Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan TBC
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan TBC
1. Pendahuluan
Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan menular.
Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-orang yang
berusia antara 15 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi atau yang
tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC. Lingkungan yang lembap,
gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi seseorang terjangkit TBC.
Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun akibat dari kurangnya informasi berkaitan
cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian akibat penyakit ini memiliki prevalensi yang
besar. Indonesia berada dalam peringkat ketiga terburuk di dunia untuk jumlah penderita TB.
Setiap tahun muncul 500 ribu kasus baru dan lebih dari 140 ribu lainnya meninggal.
2. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru.
Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah suatu
penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks Mycobacterium tuberculosis
(id.wikipedia.org).
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka dapat dirumuskan bahwa
tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium
tuberculosis yang menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai organ
tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
3. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang aerobik tahan asam yang
tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang
1-4 /um dan tebal 0,3 0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks
adalah:
Mycobakterium tuberculosis
Varian asian
Varian african I
Varian asfrican II
Mycobakterium bovis
Mycobacterium cansasli
Mycobacterium avium
Mycobacterium scrofulaceum
Mycobacterium xenopi
Klasifikasi
a.
Pembagian secara patologis :
b.
c.
d.
Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat non kapitas pada satu
paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan diameter tidak lebih dari
4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya
kasar tidak lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas yang melebihi keadaan
pada moderateli advanced tuberculosis.
e.
Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974 American Thorasic Society
memberikan klasifikasi baru:
f.
Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak tidak pernah,
tes tuberculin negatif.
Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya infeksi, disini riwayat
kontak positif, tes tuberkulin negatif.
Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif dan kasus baru dengan
batuk TB berat.
Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal dengan sputum BTA
positf.
Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
dan kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I.
4. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi
droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila
partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya.
Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi
oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri
dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan
tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang alveolus biasanya
dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan
memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit
akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul
gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20
hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis
kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi
lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang
mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah
nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring,
telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut
fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut
yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan
aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat
menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ
lainnya.
5. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai
dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
6. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi
bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif penyakit
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) :
Positif untuk basil asam-cepat.
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih
besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa
lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi
bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada
tahap penyembuhan.
GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
b.
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi; contoh
hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat ditemukan pada TB paru
kronis luas.
Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh primer
atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan
fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang
dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau
pleura).
c.
Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru
total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan
jaringan paru dan penyakit pleural.
8. Pencegahan
Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan sejak anak masih kecil
agar terhindar dari penyakit tersebut.
Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera diobati sampai tuntas
agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan terjadi penularan.
Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak melakukan kontak
udara dengan penderita, minum obat pencegah dengan dosis tinggi dan hidup secara
sehat. Terutama rumah harus baik ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk
ke dalam rumah.
Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak meludah/mengeluarkan dahak di
sembarangan tempat dan menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain
yang dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
9. Penatalaksanaan
a.
Farmakologi
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis , yaitu sebagai berikut:
Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih
aktif). Aktivitas bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau
melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari
permulaan pengobatan).
Aktivitas sterilisasi
Lanjutan 4 bulan 2
1
Paduan Obat kategori 2 :
Tahap
Lama (H)@300 R@450
mg
mg
Intensif
Z@500
mg
E@
250
Mg
33
54
E@500 Strep.Injeks JumlahHari
mg
i
X Minum
Obat
0,5 %
6030
2 bulan1 11
11
33
bulan
Lanjutan 5 bulan 2
1
3
2
66
Paduan Obat kategori 3 :
Tahap
Lama
H @ 300 mg R@450mg
P@500mg Hari X Minum Obat
Intensif
2 bulan
1
1
3
60
Lanjutan3 x 4 bulan
2
1
1
54
week
OAT sisipan (HRZE)
Tahap
Lama
H@300mg R@450mg Z@500mg E
Minum obat
day@250mg XHari
Intensif(dosis 1 bulan
1
1
3
3
30
harian)
11. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 ) adalah sebagai berikut:
a.
Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), demam,
menggigil.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang
sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b.
Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.
c.
Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau
bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas,
pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus
(cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
d.
Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila
infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.
e.
Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.
f.
Keamanan
Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS, kanker.
kebutuhan.
e. Monitor GDA.
f. Kolaborasi:
Berikan oksigen sesuai
indikasi.
e. Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau
meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya
penanganan yang
lebih. adekuat atau
perubahan terapi.
f. Membantu
mengoreksi hipoksemia
yang terjadi sekunder
hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.
Gangguan
Setelah diberikan tindakan
a. Catat status nutrisi a. Berguna dalam
keseimbangan
keperawatan diharapkan
paasien: turgor kulit,
mendefinisikan derajat
nutrisi, kurang dari kebutuhan nutrisi adekuat,
timbang berat badan, masalah dan intervensi
kebutuhan
dengan kriteria hasil:
integritas mukosa
yang tepat b.
berhubungan
mulut, kemampuan
Membantu intervensi
dengan kelelahan,
menelan,
adanya
bising
kebutuhan yang
Menunjukkan berat badan
batuk yang sering,
usus, riwayat
spesifik, meningkatkan
meningkat mencapai
adanya produksi
mual/rnuntah
atau
intake diet pasien. c.
tujuan dengan nilai
sputum, dispnea,
Mengukur keefektifan
laboratoriurn normal dan diare.b. Kaji ulang
anoreksia,
pola
diet
pasien
yang
nutrisi dan cairan.
bebas tanda malnutrisi.
penurunan
disukai/tidak disukai. d. Dapat menentukan
kemampuan
Melakukan perubahan pola c. Monitor intake dan jenis diet dan
finansial.
hidup untuk meningkatkan output secara periodik. mengidentifikasi
pemecahan masalah
dan mempertahankan berat d. Catat adanya
anoreksia,
mual,
untuk meningkatkan
badan yang tepat.
muntah, dan tetapkan intake nutrisi.
jika ada hubungannya e. Membantu
dengan medikasi. Awasi menghemat energi
frekuensi, volume,
khusus saat demam
konsistensi Buang Air terjadi peningkatan
Besar (BAB).
metabolik.
e. Anjurkan bedrest. f. Mengurangi rasa
f. Lakukan perawatan tidak enak dari sputum
mulut sebelum dan
atau obat-obat yang
sesudah tindakan
digunakan yang dapat
pernapasan.
merangsang muntah.
g. Anjurkan makan g. Memaksimalkan
sedikit dan sering
intake nutrisi dan
dengan makanan tinggi menurunkan iritasi
protein dan karbohidrat. gaster.
Kolaborasi:
h. Rujuk ke ahli gizi
untuk menentukan
komposisi diet.
i. Awasi
pemeriksaan
laboratorium. (BUN,
protein serum, dan
albumin).
Nyeri akut
berhubungan
dengan inflamasi
paru, batuk
menetap
h. Memberikan bantuan
dalarn perencaaan diet
dengan nutrisi adekuat
unruk kebutuhan
metabolik dan diet.
i. Nilai rendah
menunjukkan
malnutrisi dan
perubahan program
terapi.
Setelah diberikan tindakan
a. Observasi
a. Nyeri merupakan
keperawatan rasa nyeridapat
karakteristik nyeri, mis respon subjekstif yang
berkurang atau terkontrol, dengan tajam, konstan ,
dapat diukur.b.
KH:
ditusuk. Selidiki
Perubahan frekuensi
perubahan karakter
jantung TD
/lokasi/intensitas
menunjukan bahwa
Menyatakan nyeri
nyeri.b.
Pantau
TTV
pasien mengalami
berkurang atauterkontrol
c. Berikan tindakan nyeri, khususnya bila
nyaman mis, pijatan
alasan untuk
Pasien tampak rileks
punggung, perubahan perubahan tanda vital
posisi, musik tenang, telah terlihat. c.
relaksasi/latihan nafas Tindakan non analgesik
d. Tawarkan
diberikan dengan
pembersihan mulut
sentuhan lembut dapat
dengan sering..
menghilangkan
e. Anjurkan dan bantu ketidaknyamanan dan
pasien dalam teknik
memperbesar efek
menekan dada selama terapi analgesik.
episode batukikasi.
d. Pernafasan mulut
f. Kolaborasi dalam dan terapi oksigen
pemberian analgesik
dapat mengiritasi dan
sesuai indikasi
mengeringkan
membran mukosa,
potensial
ketidaknyamanan
umum.
e. Alat untuk
mengontrol
ketidaknyamanan dada
sementara
meningkatkan
keefektifan upaya
batuk.
Hipertermi
berhubungan
dengan proses
inflamasi aktif.
khususnya untuk
menurunkan panas
tubuh pasien.
Intoleransi aktivitas Setelah diberikan tindakan
berhubungan
keperawatan pasien diharapkan
dengan
mampu melakukan aktivitas
ketidakseimbangan dalam batas yang ditoleransi
antara suplai dan dengan kriteria hasil:
kebutuhan oksigen.
Melaporkan atau
menunjukan peningkatan
toleransi terhadap aktivitas
yang dapat diukur dengan
adanya dispnea,
kelemahan berlebihan, dan
tanda vital dalam rentan
normal.
a. Evaluasi respon
a. Menetapkan
pasien terhadap
kemampuan atau
aktivitas. Catat
kebutuhan pasien
laporan dispnea,
memudahkan pemilihan
peningkatan kelemahan intervensi.b.
atau kelelahan.b.
Menurunkan stress dan
Berikan lingkungan
rangsanagn
tenang dan batasi
berlebihan,
pengunjung selama fase meningkatkan
akut sesuai indikasi.
istirahat. c. Tirah
c. Jelaskan
baring dipertahankan
pentingnya istirahat
selama fase akut untuk
dalam rencana
menurunkan kebutuhan
pengobatandan
metabolic, menghemat
perlunya keseimbangan energy untuk
aktivitas dan istirahat. penyembuhan.
d. Bantu pasien
d. Pasien mungkin
memilih posisi nyaman nyaman dengan kepala
untuk istirahat.
tinggi, tidur di kursi
e. Bantu aktivitas
atau menunduk ke
perawatan diri yang
depan meja atau
diperlukan. Berikan
bantal.
kemajuan peningkatan e. Meminimalkan
aktivitas selama fase
kelelahan dan
penyembuhan.
membantu
keseimbanagnsuplai
dan kebutuhan oksigen.
Kurang
pengetahuan
tentang kondisi,
pengobatan,
pencegahan
berhubungan
dengan tidak ada
yang menerangkan,
a. Kaji ulang
kemampuan belajar
pasien misalnya:
perhatian, kelelahan,
tingkat partisipasi,
lingkungan belajar,
tingkat pengetahuan,
media, orang
Menyatakan pemahaman
proses
penyakit/prognosisdan
a. Kemampuan belajar
berkaitan dengan
keadaan emosi dan
kesiapan fisik.
Keberhasilan
tergantung pada
kemarnpuan pasien. b.
Informasi tertulis dapat
interpretasi yang
salah, informasi
yang didapat tidak
lengkap/tidak
akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognit
if
Risiko tinggi
infeksi
penyebaran /
aktivitas ulang
infeksi
kebutuhan pengobatan.
Melakukan perubahan
prilaku dan pola hidup
unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan
menurunkan resiko
pengaktifan ulang
luberkulosis paru.
Mengidentifikasi gejala
yang mernerlukan
evaluasi/intervensi.
Menerima perawatan
kesehatan adekuat
berhubungan
dengan pertahanan
primer tidak
adekuat, fungsi silia
menurun/ statis
sekret, malnutrisi,
terkontaminasi oleh
lingkungan, kurang
informasi tentang
infeksi kuman.
(PZA)/Aldinamide,
para-amino salisik
(PAS), sikloserin,
streptomisin.
j.
Monitor sputum
BTA.
14. Evaluasi
Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal.
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal
dan bebas tanda malnutrisi.
Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan
yang tepat.
DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria evaluasi
:
Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur
dengan adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan
menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
Daftar pustaka
Anonymous.(2010).
Tuberkulosis.Retrieved:
Kamis,
11
Maret
2010,
from
http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC).Retrieved: Kamis, 11 Maret 2010, from
http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm
Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif ,dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI
Media Aescullapius.
Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit , Edisi
6.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne. C dan Bare, Brenda. G. 2001. Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth Volume 1. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E.1999.Patologi Umum dan Sistematik Volume 2.Jakarta: EGC