasi, sentrifugasi, rekristalisasi, dan destilasi. Filtrasi adalah teknik pemisahan biasa
dengan menggunakan kertas saring. Teknik pemisahan rekristalisasi berdasarkan
perbedaan titik beku. Sedangkan teknik pemisahan destilasi berdasarkan perbedaan
titik didih. Volume alkohol yang didapatkan dari praktikum ini yaitu 9,6 ml, volume
campuran yaitu 15 ml, volume destilat yaitu 8,5 ml, persen alkohol dalam campuran
sebesar 64% dan yang terakhir persentase alkohol setelah destilasi yaitu 88,54%.
DAFTAR PUSTAKA
Hendayana, 2006. Kimia Pemisahan. Bandung : Remaja Roskadarya.
Khopkar, S.M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Oxtoby, D.W. 2001. Prinsip- prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Sunarya, Yayan. 2010. Kimia Dasar I. Bandung : Yrama Widya.
ACARA II
REAKSI-REAKSI KIMIA
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan praktikum
: a.Untuk mengenal berbagai reaksi kimia.
b.Untuk menentukan stoikiometri reaksi.
2. Waktu Praktikum
: Jumat, 14 November 2014
3. Tempat Praktikum
B. LANDASAN TEORI
Kajian utama dalam ilmu kimia adalah mempelajari perubahan materi atau
reaksi kimia. Agar reaksi kimia yang terjadi mudah dikomunikasikan, digunakan
lambang dan zat- zat yang terlibat dalam reaksi kimia yang dinyatakan dengan bentuk
persamaan kimia atau persamaan reaksi. Persamaan reaksi yang didefinisikan sebagai
persamaan yang menyatakan kesetaraan jumlah zat- zat yang terlibat dalam reaksi
kimia dengan menggunakan rumus kimia. Dalam rekasi kimia terdapat zat- zat
pereaksi dan zat- zat hasil reaksi. Dalam ilmu kimia, persamaan kimia atau persamaan
reaksi adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari
reaktan dan produk dalam reaksi kimia (Sunarya, 2007 :75).
Stoikiometri berasal dari bahasa Yunani, stoichron (unsur) dan metracium
(mengukur) berarti mengukur unsur- unsur. Pengertian unsur adalah partikelpartikel atom. Stoikiometri menyangkut cara (perhitungan kimia) untuk menimbang
dan menghitung spesi- spesi kimia atau dengan kata lain, stoikiometri adalah kajian
tentang hubungan- hubungan kuantitatif dalam reaksi kimia(Achmad, 2001 : 1).
Sebagian besar reaksi dalam laboratorium kimia dasar dilakukan dalam larutan
ini antara lain karena mencampur reaktan dalam larutan tertentu membantu mencapai
kontak erat antara atom, ion, atau molekul yang diperlukan agar reaksi dapat
berlangsung. Stoikiometri reaksi dalam larutan dapat dijelaskan dengan cara yang
sama seperti stoikiometri dari reaksi lain. Salah satu komponen larutan, yang
dinamakan
pelarut
(solvent),
menentukan
apakah
larutan
berada
sebagai
padatan,cairan atau gas. Komponen lain dari larutan, yang disebut sebagai zat terlarut
(solute), terlarut dalam pelarut. NaCl(aq), contohnya menjelaskan suatu larutan dengan
air cair sebagai pelarut dan NaCl sebagai zat terlarut. Namun, istilah berair (aqueous)
tidak membawa informasi apapun tentang proporsi relatif NaCl dan H 2O dalam
larutan. Untuk maksud ini, sifat yang disebut molaritas lazim digunakan. Kosentrasi,
molaritas atau molarity, adalah sifat larutan yang didefinisikan sebagai banyaknya mol
terlarut per liter larutan, atau
banyaknya zat terlarut (dalam mol)
Molaritas (M) =
volume larutan (dalam liter)
1. Reaksi kimia
a. Dimasukkan masing- masing dengan tepat 10 tetes larutan HCl 0,05 M dan
larutan CH3COOH 0,05 M kedalam 2 tabung reaksi. Ditambahkan masingmasing 3 tetes larutan indikator pp. Diamati warna larutan- larutan tersebut.
b. Dimasukkan larutan NaOH 0,05 M masing- masing 10 tetes kedalam 2 tabung
reaksi lain. Ditambahkan pada keduannya 3 tetes larutan indikator pp. Diamati
warna larutan- larutan tersebut.
c. Dicampurkan kedua asam (tabung a) dengan basa (tabung b). Diamati
perubahan yang terjadi.
d. Dimasukkan kedalam dua tabung reaksi msing- masing 10 tetes larutan kalium
kromat (K2CrO4) 0,1 M. Pada tabung pertama, ditambahkan 10 tetes larutan
HCl 1 M dikocok dan diamati. Pada tabung kedua ditambahkan 10 tetes larutan
NaOH 1 M , disimpan larutan dan dibandingkan dengan tabung e.
e. Disiapkan 2 tabung reaksi, dimasukkan masing- masing 10 tetes larutan kalium
dikromat, K2Cr2O7 0,1 M. Perlakukan seperti percobaab d diatas.
f. Dimasukkan 10 tetes larutan Al2(SO4)3 0,1M kedalam tabung reaksi.
Ditambahkan tetes demi tetes larutan NaOH 1 M dan diperhatikan apa yang
terjadi.
g. Dimasukkan 10 tetes larutan
Al2(SO4)3 0,1M
E. HASIL PENGAMATAN
No Prosedur percobaan
Hasil pengamatan
1. Reaksi kimia
a. Dimasukkan 10 tetes larutan
HCl 0,05M dan 10 tetes larutan
CH3COOH 0,05M masing
masing ke dalam dua buah
tabung reaksi dan ditambah
masing
masing 3 tetes
larutan
indikator,
kemudian
asam
kemudian
diamati
tetes
larutan
Kalium
tabung
pertama
dalam
tabung
lainnya
K2Cr2O7
Diperlakukan
percobaan
1M.
seperti
d,
kemudian
0,1M
reaksi,
ke
dalam
kemudian
NaOH
1M
dan
0,1M
ke
dalam
F. ANALISIS DATA
1. Reaksi reaksi Kimia
Persamaan reaksi pada percobaan a g :
a. HCl(aq) + NaOH(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)
b. CH3COOH(aq) + NaOH(aq)
CH3COOH(l) + H2O(l)
c. K2CrO4(aq) + 2HCl(aq)
H2CrO4(aq) + 2KCl(aq)
d. K2CrO4(aq) + 2NaOH(aq)
Na2CrO4(aq) + 2KOH(aq)
e. K2Cr2O7(aq) + 2HCl (aq)
H2Cr2O7 (aq) + 2KCl(aq)
f. K2Cr2O7(aq) + 2NaOH(aq)
Na2Cr2O7+ 2KOH(aq)
g. Al2(SO4)3(aq) + 6NaOH(aq)
3Na2SO4(aq) + 2Al(OH)3(s)
h. Al2(SO4)3(aq) + 6NH4(OH)(aq)
3(NH4)2SO4(aq) + 2Al(OH)3(s)
2. Variasi kontinu
a. Stoikiometri Sistem CuSO4 NaOH
Perhitungan mol larutan CuSO4 1M
o Untuk 0 mol larutan CuSO4 1M
mol CuSO4 = M x V
=1x0
= 0 mmol
o Untuk 5 ml CuSO4 1M
mol CuSO4 = M x V
=1x5
= 5 mmol
o Untuk 10 ml CuSO4 1M
mol CuSO4 = M x V
= 1 x 10
= 10 mmol
o Untuk 20 ml CuSO4 1M
mol CuSO4 = M x V
= 1 x 20
= 20 mmol
=MxV
= 2 x 15
= 30 mmol
o Untuk 10 ml NaOH 2 M
mol NaOH
=MxV
= 2 x 10
= 20 mmol
o Untuk 5 ml NaOH 2M
mol NaOH
=MxV
=2x5
= 10 mmol
o Untuk 0 ml NaOH 2 M
mol NaOH = M x V
=2x0
= 0 mmol
Mencari suhu mula- mula (Tm)
1) Mencari suhu mula- mula (TM)
TNaOH +TCuSO 4
TM =
2
a) Untuk 20 ml NaOH dan 0 ml CuSO4
TM1 =31C + 0 oC
= 31C
b) Untuk 15 ml NaOH dan 5 ml CuSO4
TM2 =
31 C +31 C
2
= 31 C
c) Untuk 10 ml NaOH dan 10 ml CuSO4
TM3 =
31 C +31 C
2
= 31 C
d) Untuk 5 ml NaOH dan 15 ml CuSO4
31 C +31 C
TM4 =
2
= 31 C
e) Untuk 0 ml NaOH dan 20 ml CuSO4
TM4 = 31 C + 0 oC
= 31 C
a)
b)
T1
T2
c)
T3
2) Mencari T
T = TA (Suhu Akhir) TM (Suhu Mula- mula)
== 32C 31C
= 1 C
= 34 C 31C
= 3 C
d)
T4
e)
T5
= 32 C 31C
= 1 C
=-
Data hasil perhitungan stoikiometri system CuSO4 NaOH dapat dijelaskan dalam
bentuk tablel dan grafik dengan memasukkan nulai- nilai hasil percobaan, dan setelah
dihitung, tablel dan grafik sebagai berikut :
V.CuSO4
(ml)
20
15
10
5
0
0
5
10
15
20
T.NaOH
(C)
31
31
31
31
31
T.CuSO4
(C)
31
31
31
31
31
TM
(C)
31
31
31
31
31
TA
(C)
0
32
34
32
0
T
(C)
0
1
3
1
0
nNaOH
(mmol)
nCuSO4
(mmol)
40
30
20
10
0
0
5
10
15
20
G. PEMBAHASAN
Tujuan dilakukannnya praktikum ini adalah untuk mengenal berbagai reaksi
kimia dan untuk menentukan stoikiometri reaksi- reaksinya. Dimana reaksi kimia
adalah transformasi kimia dari zat- zat yang bereaksi dengan larutan yang disebut
pereaksi (reaktan) menjadi zat- zat hasil reaksi (produk). Dengan kata lain, reaksi
kimia merupakan proses yang menghasilkan perubahan kimia. Pada reaksi kimia
selalu dihasilkan zat- zat yang baru dengan sifat yag berbeda dari sifat zat sebelumnya.
Tanda- tanda terjadinya reaksi kimia adalah perubahan warna, terbentuknya padatan
berupa endapan dalam larutan jernih, evolusi gas, dan evolusi atau peneyrapan kalor.
Reaksi kimia dituliskan dengan lambang unsur, zat yang terbentuk yaitu produk ditulis
disisi kanan dari tanda panah. Persamaan kimia harus setara dan mengikuti hukum
kekekalan massa. Jumlah atom tiap jenis dalam reaktan dan produk harus sama.
Reaksi kimia dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu reaksi penggabungan,
reaksi penguraian, reaksi metatesis, reaksi pembakaran, dan reaksi pendesakan atau
pergantian. Reaksi reduksi- oksidasi (redoks) reaksi kimia yang disertai perubahan
bilangan oksidasi atau reaksi yang didalamnya terdapat serah- terima elektron antar
zat. Reaksi pembakaran yaitu reaksi dimana sebagian senyawa organik membakara
dengan adanya oksigen untuk menghasilkan sebagian besar karbon dioksida, air, dan
produksi lain. Reaksi pertukaran yaitu rekasi yang melibatkan pertukaran bagian dari
pereaksi. Cara menentukan atau membuktikan reaksi kima dapat dilakukan dengan
cara stoikiometri dengan menggunakan metode variasi kontinu. Variasi kontinu adalah
suatu cara yang dilakukan untuk menentukan stoikiometri reaksi dengan cara
mengamati sederetan reaksi yang kuantitas molar pereaksinya diubah- ubah
(bervariasi) akan tetapi kuantitas molarnya sama. Sedangkan stoikiometri adalah ilmu
yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk
dalam reaksi kimia.
Pada percobaan pertama digunakan lartan indikator asam- basa atau indikator
universal yaitu suatu zat yang warnanya akan berubah apabila pH larutan berubah.
Indikator yang digunakan pada percobaan ini yaitu fenolftalein (PP). Fenolftalein
merupakan indikator sintetis (buatan) yang dapat dibuat didalam laboratorium dengan
menggunakan bahan fenol dan ftalat anhidrida melaui reaksi kondensasi. Fenolftalein
yaitu senyawa yang termasuk umum dipakai sebagai indikator dalam menentukan titik
akhir titrasi asam kuat dan basa kuat. Trayek dari fenolftalein yaitu pH 8,3 10,0.
Pada saat sebelum diteteskan indikator PP pada masing- masing larutan baik itu
larutan HCl 0,05 M dan alrutan CH3COOH 0,05M berwarna bening. Setelah diberikan
3 tetes indikator pp pada masing-masing larutan menghasilkan warna yang tetap
bening. Hal ini, disebabkan dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentang pH
<8,3 indikator fenolftalein tidak akan memberikan perubahan warna, dimana larutan
tetap tidak akan membarkan perubahan warna, dimana warna larutan tetap tidak
berwarna. Hal ini terjadi karena indikator PP bersifat asam dan larutan HCl serta
larutan CH3COOH bersifat asam sehingga tidak akan merubah warna masing- masing
larutan sebab indikator PP akan berubah warna pada kondisi larutan yang basa.
Percobaan kedua yaitu menambahkan 3 tetes indikator PP pada larutan yang
bersifat basa yaitu larutan NaOH 0,05M. Pada saat sebelum diteteskan indikator PP
pada larutan NaOH 0,05M memiliki warna yang bening. Namun, setelah ditambahkan
indikator PP atau fenolftalein larutan berubah warna menjadi warna merah keunguan.
Hal ini membuktika bahwa NaOH merupakan basa kuat sebab pada larutan yang
bersifat basa rentang Ph 8,3- 10,0 indikator PP akan memberikan perubahan warna
menjadi merah keunguan. Perubahan warna disebabkan oleh perubahan struktur
fenolftalein dalam kondisi basa yang berlebih. Dan juga dalam rentang pH 8,3- 10,0,
proton- proton asam akan diambil oleh ion OH - dari NaOH yang mengakibatkan
perubahan warna.
Pada percobaan ketiga yaitu dilakukan pencampuran larutan asam dengan
basa. Disini dilakukan proses pencampuran larutan asam (HCl 0,05M dan CH3COOH
0,05M) dengan larutan basa (NaOH 0,05M) bertujuan untuk mengetahui terjadinya
reaksi hidrolisis atau tidak, baik hidrolisis total amupun hidrolisis sebagian (parsial).
Hidrolisis garam dalah reaksi penguraian garam dalam air membentuk ion- ion positif
dan negatif. Perlakuan pertama yaitu proses pencampuran antara larutan HCl 0,05M
dengan larutan NaOH 0,05M. Dalam hal ini, HCl bertindak sebagai asam kuat begitu
juga NaOH bertindak sebagai basa kuat, sehingga garam yang terbentuk dari asam
kuat dan basa kuat yang bersifat netral karena pada garam ini hidrolisis tidak akan
terjadi karena ion- ionnya tidak memiliki kecendrungan untuk membentuk asam atau
basa pembentuknya (lebih cendrung berbentuk ion). Dimana reaksinya yaitu :
HCl(aq) + NaOH(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)
Namun, berdasarkan hasil pengamatan dalam percobaan ini didapatkan campuran
antara larutan HCl 0,05M dan larutan NaOH 0,05M berwarna merah keunguan.
Kesalahan ini terjadi karena faktor keteledoran praktikan saat meneteskan NaOH,
dimana praktikan menggunakan pipet tetes yang tidak stabil pada saat menetes. Hal ini
menyebabkan NaOH lebih banyak dari yang sudah ditetapkan. Seharusnya, jika
berlandaskan pada teori dimana air dengan garam netral dicampur maka akan
menyebabkan warna larutannya bening (tidak berwarna). Perlakuan kedua yaitu proses
pencampuran antara CH3COOH 0,05M dengan larutan NaOH 0,05M. Dalam hal ini
CH3COOH bertidak sebagai asam lemah sedangkan NaOH bertindak sebagai basa
kuat (terhidrolisis parsial) bersifat basa karena basa kuat tidak dapat terhidrolisis
dalam air, lebih berkecendrungan untuk membentuk ion, sehingga hanya asam
lemahnya saja yang terhidrolisis dalam air dan menghasilkan ion OH - yang bersifat
basa. Sehingga didapatkan warna campuran yaitu merah keunguan. Namun, pada
penulisan hasil pengamatan terjadi kesalahan yang dilakukan oleh praktikan. Dimana
praktikan menulis perubahan warna menjadi warna bening. Pada saat praktiku
dilakukan, praktikan mendapatkan hasil yang sesuai dengan teori yang ada yaitu
perubahan warna menjadi merah keunguan.
Pada percobaan keempat dan kelima yaitu penambahan asam (larutan HCl 1M)
dan basa (larutan NaOH 1M) masing- masing kedalam larutan K2CrO4 0,1M dan
larutan K2Cr2O7 0,1M. K2CrO4 mula- mula memiliki warna kuning. Setelah itu, ketika
dicampurkan dengan HCl 1M sebanyak 10 tetes terjadi perubahan wrna menjadi
warna orange atau jingga. Sedangkan, ketika larutan K 2CrO4 dicampurkan dengan
NaOH 1M dan warna campurannya tidak mengalami perubahan yaitu tetap berwarna
kuning. Reaksi kimia yang terjadi pada percobaan ini yaitu reaksi reduksi- oksidasi.
Dimana reaksi ini dapat mengalami dua peristiwa yaitu reduksi dan oksidasi yang
Terjadinya reaksi tersebut ditandai dengan perubahan warna larutan, ketika larutan
K2CrO4 direkasika dengan HCl, H+ mengalami oksidasi pada tiap reaksi naik dari +1
menjadi +2 dan K+ mengalami reduksi dimana biloks H+ turun dari +2 menjadi +1.
Dan ketika larutan K2CrO4 0,1M yang direaksikan dengan NaOH 1M, atom K+
mengalami reduksi sama dengan reaksi sebelumnya, Na+ mengalami oksidasi, dimana
terjadi kenaikan biloks. Sementara itu pada larutan K 2Cr2O7 0,1M yang direaksikan
dengan HCl 1M dan NaOH 1M. Larutan K2Cr2O7 0,1M mula-mula berwarna orange,
ketika direaksikan dengan HCl tidak terjadi perubahan warna apapun yaitu tetap
berwarna orange. Sementara itu ketika K 2Cr2O7 0,1M direaksikan dengan NaOH 1M
warna yang semula orange berubah menjadi warna kuning. Pada pencampuran ini juga
terjadi rekasi redoks, namun peristiwa yang terjadi pada larutan K 2Cr2O7 berkebalikan
dengan larutan K2CrO4. Perubahan wrna yang terjadi disebabkan oleh pergeseran
kesetimbangan. Dimana saat larutan ditambahkan dengan HCl (asam) maka
kesetimbangan akan bergeser ke produk sehingga warnanya meningkat. Namun, saat
larutan ditambahkan NaOH (basa) kesetimbangan bergeser kearah pereaksi yang
menyebabkan warnanya memudar.
Percobaan keenam yaitu perubahan larutan NaOH 1M (tetes demi tetes)
kedalam larutan Al2(SO4)3 0,1M. Sebelum dilakukan proses pencampuran warnanya
yaitu bening. Namun, setelah dilakukan proses penambahan larutan NaOH 1M terjadi
perubahan warbna menjadi putih keruh karena terdapat endapan. Endapan terbentuk
jika lrutan menjadi terlalu jenuh dengan zat terlarutnya. Kelarutan suatu endapan sama
dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Pada percobaan ini ditambahkan 5
tetes larutan NaOH 1M untuk mengubah warna larutan Al2(SO4)3 menjadi putih keruh.
Jumlah 5 tetes ini tidak begitu banyak sebab NaOH merupakan basa kuat.
Penambahan tetes demi tetes ini bertujuan untuk menggeser kesetimbangan buffer
yaitu larutan Al2(SO4)3 0,1M. Sebagai larutan buffer Al2(SO4)3 akan selalu berusaha
mempertahankan pHnya dari kondisi asam ataupun basa. Percobaan ketujuh yaitu
pada larutan Al2(SO4)3 0,1M yang diteteskan NH4OH 1M tetes demi tetes. Warna awal
sebelum diteteskan NH4OH 1M warnanya berubah menjadi
diperlukan 8 tetes larutan NH4OH lebih banyak dari tetesan yag diperlukan oleh
larutan NaOH, karena NH4OH bertindak sebagai basa lemah.
Na2SO4(aq) + Cu(OH)2(s)
Dari proses
pencampuran ini dihasilkan warna yang sama dengan sebelum proses (tetap) berwarna
bening. Diperoleh T laruta ecara berurutan yaitu 1,5 oC, 1,5oC, 2oC, dan 2oC. Pada
percobaan ini tidak dilakukan pencampuran antar 0 ml NaOH 1M dan 6 ml HCl 1M
dengan 6 ml NaOH 1M dan 0 ml HCl 1M namun kita tetap mendapat mmol NaOH
dan mmol HCl dengan cara mengalikan konsentrasi larutan dengan volume.
Perbandingan titik puncak yang didapatkan antara NaOH dan HCl adalah 2 : 1, dimana
menurut teori titik puncak yag seharusnya yaitu 1 : 1. Maka, dalam percoabaan yang
telah dilakukan terjadi kesalahan pengukuran suhu yang disebabkan karena pada saat
praktikum para praktikan menggunakan termometer, dimana tangan praktikan
menyentuh termometer dan juga termometer yang menyentuh dinding gelas kimia
serta saat menggunakan termometer secara bergantian pada larutan yang berbeda
kurang steril saat dibersihkan oleh praktikan, itulah yang menyebabkan terjadinya dua
titik puncak.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1. Dari percobaan dapat disimpulkan terjadi berbagai macam reaksi kimia yaitu
reaksi asam- basa, reaksi redoks, dan reaksi penetralan dimana ditandai dengan
perubahan warna, suhu dan terbentuknya endapan.
2. Salah satu cara untuk menentukan perbandingan pereaksi dalam reaksi kimia
adalah dengan variasi kontinu. Dalam praktikum ini menggunakan dua perlakuan
yaitu stoikiometri sistem CuSO4- NaOH yang menghasilkan titik puncak 1 : 2.
Sedangkan pada stoikiometri NaOH- HCl menghasilkan dua titik yaitu 1 : 1 dan
2 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Hiskia. 2001. Stoikiometri Energi Kimia. Jakarta : Erlangga.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Konsep- konsep Inti. Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph H. 2008. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Sunarya, Yayan. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Kimia. Bandung : PT Setia.
ACARA V
KESETIMBANGAN KIMIA
A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan Praktikum
2. Waktu Praktikum
3. Tempat Praktikum
tiosianat.
: Jumat, 31 Oktober 2014
: Laboratorium Kimia Dasar, Lantai III, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Kesetimbangan reaksi adalah reaksi berlangsung bolak- balik, ada saat laju
terbentuknya produk sama dengan laju terurainya produk menjadi reaktan. Pada
keadaan ini biasanya tidak ada lagi adanya perubahan. Keadaan reaksi dengan laju
reaksinya maju (kekanan) sama dengan laju reaksi baliknya (kekiri) dinamakan
keadaan setimbang disebut sistem kesetimbangan. Contoh :
CuSO4
CuSO4
Berdasarkan reaksi ini, kesetimbangan kimia dapat dibedakan menjadi kesetimbangan
homogen. Yaitu kesetimbangan yang fase- fase zat yang bereaksi sama. Contohnya :
2SO2(g) + O2(g)
2SO3(g) , (semua berfase gas).
Kesetimbangan heterogen yaitu kesetimbangan yang fase- fase zat berbeda. Contoh :
CaO(s) + CO2(g)
CaO(g) (berfase padat gas)
Ciri- ciri kesetimbangan kimia yaitu hanya terjadi dalam wadah tertutup, pada suhu
dan tekanan tetap, reaksi berlangsung terus menerus dalam dua arah yang berlawanan,
laju reaksinya maju (kekanan) sama dengan laju reaksi balik (kekiri), semua
komponen yang terlibat dalam reaksi tetap ada, tidak terjadi perubahan yang sifatnya
dapat diukur maupun diamati (Qomaro, 2008 : 104).
Pada suatu sistem yang telah mencapai kesetimbangan kimia, konsentrasikosentrasi berbagai macam zat secara kuantitatif berkaitan. Pada contoh transformasi
antara dua nitrogen oksida, konsentrasi- konsentrasi kesetimbangan sesuai dengan
pernyataan kesetimbangan berikut ini :
N2O4(g)
2 NO2(g)
Hasil pengamatan
pertama
sebagai pembanding.
d. Ditambahkan satu tetes KSCN
pekat ke dalam tabung reaksi
kedua.
e. Ditambahkan tiga tetes Fe(NO3)3
0,2M ke dalam tabung reaksi
ketiga.
f. Ditambahkan sebutir Na2HPO4 ke
dalam tabung reaksi keempat.
g. Dicatat semua peristiwa yang
terjadi
2.
F. ANALISIS DATA
1. Percobaan pertama
Kesetimbangan Besi (III)- tiosianat
a. Fe(NO3)3 dan KSCN dalam bentuk ion.
Fe(NO3)3(aq) + KSCN(aq)
Fe[SCN]2+(aq)+ 2NO3-+ KNO3(aq)
b. Pada tabung 1 dianggap terbentuk FeSCN2+
Dari reaksi Fe3+(aq)+ SCN-(aq)
FeSCN2+(aq)
Jika :
Tabung 1 (standar)
: Warna larutan yakni orange dan tabung
ini digunakan sebagi pembanding
dengan tabung lain.
Tabung II+KSCN pekat
: Warna larutan yakni merah darah (lebih
pekat dari tabung I).
Tabung III+ Fe(NO3)3 0,02 M : Warna larutan yakni merah (lebih muda
Dari tabung II).
Tabung IV+Na2HPO4
: Warna larutan yakni kuning bening
(lebih bening dari tabung III).
2. Percobaan kedua
Kesetimbangan Besi (III) tiosianat yang semakin encer
a. Perbandingan tinggi tabung
T st
T1 = T 2
=
6
7,1
0,85 cm
T st
T3
T2 =
3,5
7,1
= 0,49 cm
T st
T3 = T 4
=
0,5
6,7
= 0,08 cm
T st
T4 = T 5
=
0,2
7,3
= 0,03 cm
b. Menghitung konsentarsi FeSCN2+
[ FeSCN2+]
= T x Konsentrasi standar
Data :
Kosentrasi Fe3+ = 0,2 M
Volume Fe3+
= 5 ml
Konsentrasi SCN = 0,002 M
Volume SCN= 5 ml
n Fe3+
=MxV
= 0,2 x 5
= 1 mol
n SCN-
=MxV
= 0,002 x 5
= 0,01 mol
Fe3+(aq) + SCN-(aq)
Mula-mula
Bereaksi
Setimbang
n FeSCN2+
1 mmol
0,01
0.99
FeSCN2+(aq)
0,01
0,01
-
0,01
0,01 mol
= 0,01 mmol
= 0,00001 mol
Volume total
= 10 ml
= 0,01 liter
[FeSCN2+]0
n
Vtotal
0,00001
0.01
= 0,001 M
[FeSCN2+]1
= T1 x [FeSCN2+]0
= 0,85 x 0,001
= 0,00085 M
= 8,5 x 10-4 M
[FeSCN2+]2
= T2 x [FeSCN2+]0
= 0,49x 0,001
= 0,00049 M
= 4,9 x 10-4 M
[FeSCN2+]3
= T3 x [FeSCN2+]0
= 0,08 x 0,001
= 0,00008 M
= 0,8 x 10-4 M
[FeSCN2+]4
= T4 x [FeSCN2+]0
= 0,03 x 0,001
= 0,00003 M
= 0,3 x 10-4M
= M2 x V2
=
M 1x v 1
V2
0,2 x 10
25
= 0,08 M
Pengenceran II
M2 x V2
= M3 x V3
M3 =
M3
M 2x V 2
V3
=
0,08 x 10
25
= 0,032 M
Pengenceran III
M3 x V3 = M4 x V4
M4
M4
M 3 xV 3
V4
0,032 x 10
25
= 0,0128 M
Pengenceran IV
M4 x V4 = M5 x V5
M5
M4xV 4
V5
0,0128 x 10
25
= 0,00512 M
d. Perhitungan Konsentrasi Fe3+ setimbang
[Fe3+] = [Fe3+]mula-mula - [FeSCN2+]setimbang
[Fe3+]setimbang 1
[Fe3+]setimbang 2
= M2 - [FeSCN2+]1
= 0,08 0,00085
= 0,07915 M
= M3 - [FeSCN2+]2
= 0,032 0,00049
[Fe3+]setimbang 3
[Fe3+]setimbang 4
= 0,03151 M
= M4 - [FeSCN2+]3
= 0,0128 0,00008
= 0,01272 M
= M5 - [FeSCN2+]4
= 0,00512 0,00003
= 0,00509 M
[SCN-]setimbang 1
[SCN-]setimbang 2
[SCN-]setimbang 3
[SCN-]setimbang 4
= [SCN-]mula-mula - [FeSCN2+]setimbang1
= 0,002 - 0,00085
= 0,00115 M
= [SCN-]mula-mula - [FeSCN2+]setimbang2
= 0,002 0,00049
= 0,00151 M
= [SCN-]mula-mula - [FeSCN2+]setimbang3
= 0,002 0,00008
= 0,00192 M
= [SCN-]mula-mula - [FeSCN2+]setimbang4
= 0,002 0,00003
= 0,00197 M
Ka2
Ka3
Ka4
g. Kb
3+
FeSCN
2+
SCN
Fe
Kb1
Kb2
3+
FeSCN
2+
SCN
Fe
0,00085
(0,07915)()
(0,00115)
= 0,05850 M
3+
FeSCN
2+
SCN
Fe
Kb3
= 0,01022 M
3+
FeSCN
2+
SCN
Fe
( 0,01272) (0,00008)
(0, 00192)
= 0,00053 M
Kb4
3+
FeSCN
2+
SCN
Fe
( 0,00509 ) (0,00003)
=
(0,00197)
= 0,00008 M
h. Kc
2+
FeSCN
3+
Fe
SCN
Kc1 =
2+
FeSCN
3+
Fe
SCN
( 0,00098 )
( 0,07902) (0,00102)
= 12,25 M
Kc2 =
2+
FeSCN
3+
Fe
SCN
( 0,00071)
(0,03129)(0,00129)
= 17,75 M
Kc3 =
2+
FeSCN
3+
Fe
SCN
( 0,00021)
(0,01259)(0,00179)
= 10,5 M
Kc4 =
2+
FeSCN
3+
Fe
SCN
( 0,00018)
(0,00494)(0,00182)
= 20,14 M
i. Tabel Analog
No.
[Fe3+](m)
[SCN-](m)
[FeSCN2+](m)
Ka(m)
Kb(m)
Kc(m)
0,07902
0,00102
0,00098
7,98 x 10-8
0,075
12,25
0,03129
0,00129
0,00071
2,86 x 10-8
0,017
17,75
0,01259
0,00179
0,00021
4,73 x 10-9
0,00147
10,5
0,00494
0,00182
0,00018
1,61 x 10-9
0,00049
20,14