PEMBIMBING
OLEH:
14.01.061.024
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada mulanya pornografi merupakan sebuah tulisan atau gambar yang
dimaksudkan untuk membangkitkan hasrat seksual sesorang yang melihat atau
membacanya. Akan tetapi kemudian hal ini berkembang bukan hanya dalam bentuk
tulisan dan gambar saja tetapi juga lewat media lain seperti film, tarian, dan lagu.
Keberadaan pornografi di media internet tidak hanya menampilkan artikel-
artikel, gambar-gambar, dan juga film porno telah mengubah gaya seks manusia.
Sebelum pornografi merebak diberbagai media, manusia mengenal seks sebatas
hubungan intim yang nyata, yaitu penetrasi kelamin. Namun setelah munculnya
pornografi dimedia internet, para penggunanya dapat melakukan hubungan intim
dengan komputer. Dengan bantuan webcam pengguna dapat saling berinteraksi
dengan lawan jenisnya. Proses penyebaran pornografi pun kian berkembang sesuai
dengan kemajuan teknologi.
Penyebaran pornografi menjadi sangat terfasilitasi dengan adanya internet.
Dengan munculnya internet, pornografi pun semakin mudah didapat. Dengan
menggunakan media internet, berbagai materi porno baik berupa cerita, gambar atau
chatting bahkan dalam bentuk lainnya sangat mudah untuk didapatkan. Pornografi
diinternet kini telah menjadi komoditi yang diperjual belikan secara komersil dan
dilakukan secara profesional. Di sisi lain, internet sangat dibutuhkan karena berbagai
macam informasi baik yang berkaitan dengan bisnis, hobi, pendidikan, pertemanan,
bahkan transaksi bisa melalui internet. Pentingnya keberadaan internet mendorong
banyak orang untuk untuk memiliki internet. Yuswandi (Jalal. 2010) situasi inipun
digunakan sebagaian orang untuk mendirikan warung internet (warnet) sehingga
masyarakat sangat mudah dalam mengakses layanan internet. Masalah pornografi
semakin memprihatinkan dan dampak negatifnya pun semakin nyata, diantaranya
sering terjadi pemerkosan, aborsi, bahkan pembunuhan. Orang-orang yang menjadi
korban tindak pidana tersebut tidak hanya perempuan dewasa, tetapi banyak korban
yang masih anak-anak , baik anak laki-laki maupun perempuan. Para pelakunya pun
tidak hanya orang-orang yang tidak dikenal , atau orang yang tidak mempunyai
hubungan keluarga dengan korban. Diantaranya pelaku yang masih mempunyai
hubungan darah, atau hubungan seprofesi, hubungan kerja, hubungan tetangga, atau
hubungan pendidikan, yaitu hubungan guru dan murid, baik guru disekolah formal
maupun guru mengaji ataupun agama.
Para korban pornografi tidak hanya orang yang masih hidup, orang yang
sudah meninggal pun dijadikan korban pemerkosaan, sebagai tempat melampiaskan
hawa nafsu yang ditimbulkan oleh adegan-adegan yang ditontonnya melalui film-film,
VCD, tayangan, gambar, atau tulisan-tulisan lain yang dilihatnya, didengarnya,
dibacanya, atau disentuhnya benda-benda oleh pelaku pornografi.
MANFAAT PRAKTIS
Bagi para remaja, penelitian ini dapat memberikan gambaran secara khusus mengenai
pengaruh pornografi terhadap orientasi seksual
Bagi para orang tua, penelitian ini dapat menggambarkan dampak pornografi terhadap
orientasi seksual pada anaknya sehingga perlu adanya seks edukasi pada usia dini
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan
yang dapat membantu remaja untuk meminimalisasi pengaruh pornografi terhadap
orientasi seksual
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGARUH PORNOGRAFI
PENGERTIAN PENGARUH
Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:849) adalah daya
yang ada atau timbul dri sesuatu atau benda (orang, benda) yang membentuk watak,
kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh tersebut dapat dirasakan seseorang
ketika mengalami suatu peristiwa yang dialaminya secara berulang-ulang, jika orang
tersebut sangat menyukainya bahkan bersikap fanatik terhadap apa yang dialaminya
bukan tidak mungkin akan menimbulkan pengaruh positif atau bahkan negatif bagi
dirinya baik perilaku maupun kepercayaan.
Menurut Wiryanto pengaruh adalah tokoh formal dan informal di masyarakat yang
memiliki ciri-ciri kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibandingkan pihak
yang dipengaruhi.
Menurut M. Suyanto pengaruh adalah nilai kualitas suatu iklan melalui media
tertMenurut Norman Barrya, pengaruh adalah suatu tipe kekuasaan agar bertindak
dengan cara tertentu, terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi
yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.
Dari pengertian diatas, diketahui bahwa pengaruh adalah suatu daya yang
dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Sehingga dalam penelitian ini,
penulis meneliti mengenai seberapa besar daya yang ada atau yang ditimbulkan oleh
pornografi terhadap orientasi seksual.
PENGERTIAN PORNOGRAFI
Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia, pornografi dalam pengertian
sekarang adalah penyajian tulisan, patung, gambar, foto gambar hidup (film) atau
rekman suara yang dapat menimbulkan nafsu birahi dan menyinggung rasa social
masyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pornografi adalah penggambaran
tingkah laku secara erotis dengn lukisan atau tulisan untuk membangkitkan nafsu
birahi.
Arti pornografi mengalami perkembangan seiring dengan penafsiran orang
per orang menurut perspektif yang dipakainya. Pluralitas pengertian itu antara lain
disebabkan oleh perbedaan sudut pandang. Ada yang meliht dari perspektif hukum,
moral, agama, seni, psikologi, bahkan sosiologi.
Berikut ini beberapa definisi pornografi yang dikemukakan oleh para tokoh
dan pakar dari berbagai perspektif.
Menurut Family English Dictionary karya Collin, pornografi adalah tulisan-
tulisan, gambar atau film yang didesain untuk keperluan kepuasan atau kesenangan
seksual. Pendapat ini didukung oleh Risman (2007) yang mendefinisikan pornografi
meliputi gambar atau tayangan naked/nudity (ketelanjangan), orang yang berbusana
tidak pantas /minim, situasi seksual, kissing, touching antar lawan jenis, dan humor
porno.
Risman (2007) menambahkan pornografi merupakan hasil dari tindakan
pornoaksi, dimana pornoaksi merupakan tindakan melakukan eksploitasi seksual. Lebih
lanjut pornoaksi menurut Risman (2007) adalah perbuatan mengeksploitasi seksual,
kecabulan atau erotika dimuka umum maupun melalui sarana seperti media cetak dan
elektronik.
Dadang Hawari (2000) dalam bukunya gerakan Nasional Anti Mo-Limo (5M:
Madat, Minum, Main, Maling, dan Madon).
Menyebutkan bahwa pornorafi mengandung arti :
Penggambaran tingkah laku secar erotis dengan perbuatan atau usaha untuk
membangkitkan nafsu birahi, misalnya dengan pakaian merangsang.
Perbuatan atau sikap merangsang atau dengan melakukan perbuatan seksual.
Sedangkan menurut undang-undang pornografi dalam bab 1 pasal 1 yang
dimaksud dengan pornografi adalah :
materi seksual yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan,
gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media
komunikasi dan atau pertunjukkan dimuka umum, yang dapat membangkitkan hasrat
seksual dan melanggar nilai-nilai kesusilaan masyarakat.
Undang-undang pornografi ini menjadi kontroversial, namaun setelh mengalami
proses sidang yang panjang dan beberapa kali penundaan, akhirnya pada tanggal 30
Oktober 2008 dlam rapat Paripuna DPR, RUU Pornografi ini disahkan.
PENGARUH PORNOGRAFI
Jika dilihat dari segi psikologis pornografi dapat berakibat pada melemahnya
fungsi pengendalian diri terutama terhadap naluri agresivitas fisik maupun seksual.
Pornografi dapat memicu dan merupakan provokator tindakan-tindakan agresivitas
seksual sebagai kibat lepasnya kontrol diri. Oleh karena itu, pornografi yang terbuka dan
terus menerus akan berdampak pada meningkatnya:
Perzinaan
Pergaulan bebas
Perselingkuhan
Kehamilan diluar nikah
Aborsi
Anak yang lahir diluar nikah
Kekerasan seksual (pemerkosaan)
Perilaku seksual menyimpang (homoseksual, lesbianism, pedophilia, sadism,
masochisme, fetishisme, voyeurism )
Penyakit kelamin termasuk HIV/AIDS
B. ORIENTASI SEKSUAL
Orientasi seksual adalah pilihn sosioerotis seseorang untuk menentukan jenis
kelamin partner seksualnya apakah dari jenis kelamin yang berbeda atau jenis kelamin
yang sama (Galliano, 2003; Lips, 2005). Perlu ditambahkan bahwa pilihan ini tidak
melulu berbicara soal seks, namun juga menyan gkut misalnya emosi, perasaan, dan
keinginan memiliki pasangan hidup , serta aspek seksualitas yang lebih luas. Orientasi
seksual secara garis besar dapat dibedakan menjadi:
Heteroseksual, yaitu orang dengan pilihan prtner seksual dari jenis kelamin yang
berlawanan.
Homoseksual, yaitu orang dengan pilihan partner seksual dari jenis kelaminnya
sendiri (Masters,1992)
Biseksual, yaitu orang yang tertarik secara seksual baik itu terhadap laki-laki
maupun perempuan (Masters,1992).
Kinsey memperkenalkan skala rating 7 poin untuk menjelaskan tentang
pengalaman seksual yang tampak dan reaksi dalam individu termasuk fantasi
(Masters,1992).
Sementara teori lain juga menjelaskan model dari orientasi seksual ini,
diantaranya adalah model psikoanalitik klasik yang menyatakan bahwa semua orang
adalah biseksual atau model yang ditawarkan oleh Storm, yaitu Two-Dimensional-
Orthogonal, yang menyatakan bahwa homoerotisme dan heteroertisme dalam diri
individu adalah dua hal yang independen. Dalam model ini, homoseksual adalah orang
yang memiliki tingkat homoerotisme yang tinggi dan tingkat heterotisme yang rendah
(McWhirter, 1990).
Penelitian ini telah banyak dilakukan untuk mencari tahu faktor-faktor penyebab
mengapa seseorang memiliki orientasi seksual yang berbeda dengan yang lainnya. Secara
garis besar, terdapat dua teori yang mencoba menjelaskan fenomena tesebut yaitu teori
biologis dan teori psikologis.
a. Teori Biologis
Teori ini mempercayai bahwa orientasi seksual dipengaruhi oleh faktor genetik
atau faktor hormonal. Kallman, dalam Masters (1992), telah melakukan penelitian
terhadap orang-orang kembar dimana salah satunya diidentifikasi sebagai seorang
homoseksual. Asumsinya adalah lingkungan prenatal dan postnatal dari dua orang
kembar adalah sama sehingga faktor genetik yang menyebabkan homoseksual juga sama
sehingga kemungkinan dua orang kembar sama-sama memiliki orientasi seksual
homoseksual lebih besar dibandingkan dengan kemungkinan salah satunya homoseksual
sementara yang lain heteroseksual. Kallman juga memaparkan bahwa kemungkinan
tersebut lebih besar terjadi pada kembar monozygotic (identik secara genetis)
dibandingkan pada kembar dizygotic, yaitu kembar yang tidak identik secara genetis
(Allgeier, 1991). Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Zuger dan Heston & Shields
ternyata tidak menunjukkan hasil yang sama sehingga teori ini tidak digunakan lagi
(Masters, 1992).
Beberapa tipe penelitian yang berbeda telah mengarahkan banyak ahli untuk
membuat spekulasi dari kemungkinan adanya faktor hormonal yang menyebabkan
homoseksualitas (Masters, 1992). Pertama, dokumentasi dari penelitian yang dilakukan
oleh Dorner, Money dan Ehrhardt, dan Htchison, mengungkapkan bahwa pemberian
treatmen hormonal pada saat prenatal dapat mengarahkan kepada pola perilaku
homoseksual pada beberapa spesies binatang (Masters, 1992). Kedua, beberapa temuan
menunjukkan bahwa kekurangan hormon seks pada saat prenatal mungkin dapat
diasosiasikan dengan homoseksualitas. Contoh kasusnya adalah penelitian (Ehrhardt,
Evers, dan Money; Money dan Schwartz) terhadap perempuan dengan adrenogenital
syndrome -yaitu kekurangan hormon androgen pada masa prenatal- mengindikasikan
bahwa individu tersebut memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi seorang
lesbian. Ketiga, perhatian yang sangat besar difokuskan pada perbandingan jumlah
hormon pada orang dewasa yang homoseksual dan heteroseksual. Sementara beberapa
penelitian seperti yang dilakukan oleh Meyer-Bahlburg dan Tourney menunjukkan bahwa
laki-laki homoseksual memiliki testoterone yang lebih sedikit dan estrogen yang lebih
banyak, dan satu penelitian lain menemukan bahwa kadar testosterone yang tinggi pada
perempuan lesbian dibandingkan pada perempuan heteroseks, penelitian-penelitian
lainnya justru gagal menunjukkan asumsi ini (Masters, 1992). Salah satu keterbatasan
teori ini dicontohkan pada pemberian treatment hormon seks pada homoseksual dewasa
yang ternyata tidak mengubah orientasi seksual mereka.
Penelitian terakhir mengenai faktor biologis dalam pembentukan orientasi
seksual dilakukan oleh Simon LeVay (Rice, 2002) yang menemukan sekumpulan syaraf
dalam hypothalamus laki-laki heteroseksual ukurannya tiga kali lebih besar dibandingkan
dengan yang dimiliki oleh laki-laki homoseksual dan perempuan heteroseksual. Namun,
hasil penelitian ini menimbulkan pertanyaan: Apakah kumpulan syaraf yang lebih kecil
itu yang menyebabkan seseorang menjadi homoseksual atau justru sebaliknya,
kehomoseksualan seseorang yang menyebabkan ukurannya mengecil? Penelitian yang
lain menunjukkan bahwa syaraf-syaraf berubah dalam merespon suatu pengalaman.
Hipotesis lain menyatakan mungkin ada faktor lain yang tidak diketahui yang
menyebabkan baik itu homoseksualitas maupun perbedaan ukuran syaraf.
b. Teori Psikologis
Berbeda dengan teori biologis, teori psikologis mencoba menerangkan faktor
penyebab homoseksualitas bukan dari aspek fisiologis. Freud percaya bahwa
homoseksualitas adalah hasil perkembangan dari predisposisi biseksual yang terdapat
dalam diri semua individu. Freud memiliki pemikiran bahwa setiap orang memiliki
kecenderungan homoseksual yang bersifat laten, dan Freud percaya, bahwa dalam
kondisi tertentu, misalnya saja continuing castration anxiety pada laki-laki, perilaku
homoseksual mungkin akan muncul pada usia dewasa (Masters, 1992).
Bibier meneliti fenomena homoseksual ini dari sisi latar belakang keluarga.
Penelitiannya menemukan bahwa kebanyakan dari homoseksual laki-laki memiliki ibu
yang overprotective dan dominan, serta ayah yang lemah atau pasif. Pola keluarga seperti
ini tidak ditemukan pada subjek heteroseksual (Masters, 1992). Bibier menamakan
teorinya dengan triangular system, yaitu seorang homoseksual laki-laki secara tipikal
adalah anak yang kelebihan intimasi, adanya ibu yang mengontrol, dan ayah yang ditolak
(Allgeier, 1991). Sementara Wolf menemukan bahwa diantara 100 lesbian yang
dibandingkan dengan perempuan heteroseksual, karakteristik orangtua mereka yang
menonjol adalah penolakan terhadap ibu dan kurang atau tidak adanya peran ayah. Wolf
mempercayai bahwa homoseksualitas dalam perempuan muncul karena penerimaan kasih
sayang yang tidak adekuat dari ibu kepada anak perempuannya, yang mengarahkan anak
perempuannya untuk mencari kasih sayang dari perempuan lain (Masters, 1992).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Robinson, Skeen, Flake-Hobson, dan Herman pada
tahun 1982 dan melibatkan 322 orang homoseksual laki-laki dan perempuan
menunjukkan hasil bahwa 2/3 responden menyatakan bahwa hubungan mereka dengan
ayah adalah sangat memuaskan atau memuaskan. Tiga per empat responden menyatakan
bahwa hubungan mereka dengan ibu sangat memuaskan atau memuaskan. Sekitar 64%
responden merasa bahwa mereka selalu disayangi oleh ibunya, namun hanya 36% yang
merasakan bahwa mereka selalu disayangi ayah mereka. Hasil penelitian ini
menggambarkan bahwa hubungan dalam keluarga mungkin merupakan latar belakang
dari orientasi seksual seseorang, namun tidak bisa digeneralisir pada semua kasus (Rice,
2002).
Sementara McGuire, Gagnon dan Simon, Masters dan Johnson, berpegang
pada teori psikososial yang mengungkapkan bahwa homoseksualitas adalah fenomena
yang dipelajari (Masters, 1992). Pengkondisian psikologis diasosiasikan dengan
reinforcement atau punishment pada awal perilaku seksual (dan juga pikiran dan perasaan
yang menyangkut seksualitas) yang mengontrol proses terbentuknya orientasi seksual.
Pandangan behavioral ini juga menjelaskan mengapa beberapa orang heteroseksual
menjadi homoseksual pada masa dewasa mereka, yaitu jika seseorang mendapatkan
pengalaman heteroseksual yang tidak menyenangkan kemudian dikombinasikan dengan
pengalaman homoseksual yang bersifat menyenangkan, dapat mengarahkan seseorang
menjadi homoseksual. Observasi yang dilakukan Grundlach terhadap perempuan korban
perkosaan laki-laki yang akhirnya menjadi lesbian, mendukung pendapat ini (Masters,
1992). Penelitian yang melibatkan 686 laki-laki homoseksual, 293 perempuan
homoseksual, 337 laki-laki heteroseksual, dan 140 perempuan heteroseksual, tidak dapat
menemukan pendukung yang kuat bagi teori-teori psikoanalisis, teori belajar sosial, atau
teori sosiologis lainnya, sehingga mereka membuat kesimpulan bahwa homoseksualitas
pasti memiliki dasar biologis.
Kesimpulan lainnya adalah bahwa tidak ada yang mengetahui secara pasti
faktor-faktor yang menyebabkan homoseksualitas (Rice, 2002).
Tentu saja, bukan hanya psikologi yang mencoba menggali homoseksualitas ini, teori-
teori sosial lain juga banyak yang mencoba mengkaji homoseksualitas dengan cara
mereka masing-masing. Untuk mengetahui jawaban mengapa seseorang (menjadi)
homoseksual, kita harus menemukan jawaban, mengapa seseorang (menjadi)
heteroseksual, tentu dengan metode ilmiah, karena jika menggunakan alibi kodrat,
selsesai sudah. Yang menjadi catatan penting adalah bahwa American Psychiatric
Assosiation telah menghapuskan homoseksual dari daftar gangguan kejiwaan pada tahun
1974 dengan tidak mencantumkannya dalam DSM III dan diamini oleh WHO pada tahun
1992. Demikian juga dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa yang
menjadi pegangan psikiater dan psikolog di Indonesia.
D. HIPOTESIS
Adanya pengaruh pornografi terhadap orientasi seksual mahasiswa psikologi
BAB III
METEODE PENELITIAN
A. VARIABEL PENELITIAN
Varibel bebas : Pornografi
Variabel tergantung : Orientasi seksual
B. DEFINISI OPERASIONAL
Pornografi
pornografi merupakan sebuah tulisan atau gambar yang membangkitkan hasrat
seksual bagi sesorang yang melihat atau membacanya dan pornografi ini berupa
naked/nudity (ketelanjangan), orang yang berbusana tidak pantas /minim, situasi
seksual, kissing, touching antar lawan jenis, dan humor porno. Akan tetapi pornografi
kemudian berkembang bukan hanya dalam bentuk tulisan dan gambar saja tetapi juga
lewat media lain seperti film, tarian, dan lagu . Penyebaran pornografi menjadi sangat
terfasilitasi dengan adanya internet. Dengan munculnya internet, pornografi pun
semakin mudah didapat. Dengan menggunakan media internet, berbagai materi porno
baik berupa cerita, gambar atau chatting bahkan dalam bentuk lainnya sangat mudah
untuk didapatkan. Pornografi diinternet kini telah menjadi komoditi yang diperjual
belikan secara komersil dan dilakukan secara profesional. Di sisi lain, internet sangat
dibutuhkan karena berbagai macam informasi baik yang berkaitan dengan bisnis, hobi,
pendidikan, pertemanan, bahkan transaksi bisa melalui internet.
Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah pilihan dari seseorang untuk menentukan jenis
kelamin atau partener seksnya pakah paertnernya berjenis kelamin laki-laki,
perempuan, atau memiliki jenis kelamin yang sama. Dalam hal ini pilihan tidak terus
menerus membicarakan tentang seks, namun bisa juga menyangkut misalnya emosi,
perasaan, dan keinginan untuk memiliki pasangan hidup , serta aspek seksualitas yang
lebih luas.
Tabel 3.2
Kriteria Dan Nilai Alternatif Jawaban Pada Skala Pengaruh Pornografi Terhadap
Orientasi Seksual Mahasiswa Psikologi UTS
N KRITERIA Pernyataan Pernyataan
O FAVORABLE UNFAVORABLE
1 Sangat Setuju 4 1
2 Setuju 3 2
3 Tidak Setuju 2 3
4 Sangat Tidak 1 4
Setuju
Guna menyusun dan mengembangkan instrumen pada skala sikap pengaruh pornografi
terhadap orientasi seksual mahasiswa psikologi UTS, maka peneliti terlebih dahulu
membuat blue print yang isinya memuat tentang indikator dari pengaruh pornografi
terhadap orientasi seksual mahasiswa psikologi UTS yang dapat memberikan gambaran
mengenai isi dan dimensi kawasan ukur yang akan dijadikan acuan dalam item penelitian.
Blue print tersebut dibuat untuk variabel Y, yaitu pengaruh pornografi terhadap orientasi
seksual mahasiswa psikologi UTS.
Tabel 3.3
Blue Print
Skala Sikap Pengaruh Pornografi Terhadap Orientasi Seksual Mahasiswa Psikologi UTS
Aspek Indikator No. Pernyataan Jumlah
+ -
Aktivitas a. Mencari materi seksual secara online 1,2,3,4,5 5
dan secara teratur dalam waktu-
waktu tertentu.
b. Lamanya mengaktifkan atau 6,7,8,9 4
membuka secara berulangulang
suatu situs seks atau websites yang
menampilkan adegan-adegan
seksual.
Refleksi a. Dapat menimbulkan rangsangan 10 1
dan fantasi seksual.
b. Senang mendapatkan informasi 11,12,13,14 4
dan contoh-contoh dari berbagai
adegan erotis yang dilihat atau
dibaca.
c. Mengalami dorongan yang kuat 15,16 2
untuk melakukan onani atau
masturbasi.
d. Sering berkhayal dan terbawa 17,18 2
dalam mimpi.
e. Sering membayangkan 19,20,21,22 4
melakukannya dengan lawan jenis
baik dengan pacar atau orang lain.
Merasa jijik, risih, malu ketika
melihat tayangan seksual secara 23,24 2
f.
bebas.
Tidak memperoleh manfaat dari
melihat tayangan seksual secara 25,26,27 3
g.
bebas.
r =
n
xy x y
nx x
2
ny
2 2
y 2
Keterangan :
r xy : Koefisien korelasi yang dicari
xy : Jumlah perkalian antara skor x dan skor
y x2 : Jumlah skor x yang dikuadratkan
y2 : Jumlah skor y yang dikuadratkan
(Arikunto, 2002) .
Semakin tinggi nilai validitas soal menunjukkan semakin valid instrumen tersebut
digunakan dalam penelitian di lapangan.
Untuk melihat signifikansinya digunakan rumus t dengan memasukkan harga r ke
dalam rumus berikut :
n- 2
t=r 2
1- r
Keterangan :
t = harga thitung untuk tingkat signifikansi
r = koefisien korelasi
n = banyaknya subjek
Tabel 3.3
Hasil Validitas Item Instrumen Penelitian
Signifikansi No Item Jumlah
Valid 1-40 40
Tidak Valid 0 0
2) Skor butir-butir penyataan awal dijadikan variabel x dan skor dari butir-butir pernyataan akhir
dijadikan variabel y.
3) Mengkorelasikan antara skor butir-butir pernyataan yang bernomor awal dengan butir-butir
pernyataan yang bernomor akhir dengan menggunakan rumus Spearman Brown, sebagai
berikut :
2rb ri
1 rb
Keterangan :
ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan belahan kedua.
Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus alpha dari Cronbach diperoleh
hasil bahwa instrumen penelitian yang mengukur kebiasaan remaja mengakses situs
porno menghasilkan nilai rhitung = 0,944 dan dari tabel r product moment diperoleh nilai
rtabel dengan n = 38 dan taraf nyata () = 0,05 sebesar r tabel = 0,444. Hal ini berarti rhitung
lebih besar dari rtabel (0,944 > 0,444) dengan demikian instrumen penelitian untuk
mengukur kebiasaan remaja mengakses situs porno dapat dinyatakan mempunyai daya
ketepatan atau dengan kata lain reliable.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Allgeier, E.R & Allgeier, A.R .(1991). Sexual Interactions. Thirs Edition. Massalhusetts: D.C.
Heath and Company
Karno, To. (2003). Mengenal Analisis Tes (Pengantar ke Program Komputer ANATES).
Bandung: FIP UPI
Lips, H.M. 2005. Sex and Gender: An Introduction (5th edition). McGraw.Hill
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta,1990,Cet.III,hlm.6
Risman, Elly. 2010. Pornografi Adiksi Baru Yang Merusak Otak. Jakarta: Yayasan Kita dan
Buah Hati. Hal 2
Stanberg, Lawience. 2002. Adolensce Sixth edition. New York: McGraw Hill. Inc
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.